Anda di halaman 1dari 35

Pencegahan Infeksi Nosokomial Khusus

3. Pencegahan Infeksi Nosokomial Khusus


A. PENCEGAHAN INFEKSI ALIRAN DARAH
Penggunaan alat intravaskuler melalui vena maupun arteri, baik untuk
memasukkan cairan steril, obat atau makanan, maupun untuk memantau tekanan
darah sentral dan fungsi hemodinamik, telah meningkat tajam. Penggunaan merupakan
populasi besar yang mempunyai resiko infeksi melalui aliran darah, baik local maupun
sistemik. Secara local akan terjadi peradangan pada tempat insersi, sedangkan secara
sistemik akan terjadi demam atau septisemia.
Alat yang dimasukkan ke aliran darah melewati mekanisme pertahanan kulit
normal, dapat membuka jalan untuk masuknya mikroorganisme yang berada di kulit
tempat pemasangan. Pencemaran dimulai pada saat pemasangan alat dan selama alat
masih terpasang. Contohnya, pada saat memasang alat penghubung atau pada saat
penggantian cairan. Dengan demikian, tindakan pencegahan terjadinya infeksi aliran
darah baik local maupun sistemik menjadi sangat penting.

Jenis alat intravaskuler


Kateter vena perifer
Biasanya dipasang di vena lengan atau tangan. Banyak digunakan dalam jangka
pendek atau jarang menimbulkan infeksi pembuluh darah. Sedapat mungkin tidak
dipasang di vena kaki karena lebih beresiko untuk terjadinya phlebitis.
Kateter arteri perifer
Penggunaan jangka pendek, dipakai untuk memantau status hemodinamik dan
menentukan tingkat gas darah pasien. Resiko infeksi pada pembuluh darah setingkat
dengan vena sentral.
Kateter midline
Kateter perifer (umuran 7,6-20,3 atau 3-8 inci) dipasang di fossa antekubiti (lengan
bawah) ke vena basilica proksimal atau vena sefalika, tetapi tidak sampai ke vena
sentral. Phlebitis an infeksi yang mungkin timbul lebih rendah daripada dengan keteter
vena sentral.
Non- tunneled central venous pressure (CVP)
Paling banyak dipakai kateter vena sentral, diperkirakan merupakan penyebab 90 %
infeksi yang berhubungan dengan pembuluh, dipadasang di vena jugularis.
Kateter arteri pulmoner
Pemasangan dilakukan dengan panduan Teflon dan umunya pemasangan hanya
dapat dipertahankan selama tiga hari. Umumnya disertai dengan pemberian heparin
untuk mengurangi trombolis dan perlengketan mikroba pada kateter.
Alat pemantauan sistem tekanan
Dapat dipakai bersamaan denga kateter arteri. Kedua-duanya dihubungkan dengan
infeksi aliran darah nosokomial, yang bersumber dari cairan pada sambungan antara
kateter intavena dan alat pemantauan, pemasangan infuse yang tercemar, atau
pencemaran dari tranduser yang bukan sekali pakai.
Kateter sentral yang dipasang perifer
Merupakan alternative pemasangan kateter subclavia atau vena jugularis, dipasang
melalui vena perifer ke dalam vena cava superior. Biasanya melalui vena sefalika dan
vena basilica di lengan. Perawatannya lebih muda dan komplikasi mekanik
(hematothoraks) lebih rendah daripada kateter vena sentral.
Kateter vena sentral tunneled
Pemasangan kateter vena sentral melalui pembedahan ditanam di bawah kulit,
dilengkapi denga penutup yang menghalangi migrasi mikroorganisme ke dalam saluran
Katter sehingga kateter dapat digunakan untuk akses vaskuler jangka panjang.
Alat impian
Dipasang di subkutan atau tempat penyimpanan menggunakan jarum melalui kulit
utuh, tingkat infeksi rendah.
Phlebitis
Phlebitis adalah peradangan pada dinding pembuluh darah balik/vena,
sedangkan thrombophlebitis adalah yang dipergunakan bila bekuan darah pada vena
menyebabkan peradangan. Thrombophlebitis biasanya muncul di vena kaki, tetapi
kadang-kadang juga muncul di lengan. Thrombus (bekuan darah) pada vena
menyebakan nyeri dan iritasi yang dapat menyumbat aliran darah di dalam vena.
Menurut letaknya, phlebitis dibagi menjadi dua, yaitu sebagai berikut:
Phlebitis superficial terjadi pada vena di bawah permukaan kulit. Phlebitis jenis ini
jarang merupakan kondisis yang serius, dan dengan perawatan memadai biasanya
sembuh dengan cepat. Kadang-kadang beberapa orang denga phlebitis superficial juga
menderita phlebitis vena dalam sehingga evaluasi medis perlu dilakukan.

Skala phlebitis superficial:


Derajat 0 : tidak ada tanda phlebitis
Derajat 1 : merah atau sakit bila ditekan
Derajat 2 : merah, sakit bila ditekan dan edema
Derajat 3 : merah, sakit, edema dan vena mengeras dan
Derajat 4 : merah, sakit, dema, vena mengeras dan timbul nanah/pus.
Thrombophlebitis dalam vena dalam (deep vein thrombosis), menyerang vena yang
lebih besar di sebelah dalam pada kaki. Sesudah thrombus terbentuk, dapat terlepas
dan bergerak menuju paru-paru. Kondisi yang mengancam jiwa, disebut thrombo-
emboli paru.
Phlebitis dapat timbul secara spontan ataupun merupakan akibat dari prosedur
medis. Penyebab phlebitis ada tiga, yaitu kimia, mekanis dan bacterial.
Secara kimia, phlebitis timbul karena obat yang dimasukan mempunyai.
pH asam atau basa yang berbeda denga pH normal darah (7,35-7,45) secara cepat.
Obat-obatan uyang mempunyai pH berbeda sebaiknya diberikan secara intravena drip
lambat atau bolus menggunakan syringe pump selama 10-15 menit misalnya, natrium
bikarbonat , K CI dan beberapa jenis antibiotic.
Osmolaritas tinggi yang berbeda dengan cairan tubuh normal (258 5 mOsm/L). cairan
yang dapat ditoleransi maksimun berosmolaritas 900 mOsm/L. Bila memberikan cairan
dengan osmolaritas tinggi, masukkan ke dalam vena sentral untuk mencegah phlebitis.
Misalnya, bebarapa cairan infuse untuk nutrisi parental mempunyai osmolaritas tinggi.
Sebelum memberikan cairan jenis ini, periksa terlebih dahulu dahulu labelnya.
Secara mekanis, phlebitis apat timbul karena.
Diameter jarum kateter terlalu besar sehingga vena teregang
Cara insersi kateter yang tidak baik da
Fiksasi tidak baik sehingga kateter brgerak-gerak.
Secara bacterial, phlebitis timbul karena pencemara.
Kebanyakan infeksi disebabkan oleh pencemaran kateter dengan mikroorganisme
dari kulit pasien atau tangan petugas sewaktu pemasangan / perawatan karena kateter
yang berhubungan langsung dengan pembuluh darah. Mikroorganisme dapat
disalurkan ke dalam pembuluh darah melalui empat jalan sebagai berikut:
Melalui ruangan di antara kateter dan jaringan
Melalui pencemaran dengan bagian tengah (lumen kateter). Pemakaian sebuah jarum
untuk beberapa orang dapat meningkatkan resiko penularan penyakit..
Melalui cairan infuse yang tercemar.
- Kadang-kadang obat dimasukkan ke dalam botol infus. Suntikkan obat melalui karet
karena lebih elastic dan setelah ditusuk karet akan kembali, sementara menusuk badan
plastic akan menyebabkan lubang yang menyebabkan resiko masuknya bakteri ke
dalam cairan.
- Saat penggantian botol, setelah segel dibuka tidak perlu didisenfektan karena sudah
steril.
- Bila set infuse terlepas dari sambungan, sebaiknya ganti dengan baru. Set infuse diganti
maksimal setelah infuse terpasang 72 jam.
Melalui pembuluh darah dari tempat infeksi lain.
Bakteri gram negative dan staphylococcus merupakan penyebabutama infeksi yang
berhubungan dengan kateter pembuluh darah. Kadang ditemukan jamur pada penderita
HIV/AIDS.

Fakor-faktor yang dapat meningkatkan resiko infeksi.


1. Factor pasien sendiri: usia, kekurangan gizi, penyakit kronis, pembedahan besar,
penurunan daya tahan tubuh karena penyakit dan pengobatan
2. Ebelum pemasangan : botol infus retak, lubang/dilubangi pada botol plastic,
penghubung dan cairan infuse yang tercemar / kadaluawarsa set IV bocor. Mempunyai
banyak penghubung, dan persiapan tidak steril baik alat maupun steril.
3. Sewaktu pemakaian : penggatian cairan IV menggunakan set infus yang sama,
pemberian suntikan berkali-kali, sistem irigasi, dan alat pengukuran tekanan vena
sentral.
4. Pencemaran silang : dai daerah terinfeksi di tubuh pasien melalui pasien itu
sendiri/petugas/pasien lain atau sebaliknya melalui tangan petugas sewaktu tindakan,
pemasangan darah melalui.
5. Teknik pemasangan atau penggatian balutan yang tidak benar.

