PENDAHULUAN
1
BAB 2
PRESENTASI KASUS
2.1. Identitas
Nama lengkap : Sdr. D
Umur : 19 tahun
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Alamat : Sebalo, Bengkayang
Pekerjaan : Pelajar
Status : Tidak Menikah
Jenis Suku : Dayak
Agama : Katolik
Tanggal dirawat : 25 Januari 2017
2.2. Anamnesis
2.2.1. Keluhan Utama :
Minum racun
2
2.3. Pemeriksaan Fisik
2.3.2.Pemeriksaan Leher
Edema laring (-), pembesaran limfonodi (-)
3
Cor
S1 S2 Reguler, murmur (-), gallop (-)
2.3.4. Pemeriksaan Abdomen
Inspeksi : distensi (-)
Auskultasi : Peristaltik (+) normal
Perkusi : Timpani
Palpasi : Supel, nyeri tekan (-), hepatomegali (-)
2.3.5. Pemeriksaan Ekstremitas
- Superior = Edema (-/-)
- Inferior = Edema (-/-)
Kimia Darah:
GDS : 94 (70-180) mg/dL
Urea : 15,3 (10-50) mg/dL
Kreatinin : 1,5 (0,6-1,1) mg/dL
SGOT : 25 (<37) U/L
SGPT : 25 (<42) U/L
Natrium : 139 (135-153) mmol/L
Kalium : 3,4 (3,5-5,3) mmol/L
Klorida : 102 (98-106) mmol/L
4
2.5. Diagnosis Kerja
Intoksikasi Parakuat
2.7. Prognosis
Malam
2.8. Follow Up
26 Januari 2017:
S: Nyeri ulu hati (+)
O: Ronkhi (-/-), Wheezing (-/-)
Peristaltik usus baik
Edema tungkai (-)
A: Intoksikasi Parakuat
Akut kidney injury
Hipokalemi ringan
P: Stop intake oral - Balance cairan
IVFD NaCl 0,9% 500 cc/24 jam - Pantau produksi urin
Aminofluid 1000 cc/24 jam/IV
Methylprednisolone 125 mg/12 jam/IV
Ceftriaxone 1 gr/12 jam/IV
5
27 Januari 2017
Pasien pulang atas permintaan sendiri, karena ingin berobat ke RS
Vincentius Singkawang .
2 Februari 2017
Pasien datang ke IGD RS Bengkayang untuk cek darah karena diminta
oleh pihak RS Vincentius untuk memeriksakan darah 3 hari setelah
dirawat di RS Vincentius.
Keluhan: Sulit BAK, pusing, nyeri perut, dada rasa panas, sesak (-)
Hasil pemeriksaan
Darah Rutin :
Leukosit : 8.100 (4.000-11.000)/mm3
Eritrosit : 5,30 (4,5-6,2) x106 /mL
Hemoglobin : 17,3 (13-18) g/dL
Hematokrit : 47 (40-54) %
Trombosit : 331.000 (150.000 450.000)/mm3
MCV : 85,5 (82-92) fL
MCH : 31,1 (27-31) pg
MCHC : 36,8 (32-37)
Kimia Darah:
Urea : reagen habis GFR tidak bisa dihitung
Kreatinin : 9,4 (0,6-1,1) mg/dL RIFLE: Failure (SCr >3 baseline)
KDIGO: Stage 3 (SCr>3 baseline)
SGOT : 153 (<37) U/L Toxic hepatitis(?)
SGPT : 243 (<42) U/L Toxic hepatitis(?)
