Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penyakit Jantung Koroner (PJK) merupakan kondisi yang terjadi akibat
penumpukan plak di arteri jantung sehingga mengakibatkan suplai darah ke
jantung menjadi terganggu. Penyakit jantung koroner merupakan problem
kesehatan utama di Negara maju dan negara berkembang. Banyak faktor
yang mempengaruhi terjadinya penyakit jantung koroner, sehingga usaha
pencegahan harus multifaktorial. Pencegahan harus diusahakan sedapat
mungkin dengan cara pengendalian faktor faktor risiko dan merupakan hal
yang cukup penting dalam usaha pencegahan, baik primer maupun
sekunder.
Data dari WHO pada tahun 2014 menyebutkan bahwa angka mortalitas
pada kelompok penyakit tidak menular di dunia akan semakin meningkat dari
tahun ke tahun. Pada tahun 2012, terdapat 38 juta kematian yang diakibatkan
karena berbagai penyakit pada kelompok penyakit tidak menular dari total 56
juta kematian. Angka mortalitas tersebut tetap meningkat dan diperkirakan
akan mencapai 52 juta kematian pada tahun 2030 (WHO, 2014).
PJK merupakan penyebab kematian tertinggi ke-enam dengan proporsi
4% dari seluruh kematian di Indonesia (CDC, 2013). Prevalensi penyakit
jantung koroner di Indonesia, pada tahun 2013 adalah 0,5% terdiagnosis oleh
dokter dan sekitar 1,5%, bila jumlah yang terdiagnosis ditambah dengan
pasien yang memiliki gejala yang mirip dengan penyakit jantung koroner
dengan prevalensi tertinggi pada kelompok usia 65-74 tahun. Provinsi
dengan prevalensi tertinggi adalah Sulawesi Tengah (0,8%) bila berdasarkan
yang terdiagnosis dokter dan Nusa Tenggara Timur (4,4%) bila berdasarkan
yang terdiagnosis ditambah pasien dengan gejala mirip penyakit jantung
koroner. (Riskesdas,2013).

1
Faktor risiko PJK menurut American Heart Association (AHA) terbagi
menjadi faktor risiko mayor dan faktor risiko yang lain. Faktor risiko
mayor dibagi menjadi faktor risiko yang tidak dapat diubah dan faktor yang
dapat diubah. Faktor risiko yang tidak dapat diubah adalah usia, jenis
kelamin dan keturunan (termasuk ras), sedangkan yang dapat diubah adalah
merokok, tinggi kolesterol dalam darah, tekanan darah tinggi, kurangnya
aktifitas fisik, berat badan berlebih, dan diabetes. Untuk faktor risiko yang lain
diantaranya stres, minum alkohol, dan nutrisi. Penyebab penyakit jatung
koroner diantaranya adalah faktor usia dan jenis kelamin, dengan angka
kejadian pada laki-laki jauh lebih banyak dibanding pada perempuan akan
tetapi kejadian pada perempuan akan meningkat setelah menopause sekitar
usia 50 tahun. Hal ini disebabkan karena hormon estrogen memiliki efek
proteksi terhadap terjadinya arterosklerosis, dimana pada orang yang
berumur > 65 tahun ditemukan 20 % PJK pada laki-laki dan 12 % pada
wanita.
Bertambahnya usia akan menyebabkan meningkat pula penderita PJK,
karena pembuluh darah mengalami perubahan progresif dan berlangsung
secara terus menerus dalam jangka waktu yang lama. Perubahan yang
paling dini dimulai pada usia 20 tahun pada pembuluh arteri koroner. Arteri
lain mulai bermodifikasi hanya setelah usia 40 tahun, terjadi pada laki-laki
umur 35-44 tahun dan meningkat dengan bertambahnya umur. Hasil
penelitian didapatkan hubungan antara umur dan kadar kolesterol yaitu kadar
kolesterol total akan meningkat dengan bertambahnya umur.(Susilo, 2015).
Berbagai penelitian epidemiologi menunjukkan adanya keadaan-keadaan
sifat dan kelainan yang dapat mempercepat terjadinya penyakit jantung
koroner. Memiliki faktor risiko lebih dari satu seperti hipertensi, diabetes
melitus, dan obesitas, maka akan mempunyai 2 atau 3 kali berpeluang
terkena penyakit jantung koroner dibandingkan 70 orang yang tidak
(Zahrawardani et al., 2013).

2
B. Rumusan Masalah

Dengan diketahuinya faktor-faktor risiko Penyakit Jantung Koroner


diharapkan dapat dilakukan berbagai intervensi untuk meningkatkan kualitas
hidup dengan berfokus pada faktor-faktor tersebut sehingga dapat
meningkatkan upaya perbaikan dan peningkatan kualitas hidup pasien
dengan penyakit jantung koroner.