Beberapa resiko thrombophlebitis vena dalam sebagai berikut:


Tidak aktif dala waktu berkempanjangan.
Darah kembali ke jantung engan bantuan kontraksi otot. Kondisi pasien yang
senantiasa berbaring menyebabkan darah terkumpul dan membeku. Ini juga dapat
terjadi pada penumpang mobil atau pesawat terbang atau pasien tirah baring setelah
operasi atau penyakit.
Gaya hidup tidak pernah berolahraga.
Obesitas.
Merokok
Terapi sulih hormone dan pil kontrasepsi
Kehamilan
Beberapa macam obat, seperti obat kanker dan obat untuk gangguan darah dapat
membekukan darah.
Trauma pada lengan dan kaki
Varises

Tindakan untuk mengurangi resiko infeksi


1. Cuci tangan sebelum tindakan
2. Pakai sarung tangan bersih untuk pemasangan kateter vena perifer, dan untuk tindakan
pemasangan kateter jenis lainnya harus menggunakan sarung tangan steril.
3. Cuci tangan setelah melepas sarung tangan.
4. Seleksi tempat penusukan (insersi) dan dipindah-pindah (rotasi).
Untuk orang dewasa dianjurkan:
- vena tangan daripada lengan karena bila terjadi masalah dapat dipindah ke lengan dan
- vena lengan lebih baik daripada vena kaki dan paha karena pemasangan di vena kaki
dan paha beresiko terjadinya inflamasi / phlebitis.
Hindari daerah sendi, vena keras, vena kaki, dan vena yang disekitarnya terdapat
kelainan kulit seperti pembekakan , demam dan infeksi.
Untuk menghindari trauma, pilih vena yang besar dan lurus sesuai dengan ukuran
jarum yang digunakan. Ukuran yang lazim dipakai adalah ukuran 14-24 Gauge,
semakin besar nomor Gauge, semakin kecil jarum.
Fiksasi jarum yang baik akan mencegah jarum bergerak dan melukai dinding vena.
Lakukan pemindahan tempat penusukan setiap 72 jam.
Pemasangan kateter vena sentral harus harus dilakukan dengan menggunakan APD
(sarung tangan, baju tindakan , masker, dan duk steril), dan disinfeksi tingkat tinggi
yang dilakukan di ruang tindakan, bukan di ruang perawatan.
5. Perawatan tempat pemasangan dan penggatina balutan .
Jika tempat pemasangan kotor, cuci tangan dengan sabun dan air lalu keringkan
Gunakan antiseptic alcohol 70%, biarkan kering sendiri, jangan dilap atau di kipas-
kipas, diameter 8 cm dengan arah dari dalam ke luar.
Pemberian salep antimikroba disekitar insersi tidak dianjurkan karena tidak mengurangi
resiko infeksi.
Penutup luka tembus pandang (transparan) memudahkan petugas melihat tempat
kateter intravena, lebih mahal, tetapi belum ada bukti klinis mengurangi resiko infeksi
nosokomial.
Penutup luka dapat dipertahankan 72 jam dengan syarat tetap kering. Jika basah,
lembap, kotor, dan lepas, harus segera ganti.
Daerah tempat tertanamnya kateter atau jarum harus diperiksa setiap hari apakah ada
rasa nyeri atau demam tanpa diketahui penyebabnya.
6. Penggatian cairan dan set infuse.
Ganti botol cairan infuse atau kantong plastic setiap 24 jam.
Ganti botol cairan emulsi lemak setiap 12 jam.
Set infuse untuk cairan (termasuk piggu packs) harus diganti jika rusak atau secara
rutin setiap 24 jam.
Set infuse untuk arah ( administration blood set) dan produk darah atau emulsi atau
emulsi lemak harus segera diganti setiap 24 jam.

B. PENCEGAHAN INFEKSI TEMPAT PEMBEDAHAN


Untuk mengurangi resiko infeksi nosokomial tempat pembedahan, harus dilakukan
tindakan-tindakan secara sistematis dan realistis dengan kesadaran bahwa resiko ini
dipengaruhi oleh karakteristik pasien, jenis dan lama operasi, staf pelayanan
kesehatan, dan lingkungan rumah sakit.
Secara teori, mengurangi resiko kelihatannya sederhana dan murah dan murah,
terutama jika dibandingkan dengan ongkos akibat infeksi sendiri. Namun dalam
praktiknya, hal ini membutuhkan tanggung jawab dari seluruh lapisan sistem pelayanan
kesehatan yang memerlukan pemahaman dan kesadaran yang tinggi untuk dapat
melaksakan hal ini.
Pengertian
a. Infeksi Tempat Pembedahan (ITP)
Infeksi pada insisi atau organ/ruang yang terjadi dalam 30 hari setelah operasi atau
dalam 1 tahun apabila terdapat alat yang ditanam (implan). Insisi ITP berbagi menjadi
insisi superficial (hamya melibatkan kulit dan jaringan subkutis) dan insisi dalam
(mlibatkan jaringan lunak lebih dalam, termasuk lapisan fasia dan otot).
b. Infeksi Tempat Pembedahan (ITP) organ /ruang
Bagian tubuh manapun selain bagian insisi dinding tubuh yang dibuka atau ditangani
selama oprasi.
Klasifikasi Luka Bedah
a. Kelas I bersih
Luka yang tidak terinfeksi dan tanpa peradangan, tidak termasuk saluran napas,
gastrointestinal, dan saluran genitourinara.
b. Kelas II bersih tercemar
Luka yang terjadi pada saluran napas, gastrointestinal, genital, atau saluran kemih
dibawah kondidi terkontrol, tetapi pencemaran luar biasa atau tumpahan isi.
c. Kelas III tercemar
Terbuka, luka baru atau suatu pembedahan dngan terobosanbaru dalam teknik aseptic
(misalnya pijat jantung terbuka) atau tumpahan banyak dari saluran gastrointestinal.
Juga termasuk insis yang ditemukan peradangan akut tidak bermasalah.
d. Kelas IV kotor atau terinfeksi
Patogen yang menyebabkan infeksi pasca, bedah telah terdapat pada luka sebelum
pembedahan.
Luka lama dengan jaringan mati
Luka melibatkan infeksi klinis yag telah ada
Perforasi usus.
Patogenesa
Mikroooragnisme akan mencemari semua luka bedah, tetapi hanya sebagian kecil
pasin yang kemudian timbul infeksi klinis. Hal ini disebabkan mekanisme pertahanan
tubuh efektif dapat melenyapkan penyebab pencemaran pada tempat luka bedah.
Potensi akan terjadi atau tidak, tergantung pada:
a. Jumlah mikroorganisme yang masuk ( agen penginfeksi)
b. Jenis dan virulensi (kemampuan untuk menyebabkan infeksi) suatu mikroorganisme.
c. Mekanisme pertahan pejamu ( pasien), misalnya, efektivitas reaksi peradangan dan
status sistem imun yang banyak dipengaruhi oleh beberapa kondis, seperti status
nutrisi buruk, usia, diabetes tidak terkontrol, perokok, obesitas, adanyainfeksi
bersamaan yang bersamaan pada organ tubuh lainnya, penggunaan obat
kartikosteroid, dan kometerapi.
d. Factor-faktor external seperti lamanya perawatan prabedah, lamanya pembedahan
( lebih dari empat jam), dan persiapan prabedah yang kurang benar, baik untuk pasien
itu sendiri, petugas kesehatan, dan peralatan bedah.
Mengurangi resiko infeksi tempat pembedahan
Berbagai hal disarankan untuk mengurangi resiko infeksi tempat pembedahan (ITP)
ada yang mungkin dilaksanakan dan ada yang tidak mungkin dilaksanakan oleh
berbagai pelayanan kesehatan dengan sumb daya yang terbatas. Misalanya, ventilasi
kamar bedah Intraoperatif yang membutuhkan ventilasi tekanan positif, ketentuan 15X
pertukaran udara perjam dan fitrasi seluruh udara (segara atau sirkulasi ulang).
Beberapa saran perlu dimodifikasi sesuai dengan sumber daya yang ada, termasuk
saran dan sterilisasi peralatan bedah, penggunaan APD termasuk gaun bedah, duk,
dan hal lain-lain.
Yang masih menjadi silang pendapat adalah :
Membatasi arus lalu lintas (misalnya jumlah orang di ruang bedah) selama proses
pembedahan berlangsung.
Memakai pemakain bedah dari satu kasus ke kasus lainnya (ganti gaun bedah).
Melakukan lebih dari satu pembedahan di ruang yang sama termasuk petugas.
Menutupi insisi bersih yang dijahit pada pembedahan lebih dari 48 jam.
Menganjurkan pasien untuk mandi atau bersiram setelah pembedahan tanpa mencuci
luka.
Umumnya praktik standar akan menyarankan jangan melakukannya.
Mengenai perawatan insisi, pada umumnya diyakini bahwa perawtan pacabedah
hanya mempunyai efek minimal atas resiko ITP. Keyakinan ini didasarkan pada asumsi
bahwa luka mulai sembuh dengan segera dan setelah 48 jam tidak membutuhkan
pencucian luka atau tidak akan terinfeksi karena siraman atau mandi. Walau demikian,
asumsi ini tidak tepat terutama dengan kondisi sumber daya terbatas dengan factor
kebersihan buruk dan kualitas air yang tercemar.
Rekomendasi asuhan pasca bedah sangat berbeda , tergantung pada luka/insisi
bedah, sebagai berikut:
a. Dibiarkan terbuka pada tingkat kulit beberapa hari (biasanya 4-5 hari) sebelum ditutup
(penutupannya primer di tunda).
b. Dibiarkan terbuka agar sembuh dengan penyembuhan sekunder (penyembuhan dari
dasar ke atas hingga mencapai permukaan)
Pada kedua situasi, insis ini pada awalnya harus diperban dan ditutup dengan
kasa steril, lembap dan diganti secara teratur.
Apabila menggunakan kasa yang dilembabkan dengan cairan salin normal steril , kasa
harus diganti menggunakn teknik aseptic (sarung dengan steril atau dekontaminasi
tingkat tinggi) setiap delapan jam untuk mencegah kasa mongering.
Apabila menggunakan kasa steril yang di isi dengan agar-agar minyak atau agen
pelembab lainnya untuk perban dan menutup insisi, maka kasa ini dapat diganti agak
jarang (24-48 jam), tergantung pada jenis luka dan arahan farmasi.
Factor-faktor lainnya
a. Perawatan prabedah yang terlalu lama dirumah sakit,. Meningkatka kemungkinan
pasien terinfeksi flora rumah sakit, termasuk mikroorganisme yang sudah kebal
terhadap berbagai macam antibiotic. Melengkapi evaluasi prabedah secara lengkap
dan memperbaiki kondisi pasien sebelum masuk ke rumah sakit dapat mengurangi
resiko paparan flora rumah sakit
b. Pembersihan rambut prabedah, sebaiknya dihindari bila tidak perlu. Apabila rambut
harus dibersihkan, potonglah dengan gunting segera sebelum pembedahan.
Pencukuran terbukti merupakan factor resiko terhadap ITP.
c. Persiapan kulit yang luas pada tempat insisi yang akan dibuat, dengan larutan
antiseptic prabedah akan menghalangi mikroorganisme pindah ketempat luka
(terobosan) jika handuk penutup tempat pembedahan menjadi basah selama
pembedahan berlangsung.
d. Teknik bedah yang baik, memperkecil trauma jaringan, mengontrol pendarahan,
mengurangi rongga, mengangkat jaringan mati dan benda asing, menggunakan benang
bedah seminimal mungkin, mempertahankan pasokan darah, dan oksigenisasi yang
memadai sanagt penting.
Menangani jaringan lunak dengan hati-hati untuk menghindari jaringan remuk yang
dapat mengakibatkan jaringan mati (nekrose).
Mengurangi penggunaan kauter listrik untuk mengontrol pendarahan karena
meninggalkan jaringan mati sehingga mudah terinfeksi. Kauter listrik model baru dapat
mengendalikan pendarahan dengan lebih sedikit jaringan mati.
Gunakan benang yang lebih mudah diabsorbsi daripada benang permanen seperti
sutera, untuk mengurangi jumlah bakteri yang terinfeksi.
Gunakan drain yang keluar melalui lubang yang terpisah untuk mencegah
penumpukan cairan pada bagian luka. Hal ini penting, terutama pada pasien sangat
gemuk/obese, dan dapat mengurangi infeksi pada tempat pembedahan (drain pasif,
seperti drain penrose, yang keluar melalui bagian bawah insisi sebaiknya jangan
digunakan).
e. Bertambah lamanya tindakan bedah, terkait dengan meningkatnya resiko ITP.
Kejadian infeksi diperkirakan hamper berlipat ganda untuk setiap satu jam
pembedahan.
f. Pulang segera pascabedah, (sepanjang pasien mampu kembali untuk perawatan di
rumah) juga akan mengurangi resiko infeksi.

