Case Paraparese
Case Paraparese
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Trauma medula spinalis adalah trauma pada tulang belakang yang menyebabkan lesi di
medula spinalis sehingga menimbulkan gangguan neurologis, dapat menyebabkan kecacatan
menetap atau kematian. Trauma medula spinalis merupakan keadaan darurat neurologi yang
memerlukan tindakan cepat, tepat dan cermat untuk mengurangi angka kecacatan dan kematian.
Insiden trauma medula spinalis diperkirakan 30-40 per satu juta penduduk per tahun dengan
sekitar 8000 - 10 000 kasus. Angka mortalitas diperkirakan 48% dalam 24 jam pertama, dan
lebih kurang 80% meninggal di tempat kejadian, ini disebabkan vertebra servikalis yang
memiliki risiko trauma yang paling besar dengan level tersering C5 diikuti C4,C6, kemudian
T12, L1 dan T10.1 Usia rata-rata untuk trauma medula spinalis adalah 29 tahun. Kecelakaan
motor merupakan penyebab paling banyak kasusnya. Dalam 25 tahun terakhir, lebih dari 90%
trauma medula spinalis yang berkaitan dengan olahraga dari menyelam, sepakbola, senam
menyebabkan paralisis karena jenis ini mempengaruhi tulang servikal.2
2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Trauma medula spinalis adalah trauma langsung atau tidak langsung terhadap medula
spinalis yang menyebabkan kerusakan medula spinalis.1 Trauma medula spinalis dapat
menyebabkan hilangnya fungsi pada susunan saraf pusat yaitu fungsi motorik, fungsi sensorik
dan fungsi otonom.3
2.2 Epidemiologi
Insiden trauma medula spinalis di Amerika Serikat adalah sekitar 40 kasus per satu juta
penduduk atau sekitar 12.000 pasien per tahun berdasarkan data di database nasional trauma
medula spinalis. Perkiraan dari berbagai penelitian menunjukkan bahwa jumlah orang di
Amerika Serikat hidup pada tahun 2010 dengan trauma medula spinalis sekitar 265.000 orang.4
Lebih dari 50% dari trauma medula spinalis terjadi pada umur 16-30 tahun. Sekitar 80% dari
pasien trauma medula spinalis yaitu laki-laki.5
2.3 Etiologi
Kecelakaan sepeda motor adalah penyebab paling banyak pada trauma medula spinalis
akut (44%). Kejadian bisa berhubungan dengan tindakan kekerasan (24%), jatuh (22%),
olahraga (8%) dan faktor-faktor lain(2%).
2.4 Klasifikasi1
3
Menurut American Spinal Injury Associaton :
Grade C : Fungsi motorik terganggu dibawah level, tapi otot-otot motorik utama masih punya
kekuatan <3
Grade D : Fungsi motorik terganggu dibawah level, otot-otot motorik utama punya kekuatan >3
2.5 Anatomi
Medula spinalis terdiri dari saraf yang menghubungkan otak ke saraf dalam tubuh. Ada 7
cervikal, 12 thorakal, 5 lumbal, 5 sakral, 4 sakrum.
Medula spinalis terdiri dari substansia alba dan substansia griseria. Substansia alba
mengandung traktus serabut asenden dan desenden sedangkan substansia griseria mengandung
berbagai jenis neuron, kornu anterius terutama mengandung neuron motorik. Kornu lateral
terutama mengandung neuron otonom dan kornu posterius terutama mengandung neuron
somatosensorik yang berpartisipasi pada beberapa jaras aferen yang berbeda. Selain itu medula
spinalis mengandung aparatus neuronal intrinsik yang terdiri dari interneuron, neuron asosiasi,
dan neuron komisural, yang prosesusnya berjalan naik dan turun dalam fasikulus proprius.
