Anda di halaman 1dari 112

PEMETAAN TINGKAT KEKERASAN BATUAN

MENGGUNAKAN METODE SEISMIK REFRAKSI

Budi Setiawan
NPM: 0302020216

Program Peminatan Geofisika


Departemen Fisika
Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Indonesia
Depok
2008

Pemetaan tingkat..., Budi Setiawan, FMIPA UI, 2008


PEMETAAN TINGKAT KEKERASAN BATUAN
MENGGUNAKAN METODE SEISMIK REFRAKSI

Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat


untuk memperoleh gelar Sarjana Sains

Oleh:
Budi Setiawan
NPM: 0302020216

Program Peminatan Geofisika


Departemen Fisika
Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Indonesia
Depok
2008

Pemetaan tingkat..., Budi Setiawan, FMIPA UI, 2008


LEMBAR PENGESAHAN

SKRIPSI : PEMETAAN TINGKAT KEKERASAN BATUAN

MENGGUNAKAN METODE SEISMIK

REFRAKSI

NAMA : : BUDI SETIAWAN

NPM : 0302020216

JURUSAN : FISIKA

SKRIPSI INI TELAH DIPERIKSA DAN DISETUJUI

DEPOK, JUNI 2008

PEMBIMBING

Dr. SYAMSU ROSID

PENGUJI I PENGUJI II

Dr. ABDUL HARIS Dr. SUPRIYANTO

Pemetaan tingkat..., Budi Setiawan, FMIPA UI, 2008


KATA PENGANTAR

Bismillahir rohmanir rohim

Segala puji bagi Allah swt, yang telah melimpahkan banyak nikmat dan

rahmat serta hidayah yang diberikan kepada para hamba-Nya. Atas

pertolongan dan kehendak-Nya, penulis berhasil menyelesaikan skripsi ini.

Penulis sangat menyadari bahwa dalam mengerjakan skripsi ini tidak

lepas dari bantuan dan saran dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini,

penulis ingin mengucapkan banyak terima kasih kepada :

Kedua orang tua penulis yang telah memberikan dukungan doa maupun

finansial. Sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini. Kedua

adik-adik penulis juga secara tidak langsung memberikan kontribusi dalam

menyelesaikan tugas akhir ini.

Bapak Dr. Syamsu Rosid yang telah bersedia membimbing penulis secara

bertahap dan juga memberikan nasihat kepada penulis agar berbuat ihsan

dalam mengerjakan skripsi.

Ilhami (fisika 04) dan Hadi (fisika 04) yang telah membantu penulis dalam

mengerjakan penelitian yang pertama. Mohon maaf karena penelitian

tidak berhasil sehingga membuat Ilhami dan Hadi mengganti KP-nya.

Susanto Jamil (fisika 99) yang telah membantu penulis terutama dalam

melakukan maintenance terhadap komputer yang penulis gunakan dalam

ii
Pemetaan tingkat..., Budi Setiawan, FMIPA UI, 2008
mengerjakan skripsi. Sehingga kinerja komputer dalam kondisi baik dan

sangat membantu dalam menyelesaikan skripsi.

Priyono (teknik sipil 03) yang meminjamkan monitornya karena dua

monitor sebelumnya yang penulis gunakan untuk skripsi rusak. Rusaknya

monitor disebabkan pemakaian yang hampir 24 jam setiap hari. Selain

berbaik hati meminjamkan monitor, bersama dengan Ardi (teknik sipil

2004) mau diajak berdiskusi tentang penelitian yang penulis lakukan dan

juga memberikan pinjaman buku referensi.

Moko (farmasi 02) sebagai motivator konkrit. Dengan keyakinan dan

tanpa keraguan menanyakan perkembangan skripsi dalam frekuensi yang

relatif banyak setiap harinya. Dan mengingatkan penulis untuk tetap dekat

dengan penciptanya dengan cara membangunkan penulis dari tidur lelap

sebelum waktu subuh menjelang. Serta teman teman ariesta dan alumni

ariesta ( Maki (kim 03), Gunawan (kim 03), Prima (Geo 03), dan lain-lain)

yang masih sering berkumpul minimal seminggu sekali dan memberikan

keceriaan sesaat.

Bagus (FE 04) dan teman-teman SALAM 09 yang telah mengadakan

rihlah alumni SALAM 09 ditengah kejumudan mengerjakan skripsi ada

secercah semangat ketika mengingat masa-masa bersama di pengurusan

SALAM terutama dengan hadirnya empat Budi.

Edi Purwoko, Erik Subahan S.Si, Agung Syahbudin (Al Hafidz), Dian

Purnama S.Psi, Dadang Suprianta S.Psi, Arif Aziyanto S.E, Wahyu S.T,

iii
Pemetaan tingkat..., Budi Setiawan, FMIPA UI, 2008
Imam S.T, Bayu S.kom, Iyan N S.Si, Deni Adam S.T. M Febri sebagai

sahabat yang selalu mendampingi disaat suka dan duka, semoga

kebersamaan ini tetap bisa terjalin.

Cepi, Fandi, Rifan, Doni, Budi W sebagai adik-adik dalam berbagi ilmu.

Mohon maaf tidak bisa menemani selama penelitian.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak terdapat

kekurangan, sehingga saran dan kritik akan sangat membantu dalam rangka

perkembangan dan perbaikan skripsi. Penulis berharap semoga skripsi ini

dapat memberikan manfaat bagi ilmu pengetahuan.

Semoga Allah swt membalas kepada semua yang telah membantu

menyelesaikan skripsi ini dengan balasan yang sebaik-baiknya.

Depok, Mei 2008

Penulis

iv
Pemetaan tingkat..., Budi Setiawan, FMIPA UI, 2008
ABSTRAK

Kondisi lapisan batuan bawah permukaan memiliki sifat fisis yang


beragam. Tingkat kekerasan batuan bawah permukaan bumi merupakan
salah satu sifat fisika yang dapat diketahui melalui pengukuran di permukaan
bumi. Seismik refraksi merupakan salah satu metode geofisika yang
digunakan. Telah dilakukan pengukuran seismik refraksi di dua tempat yang
berbeda, BW17 dan BW27. Di wilayah BW17 didapatkan empat lapisan
batuan. Lapisan pertama dengan kecepatan 405 - 734 m/s memiliki tingkat
kekerasan very soft soil hingga firm cohesive soil, lapisan kedua dengan
kecepatan 1172 1721 m/s memiliki tingkat kekerasan stiff cohesive soil
hingga very soft rock. Lapisan ketiga dengan kecepatan 1721 1954 m/s
memiliki tingkat kekerasan very soft rock moderately soft rock dan lapisa
keempat dengan kecepatan lebih dari 2764 m/s memiliki tingkat kekerasan
hard rock. Sementara di wilayah BW27 didapatkan tiga lapisan batuan.
Lapisan pertama dengan kecepatan 480 536 m/s memiliki tingkat
kekerasan very soft soil hingga firm cohesive soil, lapisan kedua dengan
kecepatan 647 924 m/s memiliki tingkat kekerasan stiff cohesive soil hingga
very soft rock dan lapisan ketiga dengan kecepatan lebih dari 1258 m/s
memiliki tingkat kekerasan very soft rock hingga moderately soft rock.

Kata kunci : seismik refraksi, tingkat kekerasan batuan


Xii + 98 hlm : lampiran
Referensi : 13 (1988 2007)

v
Pemetaan tingkat..., Budi Setiawan, FMIPA UI, 2008
ABSTRACT

The subsurface rock layer has many physical properties. The hardness
of the earths subsurface rock is one of the physical properties that can be
calculated from measuring on the earth surface. Seismic refraction is one of
the geophysical methods that can be used for measurement. Seismic
refraction measurement had been done in two different places, BW 17 region
and BW 27 region. From the measurement, it is known that the BW 17 region
has four rock layers. The first layer with velocity between 405-734 m/s has
very soft soil to firm cohesive soil hardness. The second layer with velocity
between 1172-1721 m/s has stiff cohesive soil to soft rock hardness. The
third layer with velocity 1721-1954 m/s has very soft rock to moderate soft
rock hardness. The other one with velocity more than 2764 m/s has hard rock
hardness. Meanwhile, from the other measurement, the BW 27 region only
has three layers. The first layer with velocity between 480-536 m/s has very
soft soil to firm cohesive soil hardness. The second one with the velocity
between 647-924 m/s has stiff cohesive soil to very soft rock hardness. The
other one with velocity more than 1258 m/s has very soft rock to moderate
soft rock hardness.

Keyword : refraction seismic, rock materials hardness


Xii + 98 page : appendix
Reference : 13 (1988 2007)

vi
Pemetaan tingkat..., Budi Setiawan, FMIPA UI, 2008
DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PENGESAHAN i

KATA PENGANTAR . ii

ABSTRAK .. v

DAFTAR ISI vii

DAFTAR GAMBAR .. ix

DAFTAR TABEL .. xi

DAFTAR LAMPIRAN .. xii

BAB I PENDAHULUAN... 1

1.1. Latar Belakang... 1

1.2. Tujuan Penelitian .. 3

1.3. Metode Penelitian dan Batasan Masalah.. 3

1.4. Sistematika Penulisan . 5

BAB II TEORI DASAR . 7

2.1. Konsep Dasar Gelombang Seismik Refraksi .. 8

2.2. Penentuan Lapisan Batuan 13

2.3. Faktor Faktor Yang Mempengaruhi Cepat Rambat

Gelombang Seismik Pada Batuan 23

2.4. Peralatan Seismik .. 28

BAB III ANALISA DAN PENGOLAHAN DATA. 29

3.1. Konversi Format Data Seismik .. 30

vii
Pemetaan tingkat..., Budi Setiawan, FMIPA UI, 2008
3.2. Memproses Data Seismik 31

3.3. Analisa Kecepatan 33

3.4. Analisa Data Traveltime Dan Pemodelan Inversi. 36

3.5. Forward Modelling Dan Tomografi. 39

BAB IV PEMBAHASAN DAN INTERPRETASI DATA 43

4.1. Interpretasi Data Seismik Refraksi Lokasi BW 17 . 43

4.1.1. Pemetaan Lapisan Bawah Permukaan Lokasi BW 17

Dengan Jarak Antar Geophone 3 Meter.. 43

4.1.2. Pemetaan Lapisan Bawah Permukaan Lokasi BW 17 Dengan

Jarak Antar Geophone 5 meter 48

4.1.3. Interpretasi Terpadu Dengan Data Sumur . 52

4.2. Interpretasi Data Seismik Refraksi Lokasi BW 27 55

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 62

5.1. Kesimpulan 62

5.2. Saran .. 63

REFERENSI

LAMPIRAN

viii
Pemetaan tingkat..., Budi Setiawan, FMIPA UI, 2008
DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Diagram alir penelitian.. 4

2. Pemantulan dan pembiasan gelombang 10

3. Pembiasan dengan sudut kritis 11

4. Hubungan jarak dan waktu tempuh gelombang langsung,

refleksi dan refraksi . 12

5. Lintasan penjalaran gelombang refraksi.. 13

6. Grafik hubungan jarak dengan waktu tiba.. 14

7. Pengukuran dengan menggunakan metode delaytime

bolak-balik . 17

8. Grafik hubungan jarak dengan waktu tunda. 20

9. Contoh tampilan data seismik refraksi pada software Reflexw 30

10. Contoh forst arrival time. 34

11. Contoh analisa kecepatan. 34

12. Contoh picking first arrival time 35

13. Contoh analisa data traveltime. 37

14. Contoh model inversi BW 17 38

15. Contoh model forward BW17 39

16. Contoh reciprocal method yang dapat memberikan

gambaran bawah permukaan secara lateral.. 40

17. Contoh reciprocal methode pada BW 17 40

ix
Pemetaan tingkat..., Budi Setiawan, FMIPA UI, 2008
18. Contoh model tomografi BW 17. 41

