Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

Hak cipta adalah hak eksklusif atau yang hanya dimiliki si Pencipta atau
Pemegang Hak Cipta untuk mengatur penggunaan hasil karya atau hasil olah gagasan
atau informasi tertentu. Pada dasarnya, hak cipta merupakan "hak untuk menyalin
suatu ciptaan" atau hak untuk menikmati suatu karya. Hak cipta juga sekaligus
memungkinkan pemegang hak tersebut untuk membatasi pemanfaatan, dan mencegah
pemanfaatan secara tidak sah atas suatu ciptaan. Mengingat hak eksklusif itu
mengandung nilai ekonomis yang tidak semua orang bisa membayarnya, maka untuk
adilnya hak eksklusif dalam hak cipta memiliki masa berlaku tertentu yang terbatas.

WIPO (World Intellectual Property Organization) mengatakan copyright is


legal from describing right given to creator for their literary and artistic works. Yang
artinya hak cipta adalah terminologi hukum yang menggambarkan hak-hak yang
diberikan kepada pencipta untuk karya-karya mereka dalam bidang seni dan sastra.
Imam Trijono berpendapat bahwa hak cipta mempunyai arti tidak saja si pencipta dan
hasil ciptaannya yang mendapat perlindungan hukum, akan tetapi juga perluasan ini
memberikan perlindungan kepada yang diberi kepada yang diberi kuasa pun kepada
pihak yang menerbitkan terjemah daripada karya yang dilindungi oleh perjanjian ini.

Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta,


berbunyi Hak cipta adalah hak eksklusifpencipta yang timbul secara otomatis
berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata
tanpa mengurangi pembatasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.

Page 1 of 20
BAB II

PEMBAHASAN

A. SEJARAH HAK CIPTA

Hak Cipta merupakan terjemahan dari copyright dalam bahasa Inggris (secara
harfiah artinya "hak salin"). Copyright diciptakan sejalan dengan penemuan mesin
cetak. Sebelum penemuan mesin ini oleh Gutenberg, proses untuk membuat salinan
dari sebuah karya tulisan memerlukan tenaga dan biaya yang hampir sama dengan
proses pembuatan karya aslinya.1 Namun setelah di temukannya mesin cetak oleh J.
Guetenberg pada pertengahan abad ke-15, maka terjadilah perubahan dalam waktu
yang pendek serta dengan biaya yang lebih ringan, sehingga perdagangan buku
menjadi meningkat.

Di bidang hak cipta perlindungan mulai diberikan di Inggris pada tahun 1557
kepada perusahaan alat tulis dalam hal penerbitan buku. Dalam akhir abad ke-17 para
pedagang dan penulis menentang kekuasaan yang diperoleh para penerbit dalam
penerbitan buku, dan menghendaki dapatnya ikut serta dan untuk menikmati hasil
ciptaannya dalam bentuk buku. Sebagai akibat ditemukanya mesin cetak yang
membawa akibat terjadinya perubahan masyarakat maka dalam tahun 1709 parlemen
Inggris menerbitkan Undang-undang Anne (The Statute of Anne). Tujuan undang-
undang tersebut adalah untuk mendorong learned men to compose and write useful
work.Dalam Tahun 1690, John Locke mengutarakan dalam bukunya Two Treatises
on Civil Government bahwa pengarang atau penulis mempunyai hak dasar (natural
right) atas karya ciptanya. Selain itu, peraturan tersebut juga mengatur masa berlaku
hak eksklusif bagi pemegang copyright, yaitu selama 28 tahun, yang kemudian
setelah itu karya tersebut menjadi milik umum yang bisa dimanfaatkan siapa saja
secara bebas.

Adapun perkembangan di Belanda dengan Undang-Undang tahun 1817, hak


cipta (Kopijregt) tetap berada pada penerbit, baru dengan Undang-Undang Hak Cipta
tahun 1881 hak khusus pencipta (uitsuitendrecht van de maker) sepanjang mengenai
pengumuman dan perbanyakan memperoleh pengakuan formal dan materiil. Dalam
tahun 1886 terciptalah Konvensi Bern untuk perlindungan karya sastra dan seni, suatu
pengaturan yang modern di bidang hak cipta. Kehendak untuk ikut serta dalam
Konvensi Bern, merupakan dorongan bagi Belanda terciptanya Undang-Undang Hak
Cipta Tahun 1912 (Auteurswet 1912).

Berne Convention for the Protection of Artistic and Literary Works


("Konvensi Bern tentang Perlindungan Karya Seni dan Sastra" atau "Konvensi Bern")

1 Harris Munandar dan Sally Sitanggang, Mengenal HAKI (Hak Kekayaan


Intelektual : Hak Cipta, Paten, Merek dan Seluk- beluknya), hlm.21

Page 2 of 20
pada tahun 1886 merupakan ketentuan hukum internasional yang pertama mengatur
masalah copyright antara negara-negara berdaulat. Dalam konvensi ini, copyright
diberikan secara otomatis kepada si pembuat karya cipta, dan pengarang atau pembuat
tidak harus mendaftarkan karyanya untuk mendapatkan copyright. Segera setelah
sebuah karya dicetak atau disimpan dalam satu media, si pengarang otomatis
mendapatkan hak eksklusif copyright terhadap karya tersebut dan juga terhadap karya
derivatif atau turunannya (karya- karya lain yang dibuat berdasarkan karya pertama),
hingga si pengarang secara eksplisit menyatakan sebaliknya atau hingga masa berlaku
copyright tersebut sudah habis. (Ibid.,)

Sejarah Perkembangan Perlindungan Hak Cipta di Indonesia

a. Perkembangan pengaturan hak cipta sebelum TRIPs Agreement di Indonesia

Sejak tahun 1886, di kalangan negara-negara di kawasan barat Eropa telah


diberlakukan Konvensi Bern, yang ditujukan bagi perlindungan ciptaan-ciptaan di
bidang sastra dan seni. Kecenderungan negara-negara Eropa Barat untuk menjadi
peserta pada Konvensi ini, hal ini yang mendorong kerajaan Belanda untuk
memperbaharui undang-undang hak ciptanya yang sudah berlaku sejak 1881 10
dengan suatu undang-undang hak cipta baru pada tanggal 1 November tahun 1912,
yang dikenal dengan Auteurswet 1912. Tidak lama setelah pemeberlakuan undang-
undang ini, kerajaan Belanda mengikatkan diri pada Konvensi Bern 1886.

