Anda di halaman 1dari 34

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Pengetahuan

2.1.1 Pengertian pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil tahu, dan ini terjadi setelah orang

melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Jadi pengetahuan ini

diperoleh dari aktivitas pancaindra yaitu penglihatan,penciuman,peraba dan indra

perasa, sebagian basar pengetahuan diperoleh melalui mata dan telinga. (nursalam

2016)

Menurut Keraf (2001) Pengetahuan merupakan keseluruhan pemikiran,

gagasan, ide, konsep, dan pemahaman yang dimiliki manusia, beliau berinisiatif

membagi pengetahuan menurut: (1) Polanya, (2) Macamnya dapat diuraikan

seperti pada halaman berikut.

2.1.2 Pola pengetahuan

1) Tahu bahwa.

Pengetahuan tentang informasi tertentu; tahu bahwa sesuatu terjadi

2) Tahu bagaimana.

Pengetahuan jenis ini menyangkut bagaimana melakukan sesuatu,

berkaitan dengan keterampilan atau lebih tepat keahlian dan kemahiran

teknis

12
3) Tahu akan.

Merupakan pengetahuan yang sangat spesifik menyangkut pengalaman

atau pengenalan pribadi secara langsung dengan obyeknya.

4) Tahu bagaimana.

Pengetahuan jenis ini lebih mendalam, sebab tidak hanya puas dengan

informasi yang ada, merupakan pengetahuan paling tinggi dan mendalam

serta sekaligus boleh dikatakan pengetahuan ilmiah. Pengetahuan pada

dasarnya untuk mengetahui sesuatu yang digerakan oleh tiga perasaan,

diantaranya; perasaan terkejut, ingin tahu, dan kagum. Seseorang terkejut

terhadap sesuatu kejadian sehingga muncul keingintahuan dalam dirinya,

apabila keingintahuan ditekuni atau dicoba dan tercapai dengan baik maka

perasaan orang tesebut kagum adanya karena berhasil. Selain pengetahuan

menurut polanya, dapat juga mempelajari pengetahuan menurut

macamnya yang mana saling mempengaruhi diantaranya sebagai beriku.

2.1.3 Macam pengetahuan.

Pengetahuan dilihat dari macamnya dibagi 4 yaitu meliputi;

1) Sekedar tahu. Pada tingkat ini hubungan pengetahuan tersebut mula-

mula hanya sekedar tahu namun sampai mengetahui bagaimana

membantu seseorang.

2) Betul-betul tahu. Supaya sesuatu yang kita ketahui betul-betul nyata

harus didukung dengan fakta dan tidak hanya berdasarkan informasi.

13
3) Tahu bagaimana dan tahu akan, seorang mengetahui sesuatu secara

pribadi semakin tahu bagaimana ia bertindak.

4) Tahu mengapa, pada tingkat ini sudah akumulasi dari hubungan

ketiga pengetahuan tersebut diatas yangmana mempunyai

pengalaman pribadi untuk mengatakan hal itu benar.

Pengetahuan/kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam

membentuk merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan

seseorang (Notoatmodjo 2003). Penelitian Rogers (1974) dalam buku pendidikan

dan perilaku kesehatan (Notoatmodjo,2003 dan Nursalam,2007) mengungkapkan

bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru, di dalam diri orang tersebut

terjadi proses yang berurutan, yaitu :

1. Awareness (kesadaran) ketika seseorang menyadari dalam arti

mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus (objek);

2. Interest (tertarik), ketika seseorang mulai tertarik pada stimulus;

3. Evaluation (menimbang-nimbang), terhadap baik dan tidaknya

stimulus tersebut baginya;

4. Trial ( mencoba), ketika seseorang telah mencoba perilaku baru;

5. Adoption (adaptasi), ketika seseorang telah berperilaku baru yang

sesuai dengan pengetahuan,kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus.

14
2.1.4 Tingkat pengetahuan

Tingkat pengetahuan seseorang dapat di bagi dalam domain kognitif, senada

dengan pengetahuan dalam domain kognitif yang dikutip Notoatmodjo (1993),

mempunyai 6 tingkatan yaitu:

1) Tahu (Know)

Tahu diartikan sebagai keadaan dimana mengingat suatu materi yang

telah dipelajari sebelumnya, termasuk kedalamnya yaitu mengingat kembali

terhadap sesuatu yang spesifik terhadap bahan yang dipelajari atau

rangsangan yang telah diterima. Tahu merupakan tingkat pengetahuan yang

paling rendah, kata kerja untuk mengukurnya antara: menyebutkan,

menguraikan, mendefinisikan dan menyatakan.

2) Memahami (Comperhension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara

benar obyek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi secara

benar.

3) Aplikasi (Application)

Aplikasi diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menggunakan

materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya. Aplikasi

disini dapat diartikan penggunaan hukum-hukum, rumus-rumus, metode,

prinsip dalam konteks / situasi yang lain.

4) Analisis (Analysis)

15
Kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu subyek kedalam

suatu komponen, tetapi masih didalam suatu struktur organisasi tersebut

dan masih ada kaitannya satu sama lain.

5) Sintesis (Syntesis)

Sintesis menunjuk suatu kemampuan untuk meletakan atau

menghubungkan bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru atau

suatu kemampuan untuk menyusun formulasi yang baru dari formulasi

yang ada.

6) Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi

atau penilaian terhadap suatu materi atau obyek.

Penilaian ini berdasarkan kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan

kriteria yang ada. Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan

wawancara atau angket tentang materi yang ingin diukur dari subyek

penelitian atau responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin dicapai dapat

kita ketahui atau ukur berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri

atau menggunakan kriteria yang telah ada dan disesuaikan dengan tingkat-

tingkat tersebut diatas.