Antibiotic profilaksis dalam pembedahan


Penggunaan antibiotic prabedah dapat mengurangi kejadian infeksi, khususnya
infeksi luka, setelah pembedahan tertentu, namun mamfaat itu harus dipertimbangkan
dengan resiko reaksi alergi dan toksin, munculnya bakteri yang kebal terhadap
antibiotic, interaksi obat, superinfeksi, dan biaya. Sekitar 5% pasien yang menerima.
Pada umumnya , antibiotic profilaksis dianjurkan hanya untuk tindakan dengan
kejadian infeksi tinggi dan tindakan dengan resiko infeksi sangat serius.

Pemberian antibiotic profilaksis


Idealnya obat-obatan profilaksis harus diarahkan terhadap mikroorganisme yang
berkemungkinan paling besar menyababkan infeksi, tetapi tidak harus membunuh atau
melemahkan seluruh pathogen, dosiss tunggal IV antibiotic yang diberikan dalam 30
menit atau kurang sebelum insis kulit memberikan jumlah obat dalam jaringan yang
memadai sepanjang pembedahan, tergatung pada antibiotic yang dipilh. Penundaan
pembedahan dapat menyebabkan obat dalam jaringan kurang efektif.
Apabila pembedahan diperpanjang (lebih dari 4 jam), kehilangan darah hebat
terjadi, atau antibiotic dengan waktu paruh (half life) pendek, maka satu atau lebih dosis
tambahan harus diberikan selama tindakan tersebut. Namun , ada obat-obatan
antibiotic tertentu, seperti vankomisisn, yang harus disuntikan sekurang-kurangnya satu
jam sebelum operasi.
C. PENCEGAHAN INFEKSI SALURAN KEMIH
Kecuali pada ujung uretra atau penis, sistem saluran kemih secara normal steril.
Kemampuan untuk mengososngkan kandung kemih secara tuntas merupakan salah
satu cara yang penting dari tubuh agar urine tetap steril dan mencegah Infeksi Saluran
Kemih (ISK). Apabila kandung kemih benar-benar kosong selama proses pengeluaran,
bakteri tidak memiliki kesempatan untuk menginfeksi jaringan dan berkembang serta
berlipat ganda di dalam kandungan kemih.
Oleh karena itu, pertahan normal melawan infeksi ISK ada pada uretra yang
tidak terhalang, proses pengososngan, dan mukosa kandung kemih yang norma.
Memasukkan kateter secara langsung menghancurkan pertahanan, yaitu masuknya
mikrooragnisme dari ujung uretra atau penis dan memberikan jalan bagi organism untuk
mencapai kandung kemih.
Kuman dapat mencapai landing kemih melalui dua cara, yaitu melalui bagian
dalam kateter ( misalnya aliran balik urine ) atau melalui rongga antara permukaan luar
kateter dan mukosa uretra. Dengan demikian, sekali Katter dimasukkan , gerakan maju
dan mudur kateter, yang menaikkan possis kantong pengumpulan di atas kandung
kemih atau membiarkan urine terkumpul seperti sistem drainase terbuka (kantong atau
wadah terbuka) haris dihindari. Hal itu karena kondisi tersebut berpotensi memasukkan
mikroorganisme ke dalam kandung kemih. Jalur pertama (aliran balik urine) merupakan
cara terbanyak masuknya infeksi pada pria. Jalur kedua (kuman masuk melalui bagian
luar kateter ke kandung kemih) merupakan cara terbanyak pada wanita karena
uretranya pendek. Akibatnya, kuman yang hidup disekitar vagina lebih mudah
menimbulkan ISK sekitar mulut uretra wanita.
Pemasangan kateter indwelling (kateter yang dipakai untuk beberapa hari atau
minggu) hanya boleh dilakukan bila metode pengosongan kandung kemih lainnya tidak
efektif dan sangat penting untuk membatasi waktu penggunaan kateter sesingkat
mungkin.
ISK merupakan jenis infeksi nosokomial yang paling sering terjadi sekitar 40%
dari seluruh infeksi nosokomial di rumah sakit setiap tahunnya. Selain itu, beberapa
penelitian dilaporkan sekitar 80% ISK nosokomial terjadi sesudah penggunaan
peralatan, terutama kateter saluran kemih. Karena hamper 10% dari seluruh pasien
dirawat inap menggunakan kateter, pencegahan infeksi ISK merupak factor utama
untuk mengurangi infeksi nosokomial.
Mikroorganisme yang menyerang sistem perkemihan menyebabkan infeksi pada
saluran kemih, yaitu ginjal (pielonefritis), kandung kemih (sistitis), prostat (prostitis),
uretra (uretris) atau urine (bakteriuria). Setiap kali bakteri menginfeksi bagian tertentu,
seluruh bagian akan beresiko terkena infeksi.
Diagnosa ISK bagian bawahnya biasanya dibuat berdasarkan tanda-tanda dan
gejal-gejala, kemuadian dipastikan dengan pembiakan / kultur. Kebanyakan kejadian
bakteri uria karena penggunaan keteter jangka pendek tidk menimbulkan gejala. Bila
gejala muncul, dapat berupa demam ringan, panas, ingin kencing terus, dan nyeri,.
Gejala serupa mungkin terjadi pula pada penggunaan kateter jangka lama, disertai
gejalalain obstruksi, batu saluran kencing, gagal ginjal, dan kanker kandung kemih
(yang jarang terjadi).
Pada ISK bagian atas(pielonefritis), nyeri panggul, demam, adanya darah dalam
urine (hematuria), dan temuan fisik lainnya mungkin timbul.
Bakteri pada ISK bagian atas atau maupun ISK bagian bawah merupakan
penyebab umum sepsis nosokomial gram negative dan berhubungan dengan
meningkatnya angka kematian. Baktri gram negative yang sering menyebabkan ISK
terutama E.coli, pseudomonas, dan mikroorganisme yang berasal dari kelompok
enterobakter. Infeksi jamur berhubungan dengan munculnya HIV/ AIDS dan
penyebaranya menggunakan antibiotic berspektrum luas
Factor-faktor resiko ISK
Factor yang tidak dapat diubah:
Jenis kelamin perempuan, status pasca persalinan, umur,(usia lanjut), penyakit parah
dan tingkat kreatinin dalam darah tinggi.
Factor yang dapat diubah:
Indikasi yang salah dalam pemasangan kateter saluran kemih.
Pencemaran saat pemasangan/memasukkan kateter karena metode pemasangan dan
jenis kateter.
Perawatan kateter yang salah.
Lamanya penggunaan kateter dan antibiotik.
Factor pasien yang menimbulkan infeksi bakteri uria dan ISK adalah sebagai berikut:
Aliran balik mikroorganisme dari kantong urine ke kandung kemih (pencemaran
retrograde)yang terjadi pada 15-20% apasien yanag menggunakan keteter indwelling.
Kemampuan beberapa mikroorganisme untuk berkembang, baik pada bagian luar
maupun bagian dalam tabung dan dalam urine itu sendiri.
Indikasi kateterisasi saluran kemih yang benar