Secara yuridis formal Indonesia diperkenalkan dengan masalah hak cipta pada
tahun 1912, yaitu pada saat diundangkannya Auteurswet (Wet van 23 September
1912, Staatblad 1912 Nomor 600), yang mulai berlaku 23 September 1912. 2 Setelah
Indonesia merdeka, ketentuan Auteurswet 1912 ini kemudian masih dinyatakan
berlaku sesuai dengan ketentuan peralihan yang terdapat dalam Pasal II Aturan
Peralihan Undang-Undang Dasar 1945, Pasal 192 Konstitusi Sementara Republik
Indonesia Serikat dan 10 Undang- Undang Hak Cipta Belanda ini merupakan
pembaharuan dari undang- undang hak cipta yang berlaku sebelumnya pada tahun
1817; sebelum tahun ini undang- undang hak cipta yang lebih awal mendahuluinya
yang merupakan undang- undang hak cipta pertama di Belanda diundangkan tahun
1803. Dengan demikian, baru setelah mempunyai undang- undang hak cipta nasional
selama 110 tahun, Belanda menjadi peserta Konvensi Bern 1886.Pasal 142 Undang-
Undang Dasar Sementara 1950. Pemberlakuan Auteurswet 1912 ini sudah barang
tentu bersifat sementara. Pada tahun 1958, Perdana Menteri Djuanda menyatakan
Indonesia keluar dari Konvensi Bern dan menyatakan semua ketentuan hukum
tentang hak cipta tidak berlaku lagi, agar para intelektual Indonesia bisa
memanfaatkan hasil karya, cipta, dan karya asing tanpa harus membayar royalti.
Dengan pertimbangan agar tidak menyulitkan Indonesia dalam pergaulan masyarakat
internasional, sikap itu ditinjau kembali setelah Orde Baru berkuasa. Ketentuan lama

2 Rachmadi Usman, Hukum Hak atas Kekayaan Intelektual: Perlindungan dan


Dimensi Hukumnya di Indonesia, PT Alumni, Bandung, 2003, hlm. 56

Page 3 of 20
zaman Belanda tentang hak cipta, yakni Auteurswet 1912 berlaku lagi. Setelah 37
tahun Indonesia merdeka, Indonesia sebagai negara berdaulat mengundangkan suatu
Undang-Undang nasional tentang Hak Cipta, tepatnya tanggal 12 April 1982,
pemerintah Indonesia memutuskan untuk mencabut Auteurswet 1912 Staatsblad
Nomor 600 Tahun 1912 dan sekaligus mengundangkan Undang-Undang Nomor 6
Tahun 1982 tentang Hak Cipta yang dimuat dalam Lembaran Negara RI Tahun 1982
Nomor 15. Undang-undang ini pada prinsipnya peraturannya sama dengan
Auteurswet 1912 namun disesuaikan dengan keadaan Indonesia pada saat itu.

Dalam pelaksanaannya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1982 ini ternyata


banyak dijumpai terjadinya pelanggaran terutama dalam bentuk tindak pidana
pembajakan terhadap hak cipta, yang telah berlangsung dari waktu ke waktu dengan
semakin meluas dan sudah mencapai tingkat yang membahayakan dan merugikan
kreatifitas untuk mencipta, yang dalam pengertian yang lebih luas juga akan
membahayakan sendi kehidupan dalam arti seluas-luasnya. 3 Perkembangan kegiatan
pelanggaran hak cipta tersebut dipengaruhi oleh berbagai faktor. Sebab-sebab
timbulnya keadaan tersebut bersumber kepada masih belum memasyarakatnya etika
untuk menghargai karya cipta seseorang, kurangnya pemahaman terhadap arti dan
fungsi hak cipta, serta ketentuan undang-undang hak cipta pada umumnya, yang
disebabkan karena masih kurangnya penyuluhan mengenai hal tersebut terlalu
ringannya ancaman yang ditentukan dalam undang-undang hak cipta terhadap
pembajakan hak cipta.4
Namun di luar faktor diatas, pengamatan terhadap Undang-Undang Nomor 6
Tahun 1982 itu sendiri ternyata juga menunjukkan masih perlunya dilakukan beberapa
penyempurnaan sehingga mampu menangkal pelanggaran tersebut. Dalam memenuhi
tuntutan penyempurnaan atas Undang-Undang Hak Cipta 1982 tersebut, maka pada
tanggal 23 September 1987 Pemerintah atas persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat,
diundangkanlah Undang- Undang Nomor 7 Tahun 1987 tentang perubahan atas
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta. Di dalam Undang- Undang
Nomor 7 Tahun 1987 skala perlindungan pun diperluas, diantara perubahan mendasar
yang terjadi di dalamnya adalah masa berlaku perlindungan karya cipta diperpanjang
menjadi 50 tahun setelah meninggalnya si pencipta. Karya-karya seperti rekaman dan
video dikategorikan sebagai karya-karya yang dilindungi. Selain itu salah satu
kelemahan dari Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1982 dalam menanggulangi
pelanggaran hak cipta karena peraturan pidananya sebagai delik aduan. Penyidik baru
dapat melakukan penangkapan terhadap pelakunya setelah adanya pengaduan dari
pihak korban. Oleh karena itu, dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1987 peraturan
pidananya diubah menjadi delik biasa. Warga masyarakat dapat melaporkan adanya

