Anda di halaman 1dari 17

ASKEP INTUSUSEPSI (INVAGINASI)

1. Pengertian.
Intususepsi adalah masuknya sebagian usus (Intususeptum) kedalam bagian yang lebih
distal (Intususipien) (Ian Roberts & Pincus Catzel, Kapita Selekta, 1990.
Intususepsi adalah suatu keadaan dimana segmen usus bagian proksimal masuk kedalam
segmen usus yang lebih distal dan pada umumnya akan menimbulkan gejala obstruksi usus
(Markum, Ilmu Kesehatan Anak, 1991)
Intususepsi adalah obstruksi usus yang disebabkan oleh adanya suatau bagian usus yang
mengalami invaginasi (telescoping) kedalam bagian sekitarnya (Susan Martin Tuncker dkk,
Standar Perawatan Pasien, 1998).
Dari ketiga pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa intususepsi adalah suatu
keadaan masuknya sebagian usus proksimal (Intususeptum) ke dalam bagian yang lebih distal
(intususipien) yang pada umumnya akan menimbulkan gejala obstruksi usus.

Angka Kejadian.
Intususepsi (invaginasi) merupakan penyebab paling banyak dari obstruksi intestinal pada
anak antara umur 3 bulan sampai 5 tahun. Setengah dari kasus terjadi pada anak kurang dari 1
tahun. Biasanya terjadi pada usia 3 12 bulan. Dan lebih sering terjadi pada anak laki-laki
daripada perempuan. Lebih sering pada anak cystic fibriosis. Walaupun lesi intestinal yang
spesifik bisa ditemukan sedikit kasus pada anak, umumnya penyabeb tidak diketahui. >90%
intususepsi tidak memiliki petunjuk pathologis.

2 . Etiologi.
Penyebab secara umum tidak diketahui. Akan tetapi ada faktor predisposisi terjadinya
intususepsi yaitu :
a. Divertikulum Meckel yaitu suatu duktus yang timbul dari ileum, yang menutup pada ujung
tali pusat tetapi tidak terbuka pada ujung usus, atau polips/kista dalam usus.
b. Polip usus yaitu tumbuhan epitel selaput lendir yang ada pada usus.
c. Duplikasi usus yaitu adanya penggandaan pada struktur usus.
d. Granuloma ileum merupakan terdapatnya jaringan granulasi pada daerah ileum.
e. Limfosarkoma merupakan tumor ganas yang berada pada daerah limfa.
Selain itu pada anak-anak muda insiden yang terbesar adalah antara bulan ke 4 dan ke 8,
dimana terdapat kesempatan untuk diit yang lebih padat yang dapat mengubah peristalistik
usus. Dengan adanya aktifitas peristalitik yang meningkat maka dapat mengawali terjadinya
intususepsi (Rosa M Sacharin, Prinsip Keperawatan Pediartik, 1993).

3. Manifestasi klinis
Anak biasanya sehat dan permulaan penyakit mendadak.
Anak berteriak keras secara mendadak, meliputi lutut seperti ada sesuatu nyeri abdomen yang
parah.
Serangan diulang setelah panjang waktu yang bervariasi.
Jika serangan parah atau lama, anak akan pucat, gelisah, dan berkeringat bebas.
Muntah tidak mencolok tetapi ia tidak muntah setelah serangan kolik.
Pemeriksaan rektal menemukan jejak darah pada pemeriksaan jari.
Nadi cepat dan lembut serta suhu tubuh subnormal.
(Rosa M Sacharin, 1993