a. Untuk penanganan inkontenensia jangka pendek (ketidakmampuan mengontrol
keluarnya urine) atau retensi (ketidakmampuan untuk mengeluarkan urine yang tidak
dapat ditolong dengan cara lain.
b. Untuk mengukur jumlah urine selama beberapa hari pada pasien yang sakit parah.
c. Untuk memberikan pengobatan.
d. Untuk perawatan pada obstruksi saluran kemih
e. Untuk penanganan pasca bedah pada pasien bedah
Tips pencegahan infeksi pada pasien dengan kateterisasi urine
a. Sumber daya manusia harus paham dan terampil dalam melakukan tindakan
pemasangan dan parawatan kateter.
b. Indikasi penggunaan kateter harus benar dan sesegera mungkin untuk dilepas.
c. Cuci tangan sebelum dan sesudah tindakan, menggunakan sarung tangan bersih untuk
membersihkan genitalia eksterna dengan sabun dan air bersih bila kotor, dan
penggunaan sarung tangan steril termasuk duk bolong steril pada saat tindakan.
d. Teknik/metode pemasangan yang benar.
Teknik aseptic cara pemasangan yang benar.
Gunakan jelly / pelumas / penurun rangsangan nyeri.
Ukuran kateter harus tepat (sesuai dengan ukuran orifisium uretra), dewasa 16-20.
Fiksasi yang benar, untuk menghindari arus balik urine dan mencegah adanya trauma
akibat tarikan selang kateter.
e. Menggunakan sistem tertutup dan steril.
Sambungan antara kateter dan selang kantong penampung urine tidak boleh terlepas,
bila terlepas , harus diganti.
Kantong penampung urine tidak boleh menyentuh lantai, sebelum dan sesudah
membuang urine, disinfeksi stopper pada kantong penampung urine menggunakan
alcohol swab.
Ujung kantong penampung urine tidak boleh menyentuh urine yang telah dibuang /
tempat pembuangan urine.
f. Aliran urine harus lancar
Fikasasi selang kateter harus adekuat
Selang kateter tidak boleh terlipat
Pengosongan tempat kantong urine dengan disinfeksi menggunakan alcohol swab pada
stopper
Bila pasien dipindahkan, untuk sementara selang kateter di klam untuk menghindari
arus balik urine yang berakibat terjadinya infeksi saluran kemih.
g. Pengambilan contoh urine
Bila diperlukan pemerikasaan kultur urine, ambil sedikit urine dari sambungan selah
kateter secara steril.
Bila diperlukan contoh cukup banyak urine, ambil dari kantong penampung urine.
Sebelum dan sesudah pengmabilan, lakukan disinfeksi stopper pada kantong
penampung urine dengan alcohol swab
h. Perawatan meatus
Setiap mandi 2 kali sehari meatus dibersihkan dengan sabun, lalu dibilas dengan air
bersih.
Bersihkan meatus dengan sabun dan bilas dengan air bersih setelah BAB.
i. Pemisangan pasien infeksi
Prinsipnya adalah memisahkan pasien yang terinfeksi/ penyakit menular denga pasien
yang menggunakan kateter untuk menghindari penularan/infeksi silang.

D. PENCEGAHAN PNEUMONIA
Pneumonia nososkomial adalah infeksi saluran pernapasan bagian bawah yang
merupakan infeksi yang sulit dibedakan dengan penyakit paru lainnya, khususnya
sindrom distress pernapasan akut (Akut Resoiratory distrees syndrome) pada orang
dewasa, bronchitis, enfisema, gagal jantung kongestif. Criteria umum yang diterima
untuk pneumonia nososkomial termasuk gejala klinis demam, batuk bunyi pernapasan
menurun, pekak pada daerah khusus paru, dan produksi sputum yang purulen
(terinfeksi), dengan kombinasi bukti sinar-X adanya densitas baru (infitrat). Pada
pemeriksaan laboratorium, sputum yang diwarnai gram mengandung sel darah putih,
bakteri dan sel epitel baru.
Separuh dari pneumonia nososkomial terjadi sesudah operasi, terutama bila
diperlukan ventilasi mekanik pascabedah, pasien denga ventilator (mesin pernapasan)
mempunyai resiko 6-21 kali lebih tinggi daripada pasien tanpa ventilator. Kebanyakan
pneumonia nosokomial terjadi melaui aspirasi bakteri yang hidup dibelakang
tenggorokan (orofaring) atau lambung. Pneumonia dini biasanya melibatkan flora
pasien itu sendiri selama sirawat di rumah sakit. Kombinasi penyakit yang parah,
adanya beberapa alat invasive (intarvena, kateter urine, dan ventilator mekanik), dan
sering kontak denga tangan petugas kesehatan menjadi penyebab pencemaran silang
dari pasien ke pasien lainnya.
Kebanykan factor resiko pneumonia tidak dapat diubah meskipun tidak
mungkinmengubah factor-faktor resiko ini, mengetahui masalh dapat berguna untuk
mengambil langkah antisipasi dan membatasi penggunaan alat invasif.
Factor resiko pneumonia yang tidak dapat diubah, seperti umur di atas 70 tahu,
penyakit paru kronis, luka kepala yang hebat dan pingsan, keadaan medis yang serius,
tahap akhir penyakit jantung dan sirosis, dan factor-factor lainnya yang ada pada
pasien, misalnya merokok, alkoholis, obsesitas, dan bedah jantung/paru dengan
pemakaian ventilator.
Intubasi dan ventilasi mekanik sangat meningkatkan resiko infeksi karena :
Menghalangi mekanisme pertahan tubuh, seperti batuk, bersin, dan reflex muntah.
Mencegah aksi pembersihan dari rambut (sillia) dan sel yang mengekuarkan
mucus/lender dari sistem pernapasan atas.
Memberikan jalan langsung masuknya mikrooragnisme ke paru-paru.
Prosedur lain yang dapat meningkatkan resiko infeksi meliputi terapi oksigen, terapi
pernapasan tekanan positif intermittment, dan pengisapan endotrakeal.
Menurunkan resiko pneumonia nosokomial
1. Perawatan paru prabedah.
Lakukan edukasi pasien sebelum operasi untuk mencegah masalh paru pascabedah,
misalnya cara menarik napas dalam bergerak ke tempat tidur dan mengeluarkan dahak
secara efekstif.
2. Pencegahan kolonisasi dan infeksi dengann mikroorganisme lain.
Beberapa penelitian membuktikan terjadinya kolonisasi dan infeksi menurun secara
bermakna jika petugas kesehatn diharuskan memakai sarung tangan bersih/steril
sebelum kontak denga selaput lender atau kulitpasien yang tidak utuh. Berikan
perhatian kepada pasien dengan ventilasi mkanik, terutama bila memakai tekanan
positif intermittment khususnya sesudah oprasi jantung atau paru.
3. Alat terpi pernapasan.
Untuk meminimalkan pencemaran silang sewaktu menghisap sekresi pasien dengan
ventilator, lakukan hal-hal sebagai berikut.
Cusi tangan dengan sabun antiseptic sebelum memakai sarung tangan.