2.1.5 Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan

Slameto (1991) mengemukakan faktor-faktor yang mempengaruhi

pengetahuan seseorang diantaranya; faktor internal dan faktor eksternal.

2.1.5.1 Faktor internal

16
Faktor internal meliputi; (1) Kesehatan. Sehat berarti dalam keadaan

baik segenap badan beserta bagiannya bebas dari penyakit. Proses belajar

seseorang akan terganggu jika kesehatan seorang terganggu, (2) Intelegensi.

Intelegensi sangat besar sekali pengaruhnya terhadap pengetahuan, orang yang

mempunyai tingkat intelegensi tinggi akan lebih berhasil daripada mempunyai

intelegensi rendah, (3) Perhatian. Perhatian adalah keaktifan jiwa yang

dipertinggi, seperti jiwa itupun semata-mata tertuju pada suatu obyek, (4)

Minat. Minat adalah kecenderungan yang tetap untuk memperhatikan dan

mengingat berbagai kegiatan. Kegiatan yang diminati seseorang, diperhatikan

terus-menerus yang disertai dengan rasa senang, (5) Bakat. Bakat adalah

kemampuan untuk belajar, kemampuan itu baru akan terealisasi menjadi

kecakapan yang nyata sesudah belajar atau berlatih

2.1.5.2 Faktor Eksternal

Faktor eksternal yang berpengaruh diantaranya; (1) Faktor keluarga,

Keluarga sangat menentukan dalam pendidikan, karena keluarga adalah lembaga

pendidikan yang pertama dan utama, (2) Faktor metode pembelajaran,

pembelajaran adalah suatu proses yang harus dilalui didalam mendapatkan

pengetahuan. Untuk menghindari pelaksanaan cara belajar yang salah perlu suatu

pembinaan, dengan belajar yang tepat dapat efektif pula hasil belajar seseorang,

(3) Faktor masyarakat. Masyarakat merupakan faktor eksternal yang berpengaruh

pengetahuan seseorang, pengaruh ini terjadi karena keberadaannya dalam

masyarakat. Bentuk kegiatan seseorang dalam masyarakat akan berhubungan

dengan media massa, teman bergaul dan bentuk kehidupan masyarakat. (4).

17
Pendidikan, didalam tindakan setiap individu selalu dipengaruhi oleh

pengetahuan, seringkali faktor pendidikan merupakan syarat paling pokok untuk

fungsi-fungsi tertentu, akan tetapi pada pekerjaan lain menuntut pendidikan yang

lebih tinggi, sehingga pendidikan harus sesuai dengan jabatannya. (5).

Pengalaman, melalui pengalaman seseorang mengembangkan sikap mengenai

kemampuan menajerial, rancangan kerja, tinjauan prestasi dan lain sebagainya.

(6). Motivasi, adalah sesuatu yang menimbulkan semangat atau dorongan untuk

berbuat, hal ini memberikan gambaran bahwa walaupun mempunyai pengetahuan

yang tinggi tetapi tidak ada motivasi terhadap sesuatu kegiatan maka hasilnya

belum tentu lebih baik. (7). Usia, ada kecenderungan orang yang umurnya lebih

tua, memiliki lebih banyak pengetahuan dibandingkan yang lebih muda. Dimana

pengetahuan ini didapat dari pengalaman terhadap suatu obyek atau materi yang

mempengaruhi tindakan atau kinerjanya. Sedangkan umur yang lebih muda

pengalaman ini tidak seluruhnya diperoleh.

2.1 Konsep Kinerja

2.2.1 Pengertian kinerja

Konsep kinerja merupakan singkatan dari kinetika energi kerja yang

padanannya dalam Bahasa Inggris adalah performance. Istilah performance sering

di Indonesiakan sebagai peforma. Kinerja adalah penentuan secara periodik

efektivitas operasional organisasi, bagian organisasi dan karyawannya

berdasarkan sasaran, standar dan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya

(Srimindarti, 2006).

18
Kinerja keperawatan merupakan hasil pekerjaan yang mempunyai

hubungan kuat dengan strategis organisasi, kepuasan konsumen dan memberikan

kontribusi pada keperawatan (Amstrong dan Baron (1998) dalam Wibowo, 2007).

Kinerja adalah keluaran yang dihasilkan oleh fungsi-fungsi atau indikator-

indikator suatu pekerjaan atau profesi dalam waktu tertentu (Wirawan, 2009).

Sedangkan menurut Mangkunegara (2009), mengungkapkan kinerja adalah hasil

kerja yang secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam

melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.

Kinerja adalah tentang melakukan pekerjaan dan hasil dicapai, tentang

apa yang dikerjakan dan bagaimana cara mengerjakan dari pekerjaan tersebut

(Wibowo, 2012).

Dari beberapa pengertian diatas dapat dijelaskan bahwa kinerja

merupakan suatu fungsi dari motivasi dan kemampuan untuk melaksanakan tugas,

sehingga kinerja dapat didefinisikan sebagai hasil kerja yang dicapai karyawan

dalam melakukan pekerjaan berdasarkan sasaran, standar dan kriteria yang

ditetapkan organisasi.

2.2.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja

Menurut Wijono dalam Darma (2012), terdapat dua faktor penting yang

mempengaruhi kinerja karyawan, yaitu faktor internal dan faktor eksternal.