19. Model inversi BW 17 dengan jarak antar geophone 3 meter 44

20. Model forward BW 17 dengan jarak antar geophone 3 meter 45

21. Tomografi BW 17 dengan jarak antar geophone 3 meter 45

22. Tingkat kekerasan batuan BW 17. 47

23. Model inversi BW 17 dengan jarak antar geophone 5 meter 49

24. Model forward BW 17 dengan jarak antar geophone 5 meter 49

25. Tomografi BW 17 dengan jarak antar geophone 5 meter 50

26. Tingkat kekerasan batuan BW 17 dengan jarak antar

geophone 5 meter.. 51

27. Peta tingkat kekerasan BW 17 terpadu. 53

28. Lithologi BW 17.. 53

29. Model inversi BW 27 dengan jarak antar geophone 5 meter 55

30. Model forward BW 27 dengan jarak antar geophone 5 meter 56

31. Tomografi BW 27 dengan jarak antar geophone 5 meter.. 57

32. Tingkat kekerasan batuan BW 27.. 59

33. Lithologi BW 27. 60

x
Pemetaan tingkat..., Budi Setiawan, FMIPA UI, 2008
DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Jadwal Penelitian... 5

2. Data kecepatan gelombang primer pada beberapa medium 10

3. Lithologi BW 17. 90

4. Lithologi BW 27... 92

5. Hydraulic eradibility in earth spillway.. 93

6. Karakteristik penggalian (excavation characteristics). 93

7. Kualitas konstruksi 94

8. Stabilitas massa batuan.. 94

9. Transmisi fluida 95

10. Koralasi berbagai indikator excavatabilitas material bumi 96

xi
Pemetaan tingkat..., Budi Setiawan, FMIPA UI, 2008
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Data analisa kecepatan BW 17 dengan jarak antar

geophone 3 meter..... 66

2. Data picking first arrival time BW 17 dengan jarak antar

geophone 3 meter.. 71

3. Model lapisan batuan bawah permukaan BW17 dengan

jarak antar geophone 3 m.. 74

4. Data analisa kecepatan BW17 dengan jarak antar

geophone 5 m.. 76

5. Data picking first arrival time BW17 dengan jarak antar

geophone 5 m 77

6. Model lapisan batuan bawah permukaan BW17 dengan

jarak antar geophone 5 m.. 78

7. Data analisa kecepatan BW27 dengan jarak antar

geophone 5 m.. 80

8. Data picking first arrival time BW27 dengan jarak antar

geophone 5 m 85

9. Model lapisan batuan bawah permukaan BW27 dengan

jarak antar geophone 5 m.. 88

10. Data lithologi 90

11. Sistem klasifikasi material batuan.... 93

xii
Pemetaan tingkat..., Budi Setiawan, FMIPA UI, 2008
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyelidikan lapisan batuan atau tanah bawah permukaan yang

memadai perlu dilakukan oleh seorang insinyur sebelum melakukan

pembangunan proyek. Kegagalan mengenali persyaratan ini mengakibatkan

perlunya membuat rencana relokasi yang mahal atau pengeluaran uang

tambahan untuk menggunakan tempat yang kurang baik. Penyelidikan tanah

atau batuan di bawah permukaan dapat memberikan beragam informasi yang

dibutuhkan dalam membuat keputusan-keputusan desain pada berbagai

situasi proyek (Dunn, 1992). Misalnya dalam pembuatan fondasi bangunan

dibutuhkan informasi batuan bawah permukaan untuk mengetahui daya

dukung tanah, pembuatan jalan raya membutuhkan informasi lapisan batuan

yang memiliki tingkat kekakuan (stiffness level) tinggi yang digunakan

sebagai struktur dasar (base structure) jalan raya, dan lain-lain.

Lapisan batuan bawah permukaan bumi memiliki variasi sifat fisis yang

beragam. Sifat - sifat fisis yang terdapat di dalam bumi diantaranya densitas,

resistivitas, elastisitas dan lain-lain. Sifat-sifat fisis yang terdapat di bawah

permukaan bumi ini dapat diketahui dengan menggunakan alat geofisika

yang digunakan di permukaan bumi. Salah satu metode geofisika yang dapat

digunakan untuk mengetahui lapisan batuan bawah permukaan adalah

metode seismik. Metode seismik merupakan metode geofisika aktif yang

1
Pemetaan tingkat..., Budi Setiawan, FMIPA UI, 2008
2

memanfaatkan gelombang mekanik yang merambat ke dalam bumi.

Gelombang tersebut berasal dari sumber seismik yang direncanakan seperti

palu, weightdrop, dan lain-lain.

Metode seismik yang digunakan untuk mengetahui kondisi lapisan

bawah permukaan terdiri dari dua jenis yaitu metode seismik refleksi dan

metode seismik refraksi. Metode seismik refleksi biasa digunakan untuk

mengetahui lapisan bawah permukaan pada kedalaman yang cukup dalam

sedangkan metode seismik refraksi biasa digunakan untuk mengetahui

kedalaman yang relatif dangkal.

Prinsip yang digunakan dalam metode seismik refraksi adalah dengan

menentukan waktu pertama kali gelombang seismik tiba pada setiap

geophone. Dengan mengetahui waktu tiba gelombang seismik maka

kecepatan rambat gelombang seismik pada setiap batuan dan kedalaman

refraktor dapat diketahui. Nilai cepat rambat gelombang seismik pada setiap

batuan inilah yang akan memberikan informasi lapisan batuan bawah

permukaan. Tingkat kekerasan batuan (hardness) merupakan salah satu

informasi lapisan bawah permukaan yang dapat diketahui dengan metode

seismik refraksi.

Manfaat yang dapat diperoleh dengan mengetahui tingkat kekerasan

batuan bawah permukaan sangat banyak, diantaranya dengan mengetahui

tingkat kekerasan suatu batuan (hardness) maka dapat diperkirakan ukuran

peralatan minimum yang dibutuhkan untuk menggali (excavate) batuan

tersebut. Tingkat kekerasan suatu batuan bawah permukaan berhubungan

Pemetaan tingkat..., Budi Setiawan, FMIPA UI, 2008


3

dengan sulit mudahnya suatu batuan untuk dihancurkan (ripping). Semakin

keras suatu batuan dapat ditandai dengan semakin besarnya nilai ripping

index. Dengan mengetahui kedalaman lapisan batuan keras yang diharapkan

dan peralatan penggalian yang dibutuhkan maka biaya pun dapat

diperkirakan dengan lebih teliti.

1.2. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah

a) Melakukan pengolahan data seismik refraksi di wilayah BW 17 dan

BW 27

b) Membuat model perlapisan batuan bawah permukaan daerah

penelitian

1.3. Metode Penelitian dan Batasan Penelitian

Dalam melakukan penelitian ini, penulis memulainya dengan

melakukan studi literatur. Dalam studi literatur ini, penulis melakukan

pengumpulan bahan untuk keperluan penelitian baik dari buku - buku, artikel

yang berasal dari internet, paper - paper yang berhubungan dengan

penelitian, hingga skripsi - skripsi terdahulu yang berhubungan dengan topik

penelitian.

Pada tahapan selanjutnya, penulis melakukan pengolahan data. Data

yang diolah oleh penulis adalah data yang digunakan oleh peneliti

sebelumnya dalam melakukan penelitian menggunakan metode

Pemetaan tingkat..., Budi Setiawan, FMIPA UI, 2008


4

seismoelektrik. Penulis menggunakan metode seismik refraksi dalam

melakukan pengolahan data. Hasil pengolahan data tersebut berupa model

perlapisan batuan bawah permukaan.

Gambar 1. Diagram alir tahapan penelitian

Pemetaan tingkat..., Budi Setiawan, FMIPA UI, 2008


5

Penulis memberikan batasan terhadap penelitian yang dikerjakan

dengan tujuan agar pembahasan menjadi lebih terfokus. Penelitian ini

menitikberatkan pada pemetaan tingkat kekerasan batuan. Dengan

mengetahui tingkat kekerasan suatu batuan bawah permukaan diharapkan

dapat bermanfaat khususnya untuk aplikasi geoteknik seperti pembuatan

jalan raya, pembuatan terowongan, pembuatan fondasi bangunan, dan

sebagainya.

Tabel 1. Jadwal penelitian


Feb Maret April Mei
No Keterangan
3 4 1 2 3 4 5 1 2 3 4 1 2 3 4

1 Studi Literatur
Pembuatan
2 Proposal

3 Pengujian Alat

4 Pengambilan Data

5 Data Processing

6 Interpretasi Data

7 Penulisan Skripsi

1.4. Sistematika Penulisan

Adapun sistematika penulisan yang digunakan dalam penulisan penelitian ini

sebagai berikut:

Pemetaan tingkat..., Budi Setiawan, FMIPA UI, 2008


6

Bab 1 Pendahuluan, menjelaskan latar belakang, tujuan, metode

penelitian dan batasan masalah, serta sistematika penulisan laporan

penelitian.

Bab 2 Teori Dasar , berisi penjelasan tentang prinsip dasar metode

seismik refraksi, parameter fisis yang diukur, peralatan yang digunakan,

penentuan lapisan batuan dan faktor faktor yang mempengaruhi cepat

rambat gelombang seismik dalam batuan.

Bab 3 Pengolahan dan Analisa Data, berisi tahapan tahapan

pengolahan data seismik refraksi yang meliputi : mengkonversi format data

yang digunakan oleh seismograf menjadi format data yang dibutuhkan oleh

software, melakukan pemfilteran data jika diperlukan, melakukan analisa

kecepatan sehingga dapat menghasilkan model perlapisan batuan bawah

permukaan 1 dimensi, melakukan analisa data traveltime untuk mendapatkan

model inversi untuk selanjutnya dilakukan forward modelling yang akan

menjadi gambaran model lapisan bawah permukaan 2 dimensi, dan yang

terakhir melakukan tomografi.

Bab 4 Interpretasi Data, menjelaskan tentang interpretasi dari model

yang didapatkan melalui pengolahan data dengan membandingkannya

dengan data sumur bor.

Bab 5 Kesimpulan dan Saran: Menjelaskan tentang kesimpulan hasil

penelitian serta rekomendasi yang dapat diberikan penulis dari hasil

penelitian.

Pemetaan tingkat..., Budi Setiawan, FMIPA UI, 2008


BAB II

TEORI DASAR

Gelombang seismik merupakan gelombang yang merambat melalui

bumi. Perambatan gelombang ini bergantung pada sifat elastisitas batuan.

Gelombang seismik ada yang merambat melalui interior bumi yang disebut

sebagai body wave, dan ada juga yang merambat melalui permukaan bumi

yang disebut surface wave. Body wave dibedakan menjadi dua berdasarkan

pada arah getarnya. Gelombang P (Longitudinal) merupakan gelombang

yang arah getarnya searah dengan arah perambatan gelombang sedangkan

gelombang yang arah getarnya tegak lurus dengan arah rambatannya

disebut gelombang S (transversal). Surface wave terdiri atas Rayleigh wave

(ground roll) dan Love wave (Telford, et.al, 1990).

Metode seismik merupakan salah satu bagian dari seismologi

eksplorasi yang dikelompokkan dalam metode geofisika aktif, dimana

pengukuran dilakukan dengan menggunakan sumber seismik (palu, ledakan,

dan lain-lain). Setelah usikan diberikan, terjadi gerakan gelombang di dalam

medium yaitu batuan yang memenuhi hukum-hukum elastisitas ke segala

arah dan akan mengalami pemantulan atau pembiasan akibat munculnya

perbedaan kecepatan, kemudian pada suatu jarak tertentu gerakan partikel

tersebut direkam sebagai fungsi waktu. Berdasar data rekaman inilah dapat

diperkirakan bentuk lapisan / struktur di bawah permukaan bumi.

7
Pemetaan tingkat..., Budi Setiawan, FMIPA UI, 2008
8

Dalam menentukan lithologi batuan dan struktur geologi, metode

seismik dikategorikan menjadi dua bagian yaitu metode seismik refleksi dan

seismik refraksi. Metode seismik refleksi biasanya digunakan untuk

menentukan lithologi batuan dan struktur geologi pada kedalaman yang

dalam sedangkan metode seismik refraksi digunakan untuk menentukan

lithologi dan struktur geologi yang relatif dangkal.

2.1. Konsep Dasar Gelombang Seismik Refraksi

Seismik refraksi dihitung berdasarkan waktu yang dibutuhkan oleh

gelombang untuk menjalar pada batuan dari posisi sumber seismik (seismic

source) menuju penerima (receiver) pada berbagai jarak tertentu. Pada

metode ini, gelombang yang terjadi setelah usikan pertama (first break)

diabaikan, sehingga data yang dibutuhkan hanya data first break saja.

Gelombang yang datang setelah first break diabaikan karena gelombang

seismik refraksi merambat paling cepat dibandingkan dengan gelombang

lainnya kecuali pada jarak offset yang relatif dekat sehingga yang dibutuhkan

adalah waktu pertama kali gelombang diterima oleh setiap geophone.