Diposkan 30th October 2011 oleh Halida Nurse


0

Tambahkan komentar

Halida Nurse
Klasik

Kartu Lipat

Majalah

Mozaik

Bilah Sisi

Cuplikan

Kronologis

Pencegahan Infeksi Nosokomial Khusus

Pencegahan Infeksi Nosokomial Khusus


3. Pencegahan Infeksi Nosokomial Khusus
A. PENCEGAHAN INFEKSI ALIRAN DARAH
Penggunaan alat intravaskuler melalui vena maupun arteri, baik untuk
memasukkan cairan steril, obat atau makanan, maupun untuk memantau tekanan
darah sentral dan fungsi hemodinamik, telah meningkat tajam. Penggunaan merupakan
populasi besar yang mempunyai resiko infeksi melalui aliran darah, baik local maupun
sistemik. Secara local akan terjadi peradangan pada tempat insersi, sedangkan secara
sistemik akan terjadi demam atau septisemia.
Alat yang dimasukkan ke aliran darah melewati mekanisme pertahanan kulit
normal, dapat membuka jalan untuk masuknya mikroorganisme yang berada di kulit
tempat pemasangan. Pencemaran dimulai pada saat pemasangan alat dan selama alat
masih terpasang. Contohnya, pada saat memasang alat penghubung atau pada saat
penggantian cairan. Dengan demikian, tindakan pencegahan terjadinya infeksi aliran
darah baik local maupun sistemik menjadi sangat penting.

Jenis alat intravaskuler


Kateter vena perifer
Biasanya dipasang di vena lengan atau tangan. Banyak digunakan dalam jangka
pendek atau jarang menimbulkan infeksi pembuluh darah. Sedapat mungkin tidak
dipasang di vena kaki karena lebih beresiko untuk terjadinya phlebitis.
Kateter arteri perifer
Penggunaan jangka pendek, dipakai untuk memantau status hemodinamik dan
menentukan tingkat gas darah pasien. Resiko infeksi pada pembuluh darah setingkat
dengan vena sentral.
Kateter midline
Kateter perifer (umuran 7,6-20,3 atau 3-8 inci) dipasang di fossa antekubiti (lengan
bawah) ke vena basilica proksimal atau vena sefalika, tetapi tidak sampai ke vena
sentral. Phlebitis an infeksi yang mungkin timbul lebih rendah daripada dengan keteter
vena sentral.
Non- tunneled central venous pressure (CVP)
Paling banyak dipakai kateter vena sentral, diperkirakan merupakan penyebab 90 %
infeksi yang berhubungan dengan pembuluh, dipadasang di vena jugularis.
Kateter arteri pulmoner
Pemasangan dilakukan dengan panduan Teflon dan umunya pemasangan hanya
dapat dipertahankan selama tiga hari. Umumnya disertai dengan pemberian heparin
untuk mengurangi trombolis dan perlengketan mikroba pada kateter.
Alat pemantauan sistem tekanan
Dapat dipakai bersamaan denga kateter arteri. Kedua-duanya dihubungkan dengan
infeksi aliran darah nosokomial, yang bersumber dari cairan pada sambungan antara
kateter intavena dan alat pemantauan, pemasangan infuse yang tercemar, atau
pencemaran dari tranduser yang bukan sekali pakai.
Kateter sentral yang dipasang perifer
Merupakan alternative pemasangan kateter subclavia atau vena jugularis, dipasang
melalui vena perifer ke dalam vena cava superior. Biasanya melalui vena sefalika dan
vena basilica di lengan. Perawatannya lebih muda dan komplikasi mekanik
(hematothoraks) lebih rendah daripada kateter vena sentral.
Kateter vena sentral tunneled
Pemasangan kateter vena sentral melalui pembedahan ditanam di bawah kulit,
dilengkapi denga penutup yang menghalangi migrasi mikroorganisme ke dalam saluran
Katter sehingga kateter dapat digunakan untuk akses vaskuler jangka panjang.
Alat impian
Dipasang di subkutan atau tempat penyimpanan menggunakan jarum melalui kulit
utuh, tingkat infeksi rendah.
Phlebitis
Phlebitis adalah peradangan pada dinding pembuluh darah balik/vena,
sedangkan thrombophlebitis adalah yang dipergunakan bila bekuan darah pada vena
menyebabkan peradangan. Thrombophlebitis biasanya muncul di vena kaki, tetapi
kadang-kadang juga muncul di lengan. Thrombus (bekuan darah) pada vena
menyebakan nyeri dan iritasi yang dapat menyumbat aliran darah di dalam vena.
Menurut letaknya, phlebitis dibagi menjadi dua, yaitu sebagai berikut:
Phlebitis superficial terjadi pada vena di bawah permukaan kulit. Phlebitis jenis ini
jarang merupakan kondisis yang serius, dan dengan perawatan memadai biasanya
sembuh dengan cepat. Kadang-kadang beberapa orang denga phlebitis superficial juga
menderita phlebitis vena dalam sehingga evaluasi medis perlu dilakukan.

Skala phlebitis superficial:


Derajat 0 : tidak ada tanda phlebitis
Derajat 1 : merah atau sakit bila ditekan
Derajat 2 : merah, sakit bila ditekan dan edema
Derajat 3 : merah, sakit, edema dan vena mengeras dan
Derajat 4 : merah, sakit, dema, vena mengeras dan timbul nanah/pus.
Thrombophlebitis dalam vena dalam (deep vein thrombosis), menyerang vena yang
lebih besar di sebelah dalam pada kaki. Sesudah thrombus terbentuk, dapat terlepas
dan bergerak menuju paru-paru. Kondisi yang mengancam jiwa, disebut thrombo-
emboli paru.
Phlebitis dapat timbul secara spontan ataupun merupakan akibat dari prosedur
medis. Penyebab phlebitis ada tiga, yaitu kimia, mekanis dan bacterial.
Secara kimia, phlebitis timbul karena obat yang dimasukan mempunyai.
pH asam atau basa yang berbeda denga pH normal darah (7,35-7,45) secara cepat.
Obat-obatan uyang mempunyai pH berbeda sebaiknya diberikan secara intravena drip
lambat atau bolus menggunakan syringe pump selama 10-15 menit misalnya, natrium
bikarbonat , K CI dan beberapa jenis antibiotic.
Osmolaritas tinggi yang berbeda dengan cairan tubuh normal (258 5 mOsm/L). cairan
yang dapat ditoleransi maksimun berosmolaritas 900 mOsm/L. Bila memberikan cairan
dengan osmolaritas tinggi, masukkan ke dalam vena sentral untuk mencegah phlebitis.
Misalnya, bebarapa cairan infuse untuk nutrisi parental mempunyai osmolaritas tinggi.
Sebelum memberikan cairan jenis ini, periksa terlebih dahulu dahulu labelnya.
Secara mekanis, phlebitis apat timbul karena.
Diameter jarum kateter terlalu besar sehingga vena teregang
Cara insersi kateter yang tidak baik da
Fiksasi tidak baik sehingga kateter brgerak-gerak.
Secara bacterial, phlebitis timbul karena pencemara.
Kebanyakan infeksi disebabkan oleh pencemaran kateter dengan mikroorganisme
dari kulit pasien atau tangan petugas sewaktu pemasangan / perawatan karena kateter
yang berhubungan langsung dengan pembuluh darah. Mikroorganisme dapat
disalurkan ke dalam pembuluh darah melalui empat jalan sebagai berikut:
Melalui ruangan di antara kateter dan jaringan
Melalui pencemaran dengan bagian tengah (lumen kateter). Pemakaian sebuah jarum
untuk beberapa orang dapat meningkatkan resiko penularan penyakit..
Melalui cairan infuse yang tercemar.
- Kadang-kadang obat dimasukkan ke dalam botol infus. Suntikkan obat melalui karet
karena lebih elastic dan setelah ditusuk karet akan kembali, sementara menusuk badan
plastic akan menyebabkan lubang yang menyebabkan resiko masuknya bakteri ke
dalam cairan.
- Saat penggantian botol, setelah segel dibuka tidak perlu didisenfektan karena sudah
steril.
- Bila set infuse terlepas dari sambungan, sebaiknya ganti dengan baru. Set infuse diganti
maksimal setelah infuse terpasang 72 jam.
Melalui pembuluh darah dari tempat infeksi lain.
Bakteri gram negative dan staphylococcus merupakan penyebabutama infeksi yang
berhubungan dengan kateter pembuluh darah. Kadang ditemukan jamur pada penderita
HIV/AIDS.

Fakor-faktor yang dapat meningkatkan resiko infeksi.


1. Factor pasien sendiri: usia, kekurangan gizi, penyakit kronis, pembedahan besar,
penurunan daya tahan tubuh karena penyakit dan pengobatan
2. Ebelum pemasangan : botol infus retak, lubang/dilubangi pada botol plastic,
penghubung dan cairan infuse yang tercemar / kadaluawarsa set IV bocor. Mempunyai
banyak penghubung, dan persiapan tidak steril baik alat maupun steril.
3. Sewaktu pemakaian : penggatian cairan IV menggunakan set infus yang sama,
pemberian suntikan berkali-kali, sistem irigasi, dan alat pengukuran tekanan vena
sentral.
4. Pencemaran silang : dai daerah terinfeksi di tubuh pasien melalui pasien itu
sendiri/petugas/pasien lain atau sebaliknya melalui tangan petugas sewaktu tindakan,
pemasangan darah melalui.
5. Teknik pemasangan atau penggatian balutan yang tidak benar.

