Anda di halaman 1dari 28

TUGAS MAKALAH

TANIN

DI SUSUN OLEH
KELOMPOK 5
SITI WULANSARI G70115032
ANA SRI RAHAYU G70115144
ISMI AMANDAH G70115194
NURRAHMASARI G70115084
BRYAN ARCHIMEDES G70115244

KELAS B

JURUSAN FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS TADULAKO
PALU
2017

KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan
YME atas limpahan rahmat dan karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah mengenai TANIN ini dengan lancar. Penulisan ini bertujuan untuk
memenuhi salah satu tugas yang diberikan oleh dosen matakuliah Fitokimia serta
agar menambah ilmu pengetahuan tentang tanin dan jenis-jenisnya.
Makalah ini ditulis dari hasil penyusunan data-data sekunder yang kami
peroleh dari buku panduan, serta informasi dari media massa yang berhubungan
dengan Tanin.
Kami harap makalah ini dapat memberi manfaat bagi kita semua. Memang
makalah ini masih jauh dari sempurna, maka kami mengharapkan kritik dan saran
dari pembaca demi perbaikan menuju arah yang lebih baik.

Palu. 13 April 2017

Penyusun

DAFTAR ISI

Cover Makalah ..........................................................................................................


Kata Pengantar...........................................................................................................
Daftar Isi ...................................................................................................................
Bab I Pendahuluan
1.1.................................................................................................Latar Belakang
1.2............................................................................................Rumusan masalah
1.3..............................................................................................................Tujuan
Bab II Pembahasan
2.1............................................................................................... Pengertian tanin
2.2.......................................................................................... Penggolongan tanin
2.3..........................................................................................Struktur kimia tanin
2.4.................................................................... Tanaman yang mengandung tanin
2.5....................................................................................................Manfaat tanin
2.6................................................................................................ Sifat- sifat tanin
2.7.....................................................................................................Fuungsi tanin
2.8.........................................................................................Uji identifikasi tanin
2.9........................................................................................Jalur biosintesis tanin
Bab III Penutup
3.1. Kesimpulan .......................................................................................................
3.2. Saran ..................................................................................................................
Daftar pustaka ...........................................................................................................

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Dalam metabolisme sekunder yang terjadi pada tumbuhan akan


menghasilkan beberapa senyawa yang tidak digunakan sebagai cadangan
energi melainkan untuk menunjang kelangsungan hidupnya seperti untuk
pertahanan dari predator. Beberapa senyawa seperti alkaloid, triterpen dan
golongan phenol merupakan senyawa-senyawa yang dihasilkan dari
metabolisme sekunder. Golongan fenol dicirikan oleh adanya cincin
aromatik dengan satu atau dua gugus hidroksil. Kelompok fenol terdiri dari
ribuan senyawa, meliputi flavonoid, fenilpropanoid, asam fenolat,
antosianin, pigmen kuinon, melanin, lignin, dan tanin, yang tersebar luas di
berbagai jenis tumbuhan.
Pada makalah Farmakognosi ini, kami akan membahas mengenai
tanin, yang merupakan salah satu metabolit sekunder yang dapat dihasilkan
oleh tanaman. Tanin merupakan salah satu jenis senyawa yang termasuk ke
dalam golongan polifenol. Senyawa tanin ini banyak di jumpai pada
tumbuhan. Tanin dahulu digunakan untuk menyamakkan kulit hewan karena
sifatnya yang dapat mengikat protein. Selain itu juga tanin dapat mengikat
alkaloid dan glatin.
Tanin secara umum didefinisikan sebagai senyawa polifenol yang
memiliki berat molekul cukup tinggi (lebih dari 1000) dan dapat membentuk
kompleks dengan protein. Berdasarkan strukturnya, tanin dibedakan menjadi
dua kelas yaitu tanin terkondensasi (condensed tannins) dan tanin-
terhidrolisiskan (hydrolysabletannins). Tanin memiliki peranan biologis
yang kompleks. Hal ini dikarenakan sifat tanin yang sangat kompleks mulai
dai pengendap protein hingga pengkhelat logam. Maka dari itu efek yang
disebabkan tanin tidak dapat diprediksi. Tanin juga dapat berfungsi sebagai
antioksidan biologis. Maka dari itu semua penelitian tentang berbagai jenis
senyawa tanin mulai dilirik para peneliti sekarang. Dalam makalah
Farmakognosi ini akan dibahas

1.2. Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan tannin ?
2. Bagaimana penggolongan tannin ?
3. Bagaimana struktur kimia tanin.?
4. Tanaman apa sajah yang menghasilkan tanin.?
5. Apa manfaat tanin.?
6. Apa sajah sifat sifat tanin ?
7. Apa sajah fungsi tanin ?
8. Bagaimana cara identifikasi tanin ?
9. Bagaimana biosintesis tanin ?