Parameter jarak (offset) dan waktu penjalaran gelombang dihubungkan

dengan cepat rambat gelombang dalam medium. Besarnya kecepatan

rambat gelombang tersebut dikontrol oleh sekelompok konstanta fisis yang

ada dalam material yang dikenal sebagai parameter elastisitas.

Pemetaan tingkat..., Budi Setiawan, FMIPA UI, 2008


9

Untuk memahami penjalaran gelombang seismik pada batuan bawah

permukaan digunakan beberapa asumsi. Beberapa asumsi yang digunakan

antara lain :

1. Panjang gelombang seismik yang digunakan jauh lebih kecil

dibandingkan ketebalan lapisan batuan. Dengan kondisi seperti ini

memungkinkan setiap lapisan batuan akan terdeteksi.

2. Gelombang seismik dipandang sebagai sinar yang memenuhi hukum

Snellius dan prinsip Huygens. Menurut Snellius, gelombang akan

dipantulkan atau dibiaskan pada bidang batas antara dua medium

yang berbeda sedangkan dalam prinsip Huygens, titik-titik yang

dilewati gelombang akan menjadi sumber gelombang baru. Muka

gelombang (wavefront) yang menjalar menjauhi sumber adalah

superposisi dari beberapa muka gelombang yang dihasilkan oleh

sumber gelombang baru tersebut.

3. Medium bumi dianggap berlapis-lapis dan tiap lapisan menjalarkan

gelombang seismik dengan kecepatan yang berbeda.

4. Pada bidang batas antar lapisan (interface), gelombang seismik

menjalar dengan kecepatan gelombang pada lapisan di bawahnya.

5. Makin bertambahnya kedalaman lapisan batuan maka semakin

kompak batuannya sehingga kecepatan gelombang pun bertambah

seiring bertambahnya kedalaman.

Pemetaan tingkat..., Budi Setiawan, FMIPA UI, 2008


10

Menurut Hukum Snellius, jika ada gelombang elastik yang menjalar

dalam bumi kemudian bertemu dengan bidang batas perlapisan (interface)

dengan elastisitas dan densitas yang berbeda, maka akan terjadi pemantulan

dan pembiasan gelombang.

sin i v1
= .(1)
sin r v2

Jika gelombang P (kompresi) menjalar ke dalam bumi kemudian

melalui batas perlapisan batuan maka akan terjadi empat gelombang yang

berbeda yaitu gelombang P refleksi (P1), gelombang P refraksi (P2),

gelombang S refleksi (S1) dan gelombang S refraksi (S2) (Susilawati, 2004).

Sehingga menurut hukum Snellius :

vp v p1 v p2 v s1 v s2 .(2)
= = = =
sin i sin p sin rp sin s sin rs

Gambar 2. Pemantulan dan pembiasan gelombang

Pemetaan tingkat..., Budi Setiawan, FMIPA UI, 2008


11

Metode seismik refraksi menerapkan waktu tiba pertama gelombang

dalam perhitungannya. Gelombang P memiliki kecepatan lebih besar

dibandingkan dengan kecepatan gelombang S sehingga waktu datang

gelombang P yang digunakan dalam perhitungan. Gelombang seismik

refraksi yang dapat terekam oleh receiver pada permukaan bumi hanyalah

gelombang seismik refraksi yang merambat pada batas antar lapisan batuan.

Hal ini hanya dapat terjadi jika sudut datang merupakan sudut kritis atau

ketika sudut bias tegak lurus dengan garis normal (r = 900 sehingga sin r = 1).

Dan hal ini sesuai dengan asumsi diawal bahwa kecepatan lapisan dibawah

interface lebih besar dibandingkan dengan kecepatan di atas interface.

Gambar 3. Pembiasan dengan sudut kritis

Gelombang seismik berasal dari sumber seismik (seismic source)

merambat dengan kecepatan v1 menuju bidang batas (A), kemudian

gelombang dibiaskan dengan sudut datang kritis sepanjang interface dengan

kecepatan v2 (Gambar 3). Dengan menggunakan prinsip Huygens pada

Pemetaan tingkat..., Budi Setiawan, FMIPA UI, 2008


12

interface, gelombang ini kembali ke permukaan sehingga dapat diterima oleh

receiver yang ada di permukaan.

Gelombang yang dapat ditangkap oleh receiver dapat berupa

gelombang langsung (direct wave), gelombang refleksi (reflection wave)

ataupun gelombang refraksi (refraction wave). Untuk jarak offset (jarak

geophone dengan sumber seismik) yang relatif dekat, gelombang yang paling

cepat diterima oleh receiver adalah gelombang langsung dan gelombang

yang paling lama diterima adalah gelombang refleksi. Sedangkan untuk jarak

offset yang relatif jauh, gelombang yang paling cepat diterima oleh receiver

adalah gelombang refraksi dan yang paling lama adalah refleksi.

Gambar 4. Hubungan jarak dan waktu tempuh gelombang


langsung, refleksi dan refraksi

Berdasarkan grafik hubungan antara jarak dan waktu tempuh

gelombang, penulis membuat asumsi untuk jarak yang relatif dekat waktu

tempuh gelombang refraksi sama dengan waktu tempuh gelombang

Pemetaan tingkat..., Budi Setiawan, FMIPA UI, 2008


13

langsung. Penulis berpendapat jika terjadi perbedaan waktu tempuh sangat

kecil. Sehingga dalam perhitungan, untuk jarak yang relatif dekat ataupun

jauh, waktu tempuh yang digunakan adalah waktu tempuh tercepat yang

diterima oleh geophone / receiver.

2.2. Penentuan Ketebalan Lapisan Batuan

Perhitungan yang digunakan dalam metode seismik refraksi adalah

dengan menghitung waktu pertama kali gelombang yang berasal dari sumber

seismik diterima oleh setiap receiver. Dengan mengetahui jarak setiap

receiver dengan sumber seismik dan waktu penjalaran gelombang yang

pertama kali sampai receiver kemudian dibuat grafik hubungan antara jarak

dengan waktu. Dengan mengetahui kemiringan / gradien dari grafik tersebut

maka akan didapatkan nilai kecepatan. Kedalaman lapisan batuan dapat

ditentukan dengan menggunakan dua cara yaitu berdasarkan waktu penggal

(intercept time ti) dan berdasarkan jarak kritis (X0).

Gambar 5. Lintasan penjalaran gelombang refraksi

Pemetaan tingkat..., Budi Setiawan, FMIPA UI, 2008


14

Jika di bawah permukaan bumi terdapat dua lapisan batuan yang

dibatasi oleh interface datar (horizontal) maka waktu tempuh gelombang

refraksi (t) untuk merambat dari sumber seismik menuju receiver akan melalui

lintasan A-B-C-D (Dobrin & Savit, 1988).

Gambar 6. Grafik hubungan jarak dengan waktu tiba

t = t AB + t BC + t CD .(3)

1 1 1
t= AB + BC + CD ........(4)
V1 V2 V1

Dengan mencari waktu penggal (ti), maka :

1 h 1 1 h .(5)
t= + (x 2h tan i ) +
V1 cos i V2 V1 cos i

Pemetaan tingkat..., Budi Setiawan, FMIPA UI, 2008


15

1 2h 2h sin i x (6)
t= +
V1 cos i V2 cos i V2

x 2h
(V2 )2 (V1 )2
.(7)
t= +
V2 V1V2

x
t= + t i (8)
V2

Dengan menggunakan intercept time didapatkan kedalaman interface 1 untuk

2 lapisan :

ti =
2h1
(V2 )2 (V1 )2(9)
V1V2

t iV1V2
h1 = ..(10)
2 (V2 ) (V1 )
2 2

Dengan cara yang hampir sama didapatkan kedalaman interface ke 2 untuk 3

lapisan:


2h
h2 = t i 2 1 (V2 )2 (V1 )2 V2V3 .(11)
V1V3 2 (V3 ) (V2 )
2 2

Dengan menggunakan jarak kritis (x0) dapat diketahui kedalaman interface

yaitu :

t=
x 2h1
+ (V2 )2 (V1 )2 ...(12)
V2 V1V2

Pemetaan tingkat..., Budi Setiawan, FMIPA UI, 2008


16

x0 x0 2h1
= + (V2 )2 (V1 )2 ..(13)
V1 V2 V1V2

x0 x0 2h1
= (V2 )2 (V1 )2 ..(14)
V1 V2 V1V2

V2 V1

2h
x0 = 1 (V2 )2 (V1 )2 ..(15)
V1V2 V1V2

h1 =
1 (V2 V1 ) x0 ..(16)
2 (V2 )2 (V1 )2
Dengan menggunakan jarak kritis (x0)didapatkan kedalaman interface

pertama untuk dua lapisan dan interface kedua untuk tiga lapisan :

x0 V2 V1 (17)
h1 =
2 V2 + V1

V2V3 Xc 2 Xc2 2h1 2 h1 ..(18)


h2 = + (V2 ) 2 (V1 ) 2 (V2 ) 2 (V1 ) 2
2 V
2 (V3 ) + (V2 ) 2
2 V3 V1V3 V1V3

Untuk sejumlah n refraktor data, secara umum didapat waktu gelombangnya

sebagai :

x n1 2hi cos i
tn = + .(19)
Vn i Vi

Pemetaan tingkat..., Budi Setiawan, FMIPA UI, 2008


17

Dan kedalaman lapisan datar :

Vn n 1
2h cos i
hn = t n i
2 cos n i Vi
(20)

Kondisi lapisan bawah permukaan tidak selamanya horizontal atau

datar, mungkin saja kondisi lapisan bawah permukaan berupa lapisan miring.

Lapisan miring dapat berupa downdip (pengukuran kearah perlapisan turun)

atau pun berupa updip (pengukuran kearah lapisan naik). Untuk mengetahui

ketebalan lapisan yang tidak kita ketahui kondisi interface-nya biasanya

menggunakan metode waktu tunda (delay time).

Gambar 7. Pengukuran dengan menggunakan


metode delaytime bolak balik

Dengan mendefinisikan waktu tunda dari geophone dan waktu tunda

dari sumber gelombang sebagai :

Pemetaan tingkat..., Budi Setiawan, FMIPA UI, 2008


18

1 1
t s = t SB t AB = SB AB .(21)
V1 V2

1 1
t g = t CG t CD = CG CD (22)
V1 V2

Gambar 7. menunjukkan refraktor pada kedalaman di bawah

geophone dengan menggunakan metode waktu tunda. Dengan

menggunakan persamaan (22) dapat dihitung tg dan hg, dengan

mensubstitusi sin i = V1/ V2 , sehingga :

hg hg 1 hg hg sin i
t g = tan i = ....................(23)
V1 cos i V2 V1 cos i V2 cos i

V1
t g =
hg
1
V1 cos i V2
sin i =
hg
1 sin 2 i[ ] ..(24)
V1 cos i

hg
t g = cos i (25)
V1

Atau

t gV12
hg = (26)
V22 V12

Sebelum menghitung hg, terlebih dahulu menghitung tg dengan

menggunakan grafik hubungan jarak dengan waktu pada pengukuran

menggunakan metode waktu tunda dan pengukuran dilakukan bolak-balik.

Pemetaan tingkat..., Budi Setiawan, FMIPA UI, 2008


19

Berdasarkan gambar 7 didapat :

t t = t SB + t BC + tCG = t SB + (t AD t AB t CD ) + t CG .(27)

t t = (t SB t AB ) + (t CG tCD ) + t AD .(28)

Sehingga besarnya waktu perambatan gelombang seismik dari

sumber getar ke geophone adalah tt.

1
t t = t S + t g + x (29)
V2

Untuk menentukan harga tg digunakan metode pengukuran bolak-

balik sebagaimana terdapat pada gambar 7. tg-1 adalah waktu tiba dari S1 dan

tg-2 adalah waktu tiba dari S2, dengan menggunakan persamaan (29)

diperoleh :

1
t g 1 = t S 1 + t g + x .(30)
V2
x' x .(31)
t g 2 = t S 2 + t g +
V2
Dengan menjumlahkan persamaan (30) dan (31), didapat :

x'
t g 1 + t g 2 = t S 1 + t S 2 + 2t g + ..(32)
V2
t g 1 + t g 2 = (t S 1B t AB ) + (t FS 2 t FH ) + 2t g + t AH .(33)

t g 1 + t g 2 = t S 1B + (t AH t AB t FH ) + t FS 2 + 2t g ..(34)

Pemetaan tingkat..., Budi Setiawan, FMIPA UI, 2008


20

t g 1 + t g 2 = t S 1B + t BF + t FS 2 + 2t g ..(35)

t g 1 + t g 2 = t t + 2t g ...(36)

Atau

t g 1 + t g 2 t t ...(37)
t g =
2

Gambar 8. Grafik hubungan jarak dengan waktu tunda

Menggunakan grafik hubungan jarak dengan waktu seperti pada

gambar 8, dapat ditentukan tt, tg-1 dan tg-2. Setelah semua harga tersebut

diperoleh, maka dengan menggunakan persamaan (37) dapat dihitung tg.

