Laporan DM Tipe 2 Baru
Laporan DM Tipe 2 Baru
DM + DIABETIC FOOT
DI RUANG PERAWATAN SAFIR
RSUD Dr. H. MOCH ANSARI SALEH BANJARMASIN
DISUSUN OLEH :
Alsia Kristi Damayanti 14.IK.374
B. Etiologi DM Tipe II
Penyebab dari DM Tipe II antara lain:
a. Penurunan fungsi cell pankreas
Penurunan fungsi cell disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain:
1) Glukotoksisitas
Kadar glukosa darah yang berlangsung lama akan menyebkan
peningkatan stress oksidatif, IL-1 DAN NF-B dengan akibat
peningkatan apoptosis sel beta
2) Lipotoksisitas
Peningkatan asam lemak bebas yang berasal dari jaringan
adiposa dalam proses lipolisis akan mengalami metabolism non
oksidatif menjadi ceramide yang toksik terhadap sel beta
sehingga terjadi apoptosis.
3) Penumpukan amiloid
Pada keadaan resistensi insulin, kerja insulin dihambat sehingga
kadar glukosa darah akan meningkat, karena itu sel beta akan
berusaha mengkompensasinya dengan meningkatkan
sekresi insulin hingga terjadi hiperinsulinemia.
Peningkatan sekresi insulin juga diikuti dengan
sekresi amylin dari sel beta yang akan ditumpuk disekitar sel
beta hingga menjadi jaringan amiloid dan akan mendesak sel
beta itu sendiri sehingga akirnya jumlah sel beta dalam pulau
Langerhans menjadi berkurang. Pada DM Tipe II jumlah sel beta
berkurang sampai 50-60%.
4) Efek inkretin
Inkretin memiliki efek langsung terhadap sel beta dengan cara
meningkatkan proliferasi sel beta, meningkatkan sekresi insulin
dan mengurangi apoptosis sel beta.
5) Umur
Diabetes Tipe II biasanya terjadi setelah usia 30 tahun dan
semakin sering terjadi setelah usia 40 tahun, selanjutnya terus
meningkat pada usia lanjut. Usia lanjut yang mengalami
gangguan toleransi glukosa mencapai 50 92%. Proses menua
yang berlangsung setelah usia 30 tahun mengakibatkan
perubahan anatomis, fisiologis, dan biokimia. Perubahan dimulai
dari tingkat sel, berlanjut pada tingkat jaringan dan ahirnya pada
tingkat organ yang dapat mempengaruhi fungsi homeostasis.
Komponen tubuh yang mengalami perubahan adalah sel beta
pankreas yang mengahasilkan hormon insulin, sel-sel jaringan
terget yang menghasilkan glukosa, sistem saraf, dan hormon lain
yang mempengaruhi kadar glukosa.
6) Genetik
b. Retensi insulin
Penyebab retensi insulin pada DM Tipe II sebenarnya tidak
begitu jelas, tapi faktor-faktor berikut ini banyak berperan:
1) Obesitas terutama yang bersifat sentral ( bentuk apel )
Obesitas menyebabkan respon sel beta pankreas terhadap
glukosa darah berkurang, selain itu reseptor insulin pada
sel diseluruh tubuh termasuk di otot berkurang jumlah dan
keaktifannya kurang sensitif.
2) Diet tinggi lemak dan rendah karbohidrat
3) Kurang gerak badan
4) Faktor keturunan ( herediter )
5) Stress
Reaksi pertama dari respon stress adalah terjadinya
sekresi sistem saraf simpatis yang diikuti oleh sekresi
simpatis adrenal medular dan bila stress menetap maka
sistem hipotalamus pituitari akan diaktifkan. Hipotalamus
mensekresi corticotropin releasing factor yang
menstimulasi pituitari anterior memproduksi kortisol, yang
akan mempengaruhi peningkatan kadar glukosa darah
(FKUI, 2011)
C. Patofisiologi DM Tipe II
Patogenesis diabetes melitus Tipe II ditandai dengan adanya
resistensi insulin perifer, gangguan hepatic glucose production (HGP),
dan penurunan fungsi cell , yang akhirnya akan menuju ke kerusakan
total sel . Mula-mula timbul resistensi insulin yang kemudian disusul oleh
peningkatan sekresi insulin untuk mengkompensasi retensi insulin itu agar
kadar glukosa darah tetap normal. Lama kelamaan sel beta tidak akan
sanggup lagi mengkompensasi retensi insulin hingga kadar glukosa darah
meningkat dan fungsi sel beta makin menurun saat itulah diagnosis
diabetes ditegakkan. Ternyata penurunan fungsi sel beta itu berlangsung
secara progresif sampai akhirnya sama sekali tidak mampu lagi
mengsekresi insulin.( FKUI,2011 )
Individu yang mengidap DM Tipe II tetap mengahasilkan insulin. Akan
tetapi jarang terjadi keterlambatan awal dalam sekresi dan penurunan
jumlah total insulin yang di lepaskan. Hal ini mendorong semakin parah
kondisi seiring dengan bertambah usia pasien. Selain itu, sel-sel tubuh
terutama sel otot dan adiposa memperlihatkan resitensi terhadap insulin
yang bersirkulasi dalam darah. Akibatnya pembawa glukosa (transporter
glukosa glut-4) yang ada disel tidak adekuat. Karena sel kekurangan
glukosa, hati memulai proses glukoneogenesis, yang selanjutnya makin
meningkatkan kadar glukosa darah serta mestimulasai penguraian
simpanan trigliserida, protein, dan glikogen untuk mengahasilkan sumber
bahan bakar alternative, sehingga meningkatkan zat- zat ini didalam
darah. Hanya sel-sel otak dan sel darah merah yang terus menggunakan
glukosa sebagai sumber energy yang efektif . Karena masih terdapa
insulin , individu dengan DM Tipe II jarang mengandalkan asam lemak
untuk menghasilkan energi dan tidak rentang terhadap ketosis. (Elizabeth
J Corwin, 2009)
d. Penyakit kardiovaskuler
Pasien lansia yang menderita diabetes memiliki insidens hipertensi
10 kali lipat dari yang di temukan pada lansia yang tidak menderita
diabetes. Hasil ini lebih meningkatkan resiko iskemik sementara dan
penyakit serebrovaskular, penyakit arteri koroner dan infark
miokard, aterosklerosis serebral, terjadinya retinopati dan neuropati
progresif, kerusakan kognitif, serta depresi sistem saraf pusat.
e. Infeksi kulit
Hiperglikemia merusak resistansi lansia terhadap infeksi karena
kandungan glukosa epidermis dan urine mendorong pertumbuhan
bakteri. Hal ini membuat lansia rentan terhadap infeksi kulit dan
saluran kemih serta vaginitis. (Jaime Stockslager L dan Liz
Schaeffer, 2007)
G. Penatalaksanaan DM Tipe II
a. Penatalaksanaan Medis
Sarana pengelolaan farmakologis diabetes dapat berupa:
1) Obat Hipoglikemik Oral
a. Pemicu sekresi insulin
1. Sulfonilurea
Golongan obat ini bekerja dengan menstimulasi sel beta
pankreas untuk melepaskan insulin yang tersimpan. Efek
ekstra pankreas yaitu memperbaiki sensitivitas insulin ada,
tapi tidak penting karena ternyata obat ini tidak bermanfaat
pada pasien insulinopenik. Mekanisme kerja golongan obat
ini antara lain:
(a) Menstimulasi pelepasan insulin yang tersimpan
( Stored insulin)
(b) Menurunkan ambang sekresi insulin
(c) Meningkatkan sekresi insulin sebagai akibat
rangsangan glukosa (FKUI, 2011)
2. Glinid
Glinid merupakan obat yang cara kerjanya sama dengan
sulfonylurea, dengan meningkatkan sekresi insulin fase
pertama. Golongan ini terdiri dari 2 macam obat yaitu:
Repaglinid (derivate asam benzoat) dan Nateglinid (derivate
fenilalanin). Obat ini diabsorbsi dengan cepat setelah
pemberian secara oral dan diekskresi secara cepat melalui
hati.(FKUI, 2011)
b. Penatalaksanaan Keperawatan
Penatalaksanaan keperawatan pada kasus DM Tipe II antara lain:
1) Memberikan penyuluhan tentang keadaaan penyakit, symptom,
hasil yang ditemukan dan alternative tindakan yang akan
diambil pada pasien maupun keluarga pasien.
2) Memberikan motivasi pada klien dan keluarga agar dapat
memanfaatkan potensi atau sumber yang ada guna
menyembuhkan anggota keluarga yang sakit dan
menyelesaikan masalah penyakit diabetes dan resikonya.
3) Konseling untuk hidup sehat yang juga dimengerti keluarga
dalam pengobatan dan pencegahan resiko komplikasi lebih
lanjut.
4) Memberikan penyuluhan untuk perawatan diri, budaya bersih,
menghindari alkohol, penggunaaan waktu luang yang positif
untuk kesehatan, menghilangkan stress dalam rutinitas
kehidupan atau pekerjaan, pola makan yang baik.
5) Memotivasi penanggung jawab keluarga untuk memperhatikan
keluhan dan meluangkan waktu bagi anggota keluarga yang
terkena DM atau yang memiliki resiko
6) Mengawasi diit klien DM Tipe II, bila perlu berikan jadwal latihan
jasmani atau kebugaran yang sesuai.
Penatalaksanaan Diet
Tujuan umum terapi gizi adalah membantu orang dengan diabetes
memperbaiki kebiasaan gizi dan olahraga untuk mendapatakan
control metabolic yang lebih baik, dan beberapa tambahan tujuan
khusus yaitu:
1) Mempertahankan kadar glukosa darah mendekati normal
dengan keseimbangan asupan makanan dengan
insulin(endogen/eksogen) atau obat hipoglikemik oral dan
tingkat aktifitas
2) Mencapai kadar serum lipid yang optimal.
3) Memberikan energy yang cukup untuk mencapai atau
mempertahankan berat badan yang memadai pada orang
dewasa mencapai pertumbuhan dan perkembangan yang
normal pada anak dan remaja, untuk peningkatan kebutuhan
metabolic selama kehamilan dan laktasi atau penyambuhan
dari penyakit metabolic
4) Dapat mempertahankan berat badan yang memadai
5) Menghindari dan menangani komplikasi akut orang dengan
diabetes yang menggunakan insulin seperti hipoglikemia,
penyakit jangka pendek, komplikasi kronik diabetes seperti
penyakit ginjal, hipertensi, neuropati autonomic dan penyakit
jantung
6) Meningkatkan kesehatan secara keseluruhan melalui gizi yang
optimal.
b) Pemanis
Fruktosa menaikkan glikosa plasma lebih kecil daripada
sukrosa dan kebanyakan karbohidrat jenis tepung-tepungan.
Sakarin, aspartame, acesulfame K adalah pemanis tak
bergizi yang dapat di terima sebagai pemanis pada semua
penderita DM.
5) Serat
Rekomendasi asupan serat untuk orang dengan diabetessama
dengan untuk orang yang tidak diabetes yaitu dianjurkan
mengkonnsumsi 20-35 gr serat makanan dari berbagai sumber
makanan. Di Indonesia anjurannya adalah kira-kira 25gr /1000
kalori perhari dengan mengutamakan serat larut
6) Natrium
Asupan untuk orang diabetes sama dengan orang biasa yaitu tidak
lebih dari 3000 mg, sedangkan bagi penderita hipertensi ringan
sampai sedang di anjurkan 2400 mg natrium perhari.
7) Alkohol
Asupan kalori dari alkohol di perhitungkan sebagai bagian dari
asupan kalori total dan sebagai penukar lemak ( 1 minuman alkohol
= 2 penukar lemak)
8) Mikronutrien: vitamin dan mineral
Apabila asupan gizi cukup, biasanya tidak perlu menambah
suplemen vitamin dan mineral. Walaupun ada alasan teoritis untuk
memberikan suplemen antioksidan pada saat ini hanya sedikit bukti
yang menunjang bahwa terapi tersebut menguntungkan.( FKUI,
2011 )
H. Pengkajian Keperawatan
1. Identitas pasien
2. Identitas penanggung jawab pasien
3. Keuhan utama
4. Riwayat kesehatan keluarga
Adakah keluarga yang menderita penyakit seperti klien ?
5. Riwayat kesehatan pasien dan pengobatan sebelumnya
Berapa lama klien menderita DM, bagaimana
penanganannya,mendapat terapi insulin jenis apa, bagaimana cara
minum obatnya apakah teratur atau tidak, apa saja yang dilakukan
klien untuk menanggulangi penyakitnya.
6. Pemeriksaan Fisik
1. Aktivitas / istirahat
Gejala : - Lemah, letih, sulit bergerak / berjalan
- Kram otot, tonus otot menurun, gangguan tidur
Tanda : - Takikardia dan takipnea pada keadaan isitrahat
atau dengan aktivitas
- Letargi / disorientasi, koma
- Penurunan kekuatan otot
2. Sirkulasi
Gejala : - Adanya riwayat hipertensi
- Klaudikasi, kebas dan kesemutan pada ekstremitas
- Ulkus pada kaki, penyembuhan yang lama
Tanda : - Takikardia
- Perubahan tekanan darah postural, hipertensi
- Nadi yang menurun / tidak ada
- Disritmia
- Krekels
- Kulit panas, kering, kemerahan, bola mata cekung
3. Integritas Ego
Gejala : - Stress, tergantung pada orang lain
- Masalah finansial yang berhubungan dengan kondisi
Tanda : - Ansietas, peka rangsang
4. Eliminasi
Gejala : - Perubahan pola berkemih (poliuria), nokturia
- Rasa nyeri / terbakar, kesulitan berkemih (infeksi)
- Nyeri tekan abdomen
- Diare
Tanda : - Urine encer, pucat, kuning : poliuri
5. Makanan / cairan
Gejala : - Hilang nafsu makan
- Mual / muntah
- Tidak mengikuti diet : peningkatan masukan
glukosa / karbohidrat.
- Penurunan BB lebih dari periode beberapa hari /
minggu
- Haus
- Penggunaan diuretic (tiazid)
Tanda : - Disorientasi : mengantuk, letargi, stupor / koma
(tahap lanjut). Ganguan memori (baru, masa lalu)
kacau mental.
6. Nyeri / kenyamanan
Gejala : - Abdomen yang tegang / nyeri (sedang/berat)
Tanda : - Wajah meringis dengan palpitasi; tampak sangat berhati-
hati
7. Pernafasan
Gejala : - Merasa kekurangan oksigen : batuk dengan / tanpa
sputum
purulen (tergantung ada tidaknya infeksi)
Tanda : - Lapar udara
- Batuk, dengan / tanpa sputum purulen (infeksi)
- Frekuensi pernafasan
8. Keamanan
Gejala : - Kulit kering, gatal; ulkus kulit
Tanda : - Demam, diaphoresis
- Kulit rusak, lesi / ilserasi
- Menurunnya kekuatan umum / rentang gerak
I. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan pemenuhan nutrisi berhubungan dengan penurunan
metabolisme karbohidrat akibat defisiansi insulin, intake tidak adekuat
akibat adanya mual muntah
2. Resiko devisit volume cairan dean elektrolit b/d diuresis osmotic dan
poliuria
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan akibat
penurunan produksi energi
4. Gangguan integritas kulit b/d penurunan sensasi sensori, gangguan
sirkulasi, penurunan aktifitas/mobilisasi, kurangnya pengetahuan
tentang perawatan kulit.
5. Gangguan citra tubuh b/d ekstremitas gangren
6. Resiko cedera b/d penurunan fungsi penglihatan, pelisutan otot.
7. Resiko terhadap infeksi berhubungan dengan kadar glukosa tinggi,
penurunan fungsi leukosit.
J. Intervensi Keperawatan
1. Gangguan pemenuhan nutrisi berhubungan dengan penurunan
metabolisme karbohidrat akibat defisiansi insulin, intake tidak adekuat
akibat adanya mual muntah
Kriteria hasil : Pasien dapat mencerna jumlah kalori atau nutrien yang
tepat, BB stabil, nilai lab normal
Intervensi :
a. Timbang berat badan tiap hari atau sesuai dengan indikasi
Rasional : Mengkaji pemasukan makanan yang adekuat
b. Tentukan program diet dan pola makan pasien dan bandingkan
dengan makanan yang dapat dihabiskan pasien
Rasional : Mengidentifikasi kekurangan dan penyimpangan dari
kebutuhan terapeutik
c. Berikan makanan cair yang mengandung zat makanan (nutrient) dan
elektrolit dengan segera jika pasien sudah dapat mentoleransinya
melalui pemberian cairan melalui oral
Rasional : Pemberian makanan melalui oral lebih baik jika pasien
sadar dan fungsi gastroisntetinal baik
d. Pantau pemeriksaan laboratorium, seperti glukosa darah, aseton, pH,
dan HCO3
Rasional : Gula darah akan menurun perlahan dengan
penggantian cairan dan terapi insulin terkontrol.
e. Kolaborasi dengan ahli diet
Rasional : Sangat bermanfaat dalam perhitungan dan
penyesuaian diet untuk memenuhi kebutuhan nutrisi pasien
2. Devisit volume cairan dan elektorlit b/d diuresis osmotic dan poliuria
Intervensi :
a. Pantau tanda-tanda vital, catat adanya perubahan TD orotstatik
Rasional : Hipovelemia dapat dimanifestasikan oleh hipotensi dan
takikardia.
b. Ukur berat badan setiap hari
Rasional : Memberikan hasil pengkajian yang terbaik di status
cairan yang sedang berlangsung dan selanjutnya dalam
memberikan cairan pengganti.
c. Kaji nadi perifer, pengisian kapiler, turgor kulit dan membran mukosa
Rasional : Merupakan indikator dari tingkat dehidrasi atau
volume sirkulasi yang adekuat
d. Pantau pemeriksaan lab seperti : Hematoksit (Ht), BUN (kreatinin)
dan Osmulalitas darah, Natrium, kalium
Rasional :
- Ht : Mengkaji tingkat hidrasi dan sering kali meningkat akibat
homokonsentrasi yang terjadi setelah dieresis osmotik
- BUN : Peningkatan nilai dapat mencerminkan kerusakan sel
karena dehidrasi atau tanda awitan kegagalan ginbjal.
- Osmolalitas darah : Meningkat sehubungan dengan adanya
hiperglikemia dan dehidrasi
- Natrium : Mungkin menurun yang dapat mencerminkan
perpindahan cairan dari intra sel (dieresis osmotik)
- Kalium : Awalnya akan terjadi hiperkalemia dalam breepons
pada asodisis
Intervensi :
1. Diskusi dengan pasien kebutuhan akan aktivitas. Membuat jadwal
perencanaan dengan pasien dan identifikasi aktivitas yang
menimbulkan kelelahan.
Rasional : Pendidikan dapat memberikan motivasi untuk
meningkatkan tingkat aktivitas meskipun pasien mungkin sangat
lemah.
2. Beri aktivitas alternatif dengan periode istirahat yang cukup / tanpa
diganggu.
Rasional : Mencegah kelelahan yang berlebihan.
3. Pantau nadi, frekuensi pernafasan dan TD sebelum / sesudah
melakukan aktivitas.
Rasional : Mengidentifikasi tingkat aktivitas yang dapat
ditoleransi secara fisiologi.
4. Mendiskusikan cara menghemat kalori selama mandi, berpindah
tempat.
Rasional : Pasien akan dapat melakukan lebih banyak kegiatan
dengan penurunan kegiatan akan pada energi pada setiap kegiatan.
5. Tingkatkan partisipasi pasien dalam melakukan aktivitas sehari-hari
sesuai dengan yang dapat ditoleransi.
Rasional : Meningkatkan kepercayan diri / harga diri positif
sesuai tingkat aktivitas yang dapat ditoleransi pasien.
DAFTAR PUSTAKA
Bare & Suzanne, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Volume 2, (Edisi
8), EGC, Jakarta
Gibson, John, 2003, Anatomi dan Fisiologi Modern untuk Perawat, EGC, Jakarta