PENDAHULUAN
II.1 Pengertian
II.1.1 Asam
Asam didefinisikan sebagai zat yang dapat memberikan ion H+ ke zat lain
(disebut sebagai donor proton), sedangkan basa adalah zat yang dapat
menerima ion H+ dari zat lain (disebut sebagai akseptor proton). Suatu asam
baru dapat melepaskan proton bila ada basa yang dapat menerima proton
yang dilepaskan. Satu contoh asam adalah asam hidroklorida (HCL), yang
berionasi dalam air membentuk ion- ion hidrogen (H+) dan ion klorida (CL-)
demikian juga, asam karbonat (H2CO3) berionisasi dalam air membentuk ion
H+ dan ion bikarbonat (HCO3-).
Asam kuat adalah asam yang berdiosiasi dengan cepat dan terutama
melepaskan sejumlah besar ion H+ dalam larutan. Contohnya adalah HCL.
Asam lemah mempunyai lebih sedikit kecenderungan untuk mendisosiasikan
ion-ionnya dan oleh karena itu kurang kuat melepaskan H+. Contohnya
H2CO3.
II.1.2 Basa
Basa adalah ion atau molekul yang menerima ion hidrogen. Sebagai
contoh, ion bikarbonat (HCO3-), adalah suatu basa karena dia dapat bergabung
dengan satu ion hidrogen untuk membentuk asam karbonat (H2CO3).
Demikian juga (HPO4) adalah suatu basa karena dia dapat menerima satu ion
hidrogen untuk membentuk (H2PO4). Protein- protein dalam tubuh juga
berfungsi sebagai basa karena beberapa asam amino yang membangun
protein dengan muatan akhir negatif siap menerima ion-ion hidrogen. Protein
hemoglobin dalam sel darah merah dan protein dalam sel-sel tubuh yang lain
merupakan basa-basa tubuh yang paling penting.
Basa kuat adalah basa yang bereaksi secara cepat dan kuat dengan H+.
Oleh karena itu dengan cepat menghilangkannya dari larutan. Contoh yang
khas adalah OH-, yang bereaksi dengan H+ untuk membentuk air ( H2O ).
Basa lemah yang khas adalah HCO3- karena HCO3- berikatan dengan H+
secara jauh lebih lemah daripada OH-. Kebanyakan asam dan basa dalam
cairan ekstraseluler yang berhubungan dengan pengaturan asam basa normal
adalah asam dan basa lemah.
II.1.3 Keseimbangan Asam dan Basa
Keseimbangan asam basa adalah suat keadaan dimana konsentrasi ion
hydrogen yang diproduksi setara dengan konsentrasi ion hydrogen yang
dikeluarkan oleh sel. Pada proses kehidupan keseimbangan asam pada tingkat
molecular umumnya berhubungan dengan asam lemah dan basa lemah, begitu
pula pada tingkat konsentrasi ion H+ atau ion OH- yang sangat rendah.
Keseimbangan asam basa adalah keseimbangan ion hydrogen. Walaupun
produksi akan terus menghasilkan ion hydrogen dalam jumlah sangat banyak,
ternyata konsentrasi ion hydrogen dipertahankan pada kadar rendah pH 7,4.
Derajat keasaman (pH) darah manusia normalnya berkisar antara 7.35
hingga 7.45. Tubuh manusia mampu mempertahan keseimbangan asam dan
basa agar proses metabolisme dan fungsi organ dapat berjalan optimal.
Keseimbangan asam basa dalam tubuh manusia diatur oleh dua sistem
organ yakni paru dan ginjal. Paru berperan dalam pelepasan (eksresi CO2)
dan ginjal berperan dalam pelepasan asam.
Beberapa prinsip yang perlu kita ketahui terlebih dahulu adalah:
1. Istilah asidosis mengacu pada kondisi pH < 7.35 sedangkan alkalosis
bila pH > 7.45
2. CO2 (karbondioksida) adalah gas dalam darah yang berperan sebagai
komponen asam. CO2 juga merupakan komponen respiratorik. Nilai
normalnya adalah 40 mmHg.
3. HCO3 (bikarbonat) berperan sebagai komponen basa dan disebut juga
sebagai komponen metabolik. Nilai normalnya adalah 24 mEq/L.
4. Asidosis berarti terjadi peningkatan jumlah komponen asam atau
berkurangnya jumlah komponen basa.
5. Alkalosis berarti terjadi peningkatan jumlah komponen basa atau
berkurangnya jumlah komponen asam.