Dengan menggunakan grafik hubungan jarak dan waktu didapat pula besar

Pemetaan tingkat..., Budi Setiawan, FMIPA UI, 2008


21

v1 dan v2, dan dengan menggunakan persamaan (26) dapat ditentukan tebal

lapisan di bawah geophone (hg).

2.3. Faktor - Faktor Yang Mempengaruhi Cepat Rambat Gelombang

Seismik Pada Batuan

Gelombang seismik yang menjalar ke dalam bumi (body wave) terdiri

dari dua jenis yaitu gelombang P dan gelombang S. Sheriff dan Geldart

(1995) menuliskan besarnya kecepatan gelombang P () dan gelombang S

() sebagai :

+ 2 ..(38)
=


= (39)

Dimana : = kecepatan rambat gelombang P

= kecepatan rambat gelombang S

dan = konstanta elastisitas (Lame Constant)

= densitas

Berdasarkan persamaan tersebut, besarnya cepat rambat gelombang

seismik pada batuan dipengaruhi oleh elastisitas batuan dan densitas batuan.

Elastisitas batuan menunjukkan kemampuan suatu batuan untuk

mengembalikan bentuk dan ukurannya seperti semula ketika diberikan gaya

kepada batuan tersebut. Ketika suatu batuan diberikan gaya atau stress

Pemetaan tingkat..., Budi Setiawan, FMIPA UI, 2008


22

maka akan terjadi perubahan bentuk dan dimensi batuan relatif terhadap

keadaan sebelum diberikan gaya. merupakan konstanta elastisitas yang

berhubungan dengan shearing strain sedangkan merupakan konstanta

elastisitas yang berhubungan dengan impresibilitas.

Faktor-faktor lain yang mempengaruhi cepat rambat gelombang seismik

dalam batuan antara lain : Lithologi, Densitas batuan, porositas, kedalaman

batuan, tekanan, umur batuan, dan temperatur (Sheriff dan Geldart, 1995).

2.3.1. Lithologi

Lithologi mungkin merupakan faktor yang paling nyata yang

mempengaruhi kecepatan gelombang seismik. Jenis batuan yang berbeda

akan menunjukkan range nilai kecepatan yang berbeda walaupun jenis

batuan yang berbeda terkadang menunjukkan overlap nilai kecepatan

gelombang seismiknya. Setiap lapisan batuan memiliki tingkat kekerasan

yang berbeda-beda. Tingkat kekerasan yang berbeda-beda ini yang

menyebabkan perbedaan kemampuan suatu batuan untuk mengembalikan

bentuk dan ukuran seperti semula ketika diberikan gaya padanya. Elastisitas

batuan yang berbeda-beda inilah yang menyebabkan gelombang merambat

melalui lapisan batuan dengan kecepatan yang berbeda-beda.

Pemetaan tingkat..., Budi Setiawan, FMIPA UI, 2008


23

Tabel 2. Data kecepatan gelombang primer pada beberapa medium


(Burger, 1992)

Material P wave velocity (m/s)


Air 331,5
Water 1400 1600
Weathered layered 300 900
Soil 250 600
Alluvium 500 2000
Clay 1000 2500
Sand (Unsaturated) 200 1000
Sand (saturated) 800 2200
Sand and gravel unsaturated 400 500
Sand and gravel saturated 500 - 1500
Glacial till unsaturated 400 - 1000
Gracial Till (saturated) 1500 2500
Granite 5000 6000
Basalt 5400 6400
Metamorphic rock 3500 7000
Sandstone and shale 2000 4500
Limestone 2000 - 6000

Selain memiliki tingkat kekerasan yang berbeda-beda, lapisan batuan

juga memiliki kerapatan yang berbeda-beda sehingga setiap lapisan batuan

juga memiliki densitas yang berbeda-beda. Perbedaan densitas juga dapat

menyebabkan perbedaan cepat rambat gelombang seismik pada setiap

batuan.

Pemetaan tingkat..., Budi Setiawan, FMIPA UI, 2008


24

2.3.2. Densitas

Densitas atau kerapatan batuan umumnya bertambah dengan

bertambahnya kedalaman karena dengan bertambahnya kedalaman tekanan

hidrostatik juga semakin bertambah besar. Semakin besarnya tekanan

menyebabkan batuan mengalami kompresi sehingga semakin rapat lapisan

suatu batuan yang menyebabkan semakin besar densitas suatu batuan.

Besarnya densitas suatu batuan juga bergantung pada besarnya

porositas suatu batuan. Semakin besar porositas suatu batuan

mengindikasikan semakin besar massa suatu batuan yang hilang atau

rongga batuan makin besar. Hal ini menyebabkan densitas batuan semakin

berkurang. Sheriff dan Geldart (1995) menuliskan hubungan antara densitas

dengan kecepatan perambatan gelombang dalam batuan yang dibuat oleh

Gardner. Rumusan empirik ini tidak mengikutsertakan evaporite (anhydrit,

gypsum, salt) dan batuan carbonacous (coal, peat, lignite). Perumusan ini

dikenal dengan sebutan hukum Gardner :


1
= aV 4 (40)

Dimana : = densitas dalam gr/cm3

a = konstanta yang besarnya 0,31

V = kecepatan dalam m/s

Dengan menggunakan hukum Gardner ini dapat diketahui bahwa

besarnya cepat rambat gelombang seismik dari formasi batuan sebanding

Pemetaan tingkat..., Budi Setiawan, FMIPA UI, 2008


25

dengan pangkat empat dari besarnya densitas batuan atau dengan kata lain

semakin besar densitas suatu formasi batuan maka semakin besar cepat

rambat gelombang dalam batuan tersebut.

2.3.3. Porositas

Porositas merupakan faktor paling penting dalam menentukan

kecepatan gelombang seismik dalam batuan. Semakin besar porositas suatu

batuan maka semakin kecil nilai densitas suatu batuan sehingga

menyebabkan gelombang seismik akan merambat dengan kecepatan yang

lebih lambat juga. Suatu zat yang mengisi pori juga dapat memberikan

pengaruh terhadap cepat rambat gelombang seismik pada formasi batuan

tersebut. Pori-pori batuan yang terisi oleh air lebih besar densitasnya

dibandingkan dengan pori-pori batuan yang terisi minyak. Pori-pori batuan

yang terisi minyak lebih besar densitasnya dibandingkan dengan pori batuan

yang terisi dengan udara. Hal ini disebabkan karena densitas dari air lebih

besar dibandingkan dengan minyak dan densitas minyak lebih besar

dibandingkan dengan densitas udara (gas). Oleh karena itu, besar cepat

rambat gelombang dalam batuan berpori yang berisi air lebih besar

dibandingkan dengan cepat rambat batuan yang berisi minyak ataupun gas.

2.3.4. Kedalaman Batuan dan Tekanan

Secara umum, porositas berkurang dengan bertambahnya kedalaman.

Berkurangnya porositas karena batuan mengalami kompresi. Batuan yang

Pemetaan tingkat..., Budi Setiawan, FMIPA UI, 2008


26

berada pada lapisan bawah akan mengalami kompresi atau tekanan dari

lapisan diatasnya sehingga batuan yang berada paling bawah akan

mengalami tekanan paling besar dari lapisan diatasnya. Dengan kata lain,

semakin dalam posisi lapisan suatu batuan maka semakin besar tekanan

yang akan dialaminya. Akibat adanya tekanan yang semakin besar

menyebabkan semakin rapatnya suatu batuan yang ditandai dengan semakin

kecilnya porositas suatu batuan. Semakin kecilnya porositas suatu batuan

menyebabkan semakin besar densitasnya sehingga gelombang seismik akan

merambat dengan kecepatan yang semakin cepat pada formasi batuan

tersebut. Hal ini berarti besarnya kecepatan seismik akan bertambah seiring

dengan bertambahnya kedalaman dan bertambahnya tekanan.

2.3.5. Umur, Frekuensi dan Temperatur

Batuan yang lebih tua umumnya berada pada lapisan bawah. Semakin

tua usia suatu batuan maka semakin dalam pula posisi lapisan batuan

tersebut dari permukaan bumi. Selain berada pada posisi yang semakin

dalam, dengan bertambahnya usia suatu batuan maka batuan tersebut

memiliki waktu yang lebih lama dalam cementation, lapisan tersebut juga

memiliki waktu yang lebih lama dalam mengalami tekanan tektonik sehingga

memiliki densitas yang semakin besar karena porositas yang semakin kecil.

Kondisi seperti ini menyebabkan semakin cepat gelombang seismik

merambat pada batuan yang memiliki umur semakin tua.

Pemetaan tingkat..., Budi Setiawan, FMIPA UI, 2008


27

Data eksperimen secara umum mendukung kesimpulan bahwa

dispersi (variasi kecepatan terhadap frekuensi) terjadi dalam range Hz

sampai MHz. Kecepatan berubah terhadap frekuensi karena mekanisme

absorpsi (penyerapan). Dispersi terjadi pada batuan yang mengandung fluida

tersaturasi, tetapi tidak pada dry rock. Dispersi terjadi pada pergerakan fluida

sepanjang permukaan berpori. Dispersi berkurang dengan meningkatnya

porositas dan meningkat dengan kandungan clay dalam batuan, dispersi juga

berkurang dengan berkurangnya tekanan, dipersi meningkat dengan

meningkatnya viskositas fluida. Kecepatan gelombang P meningkat 15%

dengan frekuensi antara 2 200 KHz (Sheriff dan Geldart, 1995).

Kecepatan gelombang seismik bervariasi sangat kecil dengan

temperatur. Semakin besar temperatur suatu lapisan batuan menyebabkan

pada lapisan tersebut terjadi pemuaian. Pemuaian ini menyebabkan porositas

batuan semakin besar sehingga densitas batuan semakin kecil. Semakin

kecilnya densitas suatu batuan menyebabkan cepat rambat gelombang pada

lapisan tersebut semakin kecil. Kesimpulannya semakin besar temperatur

suatu lapisan batuan maka semakin kecil cepat rambat gelombang pada

lapisan tersebut. Semakin besar kedalaman suatu lapisan maka semakin

besar temperaturnya akan tetapi kecepatan seismik akan semakin besar. Hal

ini terjadi karena berkurangnya kecepatan akibat bertambahnya temperatur

jauh lebih kecil dibandingkan bertambahnya kecepatan akibat bertambahnya

densitas suatu lapisan akibat tekanan, sementasi, dan lain-lain. Kecepatan

Pemetaan tingkat..., Budi Setiawan, FMIPA UI, 2008


28

gelombang seismik berkurang 5 - 6 % dengan peningkatan temperatur 100 C

(Sheriff dan Geldart , 1995).

2.4. Peralatan Seismik

Peralatan yang digunakan untuk melakukan survey seismik refraksi

antara lain : Seismograf MC Seis-SX Model-1125M dengan 24 Channel,

Geophone 24 buah, kabel take out untuk menempatkan geophone, sumber

tegangan DC 12 Volt untuk alat seismograf, weight drop atau sledge hammer

untuk sumber seismik, dan disket untuk menyimpan data pengukuran

(Djuhana, 2005).

Pemetaan tingkat..., Budi Setiawan, FMIPA UI, 2008


BAB III

ANALISA DAN PENGOLAHAN DATA

Metode seismik merupakan metode geofisika yang memanfaatkan

perambatan gelombang seismik ke dalam bumi. Energi seismik yang berasal

dari sumber seismik dalam bentuk gelombang mekanik akan diterima oleh

receiver untuk selanjutnya diubah menjadi data seismik yang dapat dibaca

dalam seismograf. Data seismik yang terbaca oleh seismograf sudah dalam

bentuk digital sehingga data tersebut dapat disimpan dalam format data

digital. Format data yang biasa digunakan antara lain SEG2, SEGY, RAMAC,

dan lain lain. Format data tersebut tergantung pada jenis alat yang

digunakan.