3 Ibid, hlm. 59

4 Ibid, hlm. 69

Page 4 of 20
peristiwa pelanggaran hak cipta tanpa perlu ada pengaduan dari korban, penyidik
dapat melakukan penangkapan terhadap pelakunya.5

b. Perkembangan Pengaturan Hak Cipta Setelah TRIPs Agreement

Kemudian setelah berjalan selama 10 tahun UU Nomor 6 Tahun 1982 jo UU


Nomor 7 Tahun 1987 diubah dengan UU Nomor 12 Tahun 1997 tentang Perubahan
atas UU Nomor 6 Tahun 1982 tentang hak cipta yang telah diubah UU Nomor 7
Tahun 1987. Perubahan undang-undang ini dikarenakan negara kita ikut serta dalam
Persetujuan tentang Aspek-Aspek Dagang Hak Atas Kekayaan Intelektual (Agreement
on Trade Related Aspect of Intellectual Property Rights, Including Trade Counterfeit
Goods/ TRIPs) yang merupakan bagian dari Persetujuan Pembentukan Organisasi
Perdagangan Dunia (Agreement Establishing the World Trade Organization). Dengan
keterkaitan tersebut negara kita telah meratifikasi dengan UU Nomor 7 Tahun 1994
dan melanjutkan dengan menerapkan dalam undang-undang yang salah satunya
adalah Undang-Undang Hak Cipta. Selain itu, Indonesia juga meratifikasi Berne
Convention for the Protection of Arstistic and Literary Works (Konvensi Berne
tentang Perlindungan Karya Seni dan Sastra) melalui Keputusan Presiden Nomor 18
Tahun 1997 dan World Intellectual Property Organization Copyrights Treaty
(Perjanjian Hak Cipta WIPO) dengan Keputusan Presiden Nomor 19 Tahun 1997.

Walaupun perubahan pengaturan Hak Cipta melalui UUHC 1997 telah memuat
beberapa penyesuaian pasal yang sesuai dengan perjanjian TRIPs, masih terdapat
beberapa hal yang perlu disempurnakan untuk memberi perlindungan bagi karya-
karya intelektual di bidang hak cipta, termasuk upaya umtuk memajukan
perkembangan karya intelektual yang berasal dari keanekaragaman seni dan budaya
bangsa Indonesia. Dengan memperhatikan hal tersebut dipandang perlu untuk
mengganti UUHC dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta.
Lalu disadari karena kekayaan seni dan budaya, serta pengembangan kemampuan
intelektual masyarakat Indonesia memerlukan perlindungan hukum yang memadai
agar terdapat iklim persaingan usaha yang sehat yang diperlukan dalam melaksanakan
pembangunan nasional, maka dibentuklah UUHC yang baru, yakni Undang-Undang
Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta agar sesuai dengan perkembangan hukum
dan kebutuhan masyarakat.

B. RUANG LINGKUP HAK CIPTA

1. Landasan Hukum Hak Cipta Di Indonesia


Undang - Undang Hak Cipta pertama kali diatur dalam undang-undang No.6
Tahun 1982 tentang Hak Cipta. Kemudian diubah dengan undang-undang No.7
Tahun 1987. Pada tahun 1997 diubah lagi dengan undang-undang No.12 Tahun

5 Gatot Supramono, Hak Cipta dan Aspek- Aspek Hukumnya, Rineka Cipta,
Jakarta, 2010, hlm. 5-6.

Page 5 of 20
1997. Di tahun 2002, Undang Undang Hak Cipta kembali mengalami perubahan
dan diatur dalam Undang-Undang No.19 Tahun 2002. Dan yang terbaru adalah
pada Tahun 2014 Undang Undang Hak Cipta mengalami lagi perubahan dan
diatur dalam Undang Undang No 28 Tahun 2014. Beberapa peraturan
pelaksanaan di bidang hak cipta adalah sebagai berikut:

a. Peraturan Pemerintah RI No. 14 Tahun 1986 Jo Peraturan Pemerintah RI


No.7 Tahun 1989 tentang Dewan Hak Cipta;

b. Peraturan Pemerintah RI No.1 Tahun 1989 tentang Penerjemahan dan/atau


Perbanyak Ciptaan untuk Kepentingan Pendidikan, Ilmu Pengetahuan,
Penelitian dan Pengembangan;

c. Keputusan Presiden RI No. 17 Tahun 1988 tentang Persetujuan


Mengenai Perlindungan Hukum Secara Timbal Balik Terhadap Hak Cipta
atas Karya Rekaman Suara antara Negara Republik Indonesia dengan
Masyarakat Eropa;

d. Keputusan Presiden RI No.25 Tahun 1989 tentang Pengesahan Persetujuan


Mengenai Perlindungan Hukum Secara Timbal Balik Terhadap Hak Cipta
antara Republik Indonesia dengan Amerika Serikat;

e. Keputusan Presiden RI No.38 Tahun 1993 tentang Pengesahan Pesetujuan


Mengenai Perlindungan Hukum Secara Timbal Balik Terhadap Hak Cipta
antara Republik Indonesia dengan Australia;

f. Keputusan Presiden RI No.56 Tahun 1994 tentang Pengesahan Persetujuan


Mengenai Perlindungan Hukum Secara Timbal Balik Terhadap Hak Cipta
antara Republik Indonesia dengan Inggris;

g. Keputusan Presiden RI No. 18 Tahun 1997 tentang Pengesahan Berne


Convention For The Protection Of Literary and Artistic Works;

h. Keputusan Presiden RI No. 19 Tahun 1997 tentang Pengesahan WIPO


Copyrights Treaty;

i. Keputusan Presiden RI No.74 Tahun 2004 tentang Pengesahan WIPO


Performances and Phonogram Treaty (WPPT);

j. Peraturan Menteri Kehakiman RI No.M.01-HC.03.01 Tahun 1987


tentang Pendaftaran Ciptaan;

k. Keputusan Menteri Kehakiman RI No.M.04.PW.07.03 Tahun 1988


tentang Penyidikan Hak Cipta;

l. Surat Edaran Menteri Kehakiman RI No.M.01.PW.07.03 Tahun 1990


tentang Kewenangan Menyidik Tindak Pidana Hak Cipta;

Page 6 of 20
m. Surat Edaran Menteri Kehakiman RI No.M.02.HC.03.01 Tahun 1991
tentang kewajiban Melampirkan NPWP dalam Permohonan Pendaftaran
Ciptaan dan Pencatatan Pemindahan Hak Cipta Terdaftar.