II.1.4 Pengaturan Keseimbangan Asam dan Basa
Pengaturan keseimbangan ion hidrogen dalam beberapa hal sama dengan
pengaturan ion-ion lain dalam tubuh. Sebagai contoh, untuk mencapai
homeostatis. Harus ada keseimbangan antara asupan atau produksi ion
hidrogen dan pembuangan ion hidrogen dari tubuh. Dan seperti pada ion-ion
lain, ginjal memainkan peranan kunci dalam pengaturan-pengaturan ion
hidrogen. Akan tetapi, pengaturan konsentrasi ion hidrogen cairan
ekstraseluler yang tepat melibatkan jauh lebih banyak daripada eliminasi
sederhana ion-ion hidrogen oleh ginjal. Terdapat juga banyak mekanisme
penyangga asam basa yang melibatkan darah, sel-sel, dan paru-paru yang
perlu untuk mempertahankan konsentrasi ion hidrogen normal dalam cairan
ekstraseluler dan intraseluler.
Dalam hal ini berbagai mekanisme yang turut membantu mengatur
konsentrasi ion hidrogen, dengan penekanan khusus pada kontrol sekresi ion
hidrogen ginjal dan reabsorpsi, produksi, dan ekskresi ion ion bikarbonat
oleh ginjal, yaitu salah satu komponen kunci sistem kontrol asam basa dalam
berbagai cairan tubuh.
Konsentrasi ion hidrogen dan pH cairan tubuh normal serta perubahan
yang terjadi pada asidosis dan alkalosis. Konsentrasi ion hidrogen darah
secara normal dipertahankan dalam batas ketat suatu nilai normal sekitar
0,00004 mEq/liter ( 40 nEq/liter ). Variasi normal hanya sekitar 3 sampai 5
mEq/liter, tetapi dalam kondisi yang ekstrim, konsentrasi ion hidrogen yang
bervariasi dari serendah 10 nEq/liter sampai setinggi 160 nEq/liter tampa
menyebabkan kematian.
Karena konsentrasi ion hidrogen normalnya adalah rendah dan dalam
jumlah yang kecil ini tidak praktis, biasanya konsentrasi ion hidrogen
disebutkan dalam skala logaritma, dengan menggunakan satuan pH. pH
berhubungan dengan konsentrasi ion hidrogen.
pH normal darah arteri adalah 7,4 , sedangkan pH darah vena dan cairan
interstetial sekitar 7,35 akibat jumlah ekstra karbondioksida ( CO2 ) yang
dibebaskan dari jaringan untuk membentuk H2CO3. Karena pH normal darah
arteri 7,4 seseorang diperkirakan mengalami asidosis saat pH turun dibawah
nilai ini dan mengalami alkolisis saat pH meningkat diatas 7,4. Batas rendah
pH dimana seseorang dapat hidup lebih dari beberapa jam adalah sekitar 6,8
dan batas atas adalah sekitar 8,0.
pH intraseluler biasanya sedikit lebih rendah daripada pH plasma karena
metabolisme sel menghasilkan asam, terutama H2CO3. Bergantung pada jenis
sel, pH cairan intraseluler diperkirakan berkisar antara 6,0 dan 7,4. Hipoksia
jaringan dan aliran darah yang buruk ke jaringan dapat menyebabkan
pengumpulan asam dan itu dapat menurunkan pH intraseluler.
pH urin dapat berkisar dari 4,5 sampai 8,0 bergantung pada status asam
basa cairan ekstraseluler. Contoh ekstrim dari suatu cairan tubuh yang bersifat
asam adalah HCL yang diekskresikan kedalam lambung oleh oksintik ( sel-
sel parietal ) dari mukosa lambung.
II.2 Faktor yang Mempengaruhi Keseimbangan Asam dan Basa
Pengaturan keseimbangan asam basa diselenggarakan melalui koordinasi
dari 3 sistem:
1. Sistem Buffer
Sistem penyangga asam basa kimiawi dalam cairan tubuh, yang
dengan segera bergabung dengan asam atau basa untuk mencegah
perubahan konsentrasi ion hidrogen yang berlebihan.
Sistem buffer ini menetralisir kelebihan ion hydrogen, bersifat
temporer dan tidak melakukan eliminasi. Fungsi utama system buffer
adalah mencegah perubahan pH yang disebabkan oleh pengaruh asam
fixed dan asam organic pada cairan ekstraseluler. Sebagai buffer, system
ini memiliki keterbatasan yaitu:
a. Tidak dapat mencegah perubahan pH di cairan ekstraseluler yang
disebabkan karena peningkatan CO2.
b. System ini hanya berfungsi bila system respirasi dan pusat pengendali
system pernafasan bekerja normal
c. Kemampuan menyelenggarakan system buffer tergantung pada
tersedianya ion bikarbonat.
b. Penyebab
Penyebab asidosis metabolik dapat dikelompokkan kedalam 3
kelompok utama adalah:
1. Jumlah asam dalam tubuh dapat meningkat jika mengkonsumsi suatu
asam atau suatu bahan yang diubah menjadi asam.Sebagian besar
bahan yang menyebabkan asidosis bila dimakan dianggap beracun.