Dalam pengolahan data seismik refraksi dengan menggunakan

software dikenal ada beberapa tahap. Pada tahapan pertama penulis harus

bisa menampilkan data seismik pada komputer. Pada tahapan berikutnya,

penulis mencari first break dari data yang ditampilkan. First break merupakan

saat awal energi gelombang mencapai penerima. Dengan melakukan picking

first break dan membuat grafik traveltime, maka cepat rambat gelombang

seismik dan kedalaman refraktor dapat diketahui sehingga gambaran lapisan

bawah permukaan dapat diketahui. Dengan menggunakan perhitungan

secara komputerisasi maka akan didapatkan gambaran lapisan bawah

permukaan yang tidak diskrit (nonlinear).

29
Pemetaan tingkat..., Budi Setiawan, FMIPA UI, 2008
30

Tahapan yang digunakan dalam melakukan pengolahan data seismik,

antara lain :

3.1 Konversi Format Data Seismik

Pengolahan data seismik dengan menggunakan software

mengharuskan pengguna software tersebut untuk mengkonversikan format

data dalam seismograf menjadi format data yang dapat dibaca oleh software

yang digunakan. Dalam software REFLEXW, seorang pengolah data harus

mengkonversikan datanya menjadi format reflex. Jika hal ini tidak dilakukan

maka data tersebut tidak dapat dibaca sehingga untuk proses selanjutnya

tidak dapat dilakukan.

Gambar 9. Contoh tampilan data seismik pada software REFLEXW

Pemetaan tingkat..., Budi Setiawan, FMIPA UI, 2008


31

3.2 Memproses Data Seismik

Pada tahapan ini, penulis harus mengetahui tipe-tipe noise dan cara

mengatasinya. Berdasarkan sumbernya, noise dapat dibedakan menjadi tiga,

yaitu gerakan tanah yang tidak terkontrol (uncontrolled ground motion), noise

yang berasal dari peralatan elektronik (electronic noise) dan noise yang

berasal dari stuktur geologi bawah permukaan (geologic noise).

Jenis noise yang paling jelas kehadirannya adalah uncontrolled ground

motion. Jenis noise seperti ini ada dua macam (Susilawati, 2004) yaitu noise

yang timbul sesaat kemudian lenyap dan noise yang timbul terus menerus.

Noise yang timbul sesaat kemudian lenyap misalnya orang yang sedang

berjalan dekat pengukuran, kendaraan yang sedang melintas, dan lain-lain.

Noise seperti ini dapat diatasi dengan mengkondisikan lokasi pengukuran

sehingga pada saat sumber gelombang seismik ditimbulkan tidak ada orang

atau kendaraan yang melintas. Noise yang timbul terus menerus biasanya

disebabkan oleh angin, pohon yang bergoyang, aliran sungai dan lain-lain.

Untuk menghindari keadaan semacam ini sebaiknya setiap kali mengadakan

pengukuran seismik, diadakan terlebih dahulu tes noise. Jika noise yang

timbul cukup kecil dibandingkan dengan signal yang dihasilkan maka

pengukuran dapat dilaksanakan. Tetapi jika noise cukup besar dibandingkan

dengan signal, maka sebaiknya pengukuran ditunda beberapa saat hingga

noise menjadi kecil. Selain cara tersebut, dengan mengetahui bahwa noise

bersifat acak, maka untuk menghindari noise, signal yang masuk dapat

ditumpuk (di-stack) beberapa kali, sehingga data yang diperoleh lebih baik

Pemetaan tingkat..., Budi Setiawan, FMIPA UI, 2008


32

dan jelas. Dengan melakukan stacking maka signal dijumlahkan sedangkan

noise ditiadakan.

Electronic noise biasanya berasal dari peralatan seismik. Geophone

bertugas mengkonversi pergerakan tanah yang terdeteksi menjadi signal

listrik. Signal listrik ini ditransmisikan melalui kabel dan diperkuat signal-nya

dengan recording system kemudian direkam. Segala sesuatu yang dapat

menyebabkan perubahan signal listrik pada kabel atau recording system

mengakibatkan noise pada data yang terekam. Misalnya kondisi penghubung

antara geophone dengan kabel yang kotor atau loose connection, kondisi

kabel penghubung antara geophone dengan kabel yang basah atau wet

connection, kondisi kabel yang bertumbuk atau cross talking juga dapat

menyebabkan noise, atau karena adanya signal frekuensi tinggi yang hadir di

sekitar daerah pengukuran. Untuk mengatasi kondisi noise seperti ini maka

penghubung antara geophone dengan kabel ataupun kabel dengan recording

system dijaga kebersihannya dan usahakan dalam kondisi kering. Untuk

mengatasi noise frekuensi tinggi dapat dilakukan dengan cara memfilter data.

Penulis dapat menganggap banyaknya tipe stuktur geologi bawah

permukaan yang tidak mudah diinterpretasikan menjadi sumber noise. Dalam

survey seismik refraksi, penulis akan berasumsi bahwa struktur bawah

permukaan bervariasi secara lateral hanya sepanjang line yang

menghubungkan sumber seismik dengan geophone. Jika bumi benar-benar

bervariasi secara signifikan jauh dari line maka sangat mungkin terjadi

Pemetaan tingkat..., Budi Setiawan, FMIPA UI, 2008


33

kesalahan interpretasi gelombang seismik yang ditangkap geophone sebagai

struktur di bawah geophone sebagai ganti struktur di luar geophone.

3.3 Analisa Kecepatan dan Picking First Arrival Time

Pada tahapan analisa kecepatan dan picking first arrival time, penulis

harus dapat melihat first break dari setiap geophone. First break merupakan

saat awal energi gelombang mencapai penerima. Kondisi ini sangat

bergantung dari wavelet (bentuk dasar) gelombang yang dipancarkan sumber

seismik. Dalam seismik dikenal 3 macam wavelet yaitu minimum phase,

maksimum phase dan zero phase. Minimum phase adalah sebuah wavelet

yang puncak (peak) maksimumnya berada di depan sedangkan maksimum

phase memiliki peak maksimum di belakang. Zero phase adalah bentuk

gelombang yang ideal dimana amplitudo maksimum berada di tengah. Dalam

pengolahan seismik refraksi, analisa bentuk gelombang yang digunakan

adalah minimum wavelet (minimum phase) sehingga penulis melakukan

picking first break atau picking first arrival time. Kesalahan dalam melakukan

picking first break akan berpengaruh terhadap analisa kecepatan medium.

Setelah mengetahui first break, penulis tidak langsung melakukan

picking first break, melainkan melakukan analisa kecepatan. Analisa

kecepatan dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui berapa banyak lapisan

batuan bawah permukaan yang terdeteksi dan kecepatan rambat gelombang

seismik pada setiap interface. Dalam melakukan analisa kecepatan, penulis

membuat garis lurus yang akan menghubungkan first break dari setiap

Pemetaan tingkat..., Budi Setiawan, FMIPA UI, 2008


34

geophone. First break dari setiap geophone yang berada pada satu garis

dengan kemiringan yang sama diasumsikan berada pada lapisan yang sama.

Dengan mengetahui kemiringan garis tersebut maka dapat diketahui

besarnya kecepatan. Dengan perhitungan kecepatan dan intercepttime dapat

diketahui kedalaman refraktor.

Gambar 10. Contoh first arrival time

Gambar 11. Contoh analisa kecepatan

Pemetaan tingkat..., Budi Setiawan, FMIPA UI, 2008


35

Pengolahan data dengan menggunakan software, misalnya

REFLEXW, penulis tidak perlu menghitung besarnya kecepatan,

intercepttime , ataupun kedalaman refraktor. Penulis cukup membuat garis

yang menghubungkan first break dari setiap geophone maka besarnya

kecepatan, intercepttime maupun kedalaman refraktor dapat diketahui.

Dengan menggunakan analisa kecepatan, pemetaan lapisan bawah

permukaan sudah dapat dilakukan, walaupun hanya untuk 1 dimensi.

Gambar 12. Contoh picking first arrival time pada data

Dalam pengolahan data seismik refraksi secara digital, pengolahan

data tidak berhenti hanya pada pemetaan data 1 dimensi tetapi dilanjutkan

dengan pengolahan data 2 dimensi. Untuk dapat melakukan pengolahan data

2D, penulis harus menampilkan data seismik yang berbentuk gelombang

menjadi data seismik yang berbentuk garis dan titik (grafik data traveltime).

Oleh karena itu, penulis melakukan picking first break atau picking first arival

Pemetaan tingkat..., Budi Setiawan, FMIPA UI, 2008


36

time yaitu dengan menandai pada data seismik yang berbentuk gelombang

yang dianggap sebagai first break dari setiap geophone (trace). Hasil

penandaan itu selanjutnya akan ditampilkan pada grafik data traveltime

berupa beberapa titik. Beberapa titik tersebut merupakan data dari setiap

trace yang ditandai pada saat picking first arrival time dan antara satu titik

dengan titik lainnya yang berada pada satu shot point dengan sendirinya

dihubungkan dengan garis.

3.4 Analisa Data Traveltime dan Pemodelan Inversi

Data seismik dalam seismograf ataupun dalam software ketika

pertama kali terbaca masih dalam bentuk gelombang gelombang vertikal

(ripple) dalam setiap trace. Tetapi setelah dilakukan picking first arrival time,

data seismik tersebut berubah menjadi bentuk titik dan garis yang

menghubungkan setiap titik. Titik-titik tersebut merupakan data first arrival

time dari gelombang seismik yang dipilih. Data traveltime dari shot point yang

berbeda yang ingin dianalisa harus ditempatkan secara bersama-sama.

Analisa data traveltime dilakukan dengan tujuan untuk

mengkombinasikan peta bawah permukaan satu dimensi yang dihasilkan dari

setiap shot point menjadi peta bawah permukaan dua dimensi. Analisa data

traveltime dilakukan dengan cara mengkombinasikan data traveltime yang

berasal dari shot point yang berbeda tetapi masih dalam line yang sama

(Sandmeier,2006). Maksudnya posisi shot point boleh berubah tetapi posisi

dan konfigurasi dari geophone tidak boleh berubah.

Pemetaan tingkat..., Budi Setiawan, FMIPA UI, 2008


37

Gambar 13. Contoh analisa data traveltime

Dalam melakukan analisa data traveltime ini, penulis harus menandai

traveltime dari setiap shot point yang ditempatkan secara bersama-sama.

Tujuan penandaan ini untuk menentukan lapisan yang spesifik. Dengan

mengkombinasikan data yang telah ditandai mulai dari shot point pertama

hingga shot point yang terakhir maka akan didapatkan model inversi lapisan

bawah permukaan. Model inversi ini berupa interface atau refraktor dari

setiap lapisan disertai dengan besarnya kecepatan pada interface tersebut.

Ada tiga metode yang digunakan untuk membuat model perlapisan

bawah permukaan (Dibiase, 2005) yaitu metode pemodelan inversi (time-

term inversion methode), metode pemodelan forward (reciprocal methode)

dan metode tomografi (tomographic methode).

Metode pemodelan inversi (time-term inversion model) merupakan

metode yang cepat dan mudah untuk memperkirakan kedalaman refraktor.

Metode ini hanya membutuhkan penandaan lapisan untuk setiap first break

Pemetaan tingkat..., Budi Setiawan, FMIPA UI, 2008


38

(analisa data traveltime). Minimal dibutuhkan dua shot point yang

ditempatkan secara bersama dalam analisa data traveltime. Dua shot point

yang dipilih adalah shot point yang memiliki jarak terjauh satu dengan yang

lainnya karena semakin jauh jarak shot point didukung dengan energi seismik

yang mencukupi maka penetrasinya pun semakin dalam. Untuk mendapatkan

gambaran refraktor yang lebih riil biasanya diantara dua shot point tersebut

ditambahkan beberapa shot point yang diikutsertakan dalam analisa data

traveltime. Model inversi yang dihasilkan merupakan model penyederhanaan

lapisan bawah permukaan.