4. Anatomi dan fisiologi

Anatomi Fisiologi

Fungsi
Usus buntu
Merupakan suatu tonjolan kecil berbentuk seperti tabung, yang terletak di kolon asendens,
pada perbatasan kolon asendens dengan usus halus.
Usus besar
Menghasilkan lendir dan berfungsi menyerap air dan elektrolit dari tinja.
Ketika mencapai usus besar, isi usus berbentuk cairan, tetapi ketika mencapai rektum
bentuknya menjadi padat.
Usus besar terdiri dari:
- kolon asendens (kanan)
- kolon transversum
- kolon desendens (kiri)
- kolon sigmoid (berhubungan dengan rektum ).
Rektum
Rektum adalah sebuah ruangan yang berawal dari ujung usus besar (setelah kolon sigmoid)
dan berakhir di anus.
Biasanya rektum ini kosong karena tinja disimpan di tempat yang lebih tinggi, yaitu pada
kolon desendens. Jika kolon desendens penuh dan tinja masuk ke dalam rektum, maka timbul
keinginan untuk buang air besar.
5. Patofisiologi

Intususepsi adalah invaginasi atau satu bagian intestinal pada bagian lain. Biasanya
ileocecal valve (ileocolic masuknya). Dimana ileum masuk kedalam cecum dan kemudian
masuk kedalam colon. Atau ileoileal (bagian dari ileum masuk ke bagian dari ileum) dan
colocolic (satu bagian colon masuk ke bagian lain dari colon), biasanya di daerah hepar atau
flexura lienalis atau bagian colon transversum.
Hasil dari invaginasi yaitu obstruksi pada bagian isi intestinal yang akan mempersulit
defeksi. Sebagai tambahan, 2 dinding intestinal saling menekan menyebabkan inflamasi,
ederna dan akhirnya menurunkan aliran darah. Ischemia, perforasi, peritonitis dan shock
merupakan komplikasi yang serius dari intususepsi.

6. Pemeriksaan Penunjang
a) Foto polos abdomen memperlihatkan kepadatan seperti suatu massa di tempat intususepsi
b) Foto setelah pemberian enema barium memperlihatkan gagguan pengisisan atau
pembentukan cekungan pada ujung barium ketika bergerak maju dan dihalangi oleh
intususepsi tersebut.
c) Plat datar dari abdomen menunjukkan pola yang bertingkat (invaginasi tampak seperti anak
tangga).
d) Barium enema di bawah fluoroskopi menunjukkan tampilan coiled spring pada usus.
e) Ultrasonogram dapat dilakukan untuk melokalisir area usus yang masuk
f) Pemeriksaan USG, terlihat seperti mata sapi

7. Penatalaksanaan
Prinsip pengobatan dan managemen perawatan
a) Tekanan hidrostatik barium enema.
Penurunan intususepsi dapat dilakukan dengan suntikan salin, udara atau barium ke
dalam kolon yang hasilnya dilihat dengan X-ray. Mula-mula tampak bayangan barium
bergerak berbentuk cupping pada tempat invaginasi. Dengan tekanan hidrostatik sebesar
meter air, barium didorong ke arah proksimal. Pengobatan dianggap berhasil bila barium
sudah mencapai ileum terminalis. Seiring dengan pemeriksaan zat kontras kembali dapat
terlihat coiled spring appearance. Gambaran tersebut disebabkan oleh sisa-sisa barium
sepanjang bekas invaginasi. Tindakan ini boleh dilakukan bila belum ada dehidrasi,
peritonitis, distensi abdomen yang berlebih, invaginasi lebih dari 48 jam dan invaginasi
rekuren. Bila barium enema tidak berhasil dan dijumpai tanda di atas, maka diperlukan
reposisi operatif.
b) Reduksi bedah:
a. Perawatan pra bedah:
1) Rutin
2) Tuba nasogastrik
3) Koreksi dehidrasi
b. Reduksi intususepsi dengan penglihatan langsung, menjaga usus hangat dengan salin
hangat. Ini juga membantu penurunan edema.
c. Plasma intravena harus dapat diperoleh pada kasus kolaps.
d. Jika intususepsi tidak dapat direduksi, maka diperlukan reseksi dan anastomosis primer.
c) Penatalaksanaan pasca bedah:
a. Rutin
b. Perawatan inkubator untuk bayi yang kecil
c. Pemberian oksigen
d. Dilanjutkannya cairan intravena
e. Antibiotik
f. Jika dilakukan suatu ileostomi, drainase penyedotan dikenakan pada tuba ileostomi hingga
kelanjutan dari lambung dipulihkan.
g. Observasi fungsi vital
h. Perawatan luka dan drain.
d) Perawatan rutin
a. Pemberian makanan harus diberikan kembali sesegera mungkin, yaitu
jika muntah hilang dan aktivitas peristaltik memuaskan
b. Mandi dan penanganan.
e) Dukungan bagi orang tua.
Banyak dukungan yang diperlukan tergantung pada status umum dari anak dan
tindakan pembedahan yang diambil. Kondisi anak harus dijelaskan secara lengkap dan
diberikan keyakinan. Sekali kondisi umum anak mengalami perbaikan, orangtua dapat
berpartisipasi dalam perawatan anak.