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui gambaran tentang Penyakit Jantung Koroner
2. Untuk mengetahui faktor risiko Penyakit Jantung Koroner .
3. Untuk mengetahui Penyebab Penyakit Jantung Koroner.
4. Untuk mengetahui Pencegahan Penyakit Jantung Koroner.
D. Manfaat Penulisan
1. Memberikan pengetahuan tentang penyakit jantung koroner dan gejala
gejalanya di sertai tindakan yang harus diambil untuk pencegahannya
sebagai langkah awal dalam mengantisipasi penyakit jantung koroner.
2. Bahan Informasi dalam upaya intervensi pencegahan melalui deteksi
dini dan promosi kesehatan secara umum..

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Gambaran Penyakit Jantung Koroner


1. Definisi
Penyakit jantung koroner (PJK) adalah penyakit yang disebabkan
adanya plak yang menumpuk di dalam arteri koroner yang mensuplai
oksigen ke otot jantung. Penyakit ini termasuk bagian dari penyakit
kardiovaskuler yang paling umum terjadi. Penyakit kardiovaskuler
merupakan gangguan dari jantung dan pembuluh darah termasuk
stroke, penyakit jantung rematik dan kondisi lainnya (WHO,2014).
PJK adalah suatu keadaan abnormal yang disebabkan oleh disfungsi
jantung dan pembuluh darah. Penyumbatan pada arteri koroner ini
dapat sebagian maupun total dari satu atau lebih arteri koroner dan
atau cabang-cabangnya. PJK bermakna didefinisikan sebagai adanya
stenosis 50 % minimal pada satu arteri koroner yang dibuktikan dari
pemeriksaan angiografi (Purba,2012).
Menurut CDC, penyakit arteri koroner terjadi ketika zat yang disebut
plak menumpuk di arteri yang memasok darah ke jantung (disebut
arteri koroner). Plak terdiri dari endapan kolesterol, yang dapat
terakumulasi dalam arteri. Ketika ini terjadi, arteri dapat menyempit
dari waktu ke waktu. Proses ini disebut aterosklerosis.
2. Gejala Penyakit Jantung Koroner
Gejala umum dari penyakit jantung koroner adalah angina. Angina itu
sendiri adalah nyeri atau ketidaknyamanan di dada jika pada daerah
otot jantung tidak mendapatkan cukup darah yang kaya oksigen.
Angina terasa seperti tertekan atau seperti diremas di daerah dada,
tetapi dapat juga dirasakan di bahu, lengan leher, rahang atau
punggung.

4
Nyeri juga cenderung memburuk saat aktivitas dan hilang saat
istirahat. Stress emosional juga dapat memicu rasa sakit. Gejala
umum lainnya adalah sesak napas. Gejala ini terjadi jika penyakit
jantung koroner menyebabkan gagal jantung.
Apabila memiliki gagal jantung, jantung tidak dapat memompa cukup
darah untuk memenuhi kebutuhan tubuh. Sehingga terbentuk cairan
didalam paru-paru yang dapat menyebabkan sulit bernafas.
Gejala lain dari penyakit jantung koroner yang dapat membantu
diagnosis pada penyakit ini, antara lain seseorang yang memiliki
serangan jantung, gagal jantung atau aritmia (detak jantung yang tidak
teratur). Tetapi beberapa orang yang memiliki penyakit jantung koroner
ini mereka biasanya tidak memiliki tanda-tanda atau gejala, kondisi ini
disebut Silent Coronary Heart Disease.
3. Patofisiologi
Perkembangan PJK dimulai dari penyumbatan pembuluh
jantung oleh plak pada pembuluh darah dan dapat mulai terjadi saat
seseorang masih muda. Penyumbatan pembuluh darah pada awalnya
disebabkan peningkatan kadar kolesterol LDL (low-density lipoprotein)
darah berlebih dan menumpuk pada dinding arteri. Kondisi ini berlanjut
hingga bertahun-tahun dan menyebabkan plak yang menyumbat arteri
sehingga aliran darah terganggu dan juga dapat merusak pembuluh
darah sehingga timbul gejala PJK dalam waktu yang cukup lama
( WHO, 2014).
PJK juga dapat menyebabkan penurunan laju filtrasi di ginjal,
sehingga terjadi perubahan hemodinamika secara adaptif yang
dikaitkan dengan adanya aterosklerosis. Perubahan hemodinamika
menyebabkan peningkatan laju aliran darah glomerular dan tekanan
kapiler glomerular sehingga lama kelamaan dapat menyebabkan
kerusakan pada ginjal. Hal ini dikarenakan ginjal dipacu untuk bekerja
keras secara terus menerus. Kerentanan terhadap penyakit

5
jantung koroner meningkat seiring bertambahnya usia. Namun dengan
demikian jarang timbul penyakit serius sebelum usia 40 tahun,
sedangkan dari usia 40 hingga 60 tahun, insiden meningkat lima kali
lipat. Hal ini dapat terjadi akibat adanya pengendapan aterosklrerosis
secara progresif pada arteri koroner.

