Anda di halaman 1dari 6

6.

Memperkirakan Biaya Pencemaran

Hal yang paling sulit dalam pendekatan ekonomi adalah bagaimana


menentukan atau mengukur biaya dan manfaat dari usaha penanggulangan bencana.
Hanya sebagian kecil biaya yang dapat diperkirakan secara langsung. Selebihnya
adalah biaya yang tidak dapat langsung diukur.

Biaya pencemaran yang tidak dapat diukur dengan mudah disebut intangible cost atau
non pecuniary cost, seperti limbah di sungai yang mematikan banyak ikan. Biaya
yang berupa menurunnya penangkapan ikan dapat diperkirakan secara langsung :
yaitu berupa biaya mengalihkan orang dan peralatannya dari penangkapan ikan ke
kegiatan lain, ditambah dengan perbedaan dari apa yang mereka peroleh dari hasil
penangkapan ikan dan apa yang mereka perolehdari hasil penengkapan ikan dan apa
yang mereka peroleh dari kegiatan yang baru, ditambah dengan kerugian konsumen
yang kemudian mengonsumsi ayam misalnya untuk menggantikan ikan.
Salah satu cara untuk menentukan biaya pencemaran adalah dengan melihat tingkat
harga, tetapi bila tidak dapat secara langsung mengetahui harga pasar untuk kerugian
karena polusi, maka harus ditemukan cara lain, yakni menggunakan harga barang lain
seperti berapa nilai udara bersih dan nilai air yang bersih dengan cara melihat
kesediaan membayar bagi pengurangan pencemaran itu. Biaya yang tidak kesempatan
untuk penelitian biologi laut dapat diukur secara langsung misalnya biaya hilangnya
kesempatan rekreasi untuk anak-anak maupun para pengail ikan ataupun tersebut
tidak sama dengan nol, tetapi tidak berarti terlalu besar sampai tidak dapat diukur.
Salah satu untuk menentukan biaya pencemaran adalah dengan melihat tingkat harga.
Tingkat bila kita tidak dapat secara langsung mengetahui harga pasar untuk kerugian
yang timbul karena polusi maka harus ditemukan dengan cara lain yaitu dengan cara
menggunakan harga barang lain. Cara lain adalah dengan menanyakan beberapa
kesediaan untuk membayar bagi pengurangan pencemaran itu. Dapat pula ditanyakan
kesediaan seseorang menetapkan pembayaran agar tetap bersedia menerima
pencemaran. Apabila kita telah mengetahui berapa nilai hilangnya pencemaran untuk
setiap orang, maka kita dapat menjumlahkannya untuk memperoleh perkiraan biaya
marginal dari pencemaran itu. Cara lain adalah dengan pemberian subsidi terhadap
penekanan jumlah pencemaran apakah dengan mensubsidi pembelian alat-alat
penanggulangan pencemaran atau subsidi untuk mengganti kerugian bila diadakan
penekanan volume pencemaran di bawah standar yang diijinkan.
Masalah yang telah dibahas diatas adalah menentukan siapa yang harus menanggung
biaya penanggulangan pencemaran itu. Seperti telah dikemukakan bahwa pernyataan
ini berkaitan dengan masalah keadilan dimana ilmu ekonomi tidak mampu untuk
menjawabnya, walaupun ilmu ekonomi dapat memberikan saran bagaimana mencapai
pemerataan atau keadilan itu tanpa menimbulkan ketidakefisienan. Di antara berbagai
pihak yang menimbulkan pencemaran, beban pembayaran itu hendaknya
didistribusikan sedemikian rupa sehingga pembayaran masing-masing pihak
dirasakan sama berat bebannya.