2.2.2.1 Faktor internal

Faktor internal adalah segala sesuatu yang berasal dari diri sendiri yang

dapat memberikan tekanan atau dorongan untuk mengerjakan sesuatu dalam

mencapai kesuksesan. Faktor-faktor internal yang mempengaruhi kinerja adalah :

19
1. Kemampuan

Kemampuan adalah kapasitas individu untuk melaksanakan berbagai tugas

dalam pekerjaan tertentu. Kemampuan tersusun dari dua faktor yaitu kemampuan

intelektual dan kemampuan fisik. Kemampuan intelektual adalah kemampuan

yang dibutuhkan untuk menjalankan kegiatan mental, tujuh dimensi yang paling

sering dikutip yang membentuk kemampuan intelektual adalah kemahiran

berhitung, pemahaman verbal, kecepatan perseptual, penalaran induktif, penalaran

deduktif, visualisasi ruang dan daya ingat.

2. Motivasi

Motivasi adalah kemauan atau keinginan didalam diri seseorang yang

mendorongnya untuk bertindak. Motivasi merupakan kondisi atau energi yang

menggerakkan diri karyawan kearah untuk mencapai tujuan organisasi. Motivasi

merupakan hasil interaksi antara individu dan situasinya, sehingga setiap manusia

mempunyai motivasi yang berbeda antara yang satu dengan yang lain.

2.2.2.2 Faktor eksternal

Faktor eksternal adalah segala hal yang berasal dari pihak lain yang

berpengaruh atau dari lingkungan, misalnya orang tua, rekan kerja atau pimpinan

yang mempengaruhi seseorang untuk dapat berupaya lebih keras untuk mencapai

sesuatu. Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja adalah :

1. Supervisi

Supervisi adalah melakukan pengamatan secara langsung dan berkala oleh

atasan terhadap pekerjaan yang dilakukan oleh bawahan untuk kemudian apabila

20
ditemukan masalah segera diberikan petunjuk dan bimbingan atau bantuan yang

bersifat langsung guna mengatasinya.

2. Gaya kepemimpinan

Kepemimpinan adalah proses untuk melakukan pengembangan secara

langsung dengan melakukan koordinasi pada anggota kelompok serta memiliki

karakteristik untuk dapat meningkatkan kesuksesan dan pengembangan dalam

mencapai tujuan organisasi. Kepemimpinan berarti melibatkan orang lain, yaitu

bawahan atau karyawan yang akan dipimpin. Kepemimpinan juga melibatkan

pembagian atau delegasi wewenang. Gaya kepemimpinan dibedakan menjadi dua

gaya yaitu:

a. Gaya kepemimpinan dengan orientasi tugas

Gaya kepemimpinan dengan orientasi tugas adalah pemimpin yang

berorientasi mengarahkan dan mengawasi bawaan secara tertutup untuk menjamin

bahwa tugas yang dilaksanakan sesuai dengan keinginan serta lebih

memperhatikan pelaksanaan pekerjaan daripada pengembangan dan pertumbuhan

karyawan.

b. Gaya kepemimpinan orientasi karyawan

Gaya kepemimpinan orientasi karyawan yaitu pimpinan yang berorientasi

pada usaha untuk lebih memberikan motivasi serta mendorong para anggota untuk

berpartisipasi dalam pembuatan keputusan, menciptakan suasana persahabatan

serta hubungan saling mempercayai dan menghormati para anggota kelompok.

Berdasarkan dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa motivasi

merupakan determinan penting yang mempengaruhi kinerja individual, walaupun

21
bukan satu-satunya determinan, karena masih ada variabel-variabel lain yang turut

mempengaruhinya.

2.2.3 Karakteristik kinerja

Kinerja seseorang dalam pelayanan terdiri dari beberapa aspek penting

meliputi kecepatan kerja, kualitas pekerjaan, keterampilan komunikasi,

keterampilan berinisiatif, kerjasama kelompok, dan sikap. Kinerja seseorang

terbagi atas beberapa karakteristik, yang meliputi karakteristik kinerja buruk atau

tidak memuaskan, marginal, rata-rata atau cukup, baik, dan unggul (Wibowo,

2012)

2.2.3.1 Karakteristik kinerja buruk atau tidak memuaskan

Karakteristik kinerja buruk yang ditunjukkan seorang karyawan yang

berupa : berulang-ulang melakukan kesalahan yang sama atau sangat mirip, perlu

pengawasan secara konstan, tidak dapat mengikuti penjelasan singkat atau

instruksi jelas lainnya, tidak dapat melihatkan kesalahan sendiri, mempunyai

hubungan buruk dengan rekan kerjanya dan mempunyai kehadiran buruk atau

catatan terputus-putus.

2.2.3.2 Karakteristik kinerja rata-rata atau cukup

Karakteristik kinerja cukup yang ditunjukkan seorang karyawan dapat

diukur dari : bekerja sesuai standar yang disepakati, dapat menyelesaikan

permintaan proyek baru, dapat memahami dan menginterpretasikan penjelasan

singkat atau instruksi, mempunyai hubungan baik dengan rekan kerjanya, perlu

sedikit pengawasan, membuat beberapa kesalahan tetapi dapat melihatnya,

menunjukkan inisiatif dan tidak biasa terlambat atau tidak hadir di pekerjaan.

22
2.2.3.3 Karakteristik kinerja baik atau superior

Karakteristik kinerja baik yang ditunjukkan seorang karyawan ditunjukkan

antara lain : dengan menghasilkan pekerjaan di atas apa yang telah disetujui,

bekerja lebih cepat dan akurat daripada mereka yang pada posisi sama, dapat

bekerja tanpa pengawasan untuk jangka waktu cukup lama, populer dengan rekan

dan rekanan, melihat kesalahan sendiri dan mengoreksinya, dapat mengatasi tugas

kompleks, membuat saran untuk perbaikan.

2.2.4 Prinsip prinsip penilaian kinerja perawat

Menurut Gillies ( dalam Nursalam, 2011 ), manajer sebaiknya mengamati

prinsip prinsip tertentu untuk mengevaluasi bawahan secara tepat dan adil.