2. Ciri Ciri Hak Cipta

Hak cipta adalah Hak Alam, dan menurut prinsip ini bersifat Absolut serta
dilindungi haknya selama si Pencipta hidup dan beberapa tahun setelahnya.
Sebagai hak absolut maka hak itu pada dasarnya dapat dipertahankan terhadap
siapapun, ang mempunyai hak itu dapat menuntut tiap pelanggaran yang
dilakukan oleh siapapun. Dengan demikian, suatu hak absolut mempunai segi
balikannya (segi pasif), yaitu bahwa bagi setiap orang mempunyai kewajiban
untuk menghormati hak tersebut.6

1. Hak Cipta adalah hak eksklusif


Dari definisi hak cipta dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 disebutkan
bahwa hak cipta adalah hak eksklusif; diartikan sebagai hak eksklusif karena hak
cipta hanya diberikan kepada pencipta atau pemilik/ pemegang hak, dan orang lain
tidak dapat memanfaatkannya atau dilarang menggunakannya kecuali atas izin
pencipta selaku pemilik hak, atau orang yang menerima hak dari pencipta tersebut
(pemegang hak).Pemegang hak cipta yang bukan pencipta ini hanya memiliki
sebagian dari hak eksklusif tersebut yaitu hanya berupa hak ekonominya saja.

2. Hak Cipta berkaitan dengan kepentingan umum


Seperti yang telah dijelaskan bahwa hak cipta merupakan hak eksklusif yang
istimewa, tetapi ada pembatasan-pembatasan tertentu yang bahwa Hak Cipta juga
harus memperhatikan kepentingan masyarakat atau umum yang juga turut
memanfaatkan ciptaan seseorang. Secara umum, hak cipta atas suatu ciptaan
tertentu yang dinilai penting demi kepentingan umum dibatasi penggunaannya
sehingga terdapat keseimbangan yang serasi antara kepentingan individu dan
kepentingan masyarakat(kepentingan umum). Kepentingan-kepentingan umum
tersebut antara lain: kepentingan pendidikan, ilmu pengetahuan, dan kegiatan
penelitian dan pengembangan. Apabila negara memandang perlu, maka negara
dapat mewajibkan pemegang hak cipta untuk menerjemahkan atau
memperbanyaknya atau pemegang hak cipta dapat memberi izin kepada pihak lain
untuk melakukannya.
3. Hak Cipta dapat beralih maupun dialihkan
Seperti halnya bentuk-bentuk benda bergerak lainnya, hak cipta juga dapat beralih
maupun dialihkan, baik sebagian maupun dalam keseluruhannya. Pengalihan
dalam hak cipta ini dikenal dengan dua macam cara, yaitu:

6 H. Ok Saidin, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual, Rajawali Pers, 2010, hal
70.

Page 7 of 20
transfer: merupakan pengalihan hak cipta yang berupa pelepasan hak kepada
pihak/ orang lain, misalnya karena pewarisan, hibah, wasiat, perjanjian tertulis,
dan sebab-sebab lain yang dibenarkan oleh peraturan perundang- undangan.
assignment : merupakan pengalihan hak cipta dari suatu pihak kepada pihak lain
berupa pemberian izin/ persetujuan untuk pemanfaatan hak cipta dalam jangka
waktu tertentu, misalnya perjanjian lisensi.

4. Hak Cipta dapat dibagi atau diperinci (divisibility)


Berdasarkan praktik-praktik pelaksanaan hak cipta dan juga norma Principle of
Specification dalam hak cipta, maka hak cipta dibatasi oleh ;
Waktu: misalnya lama produksi suatu barang sekian tahun,
Jumlah: misalnya jumlah produksi barang sekian unit dalam satu tahun,
Geografis: contohnya sampul kaset bertuliskan For Sale in Indonesia Only

3. Jenis Ciptaan yang Dilindungi

Menurut L.J, Taylor, yang dilindungi Hak Cipta adalah ekspresinya dari
sebuah ide, jadi bukan melindungi idenya itu sendiri, 7 artinya, yang dilindungi hak
cipta adalah sudah dalam bentuk nyata sebagai sebuah ciptaan, bukan masih
merupakan gagasan.8
Pada Pasal 40 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta telah
memberikan beberapa kriteria mengenai hasil ciptaan yang diberikan
perlindungan oleh Hak Cipta sebagai berikut :
a. Dalam Undang-Undang ini ciptaan yang dilindungi adalah ciptaan dalam
bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra, yang mencakup:
1. Buku, pamflet, perwajahan karya tulis yang diterbitkan, dan semua hasil
karya tulis lain;
2. Ceramah, kuliah, pidato, dan ciptaan lain yang sejenis dengan itu;
3. Alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu
pengetahuan;
4. Lagu dan/atau musik dengan atau tanpa teks;
5. Drama, drama musikal, tari, koreografi, pewayangan, dan pantomim;
6. Karya seni rupa dalam segala bentuk seperti lukisan, gambar, ukiran,
kaligrafi, seni pahat, patung, kolase;
7. Karya seni terapan;
8. Karya arsitektur;
9. Peta;
10. Karya seni batik atau seni motif lain;
11. Karya fotografi;
12. Potret;
13. Karya sinematografi;

7 L.J, Taylor, 1980, Copyright For Librarians, cetakan pertama, East Sussex :
Tamarisk Hastings

8 Rachmadi Usman, op.cit., hlm. 121.

Page 8 of 20
14. Terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai, basis data, adaptasi, aransemen,
modifikasi dan karya lain dari hasil transformasi;
15. Terjemahan, adaptasi, aransemen, transformasi, atau modifikasi ekspresi
budaya tradisional;
16. Kompilasi Ciptaan atau data, baik dalam format yang dapat dibaca dengan
Program Komputer maupun media lainnya;
17. Kompilasi ekspresi budaya tradisional selama kompilasi tersebut
merupakan karya yang asli;
18. Permainan video; dan
19. Program Komputer.
b. Ciptaan sebagaimana dimaksud pada ayat l dilindungi sebagai ciptaan tersendiri
dengan tidak mengurangi Hak Cipta atas Ciptaan asli.
c. Perlindungan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 dan ayat 2, termasuk
perlindungan terhadap ciptaan yang tidak atau belum dilakukan Pengumuman
tetapi sudah diwujudkan dalam bentuk nyata yang memungkinkan Penggandaan
Ciptaan tersebut.

Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 juga menjelaskan pengertian dari jenis


ciptaan yang dilindungi sebagaimana disebutkan dalam Penjelasan Pasal 40
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 sebagai berikut:

1. Perwajahan karya tulis adalah karya cipta yang lazim dikenal dengan
"typholographical arrangement", yaitu aspek seni pada susunan dan bentuk
penulisan karya tulis. Hal ini mencakup antara lain format, hiasan,
komposisi warna dan susunan atau tata letak huruf indah yang secara
keseluruhan menampilkan wujud yang khas;
2. Alat peraga adalah ciptaan yang berbentuk 2 (dua) ataupun 3 (tiga)
dimensi yang berkaitan dengan geografi, topografi, arsitektur, biologi atau
ilmu pengetahuan lain;
3. Lagu atau musik dengan atau tanpa teks diartikan sebagai satu kesatuan
karya cipta yang bersifat utuh;
4. Gambar antara lain meliputi: motif, diagram, sketsa, logo dan unsur-unsur
warna dan bentuk huruf indah. kolase adalah komposisi artistik yang
dibuat dari berbagai bahan (misalnya dari kain, kertas, atau kayu) yang
ditempelkan pada permukaan sketsa atau media karya;
5. Karya seni terapan adalah karya seni rupa yang dibuat dengan menerapkan
seni pada suatu produk hingga memiliki kesan estetis dalam memenuhi
kebutuhan praktis, antara lain penggunaan gambar, motif, atau ornament
pada suatu produk;
6. Karya arsitektur antara lain, wujud fisik bangunan, penataan letak
bangunan, gambar rancangan bangunan, gambar teknis bangunan, dan
model atau maket bangunan;
7. Peta adalah suatu gambaran dari unsur alam dan/atau buatan manusia yang
berada di atas ataupun di bawah permukaan bumi yang digambarkan pada
suatu bidang datar dengan skala tertentu, baik melalui media digital
maupun non digital;

Page 9 of 20
8. Karya seni batik adalah motif batik kontemporer yang bersifat inovatif,
masa kini, dan bukan tradisional. Karya tersebut dilindungi karena
mempunyai nilai seni, baik dalam kaitannya dengan gambar, corak,
maupun komposisi warna. Karya seni motif lain adalah motif yang
merupakan kekayaan bangsa Indonesia yang terdapat di berbagai daerah,
seperti seni songket, motif tenun ikat, motif tapis, motif ulos, dan seni
motif lain yang bersifat kontemporer, inovatif, dan terus dikembangkan;
9. Karya fotografi meliputi semua foto yang dihasilkan dengan menggunakan
kamera;
10. Karya sinematografi adalah Ciptaan yang berupa gambar gerak (moving
images) antara lain: film dokumenter, film iklan, reportase atau film cerita
yang dibuat dengan skenario, dan film kartun. Karya sinematografi dapat
dibuat dalam pita seluloid, pita video, piringan video, cakram optik
dan/atau media lain yang memungkinkan untuk dipertunjukkan di
bioskop,layar lebar, televisi atau media lainnya. Sinematografi merupakan
salah satu contoh bentuk audiovisual;
11. Bunga rampai meliputi: ciptaan dalam bentuk buku yang berisi kompilasi
karya tulis pilihan, himpunan lagu pilihan, dan komposisi berbagai karya
tari pilihanyang direkam dalam kaset, cakram optik atau media lain.

Basis data adalah kompilasi data dalam bentuk apapun yang dapat dibaca oleh
komputer atau kompilasi dalam bentuk lain, yang karena alasan pemilihan atau
pengaturan atas isi data itu merupakan kreasi intelektual.Perlindungan terhadap
basis data diberikan dengan tidak mengurangi hak para pencipta atas ciptaan yang
dimaksudkan dalam basis data tersebut.Adaptasi adalah mengalihwujudkan suatu
Ciptaan menjadi bentuk lain. Sebagai contoh dari buku menjadi film.Karya lain
dari hasil transformasi adalah merubah format ciptaan menjadi format bentuk lain.
Sebagai contoh musik pop menjadi musik dangdut.

Hasil karya yang tidak dilindungi hak cipta meliputi: 9


1. Hasil karya yang belum diwujudkan dalam bentuk nyata;
2. Setiap ide, prosedur, sistem, metode, konsep, prinsip, temuan atau data
walaupun telah diungkapkan, dinyatakan , digambarkan , dijelaskan, atau
digabungkan dalam sebuah ciptaan; dan
3. Alat, benda, atau produk yang diciptakan hanya untuk menyelesaikan
masalah teknis atau yang bentuknya hanya ditujukan untuk kebutuhan
fungsional.

Hal-hal yang tidak termasuk hak cipta adalah hasil rapat terbuka lembaga negara,
peraturan perundang-undangan, pidato kenegaraan atau pidato pejabat pemerintah,
putusan pengadilan atau penetapan hakim, dan kitab suci atau simbol
keagamaan.10

4. Subjek Hak Cipta


9 Pasal 41 ayat (2) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta.

Page 10 of 20
Subyek Hak Cipta adalah Pencipta dan Pemegang Hak Cipta. Pencipta
adalah seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama yang atas
inspirasinya lahir suatu ciptaan berdasarkan kemampuan pikiran, imajinasi,
kecekatan, keterampilan atau keahlian yang dituangkan dalam bentuk yang khas
dan bersifat pribadi. Sementara Pemegang Hak Cipta adalah Pencipta sebagai
Pemilik Hak Cipta atau orang lain yang menerima lebih lanjut hak dari orang
tersebut diatas. Yang dianggap sebagai Pencipta adalah orang yang namanya
terdaftar dalam Daftar Umum Ciptaan dan pengumuman resmi tentang
pendaftaran pada Departemen Kehakiman; dan orang yang namanya disebut
dalam ciptaan atau diumumkan sebagai pencipta. Jika suatu ciptaan terdiri dari
beberapa bagian tersendiri yang diciptakan dua orang atau lebih, maka yang
dianggap sebagai Pencipta ialah orang yang memimpin serta mengawasi
penyelesaian seluruh ciptaan itu atau jika tidak ada orang itu, orang yang
menghimpunnya

Negara memegang Hak Cipta atas karya peningkatan pra sejarah, sejarah
dan benda budaya nasional lainnya. Negara juga memegang Hak Cipta terhadap
luar negeri atas ciptaan berikut : hasil kebudayaan rakyat yang menjadi milik
bersama, seperti cerita, hkayat, dongeng, legenda, babad, lagu, kerajinan tangan,
koreografi, tarian, kaligrafi dan karya seni lainnya dipelihara dan dilindungi oleh
Negara. Bila suatu ciptaan tidak diketahui penciptanya dan ciptaan itu belum
diterbitkan, maka Negara memegang Hak Cipta atas ciptaan tersebut untuk
kepentingan penciptanya