Contohnya adalah metanol (alkohol kayu) dan zat anti beku (etilen
glikol).Overdosis aspirin pun dapat menyebabkan asidosis
metabolik.
2. Tubuh dapat menghasilkan asam yang lebih banyak melalui
metabolisme. Tubuh dapat menghasilkan asam yang berlebihan
sebagai suatu akibat dari beberapa penyakit; salah satu diantaranya
adalah diabetes melitus tipe I. Jika diabetes tidak terkendali dengan
baik, tubuh akan memecah lemak dan menghasilkan asam yang
disebut keton. Asam yang berlebihan juga ditemukan pada syok
stadium lanjut, dimana asam laktat dibentuk dari metabolisme gula.
3. Asidosis metabolik bisa terjadi jika ginjal tidak mampu untuk
membuang asam dalam jumlah yang semestinya. Bahkan jumlah
asam yang normal pun bisa menyebabkan asidosis jika ginjal tidak
berfungsi secara normal. Kelainan fungsi ginjal ini dikenal sebagai
asidosis tubulus renalis, yang bisa terjadi pada penderita gagal ginjal
atau penderita kelainan yang mempengaruhi kemampuan ginjal
untuk membuang asam.
Penyebab utama dari asidois metabolik: Gagal ginjal
- Asidosis tubulus renalis (kelainan bentuk ginjal)
- Ketoasidosis diabetikum
- Asidosis laktat (bertambahnya asam laktat)
- Bahan beracun seperti etilen glikol, overdosis salisilat, metanol,
paraldehid, asetazolamid atau amonium klorida
- Kehilangan basa (misalnya bikarbonat) melalui saluran pencernaan
karena diare, leostomi atau kolostomi.
-
c. Gejala
Asidosis metabolik ringan bisa tidak menimbulkan gejala, namun
biasanya penderita merasakan mual, muntah dan kelelahan. Pernafasan
menjadi lebih dalam atau sedikit lebih cepat, namun kebanyakan
penderita tidak memperhatikan hal ini. Sejalan dengan memburuknya
asidosis, penderita mulai merasakan kelelahan yang luar biasa, rasa
mengantuk, semakin mual dan mengalami kebingungan. Bila asidosis
semakin memburuk, tekanan darah dapat turun, menyebabkan syok,
koma dan kematian.
d. Diagnosa
Diagnosis asidosis biasanya ditegakkan berdasarkan hasil pengukuran pH
darah yang diambil dari darah arteri (arteri radialis di pergelangan
tangan). Darah arteri digunakan sebagai contoh karena darah vena tidak
akurat untuk mengukur pH darah.
Untuk mengetahui penyebabnya, dilakukan pengukuran kadar karbon
dioksida dan bikarbonat dalam darah. Mungkin diperlukan pemeriksaan
tambahan untuk membantu menentukan penyebabnya. Misalnya kadar
gula darah yang tinggi dan adanya keton dalam urin biasanya
menunjukkan suatu diabetes yang tak terkendali. Adanya bahan toksik
dalam darah menunjukkan bahwa asidosis metabolik yang terjadi
disebabkan oleh keracunan atau overdosis. Kadang-kadang dilakukan
pemeriksaan air kemih secara mikroskopis dan pengukuran pH air kemih.
e. Pengobatan
Pengobatan asidosis metabolik tergantung kepada penyebabnya.
Sebagai contoh, diabetes dikendalikan dengan insulin atau keracunan
diatasi dengan membuang bahan racun tersebut dari dalam darah.
Kadang-kadang perlu dilakukan dialisa untuk mengobati overdosis atau
keracunan yang berat.