Prinsip tersebut diantaranya sebagai berikut :

2.2.4.1 Evaluasi pekerja sebaiknya didasarkan pada standar pelaksanaan kerja dan

orientasi tingkah laku untuk posisi yang ditempati. Deskripsi dan standar

pelaksanaan kerja diberikan ke pegawai selama orientasi sebagai tujuan

yang harus diusahakan. Pelaksanaan kerja sebaiknya dievaluasi bersamaan

dengan sasaran sasaran yang sama.

2.2.4.2 Sampel tingkah laku perawat yang cukup reprensetatif sebaiknya diamati

dalam rangka evaluasi pelaksanaan kerja. Perhatian harus diberikan untuk

mengevaluasi tingkah laku umum atau tingkah laku konsistennya untuk

menghindari hal hal yang tidak diinginkan.

2.2.4.3 Perawat sebaiknya diberikan salinan deskripsi kerja, standar pelaksanaan

kerja, dan bentuk evaluasi untuk peninjauan ulang sebelum pertemuan

23
evaluasi. Dengan demikian, baik perawat maupun supervisior dapat

mendiskusikan evaluasi dari kerangka kerja yang sama.

2.2.4.4 Penilaian pelaksanaan kerja pegawai sebaiknya menunjukkan hal hal

yang sudah memuaskan dan menunjukkan hal yang perlu diperbaiki oleh

pegawai. Supervisior sebaiknya merujuk pada contoh contoh khusus

yang mengenai tingkah laku yang memuaskan maupun yang tidak

memuaskan supaya dapat menjelaskan dasar dasar komentar yang

bersifat evaluative.

2.2.4.5 Jika diperlukan, menejer menjelaskan area mana yang akan diprioritaskan

sering dengan usaha perawat untuk meningkatkan pelaksanaan kerja.

2.2.4.6 Pertemuan evaluasi sebaiknya dilakukan pada waktu yang cocok bagi

perawat dan menejer sehingga diskusi evaluasi terjadi dalam waktu yang

cukup bagi keduanya.

2.2.4.7 Laporan evaluasi maupun pertemuan sebaiknya disusun dengan terencana

sehingga perawat tidak menyadari bahwa pelaksanaan kerjanya sedang

dianalisis.

2.2.5 Cara mengukur kinerja perawat

Menurut Nushiroh (2008), pengukuran kinerja perawat dapat

menggunakan kuesioner kinerja perawat. Kuesioner diartikan sebagai daftar yang

sudah tersusun dengan baik, sudah matang dimana responden dan interviewer

tinggal memberikan jawaban dengan memberikan tanda tanda tertentu

( Notoatmodjo, 2002 ). Hal hal yang diukur adalah :

2.2.8.1 Pendelegasian

24
2.2.8.2 Aspek pengembangan dan tanggung jawab

2.2.8.3 Komunikasi dan profesionalisme perawat

Kemudian dikatagorikan skor menurut Nursalam (2003) yaitu rentang skor

kategori yang membagi sama besar dengan rumus prosentase, adapun rumusnya

adalah :

F
P = X 100%
N

Keterangan :

P = Presentase

F = Jumlah jawaban dari sampel

N = Jumlah total jawaban

Dengan katagori sebagai berikut:

1. Kinerja baik : 76-100%

2. Kinerja cukup : 56-75%

3. Kinerja buruk : < 56%

2.2.6 Manfaat penilaian kinerja (prestasi kerja)

Manfaat penilaian kinerja dapat dijabarkan menjadi 6 hal antara lain

sebagai berikut :

2.2.6.1 Meningkatkan prestasi kerja staf, baik secara individu maupun kelompok,

dengan memberikan kesempatan pada mereka untuk memenuhi kebutuhan

aktualisasi diri dalam kerangka pencapaian tujuan pelayanan rumah sakit.

25
2.2.6.2 Peningkatan yang terjadi pada prestasi staf secara perorangan pada

gilirannya akan mempengaruhi atau mendorong SDM secara

keseluruhannya.

2.2.6.3 Merangsang minat dalam pengambangan pribadi dengan tujuan

meningkatkan hasil karya dan prestasi yaitu melalui pemberian umpan

balik terhadap prestasi mereka.

2.2.6.4 Membantu rumah sakit untuk dapat menyusun program pengembangan

dan pelatihan staf yang lebih tepat guna. Rumah sakit akan mempunyai

tenaga yang terampil untuk pengembangan pelayanan perawatan di masa

depan.

2.2.6.5 Menyediakan alat dan sarana untuk membandingkan prestasi kerja melalui

peningkatan gaji atau sistem imbalan yang baik.

2.2.6.6 Memberikan kesempatan kepada pegawai atau staf untuk menyampaikan

perasaan tentang pekerjaannya atau hal lain yang ada kaitannya melalui

jalur komunikasi dan dialog, sehingga dapat mempererat hubungan antara

atasan dan bawahan.

Dengan manfaat manfaat tersebut, siapa saja staf yang mempunyai

potensi sehingga dapat dicalonkan untuk menduduki jabatan serta tanggung jawab

yang lebih besar pada masa yang akan datang, atau mendapatkan imbalan yang

lebih baik. Bagi karyawan yang terhambat disebabkan karena kemauan, motivasi

dan sikap yang kurang baik, maka perlu diberikan pembinaan berupa teguran atau

konseling oleh atasannya secara langsung (Nursalam, 2011)

2.2.7 Evaluasi Kinerja

26
Evaluasi kinerja dilakukan untuk memberikan penilaian terhadap hasil

kerja atau prestasi kerja yang diperoleh organisasi, tim, atau individu. Dasar

evaluasi kinerja dapat dilakukan langkah untuk perbaikan kinerja di waktu yang

akan datang.