7. Menentukan harga atau pungutan terhadap pencemaran


Harga yang ditentukan atas dasar mekanisme pengawasan akan berbeda
dengan harga yang ditentukan atas dasar mekanisme pasar. Atas dasar pengawasan,
suatu perusahaan boleh enghasilkan pencemaran asalkan ia membayar harga
pungutan seperti yang ditentukan oleh pemerintah yaitu sebesar nlai biaya social
marginal dari pencemaran tersebut. Dengan system ini keputusan perorangan atas
dasar minat pribadi adalah efisien. Apabila pencemaran itu terdari dari beberapa
komponen dan masing-masing komponen. Hal ini sesuai dengan teori efisiensi yang
menyatakan bahwa harga atau pungutan untuk suatu pencemaran harus sama dengan
biaya marginalnya. Dengan demikian maka bahan-bahan yang sangat berbahaya
harus dikenakan pungutan yang sangat mahal.
Sekali harga atau pungutan telah ditetapkan para penghasil pencemaran akan
menyesuaikan dirinya terhadap besarnya pungutan atau harga-harga tersebut. Karena
mereka bertindak atas dasar kepentingannya pribadi, maka mereka akan mengurangi
pencemaran dengan berbagai cara sampai pada titik dimana pengurangan pencemaran
akan lebih tinggi daripada pungutan tersebut. Ada pula perusahaan atau lembaga yang
mampu membeli limbah dari perusahaan lain dan kemudian memprosesnya untuk
kemudian dijual dalam bentuk barang baru seperti pupuk kompos. Adanya
perusahaan yang sanggup membeli limbah itu tidak berarti lalu pemerintah tidak
diperlukan lagi. Pemerintah masih harus mengukur banyaknya volume pencemaran
dari berbagai sumber, memungut iuran dan sebagainya.
Jadi secara umum dapat dikatakan bahwa system harga dapat mengalokasikan
factor produksi sedemikian rupa sehingga siapa yang menghasilkan dan
menggunakan barang yang menyebabkan pencemaran akan membayar biayanya.
Yang kita perlukan sekarang adalah mekanisme utnuk mengukur banyaknya
pencemaran yang dihasilkan oleh masing-masing perusahaan misalnya,dan
bagaimana pula cara mengumpulkan pungutan iuran limbah itu. Setelah itu baru kita
tentukan nilainya. Nilai yang mula-mula dipilih didasarkan atas perkiraan dampak
adanya pemncemaran itu. Kemudian kalua dirasakan bahwa penurunan dalam
pencemaran masih kurang berarti, maka pemerintah dapat menaikkan nilai iuran
limbah tersebut yang dapat disertai dengan perubahan teknologi maupun perubahan
jumlah perusahaan. Dengan cara demikian tampkanya pengenaan iuran pungutan
limbah tersebut akan lebih dapat diterima daripada penanggulangan langsung secara
fisik.
8. Penanggulangan pencemaran di Indonesia
Dalam rangka membangun negara Indonesia kita telah sampai pada tahap
industrialisasi. Dalam tahap ini tidak berarti pengembangan di sector pertanian lalu
ditinggalkan melainkan justru terus dikembangkan untuk meningkatkan produk
pangan dan bahan mentah yang cukup menunjang pengembangan sector industry.
Dalam rangka peletakkan landasan pembangunan yang lebih kuat inilah dipahami
adanya dua kepentingan yaitu mengusahakan pembangunan tanpa merusak
lingkungan dan mengelola sumberdaya alam secara bijaksana untuk dapat menopang
tahapan pembangunan jangka panjang. Dalam usaha meindungi lingkungan,
Indonesia sudah memliki Undang-undang Lingkungan Hidup yaitu yang tertuang
dalam undang-undang Nomor 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok
Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang kemudian diganti dengan Undang-undang
Nomor 23 Tahun 1997 serta khusus untuk mencegah pencemaran dari kegiatan
industry telah dimiliki UU Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian.
Adapun pokok-pokok yang terecantum dalam UULH itu adalah sebagai
berikut ;
a. Pengelolaan lingkungan hidup berdasarkan pelestarian kemampuan
lingkungan yang serasi dan seimbang guna menunjang pembangunan yang
berkesinambungan. Selanjutnya tujuan pegelolaan lingkungan hidup
adalah 1) tercapinya keselarasan hubungan antara manusia dan lingkungan
hidup; 2) terkendalinya pemanfaat sumberdaya alam secara bijaksana; 3)
terwujudnya manusia Indonesia sebagai Pembina lingkugan, 4)
terlaksananya pembangunan berwawasan lingkungan; 5) terlindunginya
negara tehadap dampak kegiatan di luar wilayah negara yang
menimbulkan kerusakan dan pencemaran lingkungan.
b. Setiap orang berhak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat, serta
berkewajiban memelihara lingkungan hidup dan mencegah serta
menanggulangi kerusakan dan pencemarannya. Ini berarti bahwa beban
pencemaran dipertanggungjawabkan kepada pihak pencemar. Sanksi
hukum diterapkan kepada mereka yang menghasilkan pencemaran.
c. Setiap orang mempunyai hak dan kewajiban untuk berpartisipasi untuk
berperan dalam rangka pengelolaan lingkungan hidup.
d. Usaha mengembangkan lingkungan hidup tidak berlangsung dalam
keadaan terisolasi, melainkan berkaitan dengan kepentingan hidup antar
bangsa.
e. Pengelolaan lingkungan hidup menuntut dikembangkannya suatu system
dalam keterpaduan dengan ciri utamanya.
f. UULH berfungsi sebagai undang-undang yang memayungi undang-
undang lain yang mempunyai dampak terhadap undang-undang
perindustrian dalam menanggulangi pencemaran.