1.3. Maksud dan tujuan


Pembuatan makalah Fitokimia tentang Tanin ini bertujuan untuk
memperdalam pengetahuan mengenai tanin. Sebagai media pembelajaran
bagi kami sebagai penyususn dan mahasiswa lainnya. Adapun maksud dan
tujuan pembuatan makalah ini secara rincinya adalah sebagai berikut: a
1. Mengetahui definisi tanin.
2. Mengetahui penggolongan tanin.
3. Mengetahui struktur kimia tanin.
4. Mengetahui tanaman penghasil tanin.
5. Mengetahui manfaat tanin.
6. Mengetahui sajah sifat sifat tanin
7. Mengetahui fungsi tanin
8. Mengetahui bagaimana cara identifikasi tanin
9. Mengetahui jalur biosintesis tanin.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Definisi
Tanin adalah kelas utama dari metabolit sekunder yang tersebar luas
pada tanaman. Tanin merupakan polifenol yang larut dalam air dengan berat
molekul biasanya berkisar 1000-3000 (Waterman dan Mole tahun 1994,
Kraus dll., 2003). Menurut definisi, tanin mampu menjadi pengompleks dan
kemudian mempercepat pengendapan protein serta dapat mengikat
makromolekul lainnya (Zucker, 1983). Tanin merupakan campuran senyawa
polifenol yang jika semakin banyak jumlah gugus fenolik maka semakin
besar ukuran molekul tanin. Pada mikroskop, tanin biasanya tampak sebagai
massa butiran bahan berwarna kuning, merah, atau cokelat.
Tanin dapat ditemukan di daun, tunas, biji, akar, dan batang jaringan.
Sebagai contoh dari lokasi tanin dalam jaringan batang adalah tanin sering
ditemukan di daerah pertumbuhan pohon, seperti floem sekunder dan xylem
dan lapisan antara korteks dan epidermis. Tanin dapat membantu mengatur
pertumbuhan jaringan ini.
Tanin berikatan kuat dengan protein & dapat mengendapkan protein
dari larutan. Tanin terdapat luas dalam tumbuhan berpembuluh, dalam
angiospermae terdapat khusus dalam jaringan kayu. Menurut batasannya,
tanin dapat bereaksi dengan protein membentuk kopolimer mantap yang tak
larut dalam air. Dalam industri, tanin adalah senyawa yang berasal dari
tumbuhan, yang mampu mengubah kulit hewan yang mentah menjadi kulit
siap pakai karena kemampuannya menyambung silang protein.
Secara fisika, tanin memiliki sifat-sifat: jika dilarutkan kedalam air
akan membentuk koloid dan memiliki rasa asam dan sepat, jika dicampur
dengan alkaloid dan glatin akan terjadi endapan, tidak dapat mengkristal,
dan dapat mengendapkan protein dari larutannya dan bersenyawa dengan
protein tersebut sehingga tidak dipengaruhi oleh enzim protiolitik.
Secara kimiawi, memiliki sifat-sifat diantaranya: merupakan senyawa
kompleks dalam bentuk campuran polifenol yang sukar dipisahkan sehingga
sukar mengkristal, tanin dapat diidentifikasikan dengan kromotografi, dan
senyawa fenol dari tanin mempunyai aksi adstrigensia, antiseptik dan
pemberi warna (Najebb, 2009).
Senyawa phenol yang secara biologis dapat berperan sebagai khelat
logam. Proses pengkhlatan akan terjadi sesuai pola subtitusi dan pH
senyawa phenolik itu sendiri. Karena itulah tanin terhidrolisis memiliki
potensial untuk menjadi pengkhelat logam. Hasil khelat dari tanin ini
memiliki keuntungan yaitu kuatnya daya khelat dari senyawa tanin ini
membuat khelat logam menjadi stabil dan aman dalam tubuh. Tetapi jika
tubuh mengkonsumsi tanin berlebih maka akan mengalami anemia karena
zat besi dalam darah akan dilkhelat oleh senyawa tanin tersebut
(Hangerman, 2002).

