Anda di halaman 1dari 2

Sebelum memulai untuk membahas tentang konflik keagenan, ada baiknya

kita mencari tahu terlebih dahulu apa yang dimaksud dengan teori keagenan
(agency theory). Menurut
https://bungrandhy.wordpress.com/2013/01/12/teori-keagenan-agency-
theory/ , Teori keagenan mendeskripsikan hubungan antara pemegang saham
(shareholders) sebagai prinsipal dan manajemen sebagai agen. Manajemen merupakan
pihak yang dikontrak oleh pemegang saham untuk bekerja demi kepentingan
pemegang saham. Karena mereka dipilih, maka pihak manejemen harus
mempertanggungjawabkan semua pekerjaannya kepada pemegang saham.

Seperti yang dijelaskan oleh Jensen dan Meckling (1976), hubungan keagenan
sebagai Hubungan keagenan merupakan suatu kontrak dimana satu atau lebih orang
(prinsipal) memerintah orang lain (agen) untuk melakukan suatu jasa atas nama
prinsipal serta memberi wewenang kepada agen membuat keputusan yang terbaik bagi
principal. Jika kedua belah pihak tersebut mempunyai tujuan yang sama untuk
memaksimumkan nilai perusahaan, maka diyakini agen akan bertindak dengan cara
yang sesuai dengan kepentingan prinsipal.

Selanjutnya, pengertian dari konflik keagenan (agency problem) itu sendiri,


menurut https://en.wikipedia.org/wiki/Principal%E2%80%93agent_problem ,
terjadi ketika satu orang atau badan ( "agen") mampu membuat keputusan
atau dampak, dengan mengatasnamakan orang lain atau badan yang
memberinya kewenangan ("prinsipal") Masalah ini berada pada keadaan di
mana agen termotivasi untuk bertindak dalam kepentingan terbaik bagi
mereka sendiri, yang bertentangan dengan kepentingan orang-orang yang
memberikan kewenangan pada mereka, dan merupakan contoh moral
hazard. Masalah muncul ketika kedua belah pihak memiliki kepentingan yang
berbeda dan memiliki asymmetric infromation (dimana agen memiliki
informasi yang lebih), sehingga prinsipal tidak bisa langsung memastikan
bahwa agen selalu bertindak sesuai kepentingan terbaik mereka, terutama
ketika kegiatan yang berguna untuk prinsipal menghabiskan biaya yang
besar untuk si agen, dan ketika unsur-unsur yang dapat diawasi dari agen
oleh prinsipal juga menghabiskan biaya yang besar.

Lalu yang terakhir, definisi dari Corporate Governance (CG) itu sendiri, yang menurut
https://id.wikipedia.org/wiki/Tata_kelola_perusahaan , adalah rangkaian proses, kebiasaan,
kebijakan, aturan, dan institusi yang memengaruhi pengarahan, pengelolaan, serta pengontrolan
suatu perusahaan atau korporasi. Tata kelola perusahaan juga mencakup hubungan antara
para pemangku kepentingan (stakeholder) yang terlibat serta tujuan pengelolaan perusahaan.
Pihak-pihak utama dalam tata kelola perusahaan adalah pemegang saham, manajemen, dan dewan
direksi. Pemangku kepentingan lainnya termasuk karyawan, pemasok, pelanggan, bank dan kreditor
lain, regulator, lingkungan, serta masyarakat luas.

Dengan mengacu pada definisi-definisi tersebut, maka kita dapat menarik


kesimpulan akar permasalahan pada kasus Bank Mandiri yaitu antara lain ;
Prinsip-prinrip dalam Good Corporate Governance (GCG) tersebut
belum dijalankan dengan baik, seperti pada prinsip accountability

Anda mungkin juga menyukai