Anda di halaman 1dari 2

Cegah Bhineka Tunggal Tunggeul

Keragaman budaya, suku, agama dan ras dipersatukan dalam suatu negara yang bernama
Indonesia. Perjalanan sejarah yang panjang sejak perkumpulan pemuda dari berbagai daerah yang
dikenal dengan Jong Minahasa, Jong Ambon, Jong Sumatranen Bond, Jong Pasundan dan lain
sebagainya. Kemudian puncaknya ketika di ikrarkan Sumpah Pemuda dalam kongres pemuda II di
Jakarta pada 27-28 Oktober 1926. Sempat terlintas dalam pikiran, bagaimana perbedaan tersebut
dapat bersatu. Namun bukan menjadi suatu tantangan bagi para pendiri bangsa ini (pemuda),
melainkan menjadi suatu anugerah yang melahirkan beberapa momentum bersejarah yang kelak
menjadi semboyan bangsa Indonesia yaitu Bhineka Tunggal Ika yang berarti berbeda-beda tapi satu.
Semboyan tersebut mengingatkan keberagaman bukan menjadi masalah besar. Terbukti dari
para pemuda yang menjunjung tinggi Indonesia sebagai tanah air, menjadikan Bahasa Indonesia
sebagai Bahasa persatuan dan berbangsa satu yaitu bangsa Indonesia. Konsep ini memang tidak jauh
halnnya seperti para ulama-ulama Indonesia yang menjunjung tinggi akan cinta tanah air, cinta
keberagaman dan cinta akan pemerintahan serta agama.
Tak luput dari munculnya berbagai agama di Indonesia yang berkembang pada awalnya yaitu
Hindu-Buddha, Islam, Kristen, dan Konghucu. Setiap agama menghendaki adanya persatuan dan
kesatuan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Munculnya faham-faham yang ingin meruntuhkan
demokrasi dengan konsep khilafah yang nyatanya mendiskreditkan agama islam. Belakangan ini baru
lahir kembali pemahaman kaum kiri untuk melawan konsep akan khilafah tersebut yang sama-sama
menginginkan runtuhnya sistem demokrasi.
Khilafah bermetamorfosis menjadi kaum kanan yang reaksioner dan radikal begitupun halnya
kaum kiri. Kehadiran mereka menghendaki adanya pemecah belahan bangsa melalui taburan-taburan
informasi yang mengandung propaganda suatu ideologi melalui media sosial. Propaganda tersebut
dilancarkan demi terwujudnya kekisruhan antar masyarakat dengan mengangkat SARA. Seperti yang
kita ketahui bersama pada tahun 2016 sempat ramai di media pemberitaan mengenai bom sarinah,
pemboman di markas resort kota Surakarta, bom bunuh diri di gereja katolik Satasi Santo Yosep, bom
Molotov di Oikumene Samarinda, bom Molotov di Vihara Budi Dharma, sampai pembubaran
kegiatan Kebaktian Kebangunan Rohani (KKR) di Bandung bahkan sampai mempropaganda
masyarakat muslim agar membenci umat non-muslim. Melawan bukanlah solusi yang paling paten
namun kita coba untuk memupuk kembali nilai-nilai falsafah bangsa dan menegakan pilar-pilar
kebangsaan yaitu UUD 1945, NKRI dan Bhineka Tunggal Ika. Melalui pemahaman yang lebih dan
mengamalkan nilai-nilai falsafah bangsa maka Bhineka Tunggal Teunggeul atau secara harfiah
dapat diartikan Bhineka yang memicu huru-hara bisa dihindarkan.
Hati-hati dengan setiap informasi jangan sampai terlibat bersama para kaum kafir yang
mengkafirkan orang lain. Alangkah lebih baiknya kita terlebih dahulu mendalami agama secara
menyeluruh pada orang yang tepat karena pada dasarnya syaitan selalu hadir dan menjerumuskan
setiap orang yang tidak memiliki arah dan tujuan jelas khususnya dalam hal sistem ketatanegaraan.
Propaganda era globalisasi bukan sekedar mengajak secara langsung melainkan melalui media supaya
cepat dikonsumsi masyarakat secara progresif yang hasilnya mengakibatkan perpecahan yang begitu
luar biasa. Berikut cara menganalisis media berdasarkan pusat media damai Indonesia. Metode
analisis data ini sering disebut medode COPS yaitu :
1. Contect (konteks), dengan mengenali berita sesuai konteksnya
2. Opinion (opini), melakukan pemisahan dengan fakta pada berita
3. Persfective (persfektif), menganalisis cara pandang pemberitaannya
4. Sources (sumber), membandingkan dengan sumber-sumber lainnya.
Metode Analisis lainnya pun tidak jauh berbeda yaitu :
1. Analisis isi (Kualitas dari apa yang diberitakan oleh media)
2. Analisis Wacana (Teks, konten dan kognisi sosial)
3. Analisis Semiotika (Tanda/symbol mengenai makna, kesan dan persepsi dari symbol)
4. Analisis Framing (Penghubungan berita dengan kepentingan pembuat)
Semoga tips tersebut bisa mengarahkan kepada makna semboyan yang seutuhnya bukan lagi
bhineka tunggal teunggeul (kisruh/huru-hara) dan lebih bijak lagi dalam menggunakan media.
Sadulur, salembur, panceg dina galur!
Akur sadudulur
#salamdamaiindonesiaku
(YS)

Anda mungkin juga menyukai