Menurut Robbins (2003) dalam Wibowo (2012) terdapat beberapa metode

yang dipergunakan dalam evaluasi individu sebagai berikut :

2.2.7.1 Writte essays

Teknik ini memberikan evaluasi kinerja dengan cara mendeskripsikan apa

yang menjadi penilaian terhadap kinerja individu, tim maupun organisasi.

2.2.7.2 Clinical insident

Teknik ini mengevaluasi perilaku yang menjadi kunci dalam membuat

perbedaan antara menjalankan pekerjaan secara efektif dengan tidak efektif.

2.2.7.3 Graphic rating scales

Teknik ini merupakan metode evaluasi dimana evaluator membuat

peringkat faktor kinerja dalam skala incremental.

2.2.7.4 Behaviorally anchored rating scales

Teknik ini merupakan pendekatan skala yang mengkombinasi elemen

utama dari critical incident dan graphic rating scale. Penilai membuat peringkat

pekerja berdasarkan butir-butir sepanjang kontinum, tetapi titiknya adalah contoh

perilaku aktual pada pekerjaan tertentu daripada deskripsi umum atau sifat.

2.2.7.5 Group order ranking

Teknik ini merupakan metode evaluasi yang menempatkan pekerja

kedalam klasifikasi tertentu, seperti quartiles.

27
2.2.7.6 Individual ranking

Teknik ini merupakan suatu metode evaluasi yang menyusun/ rank order

pekerja dari terbaik ke terburuk.

2.2.7.7 Paired comparison

Teknik ini merupakan metode evaluasi yang membandingkan masing-

masing pekerja lain dan menyusun peringkat berdasarkan pada jumlah nilai

superior yang dicapai pekerja.

2.3 Konsep Pelaksanaan Model Praktik Keperawatan Profesional

2.3.1 Pengertian

Hoffart dan Woods (1960) dalam Sitorus (2006), mendefinisikan Model

Praktik Keperawatan Profesional (MPKP) sebagai sebuah sistem (struktur, proses,

dan nilai professional) yang memungkinkan perawat professional mengatur

pemberian asuhan keperawatan dan mengatur lingkungan tempat pemberian

asuhan tersebut sebagai upaya untuk meningkatkan mutu asuhan keperawatan,

sehingga perawat juga merasa betah bekerja di rumah sakit (magnet hospital).

Model ini mempunyai tiga komponen utama yaitu komponen primer,

struktur keperawatan terdesentralisasi dan kolaborasi antar disiplin dan sebagai

komponen penunjang adalah kompensasi dan penghargaan (Tukimin, 2005).

Pengembangan MPKP merupakan salah satu bentuk dalam penataan

sistem pemberian layanan keperawatan. Model ini sangat menekankan pada

profesionalisme keperawatan yang memiliki lima aspek penting dalam

28
pelaksanaannya yaitu pendekatan manajemen (management approach), sistem

kompensasi dan penghargaan (compensatory reward), hubungan profesional

(professional relationship), metode pemberian asuhan keperawatan, monitoring

dan evaluasi pelaksanaan MPKP (Modul MPKP Jiwa, 2006)

2.3.2 Pendekatan manajemen

Di ruang MPKP pendekatan manajemen diterapkan dalam bentuk fungsi

manajemen yang terdiri dari :

2.3.2.1 Perencanaan (planning)

Kegiatan perencanaan yang dipakai di ruang MPKP meliputi perumusan

visi, misi, filosofi dan kebijakan. Untuk jenis perencanaannya adalah perencanaan

jangka pendek yang meliputi rencana kegiatan harian, bulanan dan tahunan.

2.3.2.2 Pengorganisaisan (organizing)

Pengorganisasian di ruang MPKP terdiri dari :

1. Struktur Organisasi

Struktur organisasi adalah susunan komponen-komponen dalam suatu

organisasi. Pada pengertian struktur organisasi menunjukkan adanya pembagian

kerja dan menunjukkan bagaimana fungsi-fungsi atau kegiatan yang berbeda-beda

diintegrasikan atau dikoordinasikan. Struktur organisasi juga menunjukkan

spesialisasi pekerjaan.

2. Daftar Dinas Ruangan

Daftar yang berisi jadwal dinas, perawat yang bertugas dan penanggung

jawab dinas/shift.

3. Daftar Pasien

29
Daftar pasien adalah daftar yang berisi nama pasien, nama dokter, nama

perawat dalam tim, penanggung jawab pasien, dan alokasi perawat saat

menjalankan dinas tiap shift.

2.3.3 Pengarahan pelayanan keperawatan (directing)

Di ruangan MPKP pengarahan ditetapkan dalam bentuk kegiatan-kegiatan

sebagai berikut :

2.3.3.1 Menciptakan budaya motivasi

Di ruang MPKP penciptaan iklim motivasi dengan cara mewujudkan

budaya pemberian reinforcement positif, doa bersama sebelum melakukan

kegiatan, dan memanggil staf secara periodik untuk mengenal masalah setiap

personil secara mendalam dan membantu penyelesaiannya.

2.3.3.2 Manajemen waktu : rencana harian

Dalam MPKP manajemen waktu diterapkan dalam bentuk penerapan

rencana kerja harian yaitu suatu bentuk perencanaan kerja melalui jadwal kerja

yang disusun secara berurutan dan disusun sebelum pekerjaan tersebut

dilaksanakan.

2.3.3.3 Komunikasi efektif melalui kegiatan :

1. Operan antar shift

Serah terima antara shift pagi, sore dan malam. Operan dari dinas malam

ke dinas pagi dan dari dinas pagi ke dinas sore dipimpin oleh kepala ruangan,

sedangkan operan dari dinas sore ke dinas malam dipimpin oleh penanggung

jawab shift sore.