2.2. Penggolongan

Senyawa tanin termasuk ke dalam senyawa polifenol yang artinya


senyawa yang memiliki bagian berupa fenolik. Senyawa tanin dibagi
menjadi dua berdasarkan pada sifat dan struktur kimianya, yaitu tanin yang
terhidrolisis dan tanin yang terkondensasi. Tanin terhidrolisis biasanya
ditemukan dalam konsentrasi yang lebih rendah pada tanaman bila
dibandingkan dengan tanin terkondensasi. Tanin terkondensasi terdiri dari
beberapa unit flavanoid (flavan-3-ol) dihubungkan oleh ikatan-ikatan
karbon.
Tanin terkondensasi banyak ditemukan dalam berbagai jenis tanaman
seperti Acacia spp, sericea Lespedeza serta spesies padang rumput seperti
Lotus spp. Tanin terkondensasi (condensed tannins) biasanya tidak dapat
dihidrolisis, tetapi dapat terkondensasi menghasilkan asam klorida. Tanin
jenis ini kebanyakan terdiri dari polimer flavonoid yang merupakan
senyawa fenol. Nama lain dari tanin ini adalah Proanthocyanidin.
Proanthocyanidin merupakan polimer dari flavonoid yang dihubungkan
dengan melalui ikatan C-8 dengan C-4. Salah satu contohnya adalah
Sorghum procyanidin, senyawa ini merupakan trimer yang tersusun dari
epiccatechin dan catechin. Senyawa ini jika dikondensasi maka akan
menghasilkan flavonoid jenis flavan dengan bantuan nukleofil berupa
floroglusinol.
Tanin terhidrolisis biasanya berikatan dengan karbohidrat dengan
membentuk jembatan oksigen, maka dari itu tanin ini dapat dihidrolisis
dengan menggunakan asam sulfat atau asam klorida. Salah satu contoh jenis
tanin ini adalah gallotanin yang merupakan senyawa gabungan dari
karbohidrat dengan asam galat. Selain membentuk gallotanin, dua asam
galat akan membentuk tanin terhidrolisis yang biasa disebut Ellagitanins.
Ellagitanin sederhana disebut juga ester asam hexahydroxy diphenic
(HHDP). Senyawa ini dapat terpecah menjadi asam galic jika dilarutkan
dalam air.

2.3. Struktur Kimia

Tanin atau lebih dikenal dengan asam tanat, biasanya mengandung


10% H2O. Struktur kimia tanin adalah kompleks dan tidak sama. Asam tanat
tersusun 5 - 10 residu ester galat, sehingga galotanin sebagai salah satu
senyawa turunan tanin dikenal dengan nama asam tanat. Beberapa struktur
kimia senyawa tanin adalah sebagai berikut.
Gambar 1.1: Struktur kimia tanin
Gambar 1.1 : struktur kimia tanin
Gambar 3.2: Rantai ester poligallol ditemukan di dalam gallotanin
terbentuk dari meta-atau para-depside obligasi, melibatkan hidroksil
fenolik daripada gugus hidroksi alifatik. Depside obligasi lebih mudah
dihidrolisis daripada ikatan ester alifatik. Metanolisis dalam asam lemah
dengan menggunakan metanol dapat menghancurkan depside tetapi tidak
ester obligasi. Dengan demikian poliol inti dengan kelompok galloyl yang
teresterisasi dapat dihasilkan dari campuran kompleks dari ester
polygalloyl oleh metanolisis dengan buffer asetat. Asam kuat mineral,
panas, dan metanol dapat digunakan untuk metanolisis baik depside dan
ester obligasi menghasilkan poliol inti dan metil galat. Hidrolisis dengan
asam kuat dapat mengubah galotanin menjadi asam galat dan poliol inti.
Gambar 3.3: Aceritannin, gallotannin yang ditemukan pada daun maple
dan hamamellitannin adalah gallotannin dari kulit kayu pohon ek.
Gambar 4.1: Elagitanin sederhana merupakan ester dari asam
hexahidroxidifenik (HHDP).
Gambar 4.2: Eugenin membentuk HHDP pada ikatan karbon C-4 dan C-
6, casuarictin pada ikatan C-2 dan C-3
Gambar 4.3: Corilagin berikatan pada C-3 dan C-6, geraniin pada ikatan
C-2 dan C-4, davidiin pada ikatan C-1 dan C-6
ambar 4.4: Setelah casuarictin berubah menjadi pedunculagin, cincin
piranosa dari glukosa terbuka dan membentuk kelompok senyawa
termasuk castalagin dan vescalagin.
Gambar 4.5: Elagitanin berikatan dengan tanin terhidrolisis lain. Sebagai
contoh, pada beberapa euforbs, geraniin oksidatif mengembun bersama
PGG untuk menghasilkan berbagai euphrobin, ditandai dengan adanya
kelompok valoneoyl
Gambar 4.6: Oenethein adalah dimer makrosiklik dihubungkan oleh dua
kelompok valoneoyl.
2.4.