5. Hak Ekonomi

Hak ekonomi merupakan hak eksklusif Pencipta atau Pemegang Hak


Cipta untuk mendapatkan manfaat ekonomi atas Ciptaan11

Dalam Pasal 9 UU No 28 Tahun 2014 dikatakan bahwa Pencipta atau


Pemegang Hak Cipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 memiliki hak
ekonomi untuk melakukan :

a. penerbitan Ciptaan;

b. Penggandaan Ciptaan dalam segala bentuknya;

c. penerjemahan Ciptaan;

d. pengadaptasian, pengaransemenan, atau pentransformasian Ciptaan;

e. Pendistribusian Ciptaan atau salinannya;

10 Pasal 42 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta.

11 Pasal 9 Undang Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta.

Page 11 of 20
f. pertunjukan Ciptaan;

g. Pengumuman Ciptaan;

h. Komunikasi Ciptaan; dan

i. penyewaan Ciptaan.

Dalam khasanah ilmu pengetahuan, seni, dan sastra, tidak semua


ciptaan dibuat dengan orientasi dan motif ekonomi. Adakalanya, sebuah ciptaan
dibuat sebagai ekspresi dedikasi pribadi bertema ritual, pemujaan atau bentuk-
bentuk persembahan berdasar tradisi dan budaya leluhur. Ciptaan-ciptaan seperti
ini bukan merupakan komoditi komersial yang bebas dieksploitasi.

Dari segi kepentingan pencipta atau pemegang hak cipta, suatu ciptaan
dapat dieksploitasi atau digunakan untuk segala bentuk kemungkinan
pemanfaatan nilai-nilai ekonominya. Bentuk-bentuk pemanfaatannya sangat
beragam dan sangat tergantung pada jenis dan sifat ciptaan. Namun demikian,
secara umum dapat dikatakan bahwa eksploitasi dapat berlangsung dalam bentuk
memperbanyak dan mengumumkan ciptaan.

Secara normatif, yang dimaksud dengan memperbanyak antara lain


adalah menambah jumlah suatu ciptaan, baik secara keseluruhan maupun bagian
yang sangat substansial dengan menggunakan bahan-bahan yang sama ataupun
tidak sama, termasuk mengalihwujudkan secara permanen atau temporer.

Adapun yang dimaksud dengan mengumumkan meliputi tetapi tidak


terbatas pada kegiatan pembacaan, penyiaran, pameran, penjualan, pengedaran,
atau penyebaran suatu ciptaan dengan menggunakan alat apapun, termasuk media
internet, atau melakukan dengan cara apapun sehingga suatu ciptaan dapat dibaca,
didengar, atau dilihat orang lain.12

6. Hak Moral

Dalam konvensi Bern, masa berlakunya hak moral ditentukan sekurang-


kurangnya sama dengan masa perlindungan hak ekonomi. Ini berarti, selama
hidup pencipta dan berlaku hingga 50 tahun setelah kematiannya.

Dari segi substansi, hak moral sesungguhnya tidak memperoleh


pengaturan secara memadai di awal penyusunan Konvensi Bern. Fakta sejarah ini
menggambarkan bahwa sejak awal lebih mengedepankan pengaturan hak
ekonomi, sedangkan hak moral baru diadopsi tahun 1928 ketika Konvensi
tersebut direvisi di Roma,Italia. Kenyataan ini sekaligus menjawab pertanyaan
mengapa Auteurswet 1912 yang diberlakukan di Indonesia juga tidak memiliki
ketentuan-ketentuan yang mengatur hak moral secara memadai.

12 http://tugashaki.url.ph/Hak-Pencipta-Karya/

Page 12 of 20
Sementara itu, David Vaver menguraikan sejarah pengaturan hak moral
di Canada. Negara ini mengatur hak moral sesuai dengan ketentuan Article 6bis
Konvensi Bern tahun 1931. Dalam perkembangannya, ketentuan itu diperjelas
dan diperluas tahun 1988, hingga menjadi seperti yang tertera dalam UU Hak
Cipta Canada saat ini.

Pada dasarnya, pengakuan terhadap hak moral ditumbuhkan dari


konsep pemahaman bahwa karya cipta merupakan ekspresi atau pengejawantahan
dari pribadi pencita. Ini berarti, gangguan terhadap suatu ciptaan sama maknanya
dengan ganngguan terhadp pribadi pencipta. Secara ringkas, lingkup hak moral
mencakup atribusi, integritas dan asosiasi. Ketiganya dapat dihapuskan tetapi
tidak dapat dialihkan. Meniadakan identitas pencipta misalnya dalam ciptaan
yang dihasilkan secara bersama-sama dapat saja dilakukan sekedar untuk
kepentingan keluwesan dalam menampilkan siapa penciptanya. Sepanjang hal itu
dilakukan sesuai kesepakatan para pencipta semuanya dan tidak ada niat buruk
yang merugikan kepentingan salah satu atau beberapa pencipta lainnya, maka
peniadaan nama pencipta dapat dilakukan. Sebaliknya, mengalihkan identitas
pencipta kepada pihak lain yang bukan pencipta, tidak dapat dilakukan. Pencipta
dapat saja menggunakan nama samaran, tetapi tidak bisa menggunakan nama
orang lain dan atas nama dirinya sendiri sebagai pencipta.