V = 600 m/s

V = 1506,8 m/s

V = 1979,7 m/s

Gambar 14. Contoh model inversi BW17

Dalam model inversi ini (Gambar 14), refraktor akan digambarkan

dibawah geophone pertama sebelah kanan dari shot point pertama hingga

geophone pertama sebelah kiri dari shot point terakhir. Penggambaran

Pemetaan tingkat..., Budi Setiawan, FMIPA UI, 2008


39

refraktor ini diakibatkan adanya kombinasi antara forward dari shot point

pertama dengan reverse dari shot point terakhir. Oleh karena itu, untuk

mendapatkan gambaran refraktor tepat di bawah geophone pertama hingga

geophone terakhir maka posisi shot point pertama dan terakhir harus

ditempatkan di luar susunan geophone (Gambar 15).

V = 600 m/s

V = 1506,8 m/s

V = 1979,7 m/s

Gambar 15. Contoh model forward BW17

3.5 Forward Modelling dan Tomografi

Metode pemodelan forward (reciprocal method) menyediakan struktur

bawah permukaan yang detail dan dapat menginterpretasikan perbedaan

kecepatan secara lateral (lateral velocity contrast). Dalam rangka

menggunakan metode reciprocal secara efektif pada penjalaran gelombang,

overlap yang signifikan dari refraktor dibutuhkan dalam analisa data

traveltime. Penulis tidak mendapati overlap refraktor yang signifikan pada

Pemetaan tingkat..., Budi Setiawan, FMIPA UI, 2008


40

penelitian ini sehingga dalam menyesuaikan atau mencocokkan antara data

perhitungan komputer (calculation data) dengan data traveltime menjadi lebih

mudah.

Gambar 16 . Contoh reciprocal method yang dapat memberikan


gambaran bawah permukaan secara lateral
(Sandmeier,2006)

Gambar 17. Contoh reciprocal method pada BW17

Pemetaan tingkat..., Budi Setiawan, FMIPA UI, 2008


41

Pada gambar 17 terdapat dua grafik, grafik pertama (bagian atas)

merupakan garfik hubungan antara offset dengan kedalam sedangkan grafik

kedua (bagian bawah) merupakan grafik hubungan offset dengan waktu.

Pada grafik pertama terdapat data berupa titik dan garis yang dianggap

sebagai refraktor pada kondisi riil, sedangkan pada grafik kedua terdapat

data traveltime berupa titik dan garis yang berwarna hitam dan juga terdapat

data perhitungan (calculation data) yang berwarna hijau, biru dan ungu. Data

traveltime pada grafik kedua bersifat tetap atau tidak dapat berubah

sedangkan data kalkulasi dapat berubah-ubah. Dengan mengubah posisi titik

pada grafik pertama maka akan merubah data kalkulasi pada grafik kedua.

Posisi titik pada grafik pertama terus-menerus dilakukan perubahan hingga

data kalkulasi dengan data traveltime pada grafik kedua cocok.

Gambar 18. Contoh model tomografi pada BW17

Pemetaan tingkat..., Budi Setiawan, FMIPA UI, 2008


42

Metode reciprocal membutuhkan input berupa model inversi dan untuk

menghasilkan model reciprocal hanya dengan melakukan pencocokan

(adjustment). Metode tomografi membutuhkan input berupa model reciprocal

atau biasa disebut first model dan untuk menghasilkan model tomografi,

selain harus melakukan pencocokan juga harus mungubah-ubah parameter

tomografi seperti iterasi, space increment, dan lain-lain. Nilai parameter yang

harus dimasukkan tidak unik, maksudnya setiap melakukan tomografi harus

memasukkan input yang berbeda. Model tomografi yang dihasilkan harus

dicocokkan dengan model reciprocal. Jika hasil tomografi mirip dengan model

reciprocal maka hasil tomografi dapat dikatakan benar.

Pemetaan tingkat..., Budi Setiawan, FMIPA UI, 2008


BAB IV

PEMBAHASAN DAN INTERPRETASI

4.1 Interpretasi Data Seismik Refraksi Lokasi BW 17

Pengambilan data seismik refraksi pada lokasi BW 17 menggunakan

geophone 24 chanel yang dirangkai seri. Jarak antar geophone yang

digunakan adalah 3 meter dan 5 meter. Data seismik refraksi pada lokasi BW

17 ini didukung oleh adanya data lithologi dari sumur pemboran.

4.1.1 Pemetaan Lapisan Bawah Permukaan Lokasi BW 17 dengan jarak

antar geophone 3 meter

Lokasi BW 17 memiliki topografi yang cukup datar (flat). Pada lokasi

ini, kondisi permukaan atau topografi yang cukup datar ini ternyata tidak jauh

berbeda dengan kondisi lapisan batuan dibawahnya . Informasi ini didapatkan

setelah penulis melakukan pengolahan data seismik refraksi pada lokasi

BW17 dengan menggunakan tomografi.

Hasil pengolahan data yang penulis lakukan menunjukkan bahwa

dengan menggunakan jarak antar geophone 3 meter dan jarak antar shot

point terjauh 48 meter, penulis mendapatkan 2 refraktor. Dengan

menggunakan model inversi, refraktor pertama berada pada kedalaman 1

hingga 2 meter dari permukaan bumi. sedangkan refraktor kedua berada

pada kedalaman 3,5 6 meter dari permukaan bumi (Gambar 19).

43
Pemetaan tingkat..., Budi Setiawan, FMIPA UI, 2008
44

V = 600 m/s

V = 1506,8
/

V = 1979,7 m/s

Gambar 19. Time term model atau model inversi BW17 dengan
jarak antar geophone 3 meter

Dengan menggunakan model forward, refraktor pertama berada pada

kedalaman kurang dari 2 meter sedangkan refraktor kedua berada pada

kedalaman kurang dari 6 meter (Gambar 20). Model perlapisan batuan

bawah permukaan yang didapat melalui model inversi maupun model forward

menunjukkan nilai yang diskrit. Lapisan pertama memiliki nilai cepat rambat

gelombang P sekitar 600 m/s, lapisan kedua memiliki kecepatan sekitar 1506

m/s sedangkan lapisan ketiga memiliki cepat rambat gelombang P sekitar

1979 m/s. Dengan menggunakan pemodelan forward, lapisan batuan bawah

permukaan sudah dapat diinterpretasikan. Penulis menginterpetasikan

lapisan pertama sebagai lapisan top soil atau sering dikenal sebagai zona

pelapukan. Lapisan kedua maupun ketiga dapat diinterpretasikan sebagai

lapisan clay.

Pemetaan tingkat..., Budi Setiawan, FMIPA UI, 2008


45

V = 600 m/s

V = 1506,8 m/s

V = 1979,7 m/s

Gambar 20. Reciprocal model atau model forward BW17 dengan


jarak antar geophone 3 meter

Agar dapat memetakan lapisan batuan bawah permukaan yang dapat

memberikan gambaran nilai kecepatan yang kontinu pada setiap lapisan

batuan maka tomografi perlu dilakukan.

Jarak (meter)

Gambar 21 Tomografi BW17 dengan jarak antar geophone


3 meter

Pemetaan tingkat..., Budi Setiawan, FMIPA UI, 2008


46

Hasil tomografi (Gambar 21) menunjukkan bahwa lapisan pertama

dengan kedalaman kurang dari 2 meter dari permukaan bumi memiliki nilai

cepat rambat gelombang P antara 405 m/s hingga 734 m/s. Lapisan kedua

berada pada kedalaman antara 2 hingga 5 meter memiliki nilai cepat rambat

gelombang P antara 1172 m/s hingga 1721 m/s. Lapisan ketiga berada pada

kedalaman lebih dari 5 meter dengan nilai cepat rambat gelombang P lebih

dari 1721 m/s.

Lapisan pertama dengan kedalaman kurang dari 2 meter dari

permukaan bumi diinterpretasikan sebagai lapisan tanah teratas (top soil)

atau zona pelapukan (weathering zone). Lapisan ini merepresentasikan

material organik pada tanah.

Lapisan kedua berada dalam interval cepat rambat gelombang P

dalam clay. Data gelombang seismik pada batuan (Tabel 2) menunjukkan

bahwa cepat rambat gelombang P dalam clay berada pada interval

kecepatan 1100 m/s hingga 2600 m/s. Karena lapisan kedua berada pada

interval kecepatan 1172-1721 m/s maka penulis menginterpretasikan lapisan

kedua sebagai lapisan clay.

Lapisan ketiga dapat diinterpretasikan sebagai clay. Ketebalan clay ini

belum dapat diketahui. Untuk mengetahui ketebalannya diperlukan interval

geophone yang lebih jauh dan jarak shot point yang jauh juga disertai dengan

energi seismik yang mencukupi.

Untuk mengetahui tingkat kekerasan batuan, penulis membutuhkan

data klasifikasi kekerasan material bumi (USDA, 2002). Berdasarkan data

Pemetaan tingkat..., Budi Setiawan, FMIPA UI, 2008


47

tersebut (Lampiran 11), lapisan pertama berada pada tingkat kekerasan

terendah sedangkan lapisan kedua berada satu tingkat diatas tingkat

kekerasan lapisan pertama. Lapisan pertama berada pada tingkat kekerasan

very soft soil hingga firm cohesive soil. Lapisan kedua berada pada tingkat

kekerasan stiff cohesive soil hingga very soft rock.

Jarak (meter)

Gambar 22 Tingkat kekerasan batuan BW 17

Dengan mengetahui tingkat kekerasan (hardness) suatu lapisan

batuan bawah permukaan maka dapat pula diketahui mudah atau tidaknya

suatu lapisan batuan digali (excavatability) dan peralatan yang dibutuhkan

untuk menggali (Leeds, 2002). Lapisan pertama merupakan lapisan yang

paling mudah untuk dilakukan penggalian. Untuk melakukan penggalian

lapisan pertama hanya membutuhkan hand tools (USDA, 2002). Sedangkan

untuk lapisan kedua membutuhkan peralatan untuk penggalian dengan

Pemetaan tingkat..., Budi Setiawan, FMIPA UI, 2008


48

tenaga minimum 100 tenaga kuda (100 horse power) atau setara dengan

74,5 KiloWatt (Lampiran 11).

Berbeda dengan lapisan pertama dan kedua, lapisan ketiga berada

pada tingkat kekerasan very softrock hingga moderately softrock. Untuk

melakukan penggalian lapisan ini dibutuhkan peralatan dengan tenaga

minimal 150 tenaga kuda (150 horse power) atau setara dengan 110

KiloWatt. Dalam sistem kelas RMFC (Rock Material Field Classification),

lapisan ini berada dalam kelas paling rendah yaitu kelas 3 (Class III). Material

batuan kelas tiga ini memiliki ciri ciri antara lain: memiliki kemampuan yang

tinggi untuk mentransmisikan fluida, tidak stabil untuk aplikasi konstruksi, dan

lain-lain (Lampiran 11)

4.1.2 Pemetaan Lapisan Bawah Permukaan Lokasi BW 17 dengan jarak

antar Geophone 5 meter

Pada lokasi ini, jarak antar geophone yang digunakan adalah 5 meter

sedangkan jarak antara 2 shot point terjauh adalah 177 meter. Refraktor pada

lokasi ini berada pada kedalaman sekitar 10 meter dari permukaan bumi.

Model inversi maupun pemodelan forward tidak ada perbedaan dalam

menentukan kedalaman refraktor. Dengan menggunakan model inversi

(Gambar 23) dan model forward (Gambar 24) didapatkan model perlapisan

batuan yang diskrit. Dengan dua model ini didapatkan perlapisan batuan

bawah permukaan dengan jumlah lapisan batuan yang didapatkan sebanyak

dua lapisan batuan. lapisan batuan pertama memiliki kecepatan yang diskrit

Pemetaan tingkat..., Budi Setiawan, FMIPA UI, 2008


49

sebesar 1100 m/s. sedangkan pada lapisan batuan kedua didapatkan cepat

rambat gelombang P pada batuan sebesar 2744,3 m/s

V = 1100 m/s

V = 2744,3 m/s

Gambar 23. Time term model atau model inversi BW17 dengan jarak
antar geophone 5 meter

V = 1100 m/s

V = 2744,3 m/s

Gambar 24. Reciprocal model atau model forward BW17 dengan


jarak antar geophone 5 meter

Pemetaan tingkat..., Budi Setiawan, FMIPA UI, 2008


50

Dengan menggunakan tomografi, penulis juga mendapatkan refraktor

pada kedalaman sekitar 10 meter. Refraktor ini ditandai dengan batas antara

lapisan berwarna hijau dengan lapisan berwarna merah jambu. Lapisan

pertama berada pada kedalaman kurang dari 6 meter dengan interval cepat

rambat gelombang P antara 1009 m/s hingga 1279 m/s. lapisan kedua

berada pada kedalaman 6 hingga 10 meter. Lapisan kedua ini memiliki

interval cepat rambat gelombang P antara 1279 m/s hingga 1954 m/s.

sedangkan lapisan ketiga berada pada kedalaman lebih dari 10 meter.