Asidosis metabolik juga bisa diobati secara langsung. Bila terjadi
asidosis ringan, yang diperlukan hanya cairan intravena dan pengobatan
terhadap penyebabnya. Bila terjadi asidosis berat, diberikan bikarbonat
mungkin secara intravena; tetapi bikarbonat hanya memberikan
kesembuhan sementara dan dapat membahayakan
3. Alkalosis Respiratorik
a. Pengertian
Alkalosis Respiratorik adalah suatu keadaan dimana darah menjadi basa
karena pernafasan yang cepat dan dalam, sehingga menyebabkan kadar
karbondioksida dalam darah menjadi rendah.
b. Penyebab
Pernafasan yang cepat dan dalam disebut hiperventilasi, yang
menyebabkan terlalu banyaknya jumlah karbondioksida yang
dikeluarkan dari aliran darah. Penyebab hiperventilasi yang paling
sering ditemukan adalah kecemasan. Penyebab lain dari alkalosis
respiratorik adalah:
- rasa nyeri
- sirosis hati
- kadar oksigen darah yang rendah
- demam
- overdosis aspirin.
c. Gejala
Alkalosis respiratorik dapat membuat penderita merasa cemas dan
dapat menyebabkan rasa gatal disekitar bibir dan wajah. Jika
keadaannya makin memburuk, bisa terjadi kejang otot dan penurunan
kesadaran.
d. Diagnosa
Diagnosis ditegakkan berdasarkan hasil pengukuran kadar
karbondioksida dalam darah arteri. pH darah juga sering meningkat.
e. Pengobatan
Biasanya satu-satunya pengobatan yang dibutuhkan adalah
memperlambat pernafasan. Jika penyebabnya adalah kecemasan,
memperlambat pernafasan bisa meredakan penyakit ini. Jika
penyebabnya adalah rasa nyeri, diberikan obat pereda nyeri.
Menghembuskan nafas dalam kantung kertas (bukan kantung plastik)
bisa membantu meningkatkan kadar karbondioksida setelah penderita
menghirup kembali karbondioksida yang dihembuskannya.
Pilihan lainnya adalah mengajarkan penderita untuk menahan nafasnya
selama mungkin, kemudian menarik nafas dangkal dan menahan
kembali nafasnya selama mungkin. Hal ini dilakukan berulang dalam
satu rangkaian sebanyak 6-10 kali. Jika kadar karbondioksida
meningkat, gejala hiperventilasi akan membaik, sehingga mengurangi
kecemasan penderita dan menghentikan serangan alkalosis respiratorik
4. Alkalosis Metabolik
a. Pengertian
Alkalosis Metabolik adalah suatu keadaan dimana darah dalam keadaan
basa karena tingginya kadar bikarbonat.
b. Penyebab
Alkalosis metabolik terjadi jika tubuh kehilangan terlalu banyak asam.
Sebagai contoh adalah kehilangan sejumlah asam lambung selama
periode muntah yang berkepanjangan atau bila asam lambung disedot
dengan selang lambung (seperti yang kadang-kadang dilakukan di
rumah sakit, terutama setelah pembedahan perut).
Pada kasus yang jarang, alkalosis metabolik terjadi pada seseorang
yang mengkonsumsi terlalu banyak basa dari bahan-bahan seperti soda
bikarbonat.
Selain itu, alkalosis metabolik dapat terjadi bila kehilangan natrium
atau kalium dalam jumlah yang banyak mempengaruhi kemampuan
ginjal dalam mengendalikan keseimbangan asam basa darah.
Penyebab utama akalosis metabolik:
- Penggunaan diuretik (tiazid, furosemid, asam etakrinat)
- Kehilangan asam karena muntah atau pengosongan lambung
- Kelenjar adrenal yang terlalu aktif (sindroma Cushing atau akibat
penggunaan kortikosteroid).
c. Gejala
Alkalosis metabolik dapat menyebabkan iritabilitas (mudah
tersinggung), otot berkedut dan kejang otot; atau tanpa gejala sama
sekali. Bila terjadi alkalosis yang berat, dapat terjadi kontraksi
(pengerutan) dan spasme (kejang) otot yang berkepanjangan (tetani).
d. Diagnosa
Dilakukan pemeriksaan darah arteri untuk menunjukkan darah dalam
keadaan basa.
e. Pengobatan
Biasanya alkalosis metabolik diatasi dengan pemberian cairan dan
elektrolit (natrium dan kalium). Pada kasus yang berat, diberikan
amonium klorida secara intravena.
a. Pengertian
Pengukuran gas darah arteri sangat penting dalam menilai pertukaran
gas di dalam paru. Pengukuran ini untuk mengukur keasaman darah dan
kadar bikarbonat. Pemeriksaan dapat dilakukan melalui pengambilan
darah astrup dari arteri radialis, brakhialis, atau formalis. Analisa gas
darah (AGD) dilakukan untuk mengevaluasi status oksigen dan
karbondioksida di dalam darah arteri dan mengukur pH-nya. Proses
perubahan pH darah ada dua macam, yaitu proses perubahan yang
bersifat metabolik (adanya perubahan konsentrasi bikarbnat yang
disebabkan gangguan metabolisme) dan yang bersifat respiratorik
(adanya perubahan tekanan parsial CO2 yang disebabkan gangguan
respirasi). Perubahan PaCO2 akan menyebabkan perubahan pH darah.