2.4. Tanaman Penghasil

Jenis tanaman yang mengandung tanin antara lain adalah daun sidaguri
(Sida rhombifolia L.) yang diketahui mengandung tanin cukup tinggi dan
telah digunakan sebagai pestisida nabati pembunuh ulat (larvasidal)
(Kusuma et al.,2009; Islam et al., 2003). Daun melinjo (Gnetum gnemon
L.) juga mengandung tanin. Daun gamal ( Gliricidia sepium Jacq.) dan
lamtoro ( Leucaena leucocephala Lamk.) mempunyai kandungan tanin 8-
10% (Suharti, 2005; Sulastri, 2009). Biji pinang ( Areca catechu L.) dan
simplisia gambir (Uncaria gambir Roxb.) telah dikenal luas sebagai
penghasil tanin dengan kandungan tanin masing-masing sebesar 26,6% dan
30-40% (Pambayun, 2007; Hadad et al., 2007).
Pegagan (Centella asiatica) atau antanan (Sunda), daun kaki kuda
(Melayu), gagan-gagan, rendeng (Jawa), taidah (Bali) sandanan (Papua)
broken copper coin, buabok (Inggris), paardevoet (Belanda), gotu kola
(India), ji xue cao (Hanzi) juga diduga memiliki kandungan senyawa tanin
beserta asiaticoside, thankuniside, isothankuniside, madecassoside,
brahmoside, brahmic acid, brahminoside, madasiatic acid, meso-inositol,
centelloside, carotenoids, hydrocotylin, vellarine, serta garam mineral
seperti kalium, natrium, magnesium, kalsium dan besi. Zat vellarine dan
tanin yang ada dapat memberikan rasa pahit.
Tanaman sirih merah (Piper crocatum) termasuk dalam famili
Piperaceae, tumbuh merambat dengan bentuk daun menyerupai hati dan
bertangkai, yang tumbuh berselang-seling dari batangnya serta penampakan
daun yang berwarna merah keperakan dan mengkilap. Dalam daun sirih
merah terkandung senyawa fitokimia yakni alkoloid, saponin, tanin dan
flavonoid.
Buah, daun, dan kulit batang pohon jambu biji ( Psidium guajava)
mengandung tanin, sedang pada bunganya tidak banyak mengandung tanin.
Daun jambu biji juga mengandung zat lain kecuali tanin, seperti minyak
atsiri, asam ursolat, asam psidiolat, asam kratogolat, asam oleanolat, asam
guajaverin dan vitamin (IPTEKnet, 15 Januari, 2007).
Daun dewa (Gynura divaricata) mengandung zat saponin, minyak
atsiri, flavonoid, dan tanin. Efek farmakologis daun dewa adalah
antikoagulan (koagulan=zat yang mempermudah dan mempercepat
pembekuan darah), mencairkan bekuan darah, stimulasi sirkulasi,
menghentikan perdarahan, menghilangkan panas, dan membersihkan racun.
Ciplukan ( Physalis minina) temasuk ke dalam famili tumbuhan
Solanaceae. Nama lain dari ciplukan antara lain adalah morel berry
(Inggris), ceplukan (Jawa), cecendet (Sunda), yoryoran (Madura), lapinonat
(Seram), angket, kepok-kepokan, keceplokan (Bali), dedes (Sasak),
leletokan (Minahasa). Tumbuhan ini mempunyai kandungan kimia berupa
chlorogenik acid, asam citrun, fisalin, flavonoid, saponin, polifenol. Buah
mengandung asam malat, alkaloid, tanin, kriptoxantin, vitamin C dan gula.
Biji mengandung elaidic acid. Sifat tumbuhan ini analgetik (penghilang rasa
sakit), peluruh air seni (diuretik), menetralkan racun, meredakan batuk,
mengaktifkan fungsi kelenjar-kelenjar tubuh dan anti tumor