2.6 Patofisiologi
Trauma pada permukaan medula spinalis dapat memperlihatkan gejala dan tanda yang segera ataupun
dapat timbul kemudian. Trauma mekanik yang terjadi untuk pertama kalinya sama pentingnya dengan traksi dan
kompresi yang terjadi selanjutnya. Kompresi yang terjadi secara langsung pada bagian-bagian saraf olehf
ragmen-fragmen tulang, ataupun rusaknya ligamen-ligamen pada sistem saraf pusat dan perifer. Pembuluh darah
rusak dan dapat menyebabkan iskemik. Ruptur axon dan sel membran neuron bisa juga terjadi. Mikrohemoragik
terjadi dalam beberapa menit di substansia grisea dan meluas beberapa jam kemudian sehingga perdarahan
masif dapat terjadi dalam beberapa menit kemudian.Efek trauma terhadap tulang belakang bisa bisa berupa
fraktur-dislokasi, fraktur, dan dislokasi. Frekuensi relatif ketiga jenis tersebut adalah 3:1:1. Fraktur tidak
mempunyai tempat predileksi, tetapi dislokasi cenderung terjadi pada tempat-tempat antara bagian yang sangat
mobil dan bagian yang terfiksasi, seperti vertebra C1-2, C5-6 dan T11-12.
Dislokasi bisa ringan dan bersifat sementara atau berat dan menetap. Tanpakerusakan yang nyata pada
tulang belakang, efek traumatiknya bisa mengakibatkanlesi yang nyata di medulla spinalis.Efek trauma yang
tidak dapat langsung bersangkutan dengan fraktur dandislokasi, tetapi dapat menimbulkan lesi pada medulla
spinalis dikenal sebagaitrauma tak langsung. Tergolong dalam trauma tak langsung ini ialah whiplash(lecutan),
jatuh terduduk atau dengan badan berdiri, atau terlempar oleh gayaeksplosi bom.
1. Kompresi oleh tulang, ligamentum, herniasi diskus intervertebralisdan hematom. Yang paling
berat adalah kerusakan akibat kompresitulang dan kompresi oleh korpus vertebra yang mengalami
dislokasitulang dan kompresi oleh korpus vertebra yang mengalami dislokasike posterior dan trauma
hiperekstensi.
2. Regangan jaringan yang berlebihan akan menyebabkan gangguan pada jaringan, hal ini biasanya terjadi
pada hiperfleksi. Toleransimedulla5spinalis terhadap regangan akan menurun dengan bertambahnya usia.
3. Edema medulla spinalis yang timbul segera setelah traumamenyebabkan gangguan aliran darah kapiler dan
vena.
4. Gangguan sirkulasi akibat kompresi tulang atau arteri spinalisanterior dan posterior
Apabila medula spinalis tiba-tiba mengalami kerusakan maka akan ada 3 kelainan yang muncul
yaitu :
Semua pergerakan volunter dibawah lesi hilang segera mendadak dan bersifat
permanen sedangkan reflek fisiologis bisa menghilang atau meningkat
Trauma medula spinalis dapat menghasilkan satu atau lebih tanda klinis di bawah ini :
Nyeri menjalar
2.8 Diagnosis
Selain anamnesis dan pemeriksaan fisik neurologis yang tepat, dilakukan pemeriksaan
laboratorium rutin untuk hemoglobin dan hematokrit untuk mendeteksi atau memonitor
kehilangan darah. Urinalisis juga
6 diperlukan untuk mendeteksi adanya trauma pada traktur
genitourinarius. Selain itu, dilakukan pemeriksaan dengan foto rontgen proyeksi antero-
posterior dan lateral, dan bila perlu tomografi tulang belakang untuk mengidentifikasi trauma
tulang belakang, namun jika penderita memiliki gejala atau terdapat trauma sumsum tulang
belakang, dilakukan CT-Scan atau MRI pada penderita dengan defisit neurologis tetapi rontgen
tidak menunjukkan adanya fraktur. Semua tindakan diagnostik tersebut dikerjakan tanpa
memindahkan atau mengubah posisi penderita.7
a. Laboratorium
Urine lengkap
b. Radiologi
Foto vertebra posisi AP/LAT/odontoid dengan sesuai letak lesi . Merupakan langkah
awal untuk mendeteksi kelainan-kelainan yang melibatkan medula spinalis, kolumna
vertebralis dan jaringan di sekitarnya. Pada cedera torakal dan lumbal digunakan foto
AP dan lateral.1
CT Scan/ MRI jika dengan foto konvensional masih meragukan atau jika akan
dilakukan tindakan operasi . CT Scan dapat memperlihatkan jaringan lunak, struktur
tulang dan kanalis spinalis dalam potongan aksial. CT Scan merupakan pilihan utama
untuk mendeteksi cedera fraktur pada tulang belakang. MRI dapat memperlihatkan
seluruh struktur internal medula spinalis dalam sekali pemeriksaan.3
2.10 Tatalaksana3
Tiga fokus utama penanganan awal pasien cedera medula spinalis yaitu :
7
Mempertahankan usaha bernafas
Mencegah syok
Imobilisasi leher
Terapi utama :
Bedah. Untuk mengeluarkan fragmen tulang, benda asing, reparasi hernia diskus atau
fraktur vertebra yang menekan medula spinalis juga diperlukan untuk menstabilisasi
vertebra untuk mencegah nyeri kronis.