7. Jangka Waktu Perlindungan Hak Cipta

Hak cipta berlaku dalam jangka waktu berbeda-beda dalam yurisdiksi


yang berbeda untuk jenis ciptaan yang berbeda. Masa berlaku tersebut juga dapat
bergantung pada apakah ciptaan tersebut diterbitkan atau tidak diterbitkan. Di
Amerika Serikat misalnya, masa berlaku hak cipta semua buku dan ciptaan lain
yang diterbitkan sebelum tahun 1923 telah kadaluwarsa. Di kebanyakan negara di
dunia, jangka waktu berlakunya hak cipta biasanya sepanjang hidup penciptanya
ditambah 50 tahun, atau sepanjang hidup penciptanya ditambah 70 tahun. Secara
umum, hak cipta tepat mulai habis masa berlakunya pada akhir tahun
bersangkutan, dan bukan pada tanggal meninggalnya pencipta. Sedangkan di
Indonesia, jangka waktu perlindungan hak cipta secara umum adalah tanpa batas
waktu.13

Dalam Pasal 58 UU No 28 Tahun 2014 menyatakan bahwa Pelindungan Hak


Cipta atas Ciptaan:

a. buku, pamflet, dan semua hasil karya tulis lainnya;

b. ceramah, kuliah, pidato, dan Ciptaan sejenis lainnya;

c. alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan;

d. lagu atau musik dengan atau tanpa teks;


13 Pasal 57 Undang Undang No 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta

Page 13 of 20
e. drama, drama musikal, tari, koreografi, pewayangan, dan pantomim;

f. karya seni rupa dalam segala bentuk seperti lukisan, gambar, ukiran, kaligrafi,
seni pahat, patung,

atau kolase;

g. karya arsitektur;

h. peta; dan

i. karya seni batik atau seni motif lain,

berlaku selama hidup Pencipta dan terus berlangsung selama 70 (tujuh puluh)
tahun setelah Pencipta meninggal dunia, terhitung mulai tanggal 1 Januari tahun
berikutnya.

Dalam Pasal 59 menyatakan bahwa Perlindungan Hak Cipta atas Ciptaan:

a. karya fotografi;

b. Potret;

c. karya sinematografi;

d. permainan video;

e. Program Komputer;

f. perwajahan karya tulis;

g. terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai, basis data, adaptasi, aransemen,


modifikasi dan karya

lain dari hasil transformasi;

h. terjemahan, adaptasi, aransemen, transformasi atau modifikasi ekspresi budaya


tradisional;

i. kompilasi Ciptaan atau data, baik dalam format yang dapat dibaca dengan
Program Komputer atau media lainnya; dan

j. kompilasi ekspresi budaya tradisional selama kompilasi tersebut merupakan


karya yang asli,

berlaku selama 50 (lima puluh) tahun sejak pertama kali dilakukan Pengumuman.

8. Pengalihan Hak Cipta

Hak cipta dapat dialihkan baik seluruhnya maupun sebagian karena:

1. pewarisan;

Page 14 of 20
2. hibah;
3. wasiat;
4. perjanjian tertulis; atau
5. sebab-sebab lain yang dibenarkan oleh peraturan perundang-
undangan.14

C. PENDAFTARAN HAK CIPTA DI INDONESIA


Dibawah ini merupakan skema pendaftaran hak cipta ;

Di Indonesia, pendaftaran ciptaan bukan merupakan suatu keharusan


bagi pencipta atau pemegang hak cipta, dan timbulnya perlindungan suatu ciptaan
dimulai sejak ciptaan itu ada atau terwujud dan bukan karena pendaftaran.

Namun demikian, surat pendaftaran ciptaan dapat dijadikan sebagai


alat bukti awal di pengadilan apabila timbul sengketa di kemudian hari terhadap
ciptaan. Sesuai yang diatur pada bab IV Undang-undang Hak Cipta, pendaftaran
hak cipta diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual

14 Pasal 16 ayat 2 Undang Undang No 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta

Page 15 of 20
(Ditjen HKI), yang kini berada di bawah Kementerian Hukum dan Hak Asasi
Manusia.

D. PELANGGARAN TERHADAP HAK CIPTA


1. Pelanggaran Keperdataan Hak Cipta

Pelanggaran Hak Cipta dapat mengandung unsur keperdataan dan pidana.


Dalam pelanggaran keperdataan adalah ketika ada pihak yang telah melanggar hak
ekonomi dari pencipta / pemegang hak cipta. Dalam kaitannya dengan pelanggaran
Hak Cipta dari aspek Keperdataan maka dapat dilakukan gugatan ganti rugi.

Pemegang hak cipta dapat melakukan upaya-upaya hukum berupa gugatan ke


Pengadilan Niaga. Didalam Pasal 99 ayat (1) UU Hak Cipta menyatakan Pencipta,
Pemegang Hak Cipta, atau pemilik Hak Terkait berhak mengajukan gugatan ganti
rugi kepada Pengadilan Niaga atas pelanggaran Hak Cipta atau produk Hak
Terkait Gugatan dapat berupa dapat berupa permintaan untuk menyerahkan
seluruh atau sebagian penghasilan yang diperoleh dari penyelenggaraan ceramah,
pertemuan ilmiah, pertunjukan atau pameran karya yang merupakan hasil
pelanggaran Hak Cipta atau produk Hak Terkait. Dalam Pasal 99 ayat (3) UU Hak
Cipta juga menatakan bahwa Selain gugatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
Pencipta, Pemegang Hak Cipta, atau pemilik Hak Terkait dapat memohon putusan
provisi atau putusan sela kepada Pengadilan Niaga untuk:

a. Meminta penyitaan Ciptaan yang dilakukan Pengumuman atau


Penggandaan, dan/atau alat Penggandaan yang digunakan untuk menghasilkan
Ciptaan hasil pelanggaran Hak Cipta dan produk Hak Terkait; dan/atau

b. Menghentikan kegiatan Pengumuman, Pendistribusian, Komunikasi,


dan/atau Penggandaan Ciptaan yang merupakan hasil pelanggaran Hak Cipta
dan produk Hak Terkait.

Akan tetapi, sangat jarang pihak pemegang hak cipta mengambil upaya hukum
keperdataan ini. Ada beberapa alasan pihak pemegang hak cipta jarang melakukan
upaya ini, di antaranya: Pertama, proses keperdataan biasanya membutuhkan biaya,
waktu dan tenaga yang tidak sedikit; Kedua, proses keperdataan biasanya menuntut
pemegang hak cipta untuk pro aktif di dalam menyelesaikan masalah. Hal ini tentu
di anggap sebagai hal yang tidak produktif; Ketiga, sedikitnya atau minimnya
pengetahuan pemegang hak cipta terhadap hukum hak cipta dan tidak terkecuali
dalam konteks penyelesaian sengketa. Atas dasar itu, maka tidak sedikit pihak-
pihak yang merasa dirugikan dalam pelanggaran hak cipta akhirnya menempuh
upaya hukum pidana.

