1. Pengertian.
Intususepsi adalah masuknya sebagian usus (Intususeptum) kedalam bagian yang lebih
distal (Intususipien) (Ian Roberts & Pincus Catzel, Kapita Selekta, 1990.
Intususepsi adalah suatu keadaan dimana segmen usus bagian proksimal masuk kedalam
segmen usus yang lebih distal dan pada umumnya akan menimbulkan gejala obstruksi usus
(Markum, Ilmu Kesehatan Anak, 1991)
Intususepsi adalah obstruksi usus yang disebabkan oleh adanya suatau bagian usus yang
mengalami invaginasi (telescoping) kedalam bagian sekitarnya (Susan Martin Tuncker dkk,
Standar Perawatan Pasien, 1998).
Dari ketiga pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa intususepsi adalah suatu
keadaan masuknya sebagian usus proksimal (Intususeptum) ke dalam bagian yang lebih distal
(intususipien) yang pada umumnya akan menimbulkan gejala obstruksi usus.
Angka Kejadian.
Intususepsi (invaginasi) merupakan penyebab paling banyak dari obstruksi intestinal pada
anak antara umur 3 bulan sampai 5 tahun. Setengah dari kasus terjadi pada anak kurang dari 1
tahun. Biasanya terjadi pada usia 3 12 bulan. Dan lebih sering terjadi pada anak laki-laki
daripada perempuan. Lebih sering pada anak cystic fibriosis. Walaupun lesi intestinal yang
spesifik bisa ditemukan sedikit kasus pada anak, umumnya penyabeb tidak diketahui. >90%
intususepsi tidak memiliki petunjuk pathologis.
2 . Etiologi.
Penyebab secara umum tidak diketahui. Akan tetapi ada faktor predisposisi terjadinya
intususepsi yaitu :
a. Divertikulum Meckel yaitu suatu duktus yang timbul dari ileum, yang menutup pada ujung
tali pusat tetapi tidak terbuka pada ujung usus, atau polips/kista dalam usus.
b. Polip usus yaitu tumbuhan epitel selaput lendir yang ada pada usus.
c. Duplikasi usus yaitu adanya penggandaan pada struktur usus.
d. Granuloma ileum merupakan terdapatnya jaringan granulasi pada daerah ileum.
e. Limfosarkoma merupakan tumor ganas yang berada pada daerah limfa.
Selain itu pada anak-anak muda insiden yang terbesar adalah antara bulan ke 4 dan ke 8,
dimana terdapat kesempatan untuk diit yang lebih padat yang dapat mengubah peristalistik
usus. Dengan adanya aktifitas peristalitik yang meningkat maka dapat mengawali terjadinya
intususepsi (Rosa M Sacharin, Prinsip Keperawatan Pediartik, 1993).
3. Manifestasi klinis
Anak biasanya sehat dan permulaan penyakit mendadak.
Anak berteriak keras secara mendadak, meliputi lutut seperti ada sesuatu nyeri abdomen yang
parah.
Serangan diulang setelah panjang waktu yang bervariasi.
Jika serangan parah atau lama, anak akan pucat, gelisah, dan berkeringat bebas.
Muntah tidak mencolok tetapi ia tidak muntah setelah serangan kolik.
Pemeriksaan rektal menemukan jejak darah pada pemeriksaan jari.
Nadi cepat dan lembut serta suhu tubuh subnormal.
(Rosa M Sacharin, 1993
Anatomi Fisiologi
Fungsi
Usus buntu
Merupakan suatu tonjolan kecil berbentuk seperti tabung, yang terletak di kolon asendens,
pada perbatasan kolon asendens dengan usus halus.
Usus besar
Menghasilkan lendir dan berfungsi menyerap air dan elektrolit dari tinja.
Ketika mencapai usus besar, isi usus berbentuk cairan, tetapi ketika mencapai rektum
bentuknya menjadi padat.
Usus besar terdiri dari:
- kolon asendens (kanan)
- kolon transversum
- kolon desendens (kiri)
- kolon sigmoid (berhubungan dengan rektum ).
Rektum
Rektum adalah sebuah ruangan yang berawal dari ujung usus besar (setelah kolon sigmoid)
dan berakhir di anus.
Biasanya rektum ini kosong karena tinja disimpan di tempat yang lebih tinggi, yaitu pada
kolon desendens. Jika kolon desendens penuh dan tinja masuk ke dalam rektum, maka timbul
keinginan untuk buang air besar.
5. Patofisiologi
Intususepsi adalah invaginasi atau satu bagian intestinal pada bagian lain. Biasanya
ileocecal valve (ileocolic masuknya). Dimana ileum masuk kedalam cecum dan kemudian
masuk kedalam colon. Atau ileoileal (bagian dari ileum masuk ke bagian dari ileum) dan
colocolic (satu bagian colon masuk ke bagian lain dari colon), biasanya di daerah hepar atau
flexura lienalis atau bagian colon transversum.