Gelombang P merambat pada lapisan ini dengan kecepatan lebih dari 2764

m/s. Lapisan pertama dan kedua berada pada interval cepat rambat

gelombang P pada medium clay. Sedangkan lapisan ketiga berada pada

interval cepat rambat gelombang P pada medium sandstone dan shale.

Gelombang P merambat pada lapisan sandstone dan shale dengan

kecepatan antara 2000 m/s hingga 4500 m/s (Tabel 2).

Gambar 25 Tomografi BW17 dengan jarak antar geophone 5 meter

Pemetaan tingkat..., Budi Setiawan, FMIPA UI, 2008


51

Berdasarkan data klasifikasi kekerasan material bumi (USDA, 2002),

lapisan pertama berada pada tingkat kekerasan stiff cohesive soil hingga very

soft rock. Lapisan kedua dengan kedalaman antara 6 hingga 10 meter

memiliki tingkat kekerasan very soft rock hingga moderately soft rock.

Lapisan ketiga dengan kedalaman lebih dari 10 meter memiliki tingkat

kekerasan hard rock (Lampiran 11).

Jarak (meter)

Gambar 26 Tingkat kekerasan batuan BW17 dengan jarak antar


geophone 5 meter

Dengan mengetahui tingkat kekerasan (hardness) suatu lapisan

batuan bawah permukaan maka dapat pula diketahui mudah atau tidaknya

suatu lapisan batuan digali (excavatability) dan peralatan yang dibutuhkan

untuk menggali. Peralatan yang dibutuhkan untuk melakukan penggalian

pada lapisan pertama harus memiliki minimal 100 hp (horse power) atau

setara dengan 74,5 KiloWatt. Penggalian lapisan kedua membutuhkan

Pemetaan tingkat..., Budi Setiawan, FMIPA UI, 2008


52

tenaga minimal 150 hp atau setara dengan 110 KiloWatt. Penggalian lapisan

ketiga membutuhkan tenaga minimal 500 hp atau setara dengan

372 KiloWatt (Lampiran 11).

4.1.3. Interpretasi Terpadu Data BW17 dengan Data Sumur

Dengan menggabungkan model perlapisan batuan bawah permukaan

BW 17 dengan menggunakan jarak antar geophone 3 meter dan 5 meter,

penulis dapat melakukan interpretasi terpadu dengan data sumur bor. Penulis

menginterpretasi data BW 17 dengan jarak antar geophone 3 meter dan 5

meter menjadi empat lapisan berdasarkan tingkat kekerasan batuannya (lihat

lampiran 11). Lapisan pertama berada pada kedalaman kurang dari 2 meter

memiliki tingkat kekerasan very soft soil firm cohesive soil, lapisan kedua

dengan ketebalan 4 meter yang berada pada kedalaman 2 hingga 6 memiliki

tingkat kekerasan stiff cohesive soil very soft rock. Lapisan ketiga berada

pada kedalaman 6 hingga 10 meter memiliki tingkat kekerasan very soft rock

moderately soft rock.

Berdasarkan jenis batuannya, penulis menginterpretasikan terdapat 3

lapisan batuan. Lapisan pertama berada pada kedalaman kurang dari 2

meter diinterpretasikan sebagai top soil, lapisan kedua berada pada

kedalaman 2 hingga 10 meter diinterpretasikan sebagai lapisan clay dan

lapisan ketiga dengan kedalaman lebih dari 10 m diinterpretasikan sebagai

clay dengan tingkat kekerasan tinggi.

Pemetaan tingkat..., Budi Setiawan, FMIPA UI, 2008


53

Gambar 27. Peta tingkat kekerasan batuan BW17 terpadu

Gambar 28 . Lithologi BW17 (Rosid & Kepic, 2005)

Pemetaan tingkat..., Budi Setiawan, FMIPA UI, 2008


54

Hal ini tidak terlalu berbeda dengan data sumur bor. Pada data sumur

bor didapatkan pada kedalaman kurang dari 3 meter diinterpretasikan

sebagai clay / laterate yang sangat kasar dengan warna cokelat tua, lapisan

kedua berada pada kedalaman 3 hingga 9 meter yang diinterpretasikan clay /

laterate yang mengandung jejak pasir yang bagus dengan warna abu-abu

terang. Lapisan ketiga berada pada kedalaman 9 hingga 12 meter yang

diinterpretasikan sebagai clay yang mengandung pasir mulai dari yang bagus

hingga yang berbutir kasar. Lapisan keempat berada pada kedalaman 12

hingga 15 meter yang diinterpretasikan sebagai clay keras yang memiliki

warna abu-abu gelap. Pada lapisan ini masih terdapat laterate 15% dan

sangat sedikit sekali pasir (Tabel 3).

Berdasarkan peta tingkat kekerasan batuan dan data sumur bor,

penulis mencoba untuk memadukan interpretasi data seismik refraksi dengan

data sumur bor. Lapisan pertama yang memiliki tingkat kekerasan very soft

soil firm cohesive soil merupakan lapisan clay yang mengandung laterate

yang memiliki butiran sangat kasar dan berwarna cokelat tua. Lapisan kedua

yang memiliki tingkat kekerasan stiff cohesive soil very soft rock merupakan

lapisan clay ber-laterate yang mengandung jejak pasir mulai dari yang bagus

dengan warna abu-abu terang. Lapisan ketiga yang memiliki tingkat

kekerasan very soft rock hingga moderately soft rock merupakan lapisan clay

yang keras (Gambar 27).

Pemetaan tingkat..., Budi Setiawan, FMIPA UI, 2008


55

4.2 Interpretasi Data Seismik Refraksi Lokasi BW 27

Pada lokasi ini, jarak antar geophone yang digunakan adalah 5 meter

sedangkan jarak antara 2 shot point terjauh adalah 90 meter. Refraktor pada

lokasi ini berada pada kedalaman sekitar 14 meter dari permukaan bumi.

Model inversi maupun pemodelan forward terdapat perbedaan yang tidak

signifikan dalam menentukan kedalaman refraktor. Dengan menggunakan

model inversi dan model forward didapatkan model perlapisan batuan yang

diskrit. Lapisan pertama berada pada kedalaman hingga 14 meter.

V = 600 m/s

V = 1502 m/s

Gambar 29. Time term model atau model inversi BW27 dengan jarak
antar geophone 5 meter

Gelombang P pada lapisan ini merambat dengan kecepatan sekitar 600

m/s. Lapisan kedua berada pada kedalaman lebih dari 14 meter. Gelombang

P merambat pada lapisan ini dengan kecepatan sekitar 1502 m/s. lapisan

pertama sangat tebal dan memiliki nilai kecepatan yang sangat kecil. Hal ini

Pemetaan tingkat..., Budi Setiawan, FMIPA UI, 2008


56

bukan menunjukkan kedalaman weathering layer atau top soil hingga 14

meter, akan tetapi berkaitan dengan adanya batuan yang memiliki porositas

tinggi. Nilai porositas yang tinggi ini menyebabkan besarnya densitas batuan

menjadi rendah. Rendahnya nilai densitas akan mempengaruhi cepat rambat

gelombang P pada lapisan tersebut karena besar kecepatan gelombang P

bergantung pada densitas dan elastisitas.

V = 600 m/s

V = 1502 m/s

Gambar 30. Reciprocal model atau model forward BW27 dengan


jarak antar geophone 5 meter

Untuk mendapatkan hasil pemetaan yang lebih baik, penulis

melakukan tomografi. Dengan menggunakan tomografi, adanya refraktor

ditandai dengan warna kuning. Sesuai dengan model inversi ataupun model

forward. Adanya refraktor pada tomografi juga terdapat pada kedalaman

sekitar 14 meter. Dengan menggunakan tomografi, penulis

menginterpretasikan terdapat 3 lapisan batuan. lapisan pertama berada pada

Pemetaan tingkat..., Budi Setiawan, FMIPA UI, 2008


57

kedalaman kurang dari 2 meter. Pada lapisan ini, gelombang P merambat

dengan kecepatan antara 480 m/s hingga 536 m/s. Lapisan kedua berada

pada kedalaman 2 hingga 14 meter. Gelombang P merambat pada lapisan ini

dengan kecepatan antara 647 m/s hingga 924 m/s. lapisan ketiga memiliki

kedalaman lebih dari 14 meter. Pada lapisan ini, gelombang P merambat

dengan kecepatan lebih dari 1258 m/s

Gambar 31 Tomografi BW27 dengan jarak antar geophone 5 meter

Lapisan pertama dengan ketebalan sekitar 2 meter diinterpretasikan

sebagai top soil . lapisan top soil ini berukuran sangat kasar atau memiliki

ukuran butiran yang besar. Hal ini disebabkan karena data seismik yang

didapat memiliki noise yang besar selain itu signal tidak begitu terlihat. Top

soil yang kasar atau memiliki butiran yang besar akan memiliki porositas yang

besar. Porositas yang besar dan tingkat kepadatan batuan yang rendah

Pemetaan tingkat..., Budi Setiawan, FMIPA UI, 2008


58

menyebabkan energi seismik diabsorbsi pada lapisan tersebut sehingga

menyebabkan signal tidak terlalu terlihat. Noise yang besar pada daerah ini

disebabkan adanya pergerakan butiran batuan pada lapisan ini. Maksudnya,

ketika ada pergerakan pohon atau angin maka akan terjadi deformasi pada

lapisan batuan. Adanya deformasi ini memaksa butiran batuan yang berada

pada lapisan batuan berusaha mencari tempat yang lebih rendah atau

mengisi kekosongan pada rongga antar batuan. semakin besar ukuran

butiran batuan maka akan menyebabkan semakin banyak kemungkinan

adanya pori-pori. Semakin banyaknya pori-pori maka semakin banyak

kemungkinan bagi batuan untuk bergerak mengisi kekosongan tersebut.

Lapisan kedua berada pada kedalaman antara 2 hingga 14 meter.

Lapisan ini berada dalam range kecepatan sand atau pasir. Penulis mencoba

untuk menginterpretasikan lapisan kedua sebagai siltstone. Penulis tidak

memiliki data kecepatan rambat gelombang P dalam Siltstone, tetapi penulis

memiliki data kecepatan rambat gelombang P dalam sand dan clay. Ukuran

butiran siltstone lebih besar dari ukuran butiran clay tetapi lebih kecil dari

ukuran butiran sand. Dengan mengetahui ukuran butiran ini, penulis dapat

memperkirakan bahwa kecepatan rambat gelombang P pada lapisan siltstone

lebih besar dari cepat rambat gelombang P pada sand tetapi lebih kecil dari

cepat rambat gelombang P pada clay. Sehingga penulis berkesimpulan

bahwa lapisan kedua merupakan lapisan siltstone.

Pemetaan tingkat..., Budi Setiawan, FMIPA UI, 2008


59

Lapisan ketiga berada pada kedalaman lebih dari 14 meter berada

dalam interval kecepatan rambat gelombang P pada clay sehingga penulis

menginterpretasikan lapisan ketiga sebagai lapisan clay.

Berdasarkan tingkat kekerasan batuan (Lampiran 11), lapisan pertama

memiliki tingkat kekerasan batuan very soft soil hingga firm cohesive soil.

Sedangkan lapisan kedua dan ketiga berada dalam tingkat kekerasan batuan

stiff cohesive soil hingga very soft rock.

Gambar 32 Tingkat kekerasan batuan BW27

Berdasarkan data lithologi dengan menggunakan sumur bor

didapatkan secara umum, lapisan pertama berada pada kedalaman hingga 2

meter terdapat lapisan siltstone yang mengandung kerikil (gravel). Lapisan

kedua berada pada kedalaman 2 hingga 5 meter diinterpretasikan sebagai

siltstone. Lapisan ketiga dengan kedalaman 5 hingga 13 meter

Pemetaan tingkat..., Budi Setiawan, FMIPA UI, 2008


60

diinterpretasikan sebagai clay. Lapisan keempat dengan interval kedalaman

antara 13 hingga 14 meter diinterpretasikan sebagai batubara (coal). Lapisan

kelima dengan kedalaman antara 14 hingga 17,5 meter diinterpretasikan

sebagai clay yang memiliki plastisitas rendah dan sangat kaku.