Natrium : 131 (135-153) mmol/L
Kalium : 3,0 (3,5-5,3) mmol/L
Klorida : 92 (98-106) mmol/L
Saran : Hemodialisa
Terapi glukokortikoid rutin lanjut
6
BAB 3
TINJAUAN PUSTAKA
3.1. Parakuat
Parakuat merupakan senyawa herbisida golongan bipiridilium,
dengan nama lain 1,1-Dimethyl-4,4-bipyridinium dichloride, dapat larut
dalam air dan diinaktivasi oleh sinar matahari sehingga mempunyai
dampak kronik yang lebih rendah dan tidak mengkontaminasi produk
tanaman dibandingkan dengan herbisida golongan lainnya. Di Indonesia
dijual dengan berbagai nama dagang seperti Gramoxone produksi
Syngenta dan berbagai nama dagang lainnya yang umumnya berakhiran
xone atau berawalan Gram-.5
Parakuat umumnya dipergunakan sebagai herbisida untuk
mengontrol pertumbuhan gulma dan rumput di area pertanian/perkebunan
dan juga untuk area non-pertanian/perkebunan, seperti di bandara dan di
sekitar bangunan komersial.5
Parakuat umumnya dijual dalam kemasan larutan konsentrat
parakuat diklorida 256mg/dL yang setara dengan 200 mg ion parakuat atau
konsentrasi 20% per liter.6
Parakuat umumnya dipergunakan dengan cara mengencerkan
konsensentrat parakuat terlebih dahulu dengan rasio pengenceran 0.2% (2
bagian parakuat dalam 500 bagian air) dan pengenceran maksimal 2,5%
(2,5 bagian parakuat dalam 100 bagian air). Untuk satu hektare umumnya
memerlukan 3,5 liter parakuat dalam minimal 187 liter air. 6
Parakuat berkerja dengan cara menyerang kloropas tanaman
melalui interaksi dengan elektron bebas dari fotosistem I membran
kloropas dengan mengkatalisa produksi spesies oksigen reaktif (ROS)
terutama superoksida (O2-) yang kemudian menyerang asam lemak tidak
tersaturasi di membran sel yang pada akhirnya menyebaban kerusakan
membran sel dan kematian sel. Proses pembentukan radikal bebas akan
terus berlanjut selama ion parakuat masih ada dan hingga ketersediaan
elektron bebas berhenti.7
7
Akibat dari mekanisme ini parakuat sangat toksik bagi manusia
dan hewan , karena mitokondria manusia dan hewan juga memproduksi
elektron bebas yang dapat dikatalisa oleh ion parakuat menjadi
superoksida. Dan karena fungsinya sebagai katalis, hanya perlu dosis
parakuat yang sangat rendah untuk menghasilkan efek toksiknya pada
manusia.8
Pada manusia dewasa, dosis letal dari parakuat adalah sekitar 30
mg/kg atau sekitar 2-4 gram ion parakuat yang setara dengan 10-20 mL
larutan 20% (satu tutup botol).8
Parakuat dapat masuk ke dalam tubuh manusia baik secara sengaja
maupun tidak sengaja. Keracunan yang tidak sengaja umumnya
diakibatkan oleh paparan parakuat selama proses penggunaan parakuat di
mana pengguna tidak mempergunakan peralatan pengamanan diri yang
tidak memadai. Umumnya dalam kondisi ini parakuat akan berkontak
dengan mata atau kulit dan atau terhirup masuk ke dalam paru-paru.
Keracunan yang disengaja umumnya terjadi melalui konsumsi larutan
parakuat secara langsung. 1,8
Setelah konsumsi, parakuat diabsorbsi secara tidak sempurna.
Parakuat yang masuk ke dalam tubuh melalui pori kulit, paru, atau saluran
cerna, akan kemudian dieliminasi sebagian besar melalui urin dalam tempo
6 jam paska absorbsi dan dieliminasi secara hampir keseluruhan dalam 12-
24 jam paska absorbsi. Gejala klinis yang timbul dari parakuat merupakan
akibat dari produksi ROS dari proses elektron di mitokondria yang
mengakibatkan kerusakan sel melalui peroksidasi lipid, aktivasi faktor
nukleus kappa-B (NF-B), kerusakan mitokondria dan apoptosis sel di
berbagai organ. Akibat dari efek kerjanya yang tergantung pada
ketersediaan oksigen, parakuat secara umum terkonsentrasi dan