2.5. Manfaat
Tanin diketahui dapat digunakan sebagai antivirus, antibakteri, dan
antitumor. Tanin tertentu dapat menghambat selektivitas replikasi HIV dan
juga digunakan sebagai diuretik (Heslem, 1989). Tanaman yang
mengandung tanin telah diakui memiliki efek farmakologi dan dikenal agar
membuat pohon-pohon dan semak-semak sulit untuk dihinggapi/dimakan
oleh banyak ulat (Heslem, 1989).
Di dalam tumbuhan letak tanin terpisah dari protein dan enzim
sitoplasma, tetapi bila jaringan rusak, misalnya bila hewan memakannya,
maka reaksi penyamakan dapat terjadi. Reaksi ini menyebabkan protein
lebih sukar dicapai oleh cairan pencernaan hewan. Pada kenyataanya,
sebagian besar tumbuhan yang banyak bertanin dihindari oleh hewan
pemakan tumbuhan karena rasanya yang sepat. Kita menganggap salah satu
fungsi utama tanin dalam tumbuhan ialah sebagai penolak hewan pemakan
tumbuhan. Fungsi tanin pada tanaman biasanya sebagai senjata pertahanan
untuk menghindari terjadinya over grazing oleh hewan ruminansia dan
menghindari diri dari serangga, sebagai penyamak kulit, bahan untuk
pembuatan tinta (+ garam besi(III) senyawa berwarna tua), sebagai
reagen untuk deteksi gelatin, protein, alkaloid (karena sifat mengendap),
sebagai antidotum keracunan alkaloid (membentuk tannat yang mengendap),
sebagai antiinflamasi saluran pencernaan bagian atas, obat diare karena
inflamasi saluran gastro intestinal, dan sebagai obat topikal (lesi terbuka,
luka, hemoroid).
Tanin terutama dimanfaatkan orang untuk menyamak kulit agar awet
dan mudah digunakan. Tanin juga digunakan untuk menyamak (mengubar)
jala, tali, dan layar agar lebih tahan terhadap air laut. Selain itu tanin
dimanfaatkan sebagai bahan pewarna, perekat, dan mordan.
Tanin yang terkandung dalam minuman seperti teh, kopi, anggur, dan
bir memberikan aroma dan rasa sedap yang khas. Bahan kunyahan
seperti gambir (salah satu campuran makan sirih) memanfaatkan tanin yang
terkandung di dalamnya untuk memberikan rasa kelat ketika makan sirih.
Sifat pengelat atau pengerut (astringensia) itu sendiri menjadikan banyak
tumbuhan yang mengandung tanin dijadikan sebagai bahan obat-obatan.
Tanin yang terkandung dalam teh memiliki korelasi yang positif antara kadar
tanin pada teh dengan aktivitas antibakterinya terhadap penyakit diare yang
disebabkan oleh Enteropathogenic Esclierichia coli (EPEC) pada bayi. Hasil
penelitian Yulia (2006) menunjukkan bahwa daun teh segar yang belum
mengalami pengolahan lebih berpotensi sebagai senyawa antibakteri, karena
seiring dengan pengolahan menjadi teh hitam, aktivitas senyawa-senyawa
yang berpotensi sebagai antibakteri pada daun teh menjadi berkurang.
Senyawa tanin juga bersifat sebagai astringent, yaitu melapisi mukosa
usus, khususnya usus besar dan menciutkan selaput lendir usus, misalnya
asam samak. Serta sebagai penyerap racun (antidotum) dan dapat
menggumpalkan protein. Oleh karena itu, senyawa tanin dapat digunakan
sebagai obat diare.

2.6. Sifat - Sifat Tanin

1. Sifat Khusus

Tidak dapat dikristalisasi


Bila ditambah air larutan koloidal, reaksi asam, rasa astringen.
Mengendapkan larutan gelatin, protein dan alkaloid dalam
larutan
+ garam Fe (III) senyawa biru tua / hitam kehijauan (larut)
+ K-ferisianida + NH4OH warna merah tua
Mengendap dengan garam-garam Cu, Pb, Sn, lar. K-bikromat
kuat / asam kromat 1 %
dalam larutan basa mudah mengabsorbsi oksigen

2. Sifat Umum

Dalam air membentuk larutan koloidal yang bereaksi asam dan


sepat .
Mengendapkan larutan gelatin dan larutan alkaloid.
Tidak dapat mengkristal.
Larutan alkali mampu mengoksidasi oksigen.
Mengendapkan protein dari larutannya dan bersenyawa dengan
protein tersebut sehingga tidak dipengaruhi oleh enzim protio
2.7. Fungsi Tanin