2. Pelanggaran Pidana Hak Cipta

Page 16 of 20
Umumnya pelanggaran hak cipta didorong untuk mencari keuntungan
finansial secara cepat dengan mengabaikan kepentingan para pencipta dan
pemegang izin hak cipta. Perbuatan para pelaku jelas melanggar fatsun hukum
yang menentukan agar setiap orang dapat mematuhi, menghormati, dan
menghargai hak-hak orang lain dalam hubungan keperdataan termasuk penemuan
baru sebagai ciptaan orang lain yang diakui sebagai hak milik oleh ketentuan
hukum.15

Faktor-faktor yang mempengaruhi warga masyarakat untuk melanggar HKI


menurut Parlugutan Lubis antara lain adalah :16

1. Pelanggaran HKI dilakukan untuk mengambil jalan pintas guna


mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya dari
pelanggaran tersebut;
2. Para pelanggar menganggap bahwa sanksi hukum yang
dijatuhkan oleh pengadilan selama ini terlalu ringan bahkan
tidak ada tindakan preventif maupun represif yang dilakukan oleh
para penegak hukum;
3. Ada sebagian warga masyarakat sebagai pencipta yang bangga
apabila hasil karyanya ditiru oleh orang lain, namun hal ini sudah
mulai hilang berkat adanya peningkatan kesadaran hukum
terhadap HKI;
4. Dengan melakukan pelanggaran, pajak atas produk hasil
pelanggaran tersebut tidak perlu dibayar kepada pemerintah; dan
5. Masyarakat tidak memperhatikan apakah barang yang dibeli
tersebut asli atau palsu (aspal), yang penting bagi mereka
harganya murah dan tertjangkau dengan kemampuan ekonomi.

Bentuk-bentuk pelanggaran hak cipta antara lain berupa pengambilan,


pengutipan, perekaman, pertanyaan, dan pengumuman sebagian atau seluruh
ciptaan orang lain dengan cara apapun tanpa izin pencipta/pemegang hak cipta,
bertentangan dengan undang-undang atau melanggar perjanjian. Dilarang
undang-undang artinya undang-undang hak cipta tidak memperkenankan
perbuatan itu dilakukan oleh orang yang tidak berhak, karena tiga hal yakni :17

1. Merugikan pencipta,/pemegang hak cipta, misalnya memfotokopi


sebagian atau seluruhnya ciptaan orang lain kemudian
dijualbelikan kepada masyarakat luas ;

15 http://buletinlitbang.dephan.go.id/index.asp?vnomor=14&mnorutisi=9

16 Ibid.

17 ibid

Page 17 of 20
2. Merugikan kepentingan Negara, misalnya mengumumkan
ciptaan yang bertentangan dengan kebijakan pemerintah di
bidang pertahanan dan keamanan atau ;
3. Bertentangan dengan ketertiban umum dan kesusilaan, misalnya
memperbanyak dan menjual video compact disc (VCD) porno.

Mengenai Ketentuan Pidanaya sudah jelas diatur dalam UU NO 28 Tahun


2014 tentang Hak Cipta. Dimana dalam Pasal 113 dikatakan bahwa

(1) Setiap Orang yang dengan tanpa hak melakukan pelanggaran hak
ekonomi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf i untuk
Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 1
(satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp100.000.000 (seratus juta
rupiah).

(2) Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau
pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf c, huruf d, huruf f,
dan/atau huruf h untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana
penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau pidana denda paling banyak
Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

(3) Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau
pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf e,
dan/atau huruf g untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana
penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau pidana denda paling banyak
Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

(4) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
yang dilakukan dalam bentuk pembajakan, dipidana dengan pidana penjara
paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling banyak
Rp4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah).

BAB III

Page 18 of 20
PENUTUP

A. Kesimpulan

Hak cipta adalah hak khusus bagi pencipta maupun penerima hak untuk
mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya maupun memberi izin untuk itu
dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-
undangan yang berlaku. Hak cipta merupakan hak ekslusif, yang memberi arti bahwa
selain pencipta maka orang lain tidak berhak atasnya kecuali atas izin penciptaan.

Pengaturan mengenai hak cipta dimuat dalam Undang-Undang No. 19 Tahun


2002 yang bertujuan untuk merealisasi amanah Garis Besar Haluan Negara (GBHN)
dalam rangka pembangunan di bidang hukum, dimaksudkan untuk mendorong dan
melindungi pencipta dan hasil karya ciptaanya.

Yang dapat diambil dari pembahasan mengenai Hak Cipta adalah dapat
mengetahui apa itu hak cipta, bagaimana prosedur pendaftaran hak cipta serta
bagaimana seharusnya sanksi pidana atas pelanggaran Hak Cipta. Upaya dan
penegakan hukum yang dapat dilakukan terhadap pelanggaran Hak Moral dan Hak
Ekonomi antara lain dengan memperkuat kelembagaan hak cipta, sosialisasi dan
peningkatan kesadaran hukum masyrakat, dan penindakan hukum terhadap
pelanggaran hak moral.

B. Saran

Dengan adanya makalah ini, disarankan kepada masyarakat agar mengetahui


pentingnya menghargai HKI dalam kehidupan. Pemerintah harus memberikan
sosialisasi kepada semua masyarakat untuk menghargai hasil karya cipta seseorang.
Pemerintah harus bertindak tegas untuk menghukum pelaku yang terlibat dalam kasus
pelanggaran hak cipta di Indonesia. Sehingga negara Indonesia ini dapat mencapai
tujuannya untuk menjadi bangsa yang lebih baik dari sebelumnya dalam segala
bidang.

DAFTAR PUSTAKA

Page 19 of 20
1. Harris Munandar dan Sally Sitanggang, 2002. Mengenal HAKI (Hak Kekayaan
Intelektual : Hak Cipta, Paten, Merek dan Seluk- beluknya) : Erlangga

2. Gatot Supramono, 2010. Hak Cipta dan Aspek- Aspek Hukumnya. Jakarta : Rineka
Cipta

3. H. Ok Saidin, 2010. Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual. Jakarta : Rajawali Pers

4. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta

5. http://tugashaki.url.ph/Hak-Pencipta-Karya/

6. http://buletinlitbang.dephan.go.id/index.asp?vnomor=14&mnorutisi=9

Page 20 of 20

Anda mungkin juga menyukai