A. Faktor Risiko Penyakit Jantung Koroner


terdapat dua faktor PJK, faktor yang bisa diubah dan faktor yang tidak
dapat diubah.
1. Faktor yang dapat diubah ( Changeable risk factors)
- Hipertensi
Tekanan darah yang terus meningkat dalam jangka waktu
panjang akan mengganggu fungsi endotel, sel-sel pelapis dinding
dalam pembuluh darah (termasuk pembuluh koroner). Disfungsi
endotel ini mengawali proses pembentukan kerak yang dapat
mempersempit liang koroner. Pengidap hipertensi beresiko dua kali
lipat menderita penyakit jantung koroner.
Resiko jantung menjadi berlipat ganda apabila penderita
hipertensi juga menderita DM, hiperkolesterol, atau terbiasa merokok.
Selain itu hipertensi juga dapat menebalkan dinding bilik kiri jantung
yang akhirnya melemahkan fungsi pompa jantung.
Resiko PJK secara langsung berhubungan dengan tekanan
darah, untuk setiap penurunan tekanan darah diastolik sebesar
5mmHg resiko PJK berkurang sekitar 16%. Risiko penyakit jantung
meningkat sejalan dengan peningkatan tekanan darah, dimana
peningkatan tekanan darah sistolik 130-139 mmHg dan tekanan
diastolik 85-89 mmHg akan meningkatkan risiko penyakit jantung dan
pembuluh darah sebesar 2 kali di bandingkan dengan tekanan darah

6
kurang dari 120/80 mmHg. peningkatan tekanan darah dapat
meningkatkan kejadian atherosklerotik.
- Merokok
Sekitar 24% kematian akibat PJK pada laki-laki dan 11% pada
perempuan disebabkan kebiasaan merokok. Orang yang tidak
merokok dan tinggal bersama perokok (perokok pasif) memiliki
peningkatan resiko sebesar 20-30%. Resiko terjadinya PJK akibat
merokok berkaitan dengan dosis dimana orang yang merokok 20
batang rokok atau lebih dalam sehari memiliki resiko sebesar dua
hingga tiga kali lebih tinggi menderita PJK dari pada yang tidak
merokok.
Setiap batang rokok mengandung 4.800 jenis zat kimia,
diantaranya karbon monoksida (CO), karbon dioksida (CO2),
hidrogen sianida, amoniak, oksida nitrogen, senyawa hidrokarbon,
tar, nikotin, benzopiren, fenol dan kadmium.
Reaksi kimiawi yang menyertai pembakaran tembakau menghasilkan
senyawa-senyawa kimiawi yang terserap oleh darah melalui proses
difusi.
Nikotin yang masuk dalam pembuluh darah akan merangsang
katekolamin dan bersama-sama zat kimia yang terkandung dalam
rokok dapat merusak lapisan dinding koroner. Nikotin berpengaruh
pula terhadap syaraf simpatik sehingga jantung berdenyut lebih
cepat dan kebutuhan oksigen meninggi.
Karbon monooksida yang tersimpan dalam asap rokok akan
menurunkan kapasitas penggangkutan oksigen yang diperlukan
jantung karena gas tersebut menggantikan sebagian oksigen dalam
hemoglobin. Perokok beresiko mengalami seranggan jantung karena
perubahan sifat keping darah yang cenderung menjadi lengket
sehingga memicu terbentuknya gumpalan darah ketika dinding

7
koroner Karbon monoksida (CO) pada rokok dapat menimbulkan
desaturasi hemoglobin yang menurunkan langsung persediaan
oksigen untuk jaringan termasuk miokard serta mempercepat
aterosklerosis (Yuliani et al., 2014).
- Diabetes Mellitus
Kumpulan gejala akibat peningkatan kadar gula darah akibat
kekurangan hormon insulin baik absolut maupun relatif.
Berdasarkan hasil penelitian Framingham dalam P2PL (2011) , satu
dari dua orang penderita DM akan mengalami kerusakan pembuluh
darah dan peningkatan risiko serangan jantung.
Diabetes Mellitus (DM) berpotensi menjadi ancaman terhadap
beberapa organ dalam tubuh termasuk jantung. Keterkaitan diabetes
mellitus dengan penyakit jantung sangatlah erat. Resiko serangan
jantung pada penderita DM adalah 2-6 kali lipat lebih tinggi
dibandingkan orang tanpa DM. Jika seorang penderita DM pernah
mengalami serangan jantung, resiko kematiannya menjadi tiga kali
lipat lebih tinggi.
Peningkatan kadar gula darah dapat disebabkan oleh
kekurangan insulin dalam tubuh, insulin yang tidak cukup atau tidak
bekerja dengan baik (Yahya, 2010). Pada diabetes mellitus akan
timbul proses penebalan membran basalis dari kapiler dan pembuluh
darah arteri koronaria, sehingga terjadi penyempitan alirah darah ke
jantung. Penyakit ini dapat dikendalikan dengan menjaga kadar gula
darah agar tetap normal.
- Dislipidemia
Kadar kolesterol HDL yang rendah memiliki peran yang penting
dalam terjadinya PJK dan terdapat hubungan terbalik antara antara
kadar HDL dan LDL . Peningkatan kadar lemak berhubungan dengan
proses aterosklerosis. Berikut ini faktor dari faktor lipid darah: total