Di dalam tumbuhan letak tanin terpisah dari protein dan enzim


sitoplasma, tetapi bila jaringan rusak, misalnya bila hewan memakannya,
maka reaksi penyamakan dapat terjadi. Reaksi ini menyebabkan protein
lebih sukar dicapai oleh cairan pencernaan hewan. Pada kenyataanya,
sebagian besar tumbuhan yang banyak bertanin dihindari oleh hewan
pemakan tumbuhan karena rasanya yang sepat. Kita menganggap salah satu
fungsi utama tannin dalam tumbuhan ialah sebagai penolak hewan pemakan
tumbuhan. Fungsi tanin pada tanaman biasanya sebagai senjata pertahanan
untuk menghindari terjadinya over grazing oleh hewan ruminansia dan
menghindari diri dari serangga. Penyamak kulit. Pembuatan tinta (+ garam
besi(III) senyawa berwarna tua). Reagen untuk deteksi gelatin, protein,
alkaloid (karena sifat mengendap). Antidotum keracunan alkaloid
(membentuk tannat yang mengendap) . Inflamasi saluran pencernaan bagian
atas. Diare karena inflamasi saluran GI. Topikal : lesi terbuka, luka,
hemoroid.

2.8. Identifikasi tanin


Tanin merupakan senyawa polifonel yang banyak terkandung dalam
berbagai jenis tanaman. Untuk melakukan identifikasi tanin dalam suatu
simplisia dapat dilakukan dengan berbagai metoda identifikasi. Proses
indentifikasi ini bertujuan untuk mengetahui benar atau tidaknya suatu
simplisia mengandung tanin. Selain itu karena tanin sangat beraneka ragam
jenisnya, maka dengan proses identifikasi ini kita juga dapat meprediksi
jenis tanin apakah yang dikandung dalam simplisia yang diuji.
Metode-metode yang kerap digunakan dalam proses identifikasi tanin
antara lain adalah: Uji Goldbeaters skin, Uji Warna dan Pengendapan, Uji
Larutan Gelatin, Identifikasi Breamers, Identifikasi dengan Reagen Bromin,
Identifikasi dengan Phenazone, Identifikasi Mitchells, dan Uji Senyawa
Katekin. Berikut penjabarannya.
A. Uji Identifikasi Umum
Sebelum dilakukan uji-uji lanjutan terhadap tanin, kita perlu
mengatahui terlebih dahulu karakteristik fisik maupun kimia dari
senyawa tanin itu sendiri. Tanin larut dalam air, alkali encer, alkohol,
gliserol, dan aseton, tetapi hanya sedikit larut dalam pelarut organik.
Dalam bentuk larutan tanin mengendapkan logam berat, alkaloid,
glikosida, dan gelatin. Selain itu tanin merupakan senyawa polifenol,
maka dari itu dapat diterapkan beberapa uji indentifikasi fenol untuk
mengetahui adanya senyawa tanin dalam suatu simplisia.

B. Uji Goldbeaters Skin


Goldbeaters skin diperoleh dari usus bagian luar dari sapi muda.
Adanya noda coklat atau kehitaman pada goldbeaters skin menujukkan
adanya tanin dalam zat uji. Goldbeaters skin dilakukan dengan
prosedur berikut ini.

Uji Goldbeaters skin ini memberikan hasil positif untuk senyawa tanin
sebenarnya dan memberikan hasil negatif untuk pseudotanin. Oleh
karenanya uji ini seringkali digunakan untuk mendeferensialkan tanin
sebenernya dari pseudotanin.

C. Uji Warna dan Pengendapan


Indentifikasi dengan pengamatan terhadap warna atau endapan
yang terbentuk pada larutan simplisia uji dengan penambahan reagen ke
dalamnnya. Berikut merupakan ringkasan uji sederhana dengan
bebebagai reagen yang dirangkum dalam tabel 1, berikut Uji Vanilin
Hidroklorida terhadap tanin.
D. Uji Larutan Gelatin
Seperti yang telah dibahas dalam uji indentifikasi tanin sebelumnnya,
tanin dalam bentuk larutan akan mengendapkan gelatin. Oleh
karenanya dapat dilakukan pengujian tanin dalam suatu sampel
simplisia dengan memanfaatkan gelatin. Berikut prosedur
pengujiannya; disiapkan sejumlah 1% (w/v) larutan gelatin dalam
dalam air yang mengandung 10% NaCl. Ambil sedikit larutan, lalu
ditambahkan ke dalam filtrat larutan uji. Jika endapan putih diperoleh,
maka larutan uji mengandung tanin.