f) Persiapan untuk pulang ke rumah.


Bila reduksi intususepsi berhasil dan luka sembuh, anak dapat pulang ke rumah.
Harus ada masa tindak lanjut jika kasus intususepsi mengalami keadaan rekuren.
8. Komplikasi

Komplikasi dari intususepsi diantaranya.


a. Reaksi inflamasi.
Terjadi karena adanya penekanan/ terjepitnya pembuluh darah pada jaringan yang
menimbulkan respon nyeri akibat terjadinya reaksi inflamasi.
b. Ederna.
Masuknya usus bagian proksimal ke dalam bagian distal berakibat pembuluh darah yang
melalui daerah usus ini menjadi terjepit. Sehingga darah yang seharusnya lewat dengan
lancar akan terhambat dan berkumpul di suatu tempat dan akhirnya menjadi ederna.
c. Iskemik.
Karena adanya pembuluh darah yang terjepit yang mengakibatkan aliran darah terhambat
pada jaringan tersebut yang pada akhirnya akan menyebabkan iskemik.
d. Perporasi.
Dengan adanya reaksi implamasi akan berakibat terjadinya nekrosis. Apabila nekrosis itu
berlangsung lama maka akan berakibat perporasi jaringan.
e. Peritonitis.
Dari proses peradangan yang tidak tertanggulangi segera. Maka, akan menimbulkan
peritonitis.
f. Shock.
Akibat dari bayi sering muntah maka bayi akan kekurangan cairan dan elektrolit yang lama
kelamaan akan menimbulkan dehidrasi. Dehidrasi yang segera ditanggulangi akan
menimbulkan shock.

9. Pathway

10. Asuhan Keperawatan

1.) Pengkajian.
a. Data Demografi.
1. Identitas Klien : meliputi nama, usia dan jenis kelamin
(Intususepsi (invaginasi) lebih sering terjadi pada anak antara umur 3 bulan sampai 5 tahun.
Setengah dari kasus terjadi pada anak kurang dari satu tahun, biasanya usia antara 3-12 bulan.
Dan lebih sering terjadi pada anak laki-laki daripada perempuan), tempat tinggal.
2. Identitas Penanggung jawab : meliputi nama, jenis kelamin, pendidikan, alamat, hubungan
dengan klien.
b. Keluhan Utama.
Perawat dapat mengerahui keluhan utama klien dengan mendapatkan penjelasan-penjelasan
dari orang tuanya mengenai fisik anak dan gejala-gejala perubahan tingkah laku.
c. Riwayat Kesehatan Klien Sekarang.
Gejala-gejala yang timbul sehingga klien dirawat.
d. Riwayat Penyakit Masa Lalu.
Divertikulum Meckel, Polip usus, Dupllikasi usus, Granuloma ileum, Limfosarkoma yang
merupakan faktor predisposisi penyakit intesusepsi.
e. Pola Kebiasaan Sehari-hari.
Kaji kebiasaan dalam pemenuhan nutrisi (dimana terdapat kesempatan untuk diit yang lebih
padat yang dapat mengubah peristalitik usus), aktivitas.
f. Pemeriksaan Fisik.
1. Keadaan Umum.
Penampilan klien secara umum.
2. Tanda Vital.
Ditemukan nadi cepat dan lembut, sushu kadang meningkat, peningkatan frekuensi respirasi.
3. Sistem Pernafasan.
Kaji frekuensi dan pola nafas, teratur atau tidak, apakah klien menggunakan otot tambahan
seperti retaksi eksternal dan cuping hidung.
4. Sistem Gastrointestinal.
Kaji berat badan klien, nyeri pada abdominal, nutrisi yang masuk, terdapat peningkatan
bising usus, abdomen lembut, lunak, dan distensi, palpasi abdomen kanan atas teraba masa
(seperti sosis), abdomen kanan bawah terasa kosong.
5. Sistem Persarafan Terdapat Peningkatan Bising Usus.
Kaji tingkat kesadaran, letargi kadang terjadi.
6. Sistem Integumen.
Kemungkinan kulit pucat, berkeringat bebas, kaji turgor kulit untuk memeriksa adanya
dehidrasi.