8
kolesterol plasma >200 mg/dl, nilai LDL >130 mg/dl, trigliserida >150
mg/dl, HDL <40 mg/dl pada laki-laki.
Hiperglikemia yang biasanya dialami oleh penderita DM. Orang
dewasa yang menderita hiperglikemia beresiko mengalami
aterosklerosis karena adanya abnormalitas dari metabolisme tubuh
akan meningkatkan pembentukan ROS (Reactive Oxygen Species)
(Yuliani et al., 2014; Paneni, et al., 2013).
- Obesitas
Obesitas merupakan keadaan dimana indeks massa tubuh (IMT)
berkisar antara 25-29,9 kg/m . Kelebihan berat badan memaksa
jantung bekerja lebih keras, adanya beban ekstra bagi jantung. Berat
badan yang berlebih menyebabkan bertambahnya volume darah dan
perluasan sistem sirkulasi sehingga berkolerasi terhadap tekanan
darah sistolik .
- Kurang aktifitas fisik
Seseorang yang kurang aktifitas menyebabkan aliran darah di
pembuluh darah kolateral dan arteri koronaria berkurang sehingga
aliran darah ke jantung berkurang. Aktivitas fisik akan memperbaiki
sistem kerja jantung dan pembuluh darah. Dianjurkan melakukan
latihan fisik (olah raga) minimal 30 menit setiap hari selama 3-4 dalam
seminggu sehingga tercapai hasil yang maksimal.
Program aktifitas fisik harus dirancang untuk meningkatkan
kekuatan fisik dengan menggunakan formula FITT yaitu frequency
(berapa sering), Intensity (berapa lama), Type (Isotonic) dan Time
(berapa lama). Americal College of Vardiologi (ACC)
merekomendasikan seluruh warga Amerika untuk melakukan aktivitas
fisik 30 menit setiap hari.
- Stress

9
Stres membuat jantung berdetak lebih cepat, membuat otot jantung
lebih tegang dan meningkatkan tekanan darah yang bisa
menyebabkan penyakit jantung koroner.
2. Faktor yang tidak dapat diubah ( Unchangeable risk factors )
- Usia
Kerentanan terhadap penyakit jantung koroner meningkat seiring
bertambahnya usia. Namun dengan demikian jarang timbul penyakit
serius sebelum usia 40 tahun, sedangkan dari usia 40 hingga 60
tahun, insiden MI meningkat lima kali lipat. Hal ini terjadi akibat adanya
pengendapan aterosklrerosis pada arteri koroner . Seperti halnya
dengan penyakit lain, maka PJK akan semakin berisiko seiring
bertambah usia .
- Jenis Kelamin
Morbiditas akibat PJK pada laki-laki dua kali lebih besar dibandingkan
pada wanita dan kondisi ini terjadi hampir 10 tahun lebih dini pada laki-
laki daripada wanita. Estrogen bersifat protektif pada wanita, namun
setelah menopause insidensi PJK meningkat dengan cepat dan
sebanding dengan laki-laki. Sebelum menopause, wanita mempunyai
HDL lebih tinggi dan LDL lebih rendah dibandingkan laki-laki, setelah
menopause LDL meningkat.
- Riwayat Keluarga
Riwayat jantung koroner pada keluarga meningkatkan kemungkinan
timbulnya aterosklerosis premature. Riwayat keluarga penderita
jantung koroner umumnya mewarisi faktor-faktor resiko lainnya, seperti
abnormalitas kadar kolesterol, peningkatan tekanan darah, kegemukan
dan DM. Jika anggota keluarga memiliki faktor resiko tersebut, harus
dilakukan pengendalian secara agresif. Dengan menjaga tekanan
darah, kadar kolesterol, dan gula darah agar berada pada nilai ideal,

10
serta menghentikan kebiasaan merokok, olahraga secara teratur dan
mengatur pola makan (Yahya, 2010 ).
- Ras
Ras kulit putih lebih sering terjadi PJK daripada ras African American .
Pada kulit putih yang berusia pertengahan berisiko tinggi untuk terkena
PJK.
B. Pencegahan Penyakit Jantung Koroner
1. Health Promotion (Promosi Kesehatan)
Pada tahap pencegahan ini, dilakukan pada saat masih
sehat.Tidak hanya untuk mengantisipasi penyakit aterosklerosis
saja tetapi juga penyakit-penyakit yang lain.Karena upaya ini
bertujuan agar kondisi kesehatan tetep terjaga. Promosi kesehatan
yang dilakukan adalah memberi penyuluhan tentang pengetahuan
kesehatan khususnya penyakit jantung koroner, olahraga secara
teratur, menyeimbangkan asupan gizi dalam tubuh, melakukan
pemeriksaan secara berkala, dan pegetahuan secara genetis
tentang riwayat penyakit.
Gaya hidup yang sehat, yang bisa membantu menjaga kesehatan
dan elastisitas pembuluh darah serta memungkinkan aliran darah
yang lancar, merupakan faktor yang penting untuk menjaga
kesehatan.
a. Gaya hidup yang sehat:
Jangan merokok/berhenti merokok sekarang juga;
Lakukan olahraga sedang dalam tempo 30 menit setiap hari;
Tetap tenang dan hindari stres. Libatkan diri dalam kegiatan
yang sehat untuk mengurangi stres.
b. Kontrol kesehatan:
Berat: Berbagai penelitian medis telah membuktikan bahwa
obesitas meningkatkan risiko penyakit jantung koroner. Indeks
massa tubuh (IMT/BMI - Body Mass Index) merupakan standar
yang diakui secarainternasional dan obyektif untuk mengukur

