HALUSINASI
A. PENGERTIAN
1
B. RENTANG RESPON HALUSINASI
2
C. JENIS JENIS HALUSINASI
JENIS
KARAKTERISTIK
HALUSINASI
Pendengaran Mendengar suara atau kebisingan, paling sering suara orang.
70 % Suara berbentuk kebisingan yang kurang jelas sampai kata-kata
yang jelas berbicara tentang klien, bahkan sampai pada
percakapan lengkap antara dua orang yang mengalami
halusinasi. Pikiran yang terdengar dimana klien mendengar
perkataan bahwa klien disuruh untuk melakukan sesuatu
kadang dapat membahayakan.
Penglihatan 20% Stimulus visual dalam bentuk kilatan cahaya, gambar
geometris,gambar kartun,bayangan yang rumit atau kompleks.
Bayangan bias menyenangkan atau menakutkan seperti melihat
monster.
Penghidu Membaui bau-bauan tertentu seperti bau darah, urin, dan feses
umumnya bau-bauan yang tidak menyenangkan. Halusinasi
penghidu sering akibat stroke, tumor, kejang, atau dimensia.
Pengecapan Merasa mengecap rasa seperti rasa darah, urin atau feses.
Perabaan Mengalami nyeri atau ketidaknyamanan tanpa stimulus yang
jelas. Rasa tersetrum listrik yang datang dari tanah, benda mati
atau orang lain.
D. FASE HALUSINASI.
3
2. Fase Kedua
Kecemasan meningkat dan berhubungan dengan pengalaman internal dan
eksternal, klien berada pada tingkat listening pada halusinasi.
Pemikiran internal menjadi menonjol, gambaran suara dan sensasi halusinasi
dapat berupa bisikan yang tidak jelas klien takut apabila orang lain mendengar
dan klien merasa tak mampu mengontrolnya.
Klien membuat jarak antara dirinya dan halusinasi dengan memproyeksikan
seolah-olah halusinasi datang dari orang lain.
3. Fase Ketiga
Halusinasi lebih menonjol, menguasai dan mengontrol klien menjadi terbiasa dan
tak berdaya pada halusinasinya. Halusinasi memberi kesenangan dan rasa aman
sementara.
4. Fase Keempat.
Klien merasa terpaku dan tak berdaya melepaskan diri dari kontrol halusinasinya.
Halusinasi yang sebelumnya menyenangkan berubah menjadi mengancam,
memerintah dan memarahi klien tidak dapat berhubungan dengan orang lain
karena terlalu sibuk dengan halusinasinya klien berada dalam dunia yang
menakutkan dalam waktu singkat, beberapa jam atau selamanya. Proses ini
menjadi kronik jika tidak dilakukan intervensi.
Halusinasi merupakan salah satu gejala yang ditampakkan oleh klien yang
mengalami psikotik, khususnya schizofrenia. Pengkajian klien dengan halusinasi
demikian merupakan proses identifikasi data yang melekat erat dengan pengkajian
respon neurobiologi lainnya seperti yang terdapat juga pada schizofrenia.
1. Faktor Predisposisi
Beberapa faktor predisposisi yang berkontribusi pada munculnya respon
neurobiologi seperti halusinasi antara lain:
a. Faktor Genetik
4
Telah diketahui bahwa genetik schizofrenia diturunkan melalui kromoson
tertentu. Namun demikian kromoson yang keberapa yang menjadi factor
penentu gangguan ini sampai sekarang masih dalam tahap penelitian. Diduga
letak gen schizoprenia adalah kromoson nomor enam, dengan kontribusi
genetik tambahan No.4,8,5 dan 22 (Buchanan dan Carpenter,2002). Anak
kembar identik memiliki kemungkinan mengalami schizofrenia sebesar 50%
jika salah satunya mengalami schizofrenia, sementara jika di zygote
peluangnya sebesar 15 %, seorang anak yang salah satu orang tuanya
mengalami schizofrenia berpeluang 15% mengalami schizofrenia, sementara
bila kedua orang tuanya schizofrenia maka peluangnya menjadi 35 %.
b. Faktor Neurobiologi.
Ditemukan bahwa korteks pre frontal dan korteks limbiks pada klien
schizofrenia tidak pernah berkembang penuh. Ditemukan juga pada klien
schizofrenia terjadi penurunan volume dan fungsi otak yang abnormal.