Beberapa ketentuan undang-undang yang menyangkut perlindunagan


dengan pencemaran oleh perindustrian diantaranya ialah bahwa setiap
orang yang menjalankan suatu bidang usaha wajib memelihara
kelestarian kemampuan lingkungan hidup yang serasi dan seimbang
untuk menunjang pembangunan yang berkesinambungan, dan
kewajiban tersebut dicantumkan dalam setiap suat ijin yang
dikeluarkan oelh instansi yang berwenang (pasal 7 UULH, ayat 1 dan
2). Dalam pasal 8 UULH dan penjelasannya dinyatakn bahwa
pemerintah menggariskan kebijaksanaan dan melakukan tindakan
yang mendorong ditingkatkannya upaya pelestarian kemampuan
lingkungan hidup dengan cara mengambil langkah-langkah tertentu
seterti dengan perpajakan yang dapat bersifat mendorong untuk
pemeliharaan lingkungan ataupun untuk mencegah pencemaran
lingkungan.
Selanjutnya pada pasal 15 UULH dikemukakan bahwa setiap rencana
kegiatan yang diperkirakan mempunyai dampak penting harus
menyusun AMDAL dan perlindungan lingkungan hidup dilakukan
berdasarkan baku mutu lingkungan yang diatur dalam peraturan
perundang-undangan. Penetapan baku mutu lingkungan ini meliputi
penetapan kriteria kualitas lingkungan hidup ataupun kualitas buangan
atau limbah. Kriteria dan pembakuan ini dapat berbeda untuk setiap
lingkungan, wilayah, atau mengingat perbeaan tata gunanya.
Pemerintah telah menerbitkan Pedoman Baku Mutu Lingkungan pada
tanggal 19 Januari 1988 atas dasar Keputusan Menteri KLH No. KEP-
02/MENKLH/1988, yang isinya menyangkut Baku Mutu Air Laut;
dan penjabaran dari pedoman ini deiserahkan pada masing-masing
Gubernur sesuai dengan ekosistem yang berbeda dari satu tempat ke
tempat lain.
Kemudian dalam Pasal 16 UULH dinyatakan bahwa setiap rencana
yang diperkirakan memiliki dampak penting terhadap lingkungan
hidup harus dilengkapi dengan analisis mengenai dampak lingkungan
yang pelaksanaannya diatur dalam peraturan pemerintah. Untuk itu
telah terbit peraturan pemerintah tentang Analisis Menenai Dampak
Lingkungan (AMDAL) dengan diundangkannya Peraturan Pemerintah
No. 29 Tahun 1986 yang diundangkan pada tanggal 5 Juni 1987,
kemudian diganti dengan Keputusan Menteri LH No. 11 Tahun 1993.
Disamping usaha pemerintah melindungi lingkungan hidup lewat
UULH, Pemerintah juga menggunakan UU Perindustrian. Dalam pasal
21 UU Perindustrian dinyatakan bahwa perusahaan industry wajib
melaksanakan upaya keseimbangan dan kelestarian sumber daya alam
serta pencegahan timbulnya kerusakan dan penanggulangan
pencemaran. Didukung pula oleh Peraturan Pemerintah No. 13 Tahun
1987 tentang Ijin Usaha Industri. Sesuai dengan ijin usaha industry,
perusahaan yang diberi ijin diwajibkan untuk :
a. Melaksanakan upaya keseimbangan dan kelestarian sumber daya
alam serta pencegahan timbulnya kerusakan dan pencemaran
terhaap lingkungan hidup akibat kegiatan industry yang dilakukan.
b. Melaksanakan upaya yang menyangkut keamanan dan
keselamatan alat, proses serta haasil produksinya termasuk
pengangkatan karyawan dan keselamatan kerja.
c. Melaksanakan upaya hubungan dan kerjasama antara pengusaha
nasional untuk mewujudkan keterkaitan yang saling
menggantungkan.

Anda mungkin juga menyukai