11
obesitas. Secara umum, kisaran normal IMT untuk orang Asia
dewasa adalah 18,5 22,9. Kita harusmenjaga berat badan yang
sehat dengan cara menjaga pola makan dan olahraga secara
teratur.
Kadar kolesterol: Tingkat kolesterol darah harus dikendalikan
melalui pola makan dan olahraga secara teratur. Orang dengan
kadar kolesterol yang tinggi harus berkonsultasi dengan dokter
dan mungkin harus mengonsumsi obat-obatan.
Tekanan darah dan kadar gula darah: Tekanan darah dan kadar
gula darah harus dipantau dan dijaga pada tingkatan yang wajar.
Penderita hipertensi atau diabetes harus mengikuti saran
pengobatan dari dokter secara ketat.
c. Pola Makan yang seimbang
Rendah garam: Konsumsi garam secara berlebihan akan
meningkatkan tekanan darah. Makanan dengan kandungan garam
yang tinggi seperti
makanan olahan dan makanan yang diawetkan serta saus harus
dihindari;
Rendah gula: Hindari makanan dan minuman dengan kadar
gula yang
tinggi. Kurangi konsumsi makanan nol kalori, yaitu makanan
yang memiliki nutrisi sangat sedikit bila dibandingkan dengan
kadar kalorinya. Gula rafinasi merupakan contoh makanan nol
kalori.
Rendah lemak: Kurangi konsumsi makanan dengan
kandungan lemak yang tinggi.Mengonsumsi lebih banyak sayuran
dan makanan kaya serat bisa mencegah sembelit dan mengurangi
penyerapan lemak. Sayuran dan makanan kaya serat juga
membantu mengendalikan kolesterol dan kadar gula darah.

12
4. Pemeriksaan rutin untuk deteksi dini masalah kesehatan
Pemeriksaan rutin Tekanan darah tinggi , lemak dan kolesterol
darah , gula darah harus secara rutin dilakukan.
Bahaya dari penyakit jantung koroner adalah bahwa penyakit ini
bisa menyebabkan kematian dalam waktu yang sangat singkat
tanpa munculnya gejala penyakit. Oleh karena itu, kita harus
mengambil tindakan pencegahan dini. Apabila nyeri dada terasa
secara terus menerus, sebaiknya berkonsultasi
2. Specific Protection (Perlindungan Khusus)
Bagi yang beresiko tinggi terhadap penyakit jantung diharapkan
untuk bisa menghindari hal-hal yang bisa meninggalkan kebiasaan
kebiasaan seperti merokok, tidak mengkonsumsi alcohol, menjaga
Kadar kolesterol, tekanan darah dan diabetes di bawah kontrol
dengan sering berkonsultasi dengan dokter.
3. Early Diagnosis and Prompt treatment (Diagnosis dan
Pengobatan segera)
Sebelum terjadinya komplikasi, aterosklerosis mungkin tidak
akan terdiagnosis. Komplikasi yang terjadi adalah, terdengarnya
bruit (suara meniup) pada pemeriksaan dengan stetoskop bisa
merupakan petunjuk dari aterosklerosis. Denyut nadi pada daerah
yang terkena bisa berkurang. Pada tahap ini dilakukan dengan
melakukan survey pada kelompok beresiko dan melakukan
pelaporan. Dalam survey yang dilakukan dapat melakukan
pemeriksaan untuk memdiagnosis penderita. Pemeriksaan yang
bisa dilakukan untuk mendiagnosis aterosklerosis yaitu :
- ABI (ankle-brachial index), dilakukan pengukuran tekanan
darah di pergelangan kaki dan lengan.
- Pemeriksaan Doppler di daerah yang terkena. Skrening
ultrasonik Duplex. CT scan di daerah yang terkena.
- Arteriografi resonansi magnetik. Arteriografi di daerah yang
terkena.