Beberapa resiko thrombophlebitis vena dalam sebagai berikut:


Tidak aktif dala waktu berkempanjangan.
Darah kembali ke jantung engan bantuan kontraksi otot. Kondisi pasien yang
senantiasa berbaring menyebabkan darah terkumpul dan membeku. Ini juga dapat
terjadi pada penumpang mobil atau pesawat terbang atau pasien tirah baring setelah
operasi atau penyakit.
Gaya hidup tidak pernah berolahraga.
Obesitas.
Merokok
Terapi sulih hormone dan pil kontrasepsi
Kehamilan
Beberapa macam obat, seperti obat kanker dan obat untuk gangguan darah dapat
membekukan darah.
Trauma pada lengan dan kaki
Varises

Tindakan untuk mengurangi resiko infeksi


1. Cuci tangan sebelum tindakan
2. Pakai sarung tangan bersih untuk pemasangan kateter vena perifer, dan untuk tindakan
pemasangan kateter jenis lainnya harus menggunakan sarung tangan steril.
3. Cuci tangan setelah melepas sarung tangan.
4. Seleksi tempat penusukan (insersi) dan dipindah-pindah (rotasi).
Untuk orang dewasa dianjurkan:
- vena tangan daripada lengan karena bila terjadi masalah dapat dipindah ke lengan dan
- vena lengan lebih baik daripada vena kaki dan paha karena pemasangan di vena kaki
dan paha beresiko terjadinya inflamasi / phlebitis.
Hindari daerah sendi, vena keras, vena kaki, dan vena yang disekitarnya terdapat
kelainan kulit seperti pembekakan , demam dan infeksi.
Untuk menghindari trauma, pilih vena yang besar dan lurus sesuai dengan ukuran
jarum yang digunakan. Ukuran yang lazim dipakai adalah ukuran 14-24 Gauge,
semakin besar nomor Gauge, semakin kecil jarum.
Fiksasi jarum yang baik akan mencegah jarum bergerak dan melukai dinding vena.
Lakukan pemindahan tempat penusukan setiap 72 jam.
Pemasangan kateter vena sentral harus harus dilakukan dengan menggunakan APD
(sarung tangan, baju tindakan , masker, dan duk steril), dan disinfeksi tingkat tinggi
yang dilakukan di ruang tindakan, bukan di ruang perawatan.
5. Perawatan tempat pemasangan dan penggatina balutan .
Jika tempat pemasangan kotor, cuci tangan dengan sabun dan air lalu keringkan
Gunakan antiseptic alcohol 70%, biarkan kering sendiri, jangan dilap atau di kipas-
kipas, diameter 8 cm dengan arah dari dalam ke luar.
Pemberian salep antimikroba disekitar insersi tidak dianjurkan karena tidak mengurangi
resiko infeksi.
Penutup luka tembus pandang (transparan) memudahkan petugas melihat tempat
kateter intravena, lebih mahal, tetapi belum ada bukti klinis mengurangi resiko infeksi
nosokomial.
Penutup luka dapat dipertahankan 72 jam dengan syarat tetap kering. Jika basah,
lembap, kotor, dan lepas, harus segera ganti.
Daerah tempat tertanamnya kateter atau jarum harus diperiksa setiap hari apakah ada
rasa nyeri atau demam tanpa diketahui penyebabnya.
6. Penggatian cairan dan set infuse.
Ganti botol cairan infuse atau kantong plastic setiap 24 jam.
Ganti botol cairan emulsi lemak setiap 12 jam.
Set infuse untuk cairan (termasuk piggu packs) harus diganti jika rusak atau secara
rutin setiap 24 jam.
Set infuse untuk arah ( administration blood set) dan produk darah atau emulsi atau
emulsi lemak harus segera diganti setiap 24 jam.

B. PENCEGAHAN INFEKSI TEMPAT PEMBEDAHAN


Untuk mengurangi resiko infeksi nosokomial tempat pembedahan, harus dilakukan
tindakan-tindakan secara sistematis dan realistis dengan kesadaran bahwa resiko ini
dipengaruhi oleh karakteristik pasien, jenis dan lama operasi, staf pelayanan
kesehatan, dan lingkungan rumah sakit.
Secara teori, mengurangi resiko kelihatannya sederhana dan murah dan murah,
terutama jika dibandingkan dengan ongkos akibat infeksi sendiri. Namun dalam
praktiknya, hal ini membutuhkan tanggung jawab dari seluruh lapisan sistem pelayanan
kesehatan yang memerlukan pemahaman dan kesadaran yang tinggi untuk dapat
melaksakan hal ini.
Pengertian
a. Infeksi Tempat Pembedahan (ITP)
Infeksi pada insisi atau organ/ruang yang terjadi dalam 30 hari setelah operasi atau
dalam 1 tahun apabila terdapat alat yang ditanam (implan). Insisi ITP berbagi menjadi
insisi superficial (hamya melibatkan kulit dan jaringan subkutis) dan insisi dalam
(mlibatkan jaringan lunak lebih dalam, termasuk lapisan fasia dan otot).
b. Infeksi Tempat Pembedahan (ITP) organ /ruang
Bagian tubuh manapun selain bagian insisi dinding tubuh yang dibuka atau ditangani
selama oprasi.
Klasifikasi Luka Bedah
a. Kelas I bersih
Luka yang tidak terinfeksi dan tanpa peradangan, tidak termasuk saluran napas,
gastrointestinal, dan saluran genitourinara.
b. Kelas II bersih tercemar
Luka yang terjadi pada saluran napas, gastrointestinal, genital, atau saluran kemih
dibawah kondidi terkontrol, tetapi pencemaran luar biasa atau tumpahan isi.
c. Kelas III tercemar
Terbuka, luka baru atau suatu pembedahan dngan terobosanbaru dalam teknik aseptic
(misalnya pijat jantung terbuka) atau tumpahan banyak dari saluran gastrointestinal.
Juga termasuk insis yang ditemukan peradangan akut tidak bermasalah.
d. Kelas IV kotor atau terinfeksi
Patogen yang menyebabkan infeksi pasca, bedah telah terdapat pada luka sebelum
pembedahan.
Luka lama dengan jaringan mati
Luka melibatkan infeksi klinis yag telah ada
Perforasi usus.
Patogenesa
Mikroooragnisme akan mencemari semua luka bedah, tetapi hanya sebagian kecil
pasin yang kemudian timbul infeksi klinis. Hal ini disebabkan mekanisme pertahanan
tubuh efektif dapat melenyapkan penyebab pencemaran pada tempat luka bedah.
Potensi akan terjadi atau tidak, tergantung pada:
a. Jumlah mikroorganisme yang masuk ( agen penginfeksi)
b. Jenis dan virulensi (kemampuan untuk menyebabkan infeksi) suatu mikroorganisme.
c. Mekanisme pertahan pejamu ( pasien), misalnya, efektivitas reaksi peradangan dan
status sistem imun yang banyak dipengaruhi oleh beberapa kondis, seperti status
nutrisi buruk, usia, diabetes tidak terkontrol, perokok, obesitas, adanyainfeksi
bersamaan yang bersamaan pada organ tubuh lainnya, penggunaan obat
kartikosteroid, dan kometerapi.
d. Factor-faktor external seperti lamanya perawatan prabedah, lamanya pembedahan
( lebih dari empat jam), dan persiapan prabedah yang kurang benar, baik untuk pasien
itu sendiri, petugas kesehatan, dan peralatan bedah.
Mengurangi resiko infeksi tempat pembedahan
Berbagai hal disarankan untuk mengurangi resiko infeksi tempat pembedahan (ITP)
ada yang mungkin dilaksanakan dan ada yang tidak mungkin dilaksanakan oleh
berbagai pelayanan kesehatan dengan sumb daya yang terbatas. Misalanya, ventilasi
kamar bedah Intraoperatif yang membutuhkan ventilasi tekanan positif, ketentuan 15X
pertukaran udara perjam dan fitrasi seluruh udara (segara atau sirkulasi ulang).
Beberapa saran perlu dimodifikasi sesuai dengan sumber daya yang ada, termasuk
saran dan sterilisasi peralatan bedah, penggunaan APD termasuk gaun bedah, duk,
dan hal lain-lain.
Yang masih menjadi silang pendapat adalah :
Membatasi arus lalu lintas (misalnya jumlah orang di ruang bedah) selama proses
pembedahan berlangsung.
Memakai pemakain bedah dari satu kasus ke kasus lainnya (ganti gaun bedah).
Melakukan lebih dari satu pembedahan di ruang yang sama termasuk petugas.
Menutupi insisi bersih yang dijahit pada pembedahan lebih dari 48 jam.
Menganjurkan pasien untuk mandi atau bersiram setelah pembedahan tanpa mencuci
luka.
Umumnya praktik standar akan menyarankan jangan melakukannya.
Mengenai perawatan insisi, pada umumnya diyakini bahwa perawtan pacabedah
hanya mempunyai efek minimal atas resiko ITP. Keyakinan ini didasarkan pada asumsi
bahwa luka mulai sembuh dengan segera dan setelah 48 jam tidak membutuhkan
pencucian luka atau tidak akan terinfeksi karena siraman atau mandi. Walau demikian,
asumsi ini tidak tepat terutama dengan kondisi sumber daya terbatas dengan factor
kebersihan buruk dan kualitas air yang tercemar.
Rekomendasi asuhan pasca bedah sangat berbeda , tergantung pada luka/insisi
bedah, sebagai berikut:
a. Dibiarkan terbuka pada tingkat kulit beberapa hari (biasanya 4-5 hari) sebelum ditutup
(penutupannya primer di tunda).
b. Dibiarkan terbuka agar sembuh dengan penyembuhan sekunder (penyembuhan dari
dasar ke atas hingga mencapai permukaan)
Pada kedua situasi, insis ini pada awalnya harus diperban dan ditutup dengan
kasa steril, lembap dan diganti secara teratur.
Apabila menggunakan kasa yang dilembabkan dengan cairan salin normal steril , kasa
harus diganti menggunakn teknik aseptic (sarung dengan steril atau dekontaminasi
tingkat tinggi) setiap delapan jam untuk mencegah kasa mongering.
Apabila menggunakan kasa steril yang di isi dengan agar-agar minyak atau agen
pelembab lainnya untuk perban dan menutup insisi, maka kasa ini dapat diganti agak
jarang (24-48 jam), tergantung pada jenis luka dan arahan farmasi.
Factor-faktor lainnya
a. Perawatan prabedah yang terlalu lama dirumah sakit,. Meningkatka kemungkinan
pasien terinfeksi flora rumah sakit, termasuk mikroorganisme yang sudah kebal
terhadap berbagai macam antibiotic. Melengkapi evaluasi prabedah secara lengkap
dan memperbaiki kondisi pasien sebelum masuk ke rumah sakit dapat mengurangi
resiko paparan flora rumah sakit
b. Pembersihan rambut prabedah, sebaiknya dihindari bila tidak perlu. Apabila rambut
harus dibersihkan, potonglah dengan gunting segera sebelum pembedahan.
Pencukuran terbukti merupakan factor resiko terhadap ITP.
c. Persiapan kulit yang luas pada tempat insisi yang akan dibuat, dengan larutan
antiseptic prabedah akan menghalangi mikroorganisme pindah ketempat luka
(terobosan) jika handuk penutup tempat pembedahan menjadi basah selama
pembedahan berlangsung.
d. Teknik bedah yang baik, memperkecil trauma jaringan, mengontrol pendarahan,
mengurangi rongga, mengangkat jaringan mati dan benda asing, menggunakan benang
bedah seminimal mungkin, mempertahankan pasokan darah, dan oksigenisasi yang
memadai sanagt penting.
Menangani jaringan lunak dengan hati-hati untuk menghindari jaringan remuk yang
dapat mengakibatkan jaringan mati (nekrose).
Mengurangi penggunaan kauter listrik untuk mengontrol pendarahan karena
meninggalkan jaringan mati sehingga mudah terinfeksi. Kauter listrik model baru dapat
mengendalikan pendarahan dengan lebih sedikit jaringan mati.
Gunakan benang yang lebih mudah diabsorbsi daripada benang permanen seperti
sutera, untuk mengurangi jumlah bakteri yang terinfeksi.
Gunakan drain yang keluar melalui lubang yang terpisah untuk mencegah
penumpukan cairan pada bagian luka. Hal ini penting, terutama pada pasien sangat
gemuk/obese, dan dapat mengurangi infeksi pada tempat pembedahan (drain pasif,
seperti drain penrose, yang keluar melalui bagian bawah insisi sebaiknya jangan
digunakan).
e. Bertambah lamanya tindakan bedah, terkait dengan meningkatnya resiko ITP.
Kejadian infeksi diperkirakan hamper berlipat ganda untuk setiap satu jam
pembedahan.
f. Pulang segera pascabedah, (sepanjang pasien mampu kembali untuk perawatan di
rumah) juga akan mengurangi resiko infeksi.