pH darah akan turun /asidosis jika PaCO2 meningkat (asidosis
respiratorik primer) atau jika HCO3- /asidosis metabolik primer, pH
darah akan naik /alkalosis jika PaCO2 /alkalosis respiratorik primer
atau jika HCO3- /alkalosis metabolik primer.
b. Indikasi
Indikasi dilakukannya pemeriksaan Analisa Gas Darah (AGD) yaitu :
1) Pasien dengan penyakit obstruksi paru kronik
Penyakit paru obstruktif kronis yang ditandai dengan adanya hambatan
aliran udara pada saluran napas yang bersifat progresif non reversible
ataupun reversible parsial. Terdiri dari 2 macam jenis yaitu bronchitis
kronis dan emfisema, tetapi bisa juga gabungan antar keduanya.
2) Pasien dengan edema pulmo
Pulmonary edema terjadi ketika alveoli dipenuhi dengan kelebihan
cairan yang merembes keluar dari pembuluh-pembuluh darah dalam
paru sebagai gantinya udara. Ini dapat menyebabkan persoalan-
persoalan dengan pertukaran gas (oksigen dan karbon dioksida),
berakibat pada kesulitan bernapas dan pengoksigenan darah yang
buruk. Ada kalanya, ini dapat dirujuk sebagai "air dalam paru-paru"
ketika menggambarkan kondisi ini pada pasien-pasien.
Pulmonary edema dapat disebabkan oleh banyak faktor-faktor yang
berbeda. Ia dapat dihubungkan pada gagal jantung, disebut cardiogenic
pulmonary edema, atau dihubungkan pada sebab-sebab lain, dirujuk
sebagai non-cardiogenic pulmonary edema.
3) Pasien akut respiratori distress sindrom (ARDS)
ARDS terjadi sebagai akibat cedera atau trauma pada membran alveolar
kapiler yang mengakibatkan kebocoran cairan kedalam ruang
interstisiel alveolar dan perubahan dalarn jaring- jaring kapiler, terdapat
ketidakseimbangan ventilasi dan perfusi yang jelas akibat-akibat
kerusakan pertukaran gas dan pengalihan ekstansif darah dalam paru-
paru. ARDS menyebabkan penurunan dalam pembentukan surfaktan,
yang mengarah pada kolaps alveolar . Komplians paru menjadi sangat
menurun atau paru- paru menjadi kaku akibatnya adalah penurunan
karakteristik dalam kapasitas residual fungsional, hipoksia berat dan
hipokapnia.
4) Infark miokard
Infark miokard adalah perkembangan cepat dari nekrosis otot jantung
yang disebabkan oleh ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan
oksigen. Klinis sangat mencemaskan karena sering berupa serangan
mendadak umumya pada pria 35-55 tahun, tanpa gejala pendahuluan.
5) Pneumonia
Pneumonia merupakan penyakit dari paru-paru dan sistem dimana
alveoli(mikroskopik udara mengisi kantong dari paru yang bertanggung
jawab untuk menyerap oksigen dari atmosfer) menjadi radang dan
dengan penimbunan cairan.Pneumonia disebabkan oleh berbagai
macam sebab,meliputi infeksi karena bakteri,virus,jamur atau parasit.
Pneumonia juga dapat terjadi karena bahan kimia atau kerusakan fisik
dari paru-paru, atau secara tak langsung dari penyakit lain seperti
kanker paru atau penggunaan alkohol.
6) Pasien syok
Syok merupakan suatu sindrom klinik yang terjadi jika sirkulasi darah
arteri tidak adekuat untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan.
Perfusi jaringan yang adekuat tergantung pada 3 faktor utama, yaitu
curah jantung, volume darah, dan pembuluh darah. Jika salah satu dari
ketiga faktor penentu ini kacau dan faktor lain tidak dapat melakukan
kompensasi maka akan terjadi syok. Pada syok juga terjadi hipoperfusi
jaringan yang menyebabkan gangguan nutrisi dan metabolism sel
sehingga seringkali menyebabkan kematian pada pasien.
7) Post pembedahan coronary arteri baypass
Coronary Artery Bypass Graft adalah terjadinya suatu respon inflamasi
sistemik pada derajat tertentu dimana hal tersebut ditandai dengan
hipotensi yang menetap, demam yang bukan disebabkan karena infeksi,
DIC, oedem jaringan yang luas, dan kegagalan beberapa organ tubuh.
Penyebab inflamasi sistemik ini dapat disebabkan oleh suatu respon
banyak hal, antara lain oleh karena penggunaan Cardiopulmonary
Bypass.
8) Resusitasi cardiac arrest
Penyebab utama dari cardiac arrest adalah aritmia, yang dicetuskan oleh
beberapa faktor,diantaranya penyakit jantung koroner, stress fisik
(perdarahan yang banyak, sengatan listrik,kekurangan oksigen akibat
tersedak, tenggelam ataupun serangan asma yang berat),
kelainan bawaan, perubahan struktur jantung (akibat penyakit katup
atau otot jantung) dan obat-obatan.Penyebab lain cardiac arrest adalah
tamponade jantung dan tension pneumothorax. Sebagai akibat dari henti
jantung, peredaran darah akan berhenti. Berhentinya peredaran
darahmencegah aliran oksigen untuk semua organ tubuh. Organ-organ
tubuh akan mulai berhenti berfungsi akibat tidak adanya suplai oksigen,
termasuk otak. Hypoxia cerebral atau ketiadaan oksigen ke otak,
menyebabkan korban kehilangan kesadaran dan berhenti bernapas
normal.Kerusakan otak mungkin terjadi jika cardiac arrest tidak
ditangani dalam 5 menit dan selanjutnyaakan terjadi kematian dalam 10
menit. Jika cardiac arrest dapat dideteksi dan ditangani dengansegera,
kerusakan organ yang serius seperti kerusakan otak, ataupun kematian
mungkin bisa dicegah.
c. Kontra Indikasi Analisa Gas Darah
1. Denyut arteri tidak terasa, pada pasien yang mengalami koma.
2. Modifikasi Allen tes negatif , apabila test Allen negative tetapi tetap
dipaksa untuk dilakukan pengambilan darah arteri lewat arteri
radialis, maka akan terjadi thrombosis dan beresiko mengganggu
viabilitas tangan.
3. Selulitis atau adanya infeksi terbuka atau penyakit pembuluh darah
perifer pada tempat yang akan diperiksa
4. Adanya koagulopati (gangguan pembekuan) atau pengobatan
denganantikoagulan dosis sedang dan tinggi merupakan
kontraindikasi relatif.
d. Alat dan Bahan untuk Pengambilan Darah Arteri
Alat dan bahan yang dibutuhkan untuk pengambilan darah arteri antara
lain :
1. Disposible Spuit 2,5 cc, jarum ukuran 23 G/ 25 G
2. Penutup jarum khusus atau gabus
Mencegah kontaminasi dengan udara bebas. Udara bebas dapat
mempengaruhi nilai O2 dalam AGD arteri.
3. Nierbeken/Bengkok
Digunakan untuk membuang kapas bekas pakai.
4. Anticoagulant Heparin
Untuk mencegah darah membeku.
5. Alcohol swabs ( kapas Alkohol )
Merupakan bahan dari wool atau kapas yang mudah menyerap dan
dibasahi dengan antiseptic berupa etil alkohol. Tujuan penggunaan
kapas alkohol adalah untuk menghilangkan kotoran yang dapat
mengganggu pengamatan letak vena sekaligus mensterilkan area
penusukan agar resiko infeksi bisa ditekan.
6. Plester
Digunakan untuk fiksasi akhir penutupan luka bekas plebotomi,
sehingga membantu proses penyembuhan luka dan mencegah adanya
infeksi akibat perlukaan atau trauma akibat penusukan.
7. Kain pengalas
Untuk memberi kenyamanan pada pasien saat plebotomis
melakukan pengambilan darah vena.
8. Tempat berisi es batu
Bila laboratorium jauh, maka specimen darah arteri harus
dimasukkan kedalam tempat berisi es batu sebab suhu yang rendah
akan menurunkan metabolism sel darah yang mungkin merubah nilai
pH, PCO2, PO2, HCO3-.
9. Tempat sampah khusus needle
Tempat untuk membuang needle yang sudah dipakai untuk
mengurangi kontaminasi pasien satu dengan pasien yang lain.
e. Antikoagulan yang Digunakan
Antikoagulan yang digunakan dalam pengambilan darah arteri adalah
heparin. Pemberian heparin yang berlebiham akan menurunkan tekanan
CO2.Antikoagulan dapat mendilusi konsentrasi gas darah dalam tabung.
Sedangkan pH tidak terpengaruh karena efek penurunan CO2 terhadap
pH dihambat oleh keasaman heparin.
f. Alat Perlindungan Diri (APD) untuk Petugas
Alat Perlindungan Diri (APD) yang harus digunakan seorang petugas
yaitu:
1. Jas Laboratorium
Pemakaian utama dari jas laboratorium adalah untuk melindungi
pakaian petugas pelayanan kesehatan. Jas laboratorium diperlukan
sewaktu melakukan tindakan, bila baju tidak ingin kotor.
2. Sarung Tangan (Handscoon)
Alat ini merupakan pembatas fisik terpenting untuk mencegah terjadi
infeksi, tetapi harus diganti setiap kontak dengan satu pasien ke
pasien yang lainnya untuk mencegah kontaminasi silang. Sarung
tangan harus dipakai kalau menangani darah, duh tubuh, sekresi dan
eksresi (kecuali keringat). Petugas kesehatan (Plebotomis)
menggunakan sarung tangan untuk tiga alasan, yaitu:
a. Mengurangi resiko petugas kesehatan terkena infeksi dari
pasien.
b. Mencegah penularan flora kulit petugas kepada pasien.
c. Mengurangi kontaminasi tangan petugas kesehatan dengan
mikroorganisme yang dapat berpindah dari satu pasien ke
pasien lain.
3. Masker
Masker digunakan untuk menahan cipratan yang keluar sewaktu
petugas kesehatan atau petugas bedah berbicara, batuk, bersin, dan
juga mencegah ciprtan darah atau cairan tubuh yang terkontaminasi
masuk ke dalam hidung atau mulut petugas kesehatan.
4. Sepatu Laboratorium
Alas kaki/sepatu laboratorium dipakai untuk melindungi kaki dari
perlukaaan oleh benda tajam atau dari cairan yang jatuh atau
menetes kaki. Sepatu bot dari karet atau kulit lebih melindungi, tapi
harus bersih dan bebas dari kontaminasi darah atau cairan tubuh
lainnya.
5. Kap (penutup rambut)
Dipakai untuk menutup rambut dan kepala, tujuan utamanya adalah
melindungi pemakainya dari ciprtan darah dan cairan tubuh lainnya.
6. Pelindung Mata
Pelindung mata melindungi petugas kesehatan dari cipratan darah
atau cairan tubuh lainnya yang terkontaminasi dengan pelindung
mata.
g. Lokasi Pengambilan Darah Arteri
1. Arteri Radialis dan Arteri Ulnaris (sebelumnya dilakukan allens
test)
Test Allens merupakan uji penilaian terhadap sirkulasi darah di
tangan, hal ini dilakukan dengan cara yaitu: pasien diminta untuk
mengepalkan tangannya, kemudian berikan tekanan pada arteri
radialis dan arteri ulnaris selama beberapa menit, setelah itu minta
pasien unutk membuka tangannya, lepaskan tekanan pada arteri,
observasi warna jari-jari, ibu jari dan tangan. Jari-jari dan tangan
harus memerah dalam 15 detik, warnamerah menunjukkan test
allens positif. Apabila tekanan dilepas, tangan tetap pucat,
menunjukkan test allens negatif. Jika pemeriksaan negative,
hindarkan tangan tersebut dan periksa tangan yang lain.
2. Arteri Dorsalis pedis
Merupakan arteri pilihan ketiga jika arteri radialis dan ulnaris tidak
bisa digunakan.
3. Arteri Brakialis
Merupakan arteri pilihan keempat karena lebih banyak resikonya
bila terjadi obstruksi pembuluh darah. Selain itu arteri femoralis
terletak sangat dalam dan merupakan salah satu pembuluh utama
yang memperdarahi ekstremitas bawah.
4. Arteri Femoralis
Merupakan pilihan terakhir apabila pada semua arteri diatas
tidak dapat diambil. Bila terdapat obstruksi pembuluh darah
akan menghambat aliran darah ke seluruh tubuh / tungkai bawah dan
bila yang dapat mengakibatkan berlangsung lama dapat
menyebabkan kematian jaringan. Arteri femoralis berdekatan dengan
vena besar, sehingga dapat terjadi percampuran antara darah vena
dan arteri.
Selain itu arteri femoralis terletak sangat dalam dan merupakan salah
satu pembuluh utama yang memperdarahi ekstremitas bawah.
Arteri Femoralis atau Brakialis sebaiknya jangan digunakan jika
masih ada alternative lain karena tidak memiliki sirkulasi kolateral
yang cukup untuk mengatasi bila terjadi spasme atau thrombosis.
Sedangkan arteri temporalis atau axillaris sebaiknya tidak digunakan
karena adanya resiko emboli ke otak.
II.5 Penatalaksanaan
1. Asidosis diberikan aterapi intravena dengan natrium bikarbonat
(150mmol/1;1,26 persen w/v) atau natrium laktat (165
mmol/1),penyediaan oksigen
2. Alkalosis diberikan terapi intravena dengan ammonium klorida (165
mmol/1),penyediaan oksigen
Penilaian Sistematik dalam Penilaian gangguan asam basa
1. Awali dengan kecurigaan klinis yang tinggi
a. Teliti riwayat klinis dari perjalanan penyakit yang dapat mengakibatkan
ketidakseimbangan asam basa. Ini membutuhkan pengetahuan tentang
patogensis dari berbagai gangguan asam basa. Contohnya, asidosis
respiratorik mungkin dapat diperkirakan timbul pada penderita penyakit
paru obstruksi menahun.
b. Perhatikan tanda dan gejala klinis yang mengarah kepada gangguan asam
basa. Banyak tanda dan gejala dari gangguan asam basa tidak jelas dan
non spesifik. Contoh, pernafasan kussmaul pada pasien diabetes dapat
merupakan tanda kompensasi pernafasan terhadap asidosis metabolik.
c. Periksa hasil pemeriksaan laboratorium untuk elektrolit dan data lainnya
yang mengarah kepada proses penyakit yang berkaitan dengan gangguan
asam basa. Contoh, hipokalemia sering berkaitan dengan alkalosis
metabolik.
2. Menilai variabel-variabel asam basa untuk mengetahui tipe gangguan.
a. Pertama, periksa PH darah arteri untuk menentukan arah dan besarnya
gangguan asam basa. Jika menurun, pasien mengalami asidemia dengan
dua sebab yang mungkin : asidosis metabolik atau asidosis respiratorik.
Jika meningkat, pasien mengalami alkalemia dengan dua sebab yang
mungkin : alkalosis metabolik atau alkalosis respiratorik. Ingatlah bahwa
kampensasi ginjal dan pernafasan jarang memulihkan PH kembali normal
sehingga jika ditemukan PH yang normal meskipun ada perubahan dalam
PaCO2 dan HCO3 ,mungkin ada gangguan campuran ; contohnya seorang
pasien dengan asidosis respiratorik yang bercampur dengan alkalosis
metabolik mungkin akan mempunyai PH yang normal.
b. Perhatikan variabel pernafasan (PaCO2) dan metabolik HCO3, yang
berhubungan dengan PH untuk mencoba mengetahui apakah gangguan
primer bersifat respiratorik, metabolik atau campuran.
- Apakah PaCO2 normal (40 mmHg), meningkat atau menurun ?
- Apakah HCO3 normal (24 mEq/L), meningkat atau menurun ?
- Tambahan : apakah ada kelebihan atau kekurangan basa ?
- Pada gangguan asam basa sederhana, PaCO2 dan HCO3 selalu
berubah dalam arah yang sama.
- Penyimpangan dari PaCO2 dan HCO3 dalam darah yang berlawanan
menunjukkan adanya gangguan asam basa campuran.
- Cobalah untuk menduga campuran primer dengan menghubungkan
hasil pemeriksaan yang ditemukan dengan keadaan klinis.
3. Perkirakan respon kompensatorik yang bakal terjadi pada gangguan asam
basa primer.
a. Jika respon kompensatorik lebih berat atau ringan dari pada yang
diperkirakan, mungkin ada gangguan asam basa campuran
(normogram asam basa juga dapat digunakan untuk mengetahui
gangguan asan basa campuran)
b. Hitung selisih (gap) anion plasma.
Jika meningkat ( >16 mEq/l ), mungkin sekali terjadi acidosis
metabolik.
c. Bandingkan besarnya penurunan HCO3 plasma dengan peningkatan
selisih anion : seharusnya sama besar.
d. Jika peningkatan < dari selisih anion penurunan HCO3 , mungkin
komponen dari acidosis metabolik disebabkan oleh kehilangan HCO3.
Jika peningkatan selisih dari anion jauh lebih besar dari penurunan
HCO3 berarti ada alkalosis metabolik yang menyertainya.
4. Buat penafsiran tahap akhir.
a. Gangguan asam-basa sederhana
1) Akut (tidak terkompensasi) atau
2) Kronik (sebagian atau sepenuhnya terkompensasi )
b. Gangguan asam-basa campuran
Asidosis metabolik dengan selisih anion normal atau lebar.