13
- VUS (intravascular ultrasound).
Pengobatan bisa dilakukan dengan memberikan obat-obatan
untuk menurunkan kadar lemak dan kolesterol dalam darah
(contohnya colestyramine, kolestipol, asam nikotinat, gemfibrozil,
probukol, lovastatin). Aspirin, ticlopidine dan clopidogrel atau
antikoagulan bisa diberikan untuk mengurangi resiko terbentuknya
bekuan darah.
4. Disability Limitation (Pembatasan Disabilitas)
Jika terdapat gejala yang akut, sumbatan akut yang
mengancam kemampuan otot dan jaringan kulit untuk
berkontraksi atau salah satu organ sudah tidak dapat berfungsi
sempurna, mungkin dapat dilakukan pengobatan selanjutnya,
seperti: Pembedahan Angioplasti balon dilakukan untuk
meratakan plak dan meningkatkan aliran darah yang melalui
endapan lemak. Enarterektomi merupakan suatu untuk
mengangkat endapan. Pembedahan bypass merupakan
prosedur yang sangat invasif, dimana arteri atau vena yang
normal dari penderita digunakan untuk membuat jembatan guna
menghindari arteri yang tersumbat. Thrombolytic. Jika arteri
tersumbat oleh adanya gumpalan darah, biasanya diberi obat
untuk melarutkan gumpalan ke dalam arteri sampai gumpalan
itu kembali normal. Penggunaan Angiography. Dengan cara
memasukkan catheter kecil ke dalam arteri dan di celup, dan
kemudian sumbatan tersebut di tolong dengan sinar X.
5. Rehabilitation (Rehabilitasi)
Rehabilitasi yang dilakukan adalah penerapan perilaku sehat
dalam keseharian seperti menghindari konsumsi alcohol dan
rokok serta olahraga secara teratur, asupan gizi yang sesuai,
menghindari makanan-makanan yang tinggi kolesterol,

14
pemeriksaan secara berkala,dan psikoterapi untuk
mengendalikan.
C. Cara Pencegahan lain nya
Gaya hidup yang sehat, yang bisa membantu menjaga
kesehatan dan elastisitas pembuluh darah serta memungkinkan
aliran darah yang lancar, merupakan faktor yang penting untuk
menjaga kesehatan.
1. Gaya hidup yang sehat:
Jangan merokok/berhenti merokok sekarang juga;
Lakukan olahraga sedang dalam tempo 30 menit setiap hari;
Tetap tenang dan hindari stres. Libatkan diri dalam kegiatan
yang sehat untuk mengurangi stres.
2. Kontrol kesehatan:
Berat: Berbagai penelitian medis telah membuktikan bahwa
obesitas meningkatkan risiko penyakit jantung koroner. Indeks
massa tubuh (IMT/BMI - Body Mass Index) merupakan standar
yang diakui secarainternasional dan obyektif untuk mengukur
obesitas. Secara umum, kisaran normal IMT untuk orang Asia
dewasa adalah 18,5 22,9. Kita harusmenjaga berat badan yang
sehat dengan cara menjaga pola makan dan olahraga secara
teratur.
Kadar kolesterol: Tingkat kolesterol darah harus dikendalikan
melalui pola makan dan olahraga secara teratur. Orang dengan
kadar kolesterol yang tinggi harus berkonsultasi dengan dokter
dan mungkin harus mengonsumsi obat-obatan.
Tekanan darah dan kadar gula darah: Tekanan darah dan kadar
gula darah harus dipantau dan dijaga pada tingkatan yang wajar.
Penderita hipertensi atau diabetes harus mengikuti saran
pengobatan dari dokter secara ketat.
3. Pola Makan yang seimbang

15
a. Rendah garam: Konsumsi garam secara berlebihan akan
meningkatkan tekanan darah. Makanan dengan kandungan garam
yang tinggi seperti
makanan olahan dan makanan yang diawetkan serta saus harus
dihindari;
b. Rendah gula: Hindari makanan dan minuman dengan kadar
gula yang
tinggi. Kurangi konsumsi makanan nol kalori, yaitu makanan
yang memiliki nutrisi sangat sedikit bila dibandingkan dengan
kadar kalorinya. Gula rafinasi merupakan contoh makanan nol
kalori.
c. Rendah lemak: Kurangi konsumsi makanan dengan kandungan
lemak yang tinggi.
Mengonsumsi lebih banyak sayuran dan makanan kaya serat bisa
mencegah sembelit dan mengurangi penyerapan lemak. Sayuran
dan makanan kaya serat juga membantu mengendalikan
kolesterol dan kadar gula darah.
5. Pemeriksaan rutin untuk deteksi dini masalah kesehatan
Pemeriksaan rutin Tekanan darah tinggi , lemak dan kolesterol
darah , gula darah harus secara rutin dilakukan.
Oleh karena itu, kita harus mengambil tindakan pencegahan dini.
Apabila nyeri dada terasa secara terus menerus, sebaiknya
berkonsultasi dengan dokter untuk melakukan deteksi dini dan
menerima pengobatan yang sesuai.
BAB III
PEMBAHASAN