Neurotransmitter dopamin berlebihan, tidak seimbang dengan kadar serotin.
c. Studi neurotransmitter.
Schizofrenia diduga juga disebabkan oleh ketidak seimbangan
neurotransmitter dimana dopamin berlebihan, tidak seimbang dengan kadar
serotin.
d. Teori virus
Paparan virus influenza pada trimester ke-3 kehamilan dapat menjadi faktor
predisposisi schizofrenia.
e. Psikologis.
Beberapa kondisi pikologis yang menjadi faktor predisposisi schizofrenia
antara lain anak yang di pelihara oleh ibu yang suka cemas, terlalu
melindungi, dingin dan tak berperasaan, sementara ayah yang mengambil
jarak dengan anaknya.
2. Faktor presipitasi
5
Faktor faktor pencetus respon neurobiologis meliputi :
a. Berlebihannya proses informasi pada system syaraf yang
menerima dan memproses informasi di thalamus dan frontal otak.
b. Mekanisme penghataran listrik di syaraf terganggu ( mekanisme
gateing abnormal)
c. Gejala-gejala pemicu kondisi kesehatan lingkungan, sikap dan
perilaku seperti yang tercantum pada tabel dibawah ini :
6
Kehilangan kendali diri (demoralisasi)
Merasa punya kekuatan berlebihan dengan gejala
tersebut.
Merasa malang (tidak mampu memenuhi kebutuhan
spiritual)
Bertindak tidak seperti orang lain dari segi usia maupun
kebudayaan
Rendahnya kemampuan sosialisasi
Perilaku agresif
Perilaku kekerasan
Ketidak adekuatan pengobatan
Ketidak adekuatan penanganan gejala.
3. Mekanisme Koping.
Mekanisme koping yang sering digunakan klien dengan halusinasi adalah:
Register, menjadi malas beraktifitas sehari-hari.
Proyeksi, mencoba menjelaskan gangguan persepsi dengan mengalihkan
tanggung jawab kepada orang lain atau sesuatu benda.
Menarik diri, sulit mempercayai orang lain dan asyik dengan stimulus
internal.
Keluarga mengingkari masalah yang dialami klien.
4. Perilaku
Halusinasi benar-benar riil dirasakan oleh klien yang mengalaminya,
seperti mimpi saat tidur. Klien mungkin tidak punya cara untuk menentukan
persepsi tersebut nyata. Sama halnya seperti seseorang mendengarkan suara-
suara dan tidak lagi meragukan orang yang berbicara tentang suara tersebut.
Ketidakmampuannya mempersepsikan stimulus secara riil dapat menyulitkan
kehidupan klien. Karenanya halusinasi harus menjadi prioritas untuk segera
7
diatasi. Untuk memfasilitasinya klien perlu dibuat nyaman untuk menceritakan
perihal haluinasinya.
Klien yang mengalami halusinasi sering kecewa karena mendapatkan
respon negatif ketika mencoba menceritakan halusinasinya kepada orang
lain.Karenanya banyak klien enggan untuk menceritakan pengalaman
pengalaman aneh halusinasinya. Pengalaman halusinasi menjadi masalah untuk
dibicarakan dengan orang lain. Kemampuan untuk memperbincangkan tentang
halusinasi yang dialami oleh klien sangat penting untuk memastikan dan
memvalidasi pengalaman halusinasi tersebut. Perawat harus memiliki ketulusan
dan perhatian untuk dapat memfasilitasi percakapan tentang halusinasi.
Perilaku klien yang mengalami halusinasi sangat tergantung pada jenis
halusinasinya. Apabila perawat mengidentifikasi adanya tanda tanda dan
perilaku halusinasi maka pengkajian selanjutnya harus dilakukan tidak hanya
sekedar mengetahui jenis halusinasi saja. Validasi informasi tentang halusinasi
yang diperlukan meliputi :
Isi Halusinasi.
Ini dapat dikaji dengan menanyakan suara siapa yang didengar, apa yang
dikatakan suara itu, jika halusinasi audiotorik. Apa bentuk bayangan yang
dilihat oleh klien, jika halusinasi visual, bau apa yang tercium jika halusinasi
penghidu, rasa apa yang dikecap jika halusinasi pengecapan,dan apa yang
dirasakan dipermukaan tubuh jika halusinasi perabaan.
Waktu dan Frekuensi.