30
2. Pre conference tim

Komunikasi Ketua Tim dan Perawat Pelaksana dilakukan setelah operan

untuk rencana kegiatan shift tersebut, yang dipimpin oleh ketua tim atau

penanggung jawab tim. Isi pre conference adalah recana tiap perawat (rencana

harian), dan tambahan rencana dari ketua tim atau penanggung jawab tim.

3. Post conference tim

Komunikasi Ketua Tim dan Perawat Pelaksana tentang hasil kegiatan

sepanjang shift dan sebelum operan kepada shift berikut . Isi post conference

adalah hasil asuhan keperawatan tiap perawat dan hal penting untuk operan

(tindak lanjut). Post conference dipimpin ketua tim atau penanggung jawab tim.

4. Manajemen konflik

Upaya mengatasi konflik yang diterapkan di MPKP adalah upaya yang

win-win solution. Suatu upaya berkolaborasi antar staf menjadi prioritas utama

dalam menyelenggarakan pengelolaan ruangan MPKP.

Pendekatan penyelesaian konflik yang ditempuh adalah dengan

pendekatan penyelesaian masalah (problem solving) yang meliputi :

a. Mengidentifikasi akar permasalahan yang terjadi dengan melakukan

klarifikasi pada pihak yang berkonflik.

b. Mengidentifikasi penyebab timbulnya konflik.

c. Mengidentifikasikan dan memilih alternatif-alternatif penyelesaian yang

mungkin diterapkan.

d. Menerapkan solusi pilihan.

e. Mengevaluasi perbedaan konflik.

31
5. Pendelegasian dan supervisi

a. Supervisi

Supervisi dilakukan oleh perawat yang memiliki kompetensi, baik dalam

manajemen maupun asuhan keperawatan serta menguasai pilar profesionalisme

yang diterapkan di MPKP (Sugiharto, et al, 2009). Untuk itu, pengawasan

berjenjang dilakukan sebagai berikut :

1) Kepala seksi keperawatan atau konsultan melakukan pengawasan terhadap

kepala ruangan, ketua tim, dan perawat pelaksana.

2) Kepala ruangan melakukan pengawasan terhadap ketua tim dan perawat

pelaksana.

3) Ketua tim melakukan pengawasan terhadap perawat pelaksana.

b. Delegasi

Delegasi dilaksanakan di MPKP dalam bentuk pendelegasian tugas oleh

kepala ruangan kepada ketua tim, ketua tim kepada perawat pelaksana. Prinsip

prinsip dalam pendelegasian tugas di MPKP yaitu :

1) Pendelegasian tugas terencana harus menggunakan format pendelegasian

tugas.

2) Personil yang menerima pendelegasian tugas adalah personil yang

berkompeten dan setara dengan kemampuan yang digantikan tugasnya.

3) Pejabat yang mengatur pendelegasian tugas wajib memonitor pelaksanaan

tugas dan menjadi rujukan bila ada kesulitan yang dihadapi.

32
4) Setelah selesai pendelegasian dilakukan searah terima tugas yang sudah

dilaksanakan dan hasilnya.

2.3.4 Pengendalian mutu pelayanan keperawatan (controlling)

Pada MPKP kegiatan pengendalian diterapkan dalam bentuk kegiatan :

2.3.4.1 Indikator mutu umum, meliputi

2.3.4.2 Perhitungan lama hari rawat (BOR).

2.3.4.3 Perhitungan rata-rata lama di rawat (ALOS).

2.3.4.4 Perhitungan lama tempat tidur tidak terisi (TOL).

2.3.4.5 Indikator mutu rumah sakit, meliputi :

1. Kasus cidera.

2. Infeksi nosokomial.

2.3.4.6 Kondisi pasien, meliputi :

1. Audit dokumentasi asuhan keperawatan.

2. Survei masalah baru.

3. Kepuasan pasien dan keluarga.

4. Penilaian kemampuan pasien dan keluarga.

2.3.4.7 Kondisi SDM (sumber daya manusia), meliputi :

1. Kepuasan tenaga kesehatan : perawat, dokter.

2. Penilaian kinerja perawat.

2.3.5 Sistem kompensasi dan penghargaan

Seorang perawat akan mampu memberikan pelayanan dan asuhan

keperawatan yang profesional apabila perawat tersebut sejak awal bekerja

diberikan program pengembangan staf yang terstruktur.

33
Pengembangan sumber daya manusia (SDM) digambarkan sebagai suatu

proses pengelolaan motivasi staf hingga dapat bekerja secara produktif. Hal ini

juga merupakan penghargaan bagi profesi keperawatan karena melalui

manajemen SDM yang baik maka perawat mendapatkan kompensasi berupa

penghargaan (compensatory reward) sesuai dengan apa yang telah dikerjakan.

Manajemen SDM di ruang MPKP berfokus pada proses rekruitmen,

seleksi, kontrak kerja, orientasi, penilaian kerja, dan pengembangan staf perawat.

2.3.6 Hubungan profesional (professional relationship)

Pada pelaksanaan hubungan profesional bisa saja terjadi secara internal

(perawat-perawat, perawat-dokter, perawat-tim kesehatan lainnya), sedangkan

secara eksternal (perawat-pasien, perawat-keluarga pasien).

Hubungan profesional yang terjadi di ruang MPKP biasanya dilakukan

dalam kegiatan, seperti rapat perawat ruangan, case conference, rapat tim

kesehatan, dan visite dokter.

2.3.7 Metode pemberian asuhan keperawatan

Menurut Marquis dan Huston (1998) dalam Nursalam (2011) pemberian

asuhan keperawatan terdapat empat model yaitu:

2.3.7.1 Model fungsional (bukan model MPKP)

Metode fungsional dilaksanakan oleh perawat dalam pengelolaan asuhan

keperawatan sebagai pilihan utama pada saat perang dunia kedua.