E. Identifikasi Breamers atau Identifikasi fenol dengan FeCl3


Seperti senyawa fenol lainnya tanin akan bereaksi dengan garam
Besi (III). Larutan sampel akan memberikan warna intesif merah, biru,
unggu atau hijau, dari kompleks triaryloksi yang menandakan adanya
senyawa fenol dalam sampel tersebut. Berikut mekanisme reaksinnya:

Uji breamers dilakukan dengan mekanisme berikut: sejumlah


sampel dilarutkan dalam aquadest, etanol, atau campurannya
keduannya. Jika tidak larut dalam air dapat dilarutkan dalam kloroform
atau diklorometan dengan sejumlah kecil piridin. Teteskan sejumlah
FeCl31% lalu amati perubahan warna yang terjadi. Pada tanin
terhidrolisa seperti Gallotanin dan Ellagitanin memberikan endapan
berwarna Biru Kehitaman. Sedangkan pada tanin terkondensasi seperti
Phlobatanin atau Katekol tanin, dengan FeCl3 akan memberikan
endapan berwarna hijau kecoklatan.

F. Uji dengan Reagen Bromin (Bromine Water)


Bromin akan bereaksi dengan Fenol, mengisi posisi orto dan para
meghasilkan 2,4,6-tribromofenol yang tidak larut dan mengendap.
Endapan yang timbul mengindikasikan bahwa senyawa yang diuji
mengandung tanin. Berikut reaksi substitusi elektrofilik yang terjadi:

Identifikasi dengan reagen bromin ini tidak dapat diterapkkan


pada golongan tanin terhidrolisa seperti gallotanin dan ellagitanin.
Pada senyawa gallotanin dan ellagitanin tidak ada posisi yang tersedia
untuk terjadinya substitusi elektrofilik bromin terhadap gugus fenol,
sehingga tidak terbentuk endapan 2,4,6-tribromofenol.

G. Identifikasi dengan Potasium Dikromat K2CrO4


Potasium dikromat sebagai oksidator telah digunakan secara luas
dalam proses penyamakan kulit dan proses pernish kayu seperti pada
kayu ceri, mahoni, oak, dan walnut. Prinsip kerjanya adalah K2CrO4
mengoksidasi tanin yang terkandung dalam kayu sehingga diperoleh
warna yang lebih gelap. Berikut mekanisme kerja Identifikasi dengan
Potasium Dikromat; Sejumlah 5 mL ekstrak bahan uji dimasukkan ke
dalam tabung uji, kemudian ditambahkan ke dalamnya 1 mL 10%
K2CrO4. Amati perubahan warna yang terjadi, jika timbul endapan
kuning atau warna menjadi gelap, maka zat uji mengandung tanin.
H. Identifikasi dengan Phenazone
Phenazone atau dengan nama IUPAC 1,5-dimethyl-2-phenyl-
1,2-dihydro-3H-pyrazol-3-one, telah digunakan secara meluas untuk
identifikasi tanin. Berikut prosedur pengujiannya; sejumlah 0.5 gram
Sodium Asam Fosfat Anhidrat (HNa2O4P) ditambahkan ke dalam 5 mL
ekstrak aqueous dari simplisia yang diuji. Panaskan campuran, lalu
disaring. Ke dalam filtrat yang didapatkan ditambahkan 2% larutan
phenazone. Akan terbentuk endapan bulkis yang kadang berwarna,
mengidentifikasikan zat uji mengandung tanin.

I. Uji Indentifikasi Mitchells


Dalam identifikasi ini sejumlah Besi dan Amonium Sitrat atau
Besi dan Natrium Sitrat ditambahkan ke dalam ekstraksi mentah
simplisia uji. Jika simplisia uji mengandung tanin, maka akan
terbentuk kompleks besi-tanin. Kompleks tersebut tidak larut dalam
larutan Amonium Asetat, akan tetapi larut dalam air.

J. Uji Senyawa Katekin (Matchstick test)


Matchstick test dilakukan untuk mengidentifikasi adanya
senyawa katekin dalam sampel. Prosedurnya dengan cara
mencelupkan batang korek api ke dalam ekstrak simplisia uji. Batang
api lalu dikeringkan, dibasahi kembali dengan HCl pekat, lalu
hangatkan di dekat nyala api. Phoroglucinol menghasilkan nyala api
pink atau merah.