Diagnosa dan intervensi


Pre operasi
1. Nyeri akut berhubungan dengan proses penyakit.
2. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri.
3. Hipertermia berhubungan dengan proses inflamasi
4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan tidak
mampu dalam memasukkan, mencerna, mengabsorbsi makanan karena faktor biologi.
5. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri.
6. Resiko konstipasi berhubungan dengan obstruksi usus.
7. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan kelainan absorbsi cairan.
8. Keterlambatan tumbuh kembang berhubungan dengan malnutrisi.
9. Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan ekskresi berlebih.
10. Konflik pengambilan keputusan berhubungan dengan kurang informasi yang relevan.
Post operasi
11. Nyeri akut berhubungan dengan prosedur invasif.
12. Resiko infeksi berhubungan dengan luka post operasi.
13. Koping tidak efektif berhubungan dengan tingkat kontrol persepsi tidak adekuat, krisis
situasional.
14. Kurang pengetahuan berhubungan dengan tidak familiar dengan sumber informasi.
15. Cemas berhubungan dengan krisis situasional, nyeri.

C. Intervensi
Pre Operasi
Dx 1 : Nyeri berhubungan dengan proses penyakit.
NOC : Tingkat nyeri
Tujuan : Pasien tidak mengalami nyeri, antara lain penurunan nyeri pada tingkat yang dapat
diterima anak
Kriteria hasil :
a. Anak tidak menunjukkan tanda-tanda nyeri
b. Nyeri menurun sampai tingkat yang dapat diterima anak
Skala :
1. Ekstream
2. Berat
3. Sedang
4. Ringan
5. Tidak Ada
NIC : Menejemen nyeri
Intervensi :
1. Berikan pereda nyeri dengan manipulasi lingkungan (missal ruangan tenang, batasi
pengunjung).
2. Berikan analgesia sesuai ketentuan
3. Cegah adanya gerakan yang mengejutkan seperti membentur tempat tidur
4. Cegah peningkatan TIK
5. Kompreskan air hangat pada dahi

Dx 2 : Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri.


NOC : Sleep
Tujuan : Kebutuhan tidur pasien adekuat (10 jam / hari).
Kriteria hasil :
a. Jam tidur
b. Pola tidur
c. Kualitas tidur
d. Tidur tidak terganggu
e. Kebiasaan tidur
Skala :
1. Ekstream
2. Berat
3. Sedang
4. Ringan
5. Tidak ada sama sekali
NIC : Sleep Enhancement
Intervensi :
1. Kaji pola tidur pasien.
2. Kaji pengaruh tindakan pengobatan terhadap pola tidur.
3. Seiakan barang-barang milik pasien yang dapat mendukung pasien untuk tidur (guling,
boneka, dll).
4. Ajarkan teknik relaksasi.
5. Ciptakan lingkungan yang nyaman.
Dx 3 : Hipertermia berhubungan dengan proses inflamasi
NOC : Thermoregulation
Tujuan : Pasien tidak mengalami menunjukkan peningkatkan suhu badan secara berlebihan.
Suhu badan pasien normal 36-37C.
Kriteria hasil :
a. Suhu tubuh dalam rentang normal
b. Nadi dan RR dalam rentang normal
c. Tidak ada perubahan warna kulit dan tidak ada pusing, merasa nyaman.
Skala :
1. Ekstream
2. Berat
3. Sedang
4. Ringan
5. Tidak Ada
NIC : Temperature regulation
Intervensi :
1. Monitor suhu minimal tiap 2 jam sekali.
2. Monitor TD, N, RR.
3. Monitor warna dan suhu kulit.
4. Tingkatkan intake cairan dan nutrisi.
5. Ajarkan pada pasien cara untuk mencegah keletihan akibat panas.