1. Kelebihan model fungsional yaitu manajemen klasik yang menekankan

efisiensi, pembagian tugas yang jelas dan pengawasan yang baik, sangat baik

untuk rumah sakit yang kekurangan tenaga, perawat senior menyibukkan diri

34
dengan tugas manajerial, sedangkan perawatan pasien diserahkan kepada

perawat junior.

2. Kelemahan model fungsional yaitu tidak memberikan kepuasan kepada pasien

maupun perawat. Pelayanan keperawatan terpisah-pisah tidak dapat

menerapkan proses keperawatan, dan persepsi perawat cenderung kepada

tindakan yang berkaitan dengan ketrampilan saja.

2.3.7.2 Model Kasus.

1. Perawat bertanggung jawab terhadap asuhan pasien tertentu.

2. Rasio 1:1 perawat-pasien.

3. Pasien dirawat oleh perawat yang berbeda untuk setiap shift dan tidak ada

jaminan bahwa pasien akan dirawat oleh perawat yang sama pada hari

berikutnya. Umumnya dilakukan untuk perawatan privat atau untuk perawatan

khusus.

4. Setiap perawat ditugaskan untuk melayani seluruh kebutuhan pasien.

5. Kelebihan manajemen kasus yaitu perawat lebih memahami kasus per kasus

dan sistem evaluasi dari manajerial jadi lebih mudah.

6. Kelemahan manajemen kasus yaitu belum dapatnya diidentifikasi perawat

penanggung jawab, perlu tenaga perawat yang banyak dengan kemampuan

dasar yang sama.

35
Kepala ruangan

Staf perawat Staf perawat


Staf perawat

Pasien/klien Pasien/klien Pasien/klien

Gambar 2.2

Metode Pemberian Asuhan Keperawatan

Case Nursing

2.3.7.3 Model tim

1. Berdasarkan pada kolompok filosofi tertentu.

2. Enam sampai tujuh perawat dan perawat associate bekerja sebagai suatu tim

yang disupervisi oleh ketua tim.

3. Metode ini menggunakan tim yang terdiri dari anggota yang berbeda-beda

dalam memberikan asuhan keperawatan kepada kelompok pasien. Perawat

ruangan dibagi menjadi 2-3 tim yang terdiri dari tenaga profesional, teknikal,

dan pembantu dalam suatu kelompok kecil yang saling bekerja sama.

36
4. Kelebihan model keperawatan tim yaitu memungkinkan pelayanan

keperawatan yang menyeluruh, mendukung pelaksanaan proses keperawatan,

dan memungkinkan komunikasi antar tim.

5. Kelemahan model keperawatan tim

Komunikasi antar anggota tim terbentuk terutama dalam bentuk konfrensi tim

yang biasanya membutuhkan waktu dimana sulit untuk melaksanakan pada

waktu-waktu sibuk.

6. Konsep metode tim yaitu ketua tim sebagai perawat profesional harus mampu

menggunakan berbagai tehnik kepemimpinan. Pentingnya komunikasi yang

efektif agar kontinuitas rencana keperawatan terjamin. Anggota tim harus

menghargai kepemimpinan ketua tim. Peran kepala ruangan penting dalam

model tim, model tim akan berhasil baik bila didukung oleh kepala ruangan.

7. Tanggung jawab anggota tim yaitu memberikan asuhan keperawatan dibawah

tanggung jawabnya, kerjasama antar tim dan anggota tim, dan memberikan

laporan.

8. Tanggung jawab ketua tim yaitu membuat perencanaan, membuat penugasan,

supervisi dan evaluasi, mengetahui kondisi pasien dan dapat menilai tingkat

kebutuhan pasien, mengembangkan kemampuan anggota dan

menyelenggarakan konferensi.

37
Kepala ruangan

Ketua Tim Ketua Tim Ketua Tim

Staf perawat Staf perawat Staf perawat

pasien pasien pasien

Gambar 2.3

Metode Pemberian Asuhan Keperawatan

Team Nursing

38
2.3.7.4 Model primer

1. Berdasarkan pada tindakan komprehensif.

2. Perawat bertanggung jawab terhadap semua aspek pengetahuan.

3. Rasio 1:4/1:5 perawat : pasien.

4. Kelebihan model keperawatan primer yaitu bersifat kontinuitas dan

komprehensif, perawat primer mendapatkan akuntabilitas yang tinggi terhadap

hasil.

5. Kelemahan model keperawatan primer yaitu hanya dapat dilakukan oleh

perawat yang berpengalaman dan berpengatahuan yang memadai dengan

kriteria asertif, self direction, kemampuan mengambil keputusan yang tepat,

dan menguasai keperawatan klinik.

6. Konsep dasar model keperawatan primer yaitu ada tanggung jawab dan

tanggung gugat, ada otonomi, dan ketertiban pasien dan keluarga.

7. Tugas perawat primer yaitu menerima dan mengkaji kebutuhan pasien,

membuat tujuan dan rencana keperawatan, melaksanakan rencana yang telah

dibuat, mengorganisasikan, mengkoordinasikan pelayanan yang diberikan, dan

mengevaluasi keberhasilan yang dicapai.

8. Peran kepala ruangan dalam metode primer yaitu sebagai konsultan dan

pengendalian mutu, orientasi tenaga baru, menyusun jadwal dinas, evaluasi

kerja, dan merencanakan pengembangan staf.