2.9. Biosentesis Tanin


Tannin-terkondensasi atau flavolan secara biosintesis dapat dianggap
terbentuk dengan cara kondensasi katekin tunggal (atau galotanin) yang
membentuk senyawa dimer dan kemudian oligomer yang lebih tinggi. Ikatan
karbon-karbon menghubungkan satu satuan flavon dengan satuan berikutnya
melalui ikatan 4-8 atau 6-8. Kebanyakan flavolan memiliki 2 sampai 20
satuan flavon. Nama lain untuktanin-terkondensasi adalah proantosianidin
karena bila direaksikan dengan asam panas, beberapa ikatan karbon-karbon
penghubung satuan terputus dan dibebaskanlah monomer antosianidin.
Kebanyakan proantosianidin adalah prosianidin, ini berarti bila direaksikan
dengan asam akan menghasilkan sianidin.
Tanin-terhidrolisiskan terutama terdiri atas dua kelas, yang paling
sederhana adalah depsida galoilglukosa. Pada senyawa ini, inti yang berupa
glukosa dikelilingi oleh lima gugus ester galoil atau lebih. Pada jenis kedua,
inti molekul berupa senyawa dimer asam galat, yaitu asam
heksahidroksidifenat, di sini pun berikatan dengan glukosa. Bila dihidrolisis
elagitanin ini menghasilkan asam elagat. Tanin terhidolisiskan ini pada
pemanasan dengan asam klorida atau asam sulfat menghasilkan gallic atau
ellagic. Hydrolyzable tanin yang terhidrolisis oleh asam lemah atau basa
lemah untuk menghasilkan karbohidrat dan asam fenolat. Contoh
gallotannins adalah ester asam gallic glukosa dalam asam tannic (C 76H52O46),
ditemukan dalam daun dan kulit berbagai jenis tumbuhan.
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Tanin merupakan salah satu senyawa polifenol dengan berat molekul


lebih dari 1000 yang dapat diperoleh dari semua jenis tumbuhan. Tanin
memiliki sifat yang khas baik fisik maupun kimianya. Tanin biasanya dalam
tumbuhan berfungsi sebagai system pertahanan dari predaptor, contohnya
pada buah yang belum matang, buah akan terasa asam dan sepat, hal ini
sama dengan sifat tanin yang asam dan sepat. Selain itu tanin jugadapat
mengendapkan protein, alkaloid, dan glatin.
Tanin juga dapat membentuk khelat dengan logam secara stabil,
sehingga jika manusia kebanyakan mengkonsumsi makan yang memiliki
tanin maka Fe pada darah akan berkurang sehingga menyebabkan anemia
Tanin diklasifikasikan menjadi dua jenis yaitu tanin terhidrolisis dan
tannin terkondensasi. Masing-masing jenis memiliki struktur dan sifat yang
berbeda. Untuk tannin yang tehidrolisis memiliki ikatan glikosida yang
dapat dihidrolisis oleh asam. Kalau taninterkondensasi biasanya bebrbentuk
polimer,jenis ini didominasi dengan flavonoidsebagai
monomernya.Beberapa cara mengujinya bergantung pada tujuanya apakah
kualitatif atau kuantitatif, masing-masing dapat dilakukan dilab dengan
reagen dan metode tertentu.Tanin jenis terhidrolisis lebih mudah untuk di
murnikan daripada jenis terkondensasi.

3.2. Saran
Demikian yang dapat kami paparkan mengenai Tanin yang menjadi
pokok bahasan dalam makalah Farmakognosi ini, tentunya masih banyak
kekurangan dan kelemahannya, kerena terbatasnya pengetahuan dan
kurangnya rujukan atau referensi yang ada hubungannya dengan makalah
Tanin ini.
Kami sebagai penulis banyak berharap agar para pembaca yang
budiman bersedia memberikan kritik dan saran yang membangun kepada
kami demi sempurnanya makalah ini dan dan penulisan makalah di
kesempatan - kesempatan berikutnya. Semoga makalah ini berguna bagi
kami pada khususnya juga para pembaca yang budiman pada umumnya

DAFTAR PUSTAKA

Waghorn, G.C. & W.C. McNabb. 2003. Consequences of plant phenolic


compounds for productivity and health of ruminants. Proc. Nutr. Soc. 62 :
383-392.

Westendarp, H. 2006. Effects of tannins in animal nutrition. Dtsch. Tierarztl.


Wochenschr. 113: 264-268
Iriyanti,R.S & Yenti, S.R. 2014. Pengaruh Perbandingan Pelarut Etanol- Air
Terhadap Kadar Tanin Pada Sohklet Daun Gambir (Uncaria gambir
Roxb) Vol. 13 No. 1 : 1-7. Riau.
Hayati, E.K., Fasyah. A.G., Saadah. L. 2010. Fraksinasi Dan Identifikasi senyawa
Tanin Pada Daun Belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.)

Anda mungkin juga menyukai