2.11 Prognosis
Pasien dengan trauma medula spinalis komplit hanya mempunyai harapan untuk sembuh
kurang dari 5%. Jika kelumpuhan telah terjadi selama 72 jam, maka peluang untuk sembuh
menjadi tidak ada. Jika sebagian fungsi sensorik masih ada, maka pasien mempunyai
kesempatan untuk dapat berjalan kembali sebesar 50%. Secara umum, 90% penderita trauma
medula spinalis dapat sembuh dan mandiri.3
8
BAB 3
LAPORAN KASUS
I. Identitas Pasien
Nama : Tn. P
Umur : 34 tahun
Rekam Medik : 99.87.08
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Jalan Jati III No 5 Padang
Pekerjaan : Petani
II.Anamnesis
Keluhan utama
Lemah kedua tungkai
Status Internus
Kulit : turgor kulit baik
KGB : tidak ada pembesaran KGB
Kepala : normocephal
Rambut : hitam, tidak mudah dicabut
Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik
THT : tidak ada kelainan
Paru
Inspeksi : simetris kiri dan kanan
Palpasi : fremitus kiri dan kanan sama
Perkusi : sonor
Auskultasi : vesikuler, rhonki -/-, wheezing -/-
Jantung
Inspeksi : iktus tidak terlihat
Palpasi : iktus teraba 1 jari medial LMCS RIC IV
Perkusi : batas jantung dalam batas normal
Auskultasi : bising (-)
Abdomen
Inspeksi : tidak tampak membuncit
Palpasi : supel, hepar lien tidak teraba
Perkusi : timpani
Auskultasi : bising usus (+)
Korpus vertebrae
Inspeksi : deformitas (-)
Palpasi : massa (-)
Status Neurologis
10
1. GCS 15 E4M6V5
Brudzinsky I : (-)
Brudzinsky II : (-)
Pupil isokor, diameter 3mm/3mm , reflek cahaya +/+, papil edema (-), muntah proyektil
N.I (Olfaktorius)
Penciuman Kanan Kiri
Subjektif (+) (+)
Objektif (dengan bahan) (+) (+)
N.II (Optikus)
Penglihatan Kanan Kiri
Tajam Penglihatan Visus 5/5 Visus 5/5
Lapangan Pandang Normal Normal
Melihat warna (+) (+)
Funduskopi Tidak diperiksa Tidak diperiksa
N.III (Okulomotorius)
Kanan Kiri
11
Bola Mata ditengah ditengah
Ptosis (-) (-)
Gerakan Bulbus Bebas ke segala arah Bebas ke segala arah
Strabismus (-) (-)
Nistagmus (-) (-)
Ekso/Endopthalmus (-) (-)
Pupil
Bentuk Bulat, isokor Bulat, isokor
Refleks Cahaya (+) (+)
Refleks Akomodasi (+) (+)
Refleks Konvergensi (+) (+)
N.IV (Troklearis)
Kanan Kiri
Gerakan mata ke bawah (+) (+)
Sikap bulbus Ortho Ortho
Diplopia (-) (-)
N.VI (Abdusens)
Kanan Kiri
Gerakan mata kemedial bawah (+) (+)
Sikap bulbus Ortho Ortho
Diplopia (-) (-)
N.V (Trigeminus)
Kanan Kiri
Motorik
Membuka mulut (+) (+)
Menggerakan rahang
12 (+) (+)
Menggigit (+) (+)
Mengunyah (+) (+)
Sensorik
- Divisi Oftlamika
Refleks Kornea (+) (+)
Sensibilitas Baik Baik
-Divisi Maksila
Refleks Masseter (+) (+)
Sensibilitas Baik Baik
-Divisi Mandibula
Sensibilitas Baik Baik