Antibiotic profilaksis dalam pembedahan


Penggunaan antibiotic prabedah dapat mengurangi kejadian infeksi, khususnya
infeksi luka, setelah pembedahan tertentu, namun mamfaat itu harus dipertimbangkan
dengan resiko reaksi alergi dan toksin, munculnya bakteri yang kebal terhadap
antibiotic, interaksi obat, superinfeksi, dan biaya. Sekitar 5% pasien yang menerima.
Pada umumnya , antibiotic profilaksis dianjurkan hanya untuk tindakan dengan
kejadian infeksi tinggi dan tindakan dengan resiko infeksi sangat serius.

Pemberian antibiotic profilaksis


Idealnya obat-obatan profilaksis harus diarahkan terhadap mikroorganisme yang
berkemungkinan paling besar menyababkan infeksi, tetapi tidak harus membunuh atau
melemahkan seluruh pathogen, dosiss tunggal IV antibiotic yang diberikan dalam 30
menit atau kurang sebelum insis kulit memberikan jumlah obat dalam jaringan yang
memadai sepanjang pembedahan, tergatung pada antibiotic yang dipilh. Penundaan
pembedahan dapat menyebabkan obat dalam jaringan kurang efektif.
Apabila pembedahan diperpanjang (lebih dari 4 jam), kehilangan darah hebat
terjadi, atau antibiotic dengan waktu paruh (half life) pendek, maka satu atau lebih dosis
tambahan harus diberikan selama tindakan tersebut. Namun , ada obat-obatan
antibiotic tertentu, seperti vankomisisn, yang harus disuntikan sekurang-kurangnya satu
jam sebelum operasi.