mengakibatkan kerusakan maksimal di pneumosit dan memicu fibrosis
paru. Selain it parakuat juga menyerang organ-organ yang sel-selnya
mempergunakan oksigen dalam jumlah besar seperti jantung, hati, kelenjar
adrenal, sistem saraf pusat, otot, dan limpa yang pada akhirnya dapat
menyebabkan kegagalan multi organ yang berakhir pada kematian. Selain
8
itu ginjal sebagai tempat eliminasi parakuat juga dapat mengalami
kerusakan yang dapat menyebabkan gagal ginjal.9
Akibat dari proses dasar ini, umumnya gambaran klinis dari
keracunan parakuat menunjukkan proses peradangan dari organ-organ ini
seperti acute lung injury, hipertensi pulmoner, leukositosis, asidosis
metabolik, pembesaran jantung, gagal ginjal akut, edema generalisata dan
peningkatan kadar amilase dan kreatinin, dengan mortalitas mendekati
100%.9
9
Parakuat dapat direduksi oleh kompleks I (NADH-ubikuinon
oksidoreduktase) dalam mitokrondia dan proses ini akan menyebabkan
produksi ROS. Hal ini kemudian akan menyebabkan peningkatan
permeabilitas membran mitokondria tergantung ion Ca2+ akibat dari
peroksidase lipid. Hal ini akan menyebabkan depolarisasi membran dan
pembengkakan matriks mitokondria. Efek ini terutama dapat terlihat pada
sel dengan jumlah mitokondria yang tinggi seperti di otak, hati dan paru.10
Siklus redoks dari parakuat dengan cepat mengoksidasi NADPH
dan oleh karena itu menghabiskan NADPH yang diperlukan oleh sel untuk
proses pertahanan terhadap ROS yang diakibatkan oleh parakuat dan
proses sel normal.10
ROS yang diproduksi parakuat akan mengaktivasi NF-B yang
kmudian akan bertranslokasi ke dalam nukleus dan berikatan ke regio
promoter dari gen-gen target yang terlibat dalam proses inflamasi. Sebagai
akibatnya NF-B menginduksi transkripsi dari enzim, stiokin dan kemokin
proses inflamasi. Hal ini menyebbkan agregasi trombosit, fibrogenesis dan
pengaktivan dari sel-sel imun yang terlibat dalam proses inflamasi. ROS
dan aktivasi dari NF-B ini kemudian dapat memicu apoptosis dari sel.11
Kesemua mekanisme di atas tidaklah eksklusivistik dan terjadi
secara sinergistik di semua organ target utama dari parakuat. Keberadaan
mekanisme multipel dari keracunan parakuat dapat menjadi penyebab
mengapa tidak ada zat atau agen tertentu yang secara spesifik dapat
dipergunakan sebagai antidotum/penawar untuk mengatasi keracunan
parakuat secara signifikan. Sebagian besar penatalaksaan untuk keracunan
parakuat umumnya lebih ditujukan untuk penanganan proses patologis
sekunder non-spesifik.9
Secara spesifik di paru, parakuat dapat memicu alveolitis, dan
akibatnya kolaps alveolar difus, kongesti vaskuler dan leukositosis dan
trombosis pada endotelium vaskuler yang dapat memicu proses
peradangan dan edema paru, yang diikuti dengan proliferasi dari fibroblas
dalam htungan minggu hingga bulan yang mengakibatkan fibrosis paru.9
3.3. Perjalanan Klinis
10
Manifestasi klinis setelah meminum parakuat tergantung pada
jumlah parakuat yang tertelan. Jika dalam jumlah besar (>50 ml parakuat
20%) makan akan mengakibatkan kegagalan organ fulminan: edema paru,
gagal jantung, gagal ginjal dan gagal hati, disertai kejang akibat kerusakan
sistem saraf pusat. Umumnya pasien akan menunjukkan gejala hipoksia,
syok dan asidosis metabolik. Mortalitas 100% dan pada umumnya pasien
meninggal dalam hitungan jam atau dalam beberapa hari.8
Meminum parakuat dalam jumlah kecil umumnya akan
menyebabkan keracunan pada dua organ target utama yakni paru dan
ginjal, dengan angka kematian di atas 50%. Kegagalan pada ginjal terjadi
dengan cepat dan ditandai dengan peningkatan kreatinin dan sistatin-C dan