Hasil dari invaginasi yaitu obstruksi pada bagian isi intestinal yang akan mempersulit
defeksi. Sebagai tambahan, 2 dinding intestinal saling menekan menyebabkan inflamasi,
ederna dan akhirnya menurunkan aliran darah. Ischemia, perforasi, peritonitis dan shock
merupakan komplikasi yang serius dari intususepsi.
6. Pemeriksaan Penunjang
a) Foto polos abdomen memperlihatkan kepadatan seperti suatu massa di tempat intususepsi
b) Foto setelah pemberian enema barium memperlihatkan gagguan pengisisan atau
pembentukan cekungan pada ujung barium ketika bergerak maju dan dihalangi oleh
intususepsi tersebut.
c) Plat datar dari abdomen menunjukkan pola yang bertingkat (invaginasi tampak seperti anak
tangga).
d) Barium enema di bawah fluoroskopi menunjukkan tampilan coiled spring pada usus.
e) Ultrasonogram dapat dilakukan untuk melokalisir area usus yang masuk
f) Pemeriksaan USG, terlihat seperti mata sapi
7. Penatalaksanaan
Prinsip pengobatan dan managemen perawatan
a) Tekanan hidrostatik barium enema.
Penurunan intususepsi dapat dilakukan dengan suntikan salin, udara atau barium ke
dalam kolon yang hasilnya dilihat dengan X-ray. Mula-mula tampak bayangan barium
bergerak berbentuk cupping pada tempat invaginasi. Dengan tekanan hidrostatik sebesar
meter air, barium didorong ke arah proksimal. Pengobatan dianggap berhasil bila barium
sudah mencapai ileum terminalis. Seiring dengan pemeriksaan zat kontras kembali dapat
terlihat coiled spring appearance. Gambaran tersebut disebabkan oleh sisa-sisa barium
sepanjang bekas invaginasi. Tindakan ini boleh dilakukan bila belum ada dehidrasi,
peritonitis, distensi abdomen yang berlebih, invaginasi lebih dari 48 jam dan invaginasi
rekuren. Bila barium enema tidak berhasil dan dijumpai tanda di atas, maka diperlukan
reposisi operatif.
b) Reduksi bedah:
a. Perawatan pra bedah:
1) Rutin
2) Tuba nasogastrik
3) Koreksi dehidrasi
b. Reduksi intususepsi dengan penglihatan langsung, menjaga usus hangat dengan salin
hangat. Ini juga membantu penurunan edema.
c. Plasma intravena harus dapat diperoleh pada kasus kolaps.
d. Jika intususepsi tidak dapat direduksi, maka diperlukan reseksi dan anastomosis primer.
c) Penatalaksanaan pasca bedah:
a. Rutin
b. Perawatan inkubator untuk bayi yang kecil
c. Pemberian oksigen
d. Dilanjutkannya cairan intravena
e. Antibiotik
f. Jika dilakukan suatu ileostomi, drainase penyedotan dikenakan pada tuba ileostomi hingga
kelanjutan dari lambung dipulihkan.
g. Observasi fungsi vital
h. Perawatan luka dan drain.
d) Perawatan rutin
a. Pemberian makanan harus diberikan kembali sesegera mungkin, yaitu
jika muntah hilang dan aktivitas peristaltik memuaskan
b. Mandi dan penanganan.
e) Dukungan bagi orang tua.
Banyak dukungan yang diperlukan tergantung pada status umum dari anak dan
tindakan pembedahan yang diambil. Kondisi anak harus dijelaskan secara lengkap dan
diberikan keyakinan. Sekali kondisi umum anak mengalami perbaikan, orangtua dapat
berpartisipasi dalam perawatan anak.
9. Pathway
1.) Pengkajian.
a. Data Demografi.
1. Identitas Klien : meliputi nama, usia dan jenis kelamin
(Intususepsi (invaginasi) lebih sering terjadi pada anak antara umur 3 bulan sampai 5 tahun.
Setengah dari kasus terjadi pada anak kurang dari satu tahun, biasanya usia antara 3-12 bulan.
Dan lebih sering terjadi pada anak laki-laki daripada perempuan), tempat tinggal.
2. Identitas Penanggung jawab : meliputi nama, jenis kelamin, pendidikan, alamat, hubungan
dengan klien.
b. Keluhan Utama.
Perawat dapat mengerahui keluhan utama klien dengan mendapatkan penjelasan-penjelasan
dari orang tuanya mengenai fisik anak dan gejala-gejala perubahan tingkah laku.
c. Riwayat Kesehatan Klien Sekarang.