C. PENCEGAHAN INFEKSI SALURAN KEMIH


Kecuali pada ujung uretra atau penis, sistem saluran kemih secara normal steril.
Kemampuan untuk mengososngkan kandung kemih secara tuntas merupakan salah
satu cara yang penting dari tubuh agar urine tetap steril dan mencegah Infeksi Saluran
Kemih (ISK). Apabila kandung kemih benar-benar kosong selama proses pengeluaran,
bakteri tidak memiliki kesempatan untuk menginfeksi jaringan dan berkembang serta
berlipat ganda di dalam kandungan kemih.
Oleh karena itu, pertahan normal melawan infeksi ISK ada pada uretra yang
tidak terhalang, proses pengososngan, dan mukosa kandung kemih yang norma.
Memasukkan kateter secara langsung menghancurkan pertahanan, yaitu masuknya
mikrooragnisme dari ujung uretra atau penis dan memberikan jalan bagi organism untuk
mencapai kandung kemih.
Kuman dapat mencapai landing kemih melalui dua cara, yaitu melalui bagian
dalam kateter ( misalnya aliran balik urine ) atau melalui rongga antara permukaan luar
kateter dan mukosa uretra. Dengan demikian, sekali Katter dimasukkan , gerakan maju
dan mudur kateter, yang menaikkan possis kantong pengumpulan di atas kandung
kemih atau membiarkan urine terkumpul seperti sistem drainase terbuka (kantong atau
wadah terbuka) haris dihindari. Hal itu karena kondisi tersebut berpotensi memasukkan
mikroorganisme ke dalam kandung kemih. Jalur pertama (aliran balik urine) merupakan
cara terbanyak masuknya infeksi pada pria. Jalur kedua (kuman masuk melalui bagian
luar kateter ke kandung kemih) merupakan cara terbanyak pada wanita karena
uretranya pendek. Akibatnya, kuman yang hidup disekitar vagina lebih mudah
menimbulkan ISK sekitar mulut uretra wanita.
Pemasangan kateter indwelling (kateter yang dipakai untuk beberapa hari atau
minggu) hanya boleh dilakukan bila metode pengosongan kandung kemih lainnya tidak
efektif dan sangat penting untuk membatasi waktu penggunaan kateter sesingkat
mungkin.
ISK merupakan jenis infeksi nosokomial yang paling sering terjadi sekitar 40%
dari seluruh infeksi nosokomial di rumah sakit setiap tahunnya. Selain itu, beberapa
penelitian dilaporkan sekitar 80% ISK nosokomial terjadi sesudah penggunaan
peralatan, terutama kateter saluran kemih. Karena hamper 10% dari seluruh pasien
dirawat inap menggunakan kateter, pencegahan infeksi ISK merupak factor utama
untuk mengurangi infeksi nosokomial.
Mikroorganisme yang menyerang sistem perkemihan menyebabkan infeksi pada
saluran kemih, yaitu ginjal (pielonefritis), kandung kemih (sistitis), prostat (prostitis),
uretra (uretris) atau urine (bakteriuria). Setiap kali bakteri menginfeksi bagian tertentu,
seluruh bagian akan beresiko terkena infeksi.
Diagnosa ISK bagian bawahnya biasanya dibuat berdasarkan tanda-tanda dan
gejal-gejala, kemuadian dipastikan dengan pembiakan / kultur. Kebanyakan kejadian
bakteri uria karena penggunaan keteter jangka pendek tidk menimbulkan gejala. Bila
gejala muncul, dapat berupa demam ringan, panas, ingin kencing terus, dan nyeri,.
Gejala serupa mungkin terjadi pula pada penggunaan kateter jangka lama, disertai
gejalalain obstruksi, batu saluran kencing, gagal ginjal, dan kanker kandung kemih
(yang jarang terjadi).
Pada ISK bagian atas(pielonefritis), nyeri panggul, demam, adanya darah dalam
urine (hematuria), dan temuan fisik lainnya mungkin timbul.
Bakteri pada ISK bagian atas atau maupun ISK bagian bawah merupakan
penyebab umum sepsis nosokomial gram negative dan berhubungan dengan
meningkatnya angka kematian. Baktri gram negative yang sering menyebabkan ISK
terutama E.coli, pseudomonas, dan mikroorganisme yang berasal dari kelompok
enterobakter. Infeksi jamur berhubungan dengan munculnya HIV/ AIDS dan
penyebaranya menggunakan antibiotic berspektrum luas
Factor-faktor resiko ISK
Factor yang tidak dapat diubah:
Jenis kelamin perempuan, status pasca persalinan, umur,(usia lanjut), penyakit parah
dan tingkat kreatinin dalam darah tinggi.
Factor yang dapat diubah:
Indikasi yang salah dalam pemasangan kateter saluran kemih.
Pencemaran saat pemasangan/memasukkan kateter karena metode pemasangan dan
jenis kateter.
Perawatan kateter yang salah.
Lamanya penggunaan kateter dan antibiotik.
Factor pasien yang menimbulkan infeksi bakteri uria dan ISK adalah sebagai berikut:
Aliran balik mikroorganisme dari kantong urine ke kandung kemih (pencemaran
retrograde)yang terjadi pada 15-20% apasien yanag menggunakan keteter indwelling.
Kemampuan beberapa mikroorganisme untuk berkembang, baik pada bagian luar
maupun bagian dalam tabung dan dalam urine itu sendiri.
Indikasi kateterisasi saluran kemih yang benar
a. Untuk penanganan inkontenensia jangka pendek (ketidakmampuan mengontrol
keluarnya urine) atau retensi (ketidakmampuan untuk mengeluarkan urine yang tidak
dapat ditolong dengan cara lain.
b. Untuk mengukur jumlah urine selama beberapa hari pada pasien yang sakit parah.
c. Untuk memberikan pengobatan.
d. Untuk perawatan pada obstruksi saluran kemih
e. Untuk penanganan pasca bedah pada pasien bedah
Tips pencegahan infeksi pada pasien dengan kateterisasi urine
a. Sumber daya manusia harus paham dan terampil dalam melakukan tindakan
pemasangan dan parawatan kateter.
b. Indikasi penggunaan kateter harus benar dan sesegera mungkin untuk dilepas.
c. Cuci tangan sebelum dan sesudah tindakan, menggunakan sarung tangan bersih untuk
membersihkan genitalia eksterna dengan sabun dan air bersih bila kotor, dan
penggunaan sarung tangan steril termasuk duk bolong steril pada saat tindakan.
d. Teknik/metode pemasangan yang benar.
Teknik aseptic cara pemasangan yang benar.
Gunakan jelly / pelumas / penurun rangsangan nyeri.
Ukuran kateter harus tepat (sesuai dengan ukuran orifisium uretra), dewasa 16-20.
Fiksasi yang benar, untuk menghindari arus balik urine dan mencegah adanya trauma
akibat tarikan selang kateter.
e. Menggunakan sistem tertutup dan steril.
Sambungan antara kateter dan selang kantong penampung urine tidak boleh terlepas,
bila terlepas , harus diganti.
Kantong penampung urine tidak boleh menyentuh lantai, sebelum dan sesudah
membuang urine, disinfeksi stopper pada kantong penampung urine menggunakan
alcohol swab.
Ujung kantong penampung urine tidak boleh menyentuh urine yang telah dibuang /
tempat pembuangan urine.
f. Aliran urine harus lancar
Fikasasi selang kateter harus adekuat
Selang kateter tidak boleh terlipat
Pengosongan tempat kantong urine dengan disinfeksi menggunakan alcohol swab pada
stopper
Bila pasien dipindahkan, untuk sementara selang kateter di klam untuk menghindari
arus balik urine yang berakibat terjadinya infeksi saluran kemih.
g. Pengambilan contoh urine
Bila diperlukan pemerikasaan kultur urine, ambil sedikit urine dari sambungan selah
kateter secara steril.
Bila diperlukan contoh cukup banyak urine, ambil dari kantong penampung urine.
Sebelum dan sesudah pengmabilan, lakukan disinfeksi stopper pada kantong
penampung urine dengan alcohol swab
h. Perawatan meatus
Setiap mandi 2 kali sehari meatus dibersihkan dengan sabun, lalu dibilas dengan air
bersih.
Bersihkan meatus dengan sabun dan bilas dengan air bersih setelah BAB.
i. Pemisangan pasien infeksi
Prinsipnya adalah memisahkan pasien yang terinfeksi/ penyakit menular denga pasien
yang menggunakan kateter untuk menghindari penularan/infeksi silang.

D. PENCEGAHAN PNEUMONIA
Pneumonia nososkomial adalah infeksi saluran pernapasan bagian bawah yang
merupakan infeksi yang sulit dibedakan dengan penyakit paru lainnya, khususnya
sindrom distress pernapasan akut (Akut Resoiratory distrees syndrome) pada orang
dewasa, bronchitis, enfisema, gagal jantung kongestif. Criteria umum yang diterima
untuk pneumonia nososkomial termasuk gejala klinis demam, batuk bunyi pernapasan
menurun, pekak pada daerah khusus paru, dan produksi sputum yang purulen
(terinfeksi), dengan kombinasi bukti sinar-X adanya densitas baru (infitrat). Pada
pemeriksaan laboratorium, sputum yang diwarnai gram mengandung sel darah putih,
bakteri dan sel epitel baru.
Separuh dari pneumonia nososkomial terjadi sesudah operasi, terutama bila
diperlukan ventilasi mekanik pascabedah, pasien denga ventilator (mesin pernapasan)
mempunyai resiko 6-21 kali lebih tinggi daripada pasien tanpa ventilator. Kebanyakan
pneumonia nosokomial terjadi melaui aspirasi bakteri yang hidup dibelakang
tenggorokan (orofaring) atau lambung. Pneumonia dini biasanya melibatkan flora
pasien itu sendiri selama sirawat di rumah sakit. Kombinasi penyakit yang parah,
adanya beberapa alat invasive (intarvena, kateter urine, dan ventilator mekanik), dan
sering kontak denga tangan petugas kesehatan menjadi penyebab pencemaran silang
dari pasien ke pasien lainnya.
Kebanykan factor resiko pneumonia tidak dapat diubah meskipun tidak
mungkinmengubah factor-faktor resiko ini, mengetahui masalh dapat berguna untuk
mengambil langkah antisipasi dan membatasi penggunaan alat invasif.
Factor resiko pneumonia yang tidak dapat diubah, seperti umur di atas 70 tahu,
penyakit paru kronis, luka kepala yang hebat dan pingsan, keadaan medis yang serius,
tahap akhir penyakit jantung dan sirosis, dan factor-factor lainnya yang ada pada
pasien, misalnya merokok, alkoholis, obsesitas, dan bedah jantung/paru dengan
pemakaian ventilator.
Intubasi dan ventilasi mekanik sangat meningkatkan resiko infeksi karena :
Menghalangi mekanisme pertahan tubuh, seperti batuk, bersin, dan reflex muntah.
Mencegah aksi pembersihan dari rambut (sillia) dan sel yang mengekuarkan
mucus/lender dari sistem pernapasan atas.
Memberikan jalan langsung masuknya mikrooragnisme ke paru-paru.
Prosedur lain yang dapat meningkatkan resiko infeksi meliputi terapi oksigen, terapi
pernapasan tekanan positif intermittment, dan pengisapan endotrakeal.
Menurunkan resiko pneumonia nosokomial
1. Perawatan paru prabedah.
Lakukan edukasi pasien sebelum operasi untuk mencegah masalh paru pascabedah,
misalnya cara menarik napas dalam bergerak ke tempat tidur dan mengeluarkan dahak
secara efekstif.
2. Pencegahan kolonisasi dan infeksi dengann mikroorganisme lain.
Beberapa penelitian membuktikan terjadinya kolonisasi dan infeksi menurun secara
bermakna jika petugas kesehatn diharuskan memakai sarung tangan bersih/steril
sebelum kontak denga selaput lender atau kulitpasien yang tidak utuh. Berikan
perhatian kepada pasien dengan ventilasi mkanik, terutama bila memakai tekanan
positif intermittment khususnya sesudah oprasi jantung atau paru.
3. Alat terpi pernapasan.
Untuk meminimalkan pencemaran silang sewaktu menghisap sekresi pasien dengan
ventilator, lakukan hal-hal sebagai berikut.
Cusi tangan dengan sabun antiseptic sebelum memakai sarung tangan.
Diposkan 30th October 2011 oleh Halida Nurse
0

Tambahkan komentar

Add comment

Memuat
Template Tampilan Dinamis. Diberdayakan oleh Blogger.

Anda mungkin juga menyukai