peningkatan selama 24 jam pertama dapat memprediksi prognosis jangka
panjang. Akan tetapi efek utama dari parakuat dalam dosis ini adalah
akumulasi di paru dan kerusakan pneumosit susulan yang mengakibatkan
berkurangnya pertukaran gas dan gangguan pernafasan. Gangguan ini
terjadi dalam 2 fase: fase akut alveolitis selama 1 hingga 3 hari yang
kemudian diikuti dengan fibrosis sekunder dan fase lanjutan setelah 3-7
hari yang ditandai dengan fibrosis progresif hingga 5 minggu kemudian di
mana pasien rawan mengalami anoksia berat yang berujung pada
kematian. Toksisitas hati (ikterik, kenaikan transaminase serum) umum
terjadi pada pasien dengan gagal ginjal akut dan fibrosis paru. Akan tetapi
kematian jarang diakibatkan oleh gagal ginjal atau hati secara langsung,
dan pasien yang tidak menunjukkan adanya hepatitis mempunyai
prognosis yang lebih baik.9
Efek toksik parakuat pada sistem gastrointestinal adalah hal yang
umum terjadi pada pasien yang menelan cairan parakuat. Setelah
meminum parakuat dapat terjadi lesi di mulut dan lidah (lidah parakuat)
dalam jangka waktu satu hingga tiga hari yang ditandai dengan ulkus
mkosa disertai dengan perdarahan. Hal ini tidaklah secara pasti menandai
bahwa pasien meminum parakuat karena larutan parakuat yang dijual
bebas telah dicampur dengan agen pewarna, pembau dan pemahit rasa
yang ditujukan untuk membuat peminum parakuat memuntahkan isinya
11
keluar. Pada pemeriksaan endoskopi dapat terlihat lesi mukosa di faring,
esofagus dan lambung. Keberadaan ulkus di saluran cerna umumny
memiliki prognostik yang kurang baik karena dapat menuju pada perforasi,
mediastinitis dan atau pneumonia mediastinum. yang dapat menyebabkan
kematian secara langsung dan tidak langsung.9
12
Gambar 3.3. CT Scan paru 11 hari paskakonsumsi. Menunjukkan adanya
fibosis paru bilateral. 9
13
yang menyebabkan gangguan kesadaran. Pada umumnya, intubasi dan
ventilasi mekanik tidak berguna dalam kasus keracunan parakuat.9
Uji diagnosistik dari keracuna parakuat dapat dilakukan secara
semi-kuantitatif dengan memeriksakan urin pasien dengan natrium
bikarbonat dan natrium ditionit, parakuat akan direduksi oleh natrium
ditionit dan memberikan warna biru. Jika positif, maka menandakan
keracunan parakuat berat dengan prognosis yang sangat rendah. Parakuat
juga dapat diukur secara langsung dalam serum darah atau urin melalui
pengukuran kalorimetrik.12
Proses penatalaksanaan keracunan parakuat dapat dibagi menjadi
beberapa poin penting:8,9
o Dekontaminasi (jika dalam waktu 2-4 jam paska konsumsi)
menggunakan karbon aktif atau serbuk aluminium silikat (tanah liat).
Jumlah karbon aktif yang digunakan adalah sebanyak 0.5-1 g/kgBB
dengan dosis dewasa 50-100 gram (200-400 tablet 250 gram).
Pemberian karbon aktif bertujuan untuk mengurangi jumlah parakuat
yang diabsorbsi. Pemberian karbon aktif sebaiknya dilakukan sebelum
kumbah lambung.
o Pemasangan nasigastric tube (NGT) selain untuk membuang cairan
parakuat yang belum terserap dari dalam saluran cerna, juga bertujuan
sebagai profilaksis karena terdapat kemungkinan pasien akan sulit
menelan setelah edema laring.
o Tes urin ditionit yang diulang setiap 24 jam jika tes pertama. Hasil
negatif menunjukkan prognosis selamat yang lebih tinggi.12
o Cek parakuat plasma. Kadar dalam plasma berkorelasi dengan
prognosis.
o Balans cairan. Awasi tanda-tanda berkurangnya produksi urin yang
dapat menandakan keberadaan gagal ginjal akut.
o Hemoperfusi/hemodialisis dalam jangka waktu 2 jam paska konsumsi
dan atau keberadaan gagal ginjal akut tanpa pneumonitis. Tidak
berguna jika keracunan sudah terjadi lama.