A. Berdasarkan Penelitian Ghani,et al,2016 didapatkan usia 40


tahun berisiko 2,72 kali dibanding < 40 tahun (95% CI 3,04 4,50,

16
p 0,0001). Usia merupakan faktor risiko penyakit jantung koroner
dimana penambahan usia akan meningkatkan risiko terjadinya
penyakit jantung koroner. Semakin tua usia maka semakin besar
timbulnya plak yang menempel di dinding dan menyebabkan
gangguan aliran darah yang melewatinya. Faktor usia terbukti
berhubungan dengan kematian akibat penyakit jantung koroner.
Tanda dan gejala penyakit jantung koroner banyak dijumpai pada
individu-individu dengan usia yang lebih tua. Faktor usia juga
berhubungan dengan kadar kolesterol yaitu kadar kolesterol total
akan meningkat dengan bertambahnya umur. Kandungan lemak
berlebihan dalam darah pada hiperkolesterolemia dapat
menyebabkan penimbunan kolesterol pada dinding pembuluh
darah sehingga pembuluh darah akan menyempit dan akibatnya
tekanan darah akan meningkat dan terjadilah penyakit jantung
koroner. Stroke juga terlihat merupakan salah satu faktor risiko
yang dominan. Dikatakan Stroke selain merupakan salah satu dari
penyakit kardiovaskuler juga merupakan faktor risiko dari penyakit
kardiovaskuler lainnya. Sebaliknya penyakit jantung koroner juga
merupakan faktor risiko dari stroke dengan OR 3,13 (95% 2,72 -
3,60). Terlihat juga diabetes melitus merupakan salah satu faktor
risiko yang dominan. Prevalensi penyakit jantung koroner pada
diabetes mellitus 9,2 % dan setelah dikontrol dengan faktor-faktor
lain, berisiko 8,43 kali dibandingkan tidak diabetes melitus.,
sebesar 4,06 kali (95% CI 3,79-4,35) dibandingkan yang tidak
diabetes melitus.
B. Berdasarkan hasil penelitian Rulandari,et al,2015 terdapat
hubungan yang bermakna antara usia dengan penyakit jantung
koroner. Tidak terdapat hubungan antara jenis kelamin dengan
penyakit jantung koroner. Hal ini terjadi karena pada penelitian ini

17
mayoritas pasien lebih dari 55 tahun. Berdasarkan teori bahwa
sebelum usia 55 tahun, perempuan memiliki hormon estrogen yang
dapat menurunkan LDL dan meningkatkan HDL dalam darah
sehingga penumpukan plak di dinding pembuluh darah bisa
dihambat. Variabel yang lain didapatkan bahwa terdapat
hubungan yang bermakna antara tekanan darah dengan penyakit
jantung koroner. Hal ini disebabkan karena tekanan darah tinggi
akan menekan dinding arteri termasuk arteri koroner sehingga
makin lama arteri tersebut akan rusak dan menyebabkan
terbentuknya plak dan dinding pembuluh darah nya semakin kaku
karena penumpukkan plak tersebut sehingga dinding pembuluh
darah ke jantung akan menyempit.
C. Dalam jurnal Korelasi obesitas, merokok, makanan yang digoreng
pola konsumsi dan asupan makanan dengan profil lipid di PNS di
Yogyakarta, Indonesia (Sudargo T et al, 2017) Asupan karbohidrat
secara bermakna dikaitkan dengan dislipidemia. asupan serat dan
asupan lemak gorengan memiliki hubungan yang signifikan dengan
tingkat LDL dan HDL. Beberapa tindakan yang diperlukan untuk
mengontrol timbulnya dislipidemia sehingga peningkatan
prevalensi dislipidemia di Indonesia bisa dicegah.
D. Zahrawardani et al,2013 dalam penelitian nya menyatakan bahwa
Usia, kolesterol total,kadar trigliserida, hipertensi, dan diabetes
melitus merupakan faktor risiko kejadian penyakit jantung koroner.
Faktor yang paling berpengaruh terhadap kejadian penyakit
jantung koroner adalah kolesterol total,dimana diperoleh nilai p =
0,002 dan OR = 5,127.
E. Penelitian Rahim A et al,2016 menunjukkan bahwa terdapat
hubungan antara kebiasaan merokok dengan penyakit jantung
koroner di Instalasi CVBC RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado.

18
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Penyakit Jantung koroner adalah penyakit jantung yang menyangkut
gangguan dari pembuluh darah koroner yang dalam mengenal dan
menanganinya membutuhkan perhatian serta pengenalan dari faktor
resiko yang ada pada penderita serta tindakan yang segera dapat
diambil terhadap penderita tersebut dalam waktu yang singkat agar
tidak terjadi komplikasi yang dapat membawa akibatyang tidak di
inginkan.
2. Faktor risiko penyakit jantung koroner di Indonesia adalah hipertensi,
diabetes melitus, dislipidemia , stroke, usia 40 tahun, kebiasaan
merokok, perempuan, obesitas , dengan OR adjusted berkisar dari
1,30 hingga 10,09.