9. Keuntungan utama yaitu memuaskan pasien dan perawat.

39
2.3.7.5 Model tim primer

Asuhan keperawatan tim primer merupakan kombinasi dari kedua model

yaitu model tim dan model primer yang kemudian disebut model tim-primer

(primary team). Menurut Ratna Sitorus (2005) dalam Nursalam (2011) penerapan

sistem model MPKP ini didasarkan pada beberapa alasan yaitu:

1. Model keperawatan primer tidak digunakan secara murni karena PP harus

memiliki latar belakang S1 keperawatan atau setara S1

2. Model keperawatan tim primer tidak digunakan secara murni karena tanggung

jawab asuhan keperawatan pasien menjadi tanggung jawab tim.

3. Melalui kombinasi kedua model tersebut diharapkan kontinuitas asuhan

keperawatan terdapat pada tim-primer.

Kepala ruangan

PP 1 PP 1 PP 1 PP 1

PA PA
PA PA

PA PA
PA PA

7-8 7-8 7-8 7-8


Pasien Pasien Pasien Pasien

40
Gambar 2.4

Sistem Pemberian Asuhan Keperawatan

Primary Team Modifikasi

2.3.8 Monitoring dan Evaluasi MPKP

Monitoring dan evaluasi merupakan langkah pemantuan terhadap aktivitas

organisasi agar organisasi mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Langkah

monitoring dan evaluasi diterapkan dalam bentuk supervisi semua aktivitas MPKP

secara berkala yang dilanjutkan dengan pemberian masukan agar MPKP dapat

benar-benar menunjukkan kinerja profesional.

Monitoring dan evaluasi diterapkan di MKPK dalam bentuk penilaian

yang dilakukan terhadap perawat (penilaian terhadap pengatahuan dan

pemahaman, dan kinerja), pasien dan keluarga (penilaian kemampuan).

2.4 Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan Perawat Dengan Kinerja

Perawat Dalam Pelaksanaan MPKP.

MPKP merupakan salah satu bentuk sistem pemberian pelayanan

keperawatan yaitu dengan menekankan pada kualitas kinerja perawat yang berfokus

pada profesionalisme keperawatan. Perawat profesional merupakan inti dari sistem

layanan kesehatan, dan perawat yang memiliki tingkat pengetahuan yang baik

merupakan prasyarat utama dalam menjalankan sistem pelayanan kesehatan.

41
Tingkat kinerja dan kualitas penerapan MPKP salah satunya bergantung pada

tingkat pengetahuan dari seorang perawat tersebut yang akan menstimulasi mereka

untuk bekerja sesuai standar, cerdas dan fleksibel.

Masukin faktor yang mempengaruhi pengetahuan

Tingkat pengetahuan dari seorang perawat dapat dipastikan mempunyai

pengaruh dalam pelaksanaan kinerja.

Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kinerja faktor eksternal

dan eksternal

2.5 Kerangka Konsep

Kerangka konsep adalah suatu hubungan atau kaitan antara konsep satu

dengan konsep yang lainnya dari masalah yang ingin diteliti (Setiadi, 2007). Dari

masalah dan teori yang disebutkan sebelumnya, maka dapat disusun kerangka

konsep seperti berikut:

42
Kinerja perawat dalam
pelaksanaan MPKP

Faktor Internal Faktor Eksternal


1. Kemampuan individu 1. Supervisi
2. Gaya kepemimpinan
2. Motivasi

Faktor Internal Faktor Eksternal


1. Kematangan pribadi
2. Tingkat Pengetahuan 1. Kondisi lingkungan kerja
3. Keinginan dan harapan 2. Kompensasi yang
pribadi memadai
4. Kebutuhan 3. Supervisi yang baik
5. Kelelahan dan kebosanan 4. Jaminan karir
6. Kepuasan kerja (penghargaan atas
prestasi)
5. Status dan tanggung
jawab
6. Peraturan yang fleksibel

Keterangan :

: Variabel yang diteliti

: Variabel yang tidak diteliti

: Alur Konsep

Gambar 2.5

Kerangka konsep Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan Dengan Kinerja Perawat

Dalam Pelaksanaan Model Praktik Keperawatan Profesional ( MPKP )

43
Kinerja adalah hasil kerja yang secara kualitas dan kuantitas yang dicapai

oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung

jawab yang diberikan kepadanya ( Mangkunegara, 2009 ). Ada beberapa faktor

yang dapat mempengaruhi kinerja menurut Wijono dalam Darma (2012) yaitu

faktor internal (kemampuan dan motivasi) dan eksternal (supervisi dan gaya

kepemimpinan). Dalam hal ini motivasi merupakan salah satu faktor yang

mempengaruhi kinerja perawat.

Dapat dipastikan motivasi mempengaruhi kinerja, walaupun motivasi

bukan satu-satunya faktor yang mempengaruhi kinerja perawat dalam pelaksanaan

MPKP.

MPKP merupakan salah satu bentuk sistem pemberian pelayanan keperawatan

yaitu dengan menekankan pada kualitas kinerja perawat yang berfokus pada

profesionalisme keperawatan. Perawat profesional merupakan inti dari sistem

layanan kesehatan, dan perawat yang memiliki motivasi baik merupakan prasyarat

utama dalam menjalankan sistem pelayanan kesehatan. Tingkat kinerja dan

kualitas penerapan MPKP bergantung pada motivasi perawat yang akan

menstimulasi mereka untuk bekerja sesuai standar, cerdas dan fleksibel.

2.6 Hipotesis Penelitian

Hipotesis adalah jawaban sementara dari rumusan masalah atau pertanyaan

penelitian ( Nursalam, 2013 ). Berdasarkan rumusan masalah yang telah dipaparkan

maka dapat diambil suatu hipotesis yaitu ada hubungan antara motivasi dengan

44
kinerja perawat dalam pelaksanaan model praktik keperawatan professional

(MPKP) .

45

Anda mungkin juga menyukai