14
o Berikan cairan intravena untuk meningkatkan buangan urin untuk
meningkatkan buangan parakuat dalam darah, hati-hati terhadap
kelebihan cairan dan imbalans elektrolit.
o Awasi laju pernafasan dan saturasi oksigen. Tidak boleh memberikan
oksigen kepada pasien. Obati pasien untuk mencegah infeksi paru
dengan pemberian antibiotik dan pencegahan aspirasi dengan
memberikan antiemetik seperti ondansentron atau proklorperazin,
hindari metoklopramid karena dapat berinteraksi dengan terapi
dopamin. Jika terdapat gangguan paru yang dapat diobati seperti
pneumothorax maka sebaiknya ditangani segera sebelum terjad
fibrosis paru. Adanya pneumonitis dan fibrosis menunjukkan prognosis
yang sangat buruk.
o Awasi tanda-tanda kardiovaskular. Adanya hipotensi yang tidak
merespon terhadap pemberian cairan menunjukkan adanya kegagalan
multiorgan dan mempunyai prognosis yang sangat rendah.
o Awasi kesadaran. Adanya gangguan atau penurunan kesadaran akibat
dari hipoksia atau asidosis menunjukkan prognosis yang sangat
rendah.
o Atasi nyeri. Nyeri setelah konsumsi parakuat dapat terjadi dari efek
korosifnya terhadap saluran cerna dan nafas. Pasien dapat diberikan
opiat dan benzodiazepin sebanyak yang diperlukan terutama untuk
terapi paliatif pada pasien dengan keracunan masif.
o Intubasi dan ventilasi mekanis dapat dipertimbangakn diberikan pada
pasien namun pada pasien dengan pneumonitis dan fibrosis paru atau
pasien dengan konsumsi parakuat dalam jumlah besar, hal ini tidaklah
berguna.
o Terapi eksperimental:
Imunosupresi. Hal ini didasarkan pada teori bahwa parakuat
menyebabkan respon inflamasi akut yang mengakibatkan fibrosis
paru dan kematian. Pencegahan reaksi respon inflamasi akut ini
dapat mencegah atau mengurangi derajat dari fibrosis paru.
dexamethasone 24 mg/24 jam telah ditunjukkan menurunkan angka
15
kematian pada model tikus Wistar.13 Selain itu dapat dipergunakan
terapi kombinasi dexamethasone 20mg/hari yang dikombinasikan
dengan regimen Siklofosfamid 15 mg/kgBB dan metilprednisolone
1g/hari dalam bentuk pulse theraphy.14
16
lipid dan apoptosis. Namun belum ada studi khusus pada manusia
mengenai penggunaan NAC pada manusia untuk kasus keracunan
parakuat.
Deferoxamine : Karena ion besi merupakan komponen penting
dalam reaksi Fenton untuk pembentukan ROS, maka pemberian
agen kelasi besi seperti deferoxamine dapat menurunkan resiko ini.
Namun belum ada studi pada tikus dan manusia yang menunjukkan
kebergunaan deferoxamine dalam penanganan keracunan parakuat.
Asam salisilat : Tidak hanya mempunyai efek untuk menekan
inflamasi, asam salisilatjuga mempunyai efek antioksidan dengan
mengurangi ion hidroksil yang berpartisipasi dalam reaksi Fenton
dan oleh karena itu mengurangi stress oksidatif dan mencegah
aktivasi dari NF-B, melalui inhibisi TNF-. Pemberian salisilat
200mg/kgBB dalam waktu 2 jam ditunjukkan menurunkan angka
mortalitas tikus yang diberikan parakuat dengan dosis toksik.
17
7 : dexamethasone; SOD, superoksida dismutase; CAT, katalase; Gred, glutation
reduktase; Gpx, glutatione peroksidase; FR, reaksi Fenton; HWR, reaksi Haber-
Weiss. Gambar diambil dan dimodifikasi dari Gawarammana dan Buckley, 20119
3.5. Prognosis
18
BAB 4
MEKANISME KASUS
Sdr. D, 19 th
19
BAB 5
PENUTUP
20
DAFTAR PUSTAKA
21
of Korean Medical Science. 2012;27(9):993-998. doi:10.3346/
jkms.2012.27.9.993.
13. Dinis-Oliveira RJ, Duarte JA, Remio F, Snchez-Navarro A, Bastos ML,
Carvalho F. Single high dose dexamethasone treatment decreases the
pathological score and increases the survival rate of paraquat-intoxicated
rats. Toxicology. 2006 Oct 3;227(1-2):73-85.
14. Lin JL, Lin-Tan DT, Chen KH, Huang WH, Hsu CW, Hsu HH, Yen TH.
Improved survival in severe paraquat poisoning with repeated pulse
therapy of cyclophosphamide and steroids. Intensive Care Med. 2011
Jun;37(6):1006-13
22