Gambar 33. Lithologi BW 27 (Rosid, 2007)

Pemetaan tingkat..., Budi Setiawan, FMIPA UI, 2008


61

Berdasarkan interpretasi terpadu data seismik dan sumur bor, penulis

membuat kesimpulan lapisan pertama berada pada kedalaman hingga 2

meter dari permukaan bumi diinterpretasikan sebagai lapisan siltstone yang

memiliki kerikil. Lapisan ini memiliki tingkat kekerasan stiff cohesive soil

hingga very soft rock. Lapisan kedua dengan kedalaman antara 2 hingga 14

meter diinterpretasikan sebagai lapisan clay yang bercampur dengan

siltstone dengan tingkat kekerasan batuan very soft rock hingga moderately

soft rock. Lapisan ketiga dengan kedalaman 14 hingga 17,5 meter

diinterpretasikan sebagai lapisan clay dengan kekakuan tinggi dan plastisitas

rendah (gambar 32). Lapisan ini memiliki tingkat kekerasan very soft rock

hingga moderately soft rock. Sehingga untuk menggali hingga kedalaman 14

meter membutuhkan tenaga minimal 100 hp atau sekitar 372,8 KiloWatt

(Lampiran 11).

Pemetaan tingkat..., Budi Setiawan, FMIPA UI, 2008


BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan penelitian, penulis mendapatkan kesimpulan bahwa :

1. Data seismik refraksi di wilayah BW 17 yang memiliki sedikit noise dan

wilayah BW 27 yang memiliki relatif banyak noise dapat diolah datanya

selama first break atau first arrival time masih dapat dilihat. Pengolahan

data ini berhasil dilakukan dengan menggunakan software ReflexW.

2. Perlapisan batuan bawah permukaan untuk lokasi BW 17 dan BW 27

dapat dideteksi dengan menggunakan metode seismik refraksi. Model

perlapisan batuan bawah permukaan yang dihasilkan berupa model

inversi dan model forward yang memberikan gambaran kecepatan yang

diskrit pada setiap lapisan batuan serta model tomografi yang

memberikan gambaran kecepatan yang kontinu (nonlinear atau tidak

diskrit) pada setiap lapisan. Baik model inversi, forward ataupun

tomografi menunjukkan bahwa dengan bertambahnya kedalaman maka

semakin besar kecepatannya. Semakin besar kecepatan gelombang P

pada setiap lapisan batuan menunjukkan semakin kompak suatu

lapisan batuan. semakin kompak suatu lapisan batuan maka semakin

tinggi tingkat kekerasan batuan tersebut.

62
Pemetaan tingkat..., Budi Setiawan, FMIPA UI, 2008
63

5.2 Saran

Berdasarkan penelitian yang dilakukan, penulis mencoba untuk memberikan

beberapa usulan berkaitan dengan seismik refraksi, diantaranya :

1. Sebelum melakukan pengambilan data sebaiknya dilakukan pengecekan

terhadap noise yang ada sehingga dapat diperkirakan besar sumber

seismik yang harus digunakan. Karena jika first arrival time tidak terlihat

maka data tidak dapat diolah kecuali jenis noise diketahui dan dapat

dihilangkan sehingga first arrival time dapat terlihat.

2. Untuk mendapatkan gambaran lapisan batuan bawah permukaan yang

optimal secara lateral maka shot point pertama dan shot point terakhir

berada di luar rangkaian geophone atau tidak diletakkan diantara dua

geophone. Hal ini dilakukan agar gambaran lapisan batuan bawah

permukaan yang dihasilkan dengan menggunakan komputer dimulai

tepat di bawah geophone pertama dan berakhir di bawah geophone

terakhir.

3. Untuk mendapatkan gambaran lapisan batuan bawah permukaan yang

optimal secara vertikal maka jarak shot point pertama dan shot point

terakhir diperbesar begitu juga dengan jarak antar geophone. Besar

kecilnya jarak tersebut harus tetap memperhitungkan energi sumber

seismiknya agar gelombang yang berasal dari sumber seismik tersebut

dapat mencapai geophone terakhir.

Pemetaan tingkat..., Budi Setiawan, FMIPA UI, 2008


REFERENSI

Burger, H. R.,1992, Exploration geophysics of the Shallow Subsurface,

Prentice Hall P T R.

Dibiase, R., 2005, Seismic Refraction Analysis of Sediment Fill in Cyclone

Graben, Needles District, Canyonlands National Park : 18th Annual

Keck Symposium.

Djuhana, D., 2005, Panduan Pengukuran Seismik Refraksi, Depok :

Laboratorium Geofisika Universitas Indonesia.

Dobrin, M. B., & Savit, C. H., 1988, Introduction To Geophysical Prospecting,

Newyork : McGraw-Hill, Inc

Dunn, I. S.,1992, Dasar-dasar Analisis Geoteknik, IKIP Semarang Press.

Leeds, D. K., 2002, Repeatability of Pre- and Post-Excavation Seismic

Refraction Data at the New Benicia-Martinez Bridge Toll Plaza,

Northern California : Geophysics and Geology Branch, California

Department of Transportation.

Rosid, M. S. dan Kepic, A. W., 2005, Hydrogeological Mapping Using The

Seismo Electric Method, Exploration Geophysics, 36, 245-249.

Rosid, M. S., 2007, Groundwater Investigation Using The Seismo Electric

Method, Ph.D Thesis, Curtin University.

Sandmeier, K. J., 2006, Reflexw 4.0 , Program for The Processing of Seismic,

Acoustic or electromagnetic reflection, refraction and transmission

Data, Germany : Sandmeier, Inc.

64
Pemetaan tingkat..., Budi Setiawan, FMIPA UI, 2008
65

Sheriff, R. E. dan Geldart, L. P., 1995, Exploration Seismology, New York :

Cambridge University Press.

Susilawati, 2004. Seismik Refraksi (Dasar Teori dan Akuisisi Data), USU

digital Library.

Telford, W. M., Geldart, L. P., and Sheriff, R. E., 1990, Applied Geophysics,

2nd ed, Cambridge University Press.

United States Department Of Agriculture (USDA), 2002, Rock Material Field,

Chapter 12 of Part 631 Of The National Engineering Handbook,

Washington, DC : Natural Resources Conservation Service.

Pemetaan tingkat..., Budi Setiawan, FMIPA UI, 2008


Lampiran 1 : Data Analisa Kecepatan BW17
Dengan Jarak Antar Geophone 3 m

Gambar 1a. Data analisa kecepatan FILE0134 bagian kanan shot point

Gambar 1b. Data analisa kecepatan FILE0134 bagian kiri shot point

66
Pemetaan tingkat..., Budi Setiawan, FMIPA UI, 2008
67

Gambar 1c. Data analisa kecepatan FILE0129 bagian kanan shot point

Gambar 1d. Data analisa kecepatan FILE0129 bagian kiri shot point

Pemetaan tingkat..., Budi Setiawan, FMIPA UI, 2008


68

Gambar 1e. Data analisa kecepatan FILE0118 bagian kanan shot point

Gambar 1f. Data analisa kecepatan FILE0118 bagian kiri shot point

Pemetaan tingkat..., Budi Setiawan, FMIPA UI, 2008


69

Gambar 1g. Data analisa kecepatan FILE0125 bagian kanan shot point

Gambar 1h. Data analisa kecepatan FILE0125 bagian kiri shot point

Pemetaan tingkat..., Budi Setiawan, FMIPA UI, 2008


70

Gambar 1i. Data analisa kecepatan FILE0130 bagian kanan shot point

Gambar 1j. Data analisa kecepatan FILE0130 bagian kiri shot point

Pemetaan tingkat..., Budi Setiawan, FMIPA UI, 2008


71

Lampiran 2 : Data Picking First Arrival Time BW17


Dengan Jarak Antar Geophone 3m

Gambar 2a.Data picking first arrival time FILE0134

Gambar 2b. Data picking first arrival time FILE0129

Pemetaan tingkat..., Budi Setiawan, FMIPA UI, 2008


72

Gambar 2c. Data picking first arrival time FILE0118

Gambar 2d. Data picking first arrival time FILE0125

Pemetaan tingkat..., Budi Setiawan, FMIPA UI, 2008


73

Gambar 2e. Data picking first arrival time FILE0130

Pemetaan tingkat..., Budi Setiawan, FMIPA UI, 2008


74

Lampiran 3 : Model Lapisan Batuan Bawah Permukaan BW17


Dengan Jarak Antar Geophone 3 m

V = 600 m/s

V = 1506,8 m/s

V = 1979,7 m/s

Gambar 3a. Time term model atau model inversi BW17 dengan jarak
antar geophone 3 meter

V = 600 m/s

V = 1506,8 m/s

V = 1979,7 m/s

Gambar 3b. Reciprocal model atau model forward BW17 dengan


jarak antar geophone 3 meter

Pemetaan tingkat..., Budi Setiawan, FMIPA UI, 2008


75

Jarak (meter)

Gambar 3c Tomografi BW17 dengan jarak antar geophone 3 meter

Pemetaan tingkat..., Budi Setiawan, FMIPA UI, 2008


76

Lampiran 4 : Data Analisa Kecepatan BW17


Dengan Jarak Antar Geophone 5 m

Gambar 4a. Data analisa kecepatan FILE0037 bagian kiri shot point

Gambar 4b. Data analisa kecepatan FILE0040 bagian kanan shot point

Pemetaan tingkat..., Budi Setiawan, FMIPA UI, 2008


77

Lampiran 5 : Data Picking First Arrival Time BW17


Dengan Jarak Antar Geophone 5 m

Gambar 5a. Data picking first arrival time FILE0037

Gambar 5b. Data picking first arrival time FILE0040

Pemetaan tingkat..., Budi Setiawan, FMIPA UI, 2008


78

Lampiran 6 : Model Lapisan Batuan Bawah Permukaan BW17


Dengan Jarak Antar Geophone 5 m

V = 1100 m/s

V = 2744,3 m/s

Gambar 6a. Time term model atau model inversi BW17 dengan jarak
antar geophone 5 meter

V = 1100 m/s

V = 2744,3 m/s

Gambar 6b. Reciprocal model atau model forward BW17 dengan


jarak antar geophone 5 meter

Pemetaan tingkat..., Budi Setiawan, FMIPA UI, 2008


79

Jarak (meter)

Gambar 6c. Tomografi BW17 dengan jarak antar geophone 5 meter

Pemetaan tingkat..., Budi Setiawan, FMIPA UI, 2008


80

Lampiran 7 : Data Analisa Kecepatan BW 27


Dengan Jarak Antar Geophone 5 m

Gambar 7a. Data analisa kecepatan FILE0181 bagian kanan shot point

Gambar 7b. Data analisa kecepatan FILE0181 bagian kiri shot point

Pemetaan tingkat..., Budi Setiawan, FMIPA UI, 2008


81

Gambar 7c. Data analisa kecepatan FILE0177 bagian kanan shot point

Gambar 7d. Data analisa kecepatan FILE0177 bagian kiri shot point

Pemetaan tingkat..., Budi Setiawan, FMIPA UI, 2008


82

Gambar 7e. Data analisa kecepatan FILE0172 bagian kanan shot point

Gambar 7f. Data analisa kecepatan FILE0172 bagian kiri shot point

Pemetaan tingkat..., Budi Setiawan, FMIPA UI, 2008


83

Gambar 7g. Data analisa kecepatan FILE0167 bagian kanan shot point

Gambar 7h. Data analisa kecepatan FILE0167 bagian kiri shot point

Pemetaan tingkat..., Budi Setiawan, FMIPA UI, 2008


84

Gambar 7i. Data analisa kecepatan FILE0163 bagian kanan shot point

Gambar 7j. Data analisa kecepatan FILE0163 bagian kiri shot point

Pemetaan tingkat..., Budi Setiawan, FMIPA UI, 2008


85

Lampiran 8 : Data Picking First Arrival Time BW27


Dengan Jarak Antar Geophone 5 m

Gambar 8a. Data picking first arrival time FILE0181

Gambar 8b. Data picking first arrival time FILE0177

Pemetaan tingkat..., Budi Setiawan, FMIPA UI, 2008


86

Gambar 8c. Data picking first arrival time FILE0172

Gambar 8d. Data picking first arrival time FILE0167

Pemetaan tingkat..., Budi