19
3. Risiko merupakan kemungkinan bahwa individu yang tanpa penyakit,
tetapi terpapar oleh beberapa faktor risiko, akan dapat menderita
suatu penyakit.
4. Fakto risiko merupakan faktor faktor yang berhubungan dengan
kenaikan risiko untuk terjadinya suatu penyakit. Adapun jenis faktor
menurut dapat tidaknya faktor risiko itu diubah, yaitu Unchangeable
risk factors, Changeable risk factors. Menurut kestabilan peranan
faktor risiko, yaitu Suspected risk factors dan Established risk factors
5. Alasan sulitnya menetapkan hubungan antara paparan dengan
penyakit, yaitu masa laten yang panjang antara paparan dan penyakit,
frekuensi paparan faktor risiko, insidensi penyakit yang rendah, risiko
paparan yang kecil, penyakit yang umum, penyebab penyakit yang
multipleks.
6. Perluya faktor risiko diketahui dalam terjadinya penyakit dapat berguna
untuk prediksi, penyebab, diagnosis, dan prevensi.
7. Probabilitas adalah kemungkinan yang dapat terjadi dalam suatu
peristiwa tertentu.
8. Studi risiko dapat dilakukan dengan studi observasional atau studi
kohort sekalipun studi eksperimental merupakan cara terbaik untuk
melihat paparan dari faktor risiko namun tidak semua efek dari faktor
risiko dapat dilihat karena ada hal etis tertentu yang menjadi
pertimbangan sehingga diperlukan studi yang lebih sederhana. Studi
kohort dapat dilakukan dengan prospektif dan retrospektif. Studi kohort
lebih dipilih dalam mempelajari risiko namun tetap mempertimbangkan
waktu, usaha, dan biaya.
B. Saran
Perlunya meningkatkan pemahaman tentang risiko yang mencakup
berbagai aspek, meliputi pengertian, kegunaan, faktor risiko dan jenis
jenisnya, studi tentang risiko dan kemampuan membedakan risiko yang
sangat dibutuhkan dalam penerapan epidemiologi klinik.

20
DAFTAR PUSTAKA

CDC Coronary Artery Disease ( CAD )


https://www.cdc.gov/heartdisease/coronary_ad.Diakses tanggal 9
April 2017.
Diastutik d.2017. Proporsi Karakteristik Penyakit Jantung Koroner
pada perokok aktif berdasarkan karakteristik merokok. Jurnal
Berkala Epidemiologi, Vol. 4 No. 3, September 2016: 326337.
Farahdika A., Azam M. Faktor Risiko yang Berhubungan dengan
Penyakit Jantung Kororner Pada Usia Dewasa Madya (41-60
tahun) (Studi Kasus di RS Umum Daerah Kota Malang). Unnes
Journal of Public Health, 2015, 4 (2): 118.
Herman S,Syukri M, Efrida .2015. Hubungan Faktor Risiko yang dapat
Dimodifikasi denganKejadian Penyakit Jantung Koroner di RS Dr.
M. Djamil Padang. Jurnal Kedokteran Andalas,2015, 4 (2) : 369.
Puja K. Mehta P J, Wei J,Wenger N K,2014. Ischemic heart
disease in women : A focus risk factors.Trend in
Cardiovascular Medicine.2014.

21
Kemenkes.2013. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas)
www.depkes.go.id/resources/download/general/Hasil
%20Riskesdas%2013.pdf . Diakses tanggal 9 April 2017.
Rulandani R, Wijayanegara H, Hikmawati D,2015. Hubungan Usia,
Jenis Kelamin, Tekanan Darah dan Dislipidemia dengan
Penyakit Jantung koroner. Universitas Islam Bandung.
Rahim A T,Kundre R M,Malara R T.2016. Hubungan Kebiasaan
Merokok dengan Kejadian Penyakit Jantung Koroner di
instalasi CVBC RSUP Prof DR.R.D. Kandou Manado,2016.
Sudargo T, Fahmi Tiara Sari F T, Novita Dian Naomi N D.2017.The
correlation of obesity, smoking, fried foods consumption pattern
and food intake with lipid profile in civil servant in Yogyakarta,
Indonesia.
WHO|Cardiovascular diseases(CVDs)
www.who.int/mediacentre/factsheets/fs317/en . diakses tanggal 10
April 2017.
Yuliani F, Oenzil F, Iryani D. Hubungan Berbagai Faktor Risiko
terhadap Kejadian Penyakit Jantung Koroner Pada Penderita
Diabetes melitus Tipe 2.Jurnal Kesehatan Andalas. 2014;Vol 3 (1).
Zahrawardani D., Herlambang K.S., and Anggraheny H.M. Analisis
Faktor Risiko Kejadian Penyakit Jantung Koroner di RSUP Dr
Kariadi Semarang. Jurnal Kedokteran Muhammadiyah, 2013, 2
(1):4

22

Anda mungkin juga menyukai