Dx 4: Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan tidak


mampu dalam memasukkan, mencerna, mengabsorbsi makanan karena faktor biologi.
NOC : Fluid balance
Tujuan : Diharapkan kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi.
Kriteria hasil :
a. Adanya peningkatan BB sesuai tujuan
b. BB ideal sesuai tinggi badan
c. Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi
d. Tidak ada tanda-tanda malnutrisi.
Skala :
1. Tidak pernah dilakukan
2. Jarang dilakukan
3. Kadang-kadang dilakukan
4. Sering dilakukan
5. Selalu dilakukan
NIC : Manajemen nutrisi
1. Berikan makanan yang terpilih
2. Kaji kemampuan klien untuk mendapatkan nutrisi yang dibutuhkan
3. Berikan makanan sedikit tapi sering
4. Berikan makanan selagi hangat dan dalam bentuk menarik.
5. Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori.

Dx 5 : Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri


NOC : Mobility level
Tujuan : Diharapkan pasien dapat melakukan mobilitas.
Kriteria hasil :
a. Klien meningkat dalam aktivitas fisik
b. Mengerti tujuan dari peningkatan mobilitas
c. Menverbalisasikan perasaan dalam meningkatkan kekuatan dan kemampuan berpindah
d. Memperagakan penggunaan alat bantu untuk mobilisasi
e. Pergerakan tulang
f. Keseimbangan posisi tubuh
Skala :
1 : dibantu total
2 : memerlukan bantuan orang lain dan alat
3 : memerlukan bantuan orang lain
4 : dapat melakukan sendiri dengan bantuan
5 : mandiri
NIC: Perubahan Posisi
a. Pantau ketepatan pemasangan traksi
b. Letakkan matras / tempat tidur terapeutik dengan benar
c. Atur posisi pasien dengan postur tubuh yang benar
d. Letakkan pada posisi terapeutik ( misal ; hindari penempatan puntung amputasi pada posisi
fleksi, tinggikan baian tubh yang terkena, jika diperlukan, imobilisasi / sangga bagi tubuh
yang terkena).
e. Dukung latihan ROM aktif.
Dx 6 : Resiko konstipasi berhubungan dengan obstruksi usus.
NOC :
Tujuan : Pasien tidak mengalami konstipasi.
Kriteria hasil :
a. Suhu tubuh dalam rentang normal
b. Nadi dan RR dalam rentang normal
c. Tidak ada perubahan warna kulit dan tidak ada pusing, merasa nyaman.
Skala :
1. Ekstream
2. Berat
3. Sedang
4. Ringan
5. Tidak Ada
NIC : Temperature regulation
Intervensi :
6. Monitor suhu minimal tiap 2 jam sekali.
7. Monitor TD, N, RR.
8. Monitor warna dan suhu kulit.
9. Tingkatkan intake cairan dan nutrisi.

Dx 7 : Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan kelainan absorbsi cairan.