Gejala-gejala yang timbul sehingga klien dirawat.
d. Riwayat Penyakit Masa Lalu.
Divertikulum Meckel, Polip usus, Dupllikasi usus, Granuloma ileum, Limfosarkoma yang
merupakan faktor predisposisi penyakit intesusepsi.
e. Pola Kebiasaan Sehari-hari.
Kaji kebiasaan dalam pemenuhan nutrisi (dimana terdapat kesempatan untuk diit yang lebih
padat yang dapat mengubah peristalitik usus), aktivitas.
f. Pemeriksaan Fisik.
1. Keadaan Umum.
Penampilan klien secara umum.
2. Tanda Vital.
Ditemukan nadi cepat dan lembut, sushu kadang meningkat, peningkatan frekuensi respirasi.
3. Sistem Pernafasan.
Kaji frekuensi dan pola nafas, teratur atau tidak, apakah klien menggunakan otot tambahan
seperti retaksi eksternal dan cuping hidung.
4. Sistem Gastrointestinal.
Kaji berat badan klien, nyeri pada abdominal, nutrisi yang masuk, terdapat peningkatan
bising usus, abdomen lembut, lunak, dan distensi, palpasi abdomen kanan atas teraba masa
(seperti sosis), abdomen kanan bawah terasa kosong.
5. Sistem Persarafan Terdapat Peningkatan Bising Usus.
Kaji tingkat kesadaran, letargi kadang terjadi.
6. Sistem Integumen.
Kemungkinan kulit pucat, berkeringat bebas, kaji turgor kulit untuk memeriksa adanya
dehidrasi.
C. Intervensi
Pre Operasi
Dx 1 : Nyeri berhubungan dengan proses penyakit.
NOC : Tingkat nyeri
Tujuan : Pasien tidak mengalami nyeri, antara lain penurunan nyeri pada tingkat yang dapat
diterima anak
Kriteria hasil :
a. Anak tidak menunjukkan tanda-tanda nyeri
b. Nyeri menurun sampai tingkat yang dapat diterima anak
Skala :
1. Ekstream
2. Berat
3. Sedang
4. Ringan
5. Tidak Ada
NIC : Menejemen nyeri
Intervensi :
1. Berikan pereda nyeri dengan manipulasi lingkungan (missal ruangan tenang, batasi
pengunjung).
2. Berikan analgesia sesuai ketentuan
3. Cegah adanya gerakan yang mengejutkan seperti membentur tempat tidur
4. Cegah peningkatan TIK
5. Kompreskan air hangat pada dahi
Post Operasi
Dx 11 : Nyeri berhubungan dengan prosedur invasif.
NOC : Tingkat Nyeri
Tujuan : Pasien tidak mengalami nyeri, antara lain penurunan nyeri pada tingkat yang dapat
diterima anak
Kriteria hasil :
a. Anak tidak menunjukkan tanda-tanda nyeri
b. Nyeri menurun sampai tingkat yang dapat diterima anak
Skala :
1. Ekstream
2. Berat
3. Sedang
4. Ringan
5. Tidak Ada
NIC : Menejemen Nyeri
Intervensi :
1. Kaji nyeri secara komprehensif (lokasi, durasi, frekuensi, intensitas nyeri).
2. Berikan pereda nyeri dengan manipulasi lingkungan (missal ruangan tenang, batasi
pengunkung).
3. Berikan analgesia sesuai ketentuan
4. Cegah adanya gerakan yang mengejutkan seperti membentur tempat tidur
5. Ajarkan teknik relaksasi
Dx 13 : Koping tidak efektif berhubungan dengan tingkat kontrol persepsi tidak adekuat,
krisis situasional.
NOC: Family Coping
Tujuan: Diharapkan koping keluarga menguat.
Kriteria Hasil:
a. Mendemonstrasikan fleksibilitas peran
b. Menyelesaikan permasalahan yang ada
c. Percaya dapat memenej masalah
d. Melibatkan anggota keluarga dalam mengambil keputusan
e. Mengekspresikan perasan
f. Menggunakan strategi menurunkan stress (devence mecanism)
Skala:
1. Tidak pernah menunjukkan
2. Jarang menunjukkan
3. Kadang menunjukkan
4. Sering menunjukkan
5. Selalu menunjukkan
NIC: Family Support
1. Yakinkan keluarga akan memberikan perawatan terbaik pada pasien
2. Hargai reaksi emosional keluarga terhadap kondisi pasien
3. Selesaikan prognosis beban psikologis keluarga
4. Berikan harapan yang realistik
5. Dengarkan kecemasan keluarga, perasaan dan pertanyaan keluarga
6. Tingkatkan hubungan saling percaya dengan keluarga pasien.