N.VII (Fasialis)
Kanan Kiri
Raut wajah Simetris
Sekresi air mata (+) (+)
Menggerakan dahi (+) (+)
Menutup mata (+) (+)
Mencibir/bersiul (+) (+)
Memperlihatkan gigi (+) (+)
Sensasi lidah 2/3 belakang Baik Baik
Hiperakusis (-) (-)
N.VIII (Vestibularis)
Kanan Kiri
Suara berbisik (+) (+)
Detik Arloji (+) (+)
Nistagmus (-) (-)
Rinne Test (+) (+)
Weber Test 13 Tidak ada lateralisasi
Scwabach Test Sama Sama
Pengaruh posisi kepala (-)
N.IX (Glosofaringeus)
Kanan Kiri
Sensasi Lidah 1/3 belakang (+) (+)
Refleks muntah (gag refleks) (-)
N.X (Vagus)
Kanan Kiri
Arkus faring Simetris
Uvula Simetris
Menelan Baik
Artikulasi Jelas
Suara (+)
Nadi Teratur
N.XI (Asesorius)
Kanan Kiri
Menoleh kekanan (+)
Menoleh kekiri (+)
Mengangkat bahu kanan (+)
Mengangkat bahu kiri (+)
N.XII (Hipoglosus)
Kanan Kiri
Kedudukan lidah dalam Normal
Kedudukan lidah dijulurkan Normal
Tremor (-) (-)
14
Fasikulasi (-) (-)
Atropi (-) (-)
Pemeriksaan Koordinasi
Cara Berjalan Tidak bisa Disatria (-)
berjalan
Romberg test (-) Disgrafia (-)
Ataksia (-) Supinasi-Pronasi baik
Rebound (-) Tes Jari Hidung baik
Phenomen
Tes Tumit Lutut baik Tes Hidung Jari baik
15
Pemeriksaan Sensibilitas
Sensibilitas (+) menurun Sensibilitas (+) menurun setinggi
taktil setinggi L5-S1 kortikal L5-S1
Sensibilitas (+) menurun Stereognosis (+) menurun setinggi
nyeri setinggi L5-S1 L5-S1
Sensibilitas (+) menurun Pengenalan 2 titik (+) menurun setinggi
termis setinggi L5-S1 L5-S1
Sistem Refleks
A. Fisiologis Kana Kir Kana Kiri
n i n
Kornea (+) (+) Biseps (++) (++)
Berbangkis Triseps (++) (++)
Laring KPR (++) (++)
Masseter APR (+) (+)
B. Patologis Kana Kir Kana Kiri
n i n
Lengan Tungkai
Hofmann Tromner (-) (-) Babinski (-) (-)
Chaddoks (-) (-)
Oppenheim (-) (-)
Gordon (-) (-)
Schaeffer (-) (-)
Fungsi Otonom
1. Miksi : retensio urin
2. Defekasi : konstipasi
3. Ereksi dan ejakulasi : terganggu
Fungsi Luhur
Kesadaran Baik Tanda Demensia (-)
Reaksi bicara Baik Refleks glabela (-)
Reaksi intelek Baik 16 Refleks Snout (-)
Reaksi emosi Baik Refleks (-)
Menghisap
Refleks (-)
Memegang
Refleks (-)
palmomental
Pemeriksaan Laboratorium
Hb : 15,7 gr/dl
Leukosit : 12.570/mm3
Trombosit : 285.000/mm3
Hematokrit : 43%
GDS : 112 mg/dl
2. MRI
Diagnosis :
Terapi :
Umum
Diet MB
Khusus:
Mecobalamin 3x1
Prognosis :
Quo ad vitam : Dubia ed bonam
Quo ad sanam : Dubia ed 17
bonam
Quo ad fungsionam : Dubia ed bonam
DAFTAR PUSTAKA
1. PERDOSSI. Konsensus Nasional Penanganan Trauma Kapitis dan Trauma Spinal. Jakarta;
CV Prikarsa Utama.hlm.19-21, 25
3. Dewanto G, Suwono W.2009. Panduan Praktis Diagnosis dan Tatalaksana Penyakit Saraf.
Jakarta; EGC. Hlm 21-23
18