NOC: Keseimbangan cairan
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan diharapkan
keseimbangan cairan pada pasien adekuat
Kriteria hasil:
a. Keseimbangan intake & output dalam batas normal
b. Elektrolit serum dalam batas normal
c. Tidak ada mata cekung
d. Tidak ada hipertensi ortostatik
e. Tekanan darah dalam batas normal
Skala :
1. Tidak pernah menunjukkan
2. Jarang menunjukkan
3. Kadang menunjukkan
4. Sering menunjukkan
5. Selalu menunjukkan
NIC: Manajemen Cairan
1. Pertahankan intake & output yang adekuat
2. Monitor status hidrasi (membran mukosa yang adekuat)
3. Monitor status hemodinamik
4. Monitor intake & output yang akurat
5. Monitor berat badan
Dx 8 : Keterlambatan tumbang berhubungan dengan malnutrisi.
NOC : Physical Aging Status
Tujuan : Pasien mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang normal sesuai usianya.
Kriteria hasil :
a. Rata-rata berat badan
b. Cardiat out put
c. Elastisitas kulit
d. Kekuatan otot
Skala :
1. Ekstrem
2. Berat
3. Sedang
4. Tingan
5. Tidak ada
NIC : Developmental Enhancement
1. Bina hubungan saling percaya dengan anak
2. Demonstrasikan aktivitas yang meninggkatkan perkembangan anak sesuai dengan
umurnya (contoh bermain icik-icik)
3. Bantu anak belajar ketrampilan
4. Bina kesempatan untuk mendukung latihan aktivitas motorik/verbal pasien
5. Berikan reinforcement positif

Dx 9 : Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan ekskresi berlebih.


NOC: Integritas Kulit
Tujuan: Diharapkan integritas kulit pasien baik (lembab, tidak terjadi lesi).
Kriteria hasil:
a. Integritas kulit yang baik bisa dipertahankan.
b. Tidak ada luka.
c. Pefusi jaringan baik.
d. Mampu melindungi kulit dan mempertahankan kelembaban kulit dan perawatan alami.
Skala :
1. Tidak pernah menunjukkan
2. Jarang menunjukkan
3. Kadang menunjukkan
4. Sering menunjukkan
5. Selalu menunjukkan
NIC: Pressure Management
1. Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian longgar.
2. Jaga kebersiha kulit agar tetep bersih dan kering.
3. Monitor adanya kemerahan.
4. Oleskan lotion pada daerah yang tertekan.
5. Monitor aktivitas pasien.

Dx 10 : Konflik pengambilan keputusan berhubungan dengan kurang informasi yang relevan


NOC: Decision Making
Tujuan: Diharapkan tidak terjadi konflik dalam keluarga.
Kriteria Hasil:
a. Identifikasi informasi yang relevan
b. Identifikasi alternatif
c. Memilih berbagai alternatif
Skala:
1. Tidak pernah menunjukkan
2. Jarang menunjukkan
3. Kadang menunjukkan
4. Sering menunjukkan
5. Selalu menunjukkan
NIC: Family Support
a. Informasikan kepada keluarga tentang alternatif pilihan atau solusi
b. Bantu keluarga mengidentifikasi keuntungan dan kerugian alternatif lain
c. Tawarkan informasi konsen
d. Bantu keluarga dalam menjelaskan keputusannyapada anggota keluarga yang lain, jika
diperlikan
e. Berikan dukungan secara penuh

Post Operasi
Dx 11 : Nyeri berhubungan dengan prosedur invasif.
NOC : Tingkat Nyeri
Tujuan : Pasien tidak mengalami nyeri, antara lain penurunan nyeri pada tingkat yang dapat
diterima anak
Kriteria hasil :
a. Anak tidak menunjukkan tanda-tanda nyeri
b. Nyeri menurun sampai tingkat yang dapat diterima anak
Skala :
1. Ekstream
2. Berat
3. Sedang
4. Ringan
5. Tidak Ada
NIC : Menejemen Nyeri
Intervensi :
1. Kaji nyeri secara komprehensif (lokasi, durasi, frekuensi, intensitas nyeri).
2. Berikan pereda nyeri dengan manipulasi lingkungan (missal ruangan tenang, batasi
pengunkung).
3. Berikan analgesia sesuai ketentuan
4. Cegah adanya gerakan yang mengejutkan seperti membentur tempat tidur
5. Ajarkan teknik relaksasi

Dx 12 : Resiko infeksi berhubungan dengan luka post operasi


NOC: Knowledge: infection control
Tujuan: Diharapakan infeksi tidak terjadi (terkontrol)
Kriteria hasil:
a. Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi
b. Menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi
c. Jumlah leukosit dalam batas normal
d. Menunjukkan perilaku hidup sehat
Skala :
1. Tidak pernah menunjukkan
2. Jarang menunjukkan
3. Kadang menunjukkan
4. Sering menunjukkan
5. Selalu menunjukkan
NIC: Infection control
1. Pertahankan teknik isolasi
2. Batasi pengunjung bila perlu
3. Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan keperawatan
4. Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain
5. Tingkatkan intake nutrisi

Dx 13 : Koping tidak efektif berhubungan dengan tingkat kontrol persepsi tidak adekuat,
krisis situasional.
NOC: Family Coping
Tujuan: Diharapkan koping keluarga menguat.
Kriteria Hasil:
a. Mendemonstrasikan fleksibilitas peran
b. Menyelesaikan permasalahan yang ada
c. Percaya dapat memenej masalah
d. Melibatkan anggota keluarga dalam mengambil keputusan
e. Mengekspresikan perasan
f. Menggunakan strategi menurunkan stress (devence mecanism)

Skala:
1. Tidak pernah menunjukkan
2. Jarang menunjukkan
3. Kadang menunjukkan
4. Sering menunjukkan
5. Selalu menunjukkan
NIC: Family Support
1. Yakinkan keluarga akan memberikan perawatan terbaik pada pasien
2. Hargai reaksi emosional keluarga terhadap kondisi pasien
3. Selesaikan prognosis beban psikologis keluarga
4. Berikan harapan yang realistik
5. Dengarkan kecemasan keluarga, perasaan dan pertanyaan keluarga
6. Tingkatkan hubungan saling percaya dengan keluarga pasien.

Dx 14 : Kurang pengetahuan berhubungan dengan tidak familiar dengan sumber informasi.


NOC : Knowledge: Proses Penyakit
Tujuan : Keluarganya dapat mengerti / lebih paham mengenai penyakit anaknya dan
pengobatannya.
Kriteria Hasil :
a. Mengidentifikasi keperluan untuk penambahan informasi perawatan anak
b. Menjelaskan proses penyakit
c. Menjelaskan sebab atau faktor yang mempengaruhi
d. Kolaborasi aktif dengan tim kesehatan dalam pengobatan anaknya
Skala :
1 : Tidak mengetahui
2 : Terbatas pengetahuannya
3 : Sedikit mengetahui
4 : Banyak pengetahuannya
5 : Intensif atau mengetahuinya secara kompleks
NIC : Pengatahuan Proses Penyakit
1. Identifikasi faktor dalam atau luar untuk menambah / meningkatkan motivasi pengobatan
anaknya.
2. Tentukan hubungan individu dengan latar belakang sosial budaya pada individu, keluarga
atau masyarakat mengenai tingkah laku kesehatannya.
3. Hindari menggunakan teknik menakut-nakuti
4. Mengikiusertakan keluarga (bila memungkinkan) dalam melaksanakan pengobatan/ terapi
anaknya.
5. Memberikan pengajaran sesuai dengan tingkat pemahaman keluarga.

Dx 15: Cemas berhubungan dengan krisis situasional, nyeri.


NOC : Kontrol Cemas
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan kecemasan hilang atau
berkurang.
Kriteria hasil :
a. Monitor intensitas kecemasan
b. Rencanakan strategi koping untuk mengurangi stress
c. Gunakan teknik relaksasi untuk mengurangi kecemasan
d. Kondisikan lingkungan nyaman
Skala :
1. Tidak pernah dilakukan
2. Jarang dilakukan
3. Kadang-kadang dilakukan
4. Sering dilakukan
5. Selalu dilakukan
NIC : Enhancement Family Coping
a. Sediakan informasi yang sesungguhnya meliputi diagnosis, treatmen dan prognosis.
b. Tetap damping pasien dan keluarga untuk menjaga keselamatan pasien dan mengurangi
ansietas keluarga
c. Instruksikan kepada keluarga untuk melakukan ternik relaksasi
d. Bantu keluarga mengidentifikasi situasi yang menimbulkan ansieta

Anda mungkin juga menyukai