Ini dapat dikaji dengan menanyakan kepada klien kapan pengalaman
halusinasi muncul, berapa kali sehari, seminggu, atau sebulan pengalaman
halusinasi itu muncul. Informasi ini sangat penting untuk mengidentifikasi
pencetus halusinasi dan menentukan bilamana klien perlu perhatian saat
mengalami halusinasi.
8
Perawat perlu mengidentifikasi situasi yang dialami sebelum halusinasi
muncul. Selain itu perawat juga bias mengobservasi apa yang dialami klien
menjelang munculnya halusinasi untuk memvalidasi pernyataan klien.
Respon Klien
Untuk menentukan sejauh mana halusinasi telah mempengaruhi klien bisa
dikaji dengan apa yang dilakukan oleh klien saat mengalami pengalaman
halusinasi. Apakah klien masih bisa mengontrol stimulus halusinasinya atau
sudah tidak berdaya terhadap halusinasinya.
Selain data tentang halusinasinya, peraweat juga dapat mengkaji data yang
terkait dengan halusinasi, yaitu :
Bicara, senyum dan tertawa sendiri.
Menarik diri dan menghindar dari orang lain.
Tidak dapat membedakan nyata dan tidak nyata.
Tidak dapat memusatkan perhatian/konsentrasi.
Curiga, bermusuhan, merusak (diri sendiri, orang lain dan lingkungan)
dan takut.
Ekspresi muka tegang dan mudah tersinggung.
F. DIAGNOSA KEPERAWATAN
9
laria,2001). Akibat harga diri rendah dan kurangnya keterampilan berhubungan
sosial, klien menjadi menarik diri dari lingkungan. Dampak selanjutnya lebih
dominan di bandingkan stimulus eksternal. Klien selanjutnya kehilangan
kemampuan membedakan stimulus internal dengan stimulus eksternal. Ini memicu
timbulnya halusinasi.
Dari masalah tersebut diatas dapat disusun pohon maslah sebagai berikut :
Dari pohon masalah diatas dapat dirumuskan diagnosa keperawatan sebagai berikut :
1. Resiko mencederai diri sendiri, orang lain, dan lingkungan
berhubungan dengan halusinasi audiotorik.
2. Perubahan persepsi sensorik : Audiotorik berhubungan
dengan menarik diri
3. Kerusakan interaksi sosial : Menarik diri berhubungan
dengan Harga diri rendah
4. Defisit perawatan diri: mandi/kebersihan,
berpakaian/berhias berhubungan dengan intoleransi aktifitas.
10
G. TUJUAN ASUHAN KEPERAWATAN
Tujuan umum :
Klien dapat mengenal, dan mengontrol halusinasi
Tujuan itu dapat dirinci sebagai berikut :
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya
2. Klien dapat mengenal halusinasinya
3. Klien dapat mengontrol halusinasinya.
4. Klien mendapat dukungan keluarga dalam mengontrol halusinasinya.
5. Klien dapat memanfaatkan obat untuk mengatasi halusinasinya.
H. TINDAKAN KEPERAWATAN
11
2. Berinteraksi dengan orang lain.
3. Beraktivitas secara teratur dengan
menyusun kegiatan harian.
4. Memanfaatkan obat dengan baik.
Keluarga perlu diberi penjelasan tentang bagaimana penanganan klien yang
mengalami halusinasi sesuai dengan kemampuan keluarga. Hal ini penting karena
keluarga adalah sebuah system dimana klien berasal dan halusinasi sebagai salah
satu gejala psikosis dapat berlangsung lama (kronis) sehingga keluarga perlu
mengetahu cara perawatan klien halusinasi dirumah.
Dalam mengendalikan halusinasi diberikan psikofarmaka oleh tim medis
sehingga perawat juga perlu memfasilitasi klien untuk dapat menggunakan obat
secara tepat. Prinsip lima benar harus menjadi focus utama dalam pemberian obat.
I. EVALUASI
12
DAFTAR PUSTAKA
Keliata,B.A. SKp, M.App, Sc, Proses keperawatan kesehatan jiwa, EGC Penerbit Buku
Kedokteran, Jakarta 1999.
Stuart, G.W. dan Sundeen, S.J.,Principles and practice of psychiatric nursing (5th ed) St
louis :Mosby Year Book, 1995.
Stuart, G.W. dan Laraia, M.T.,Principles and practice of psychiatric nursing (6th ed) St
louis :Mosby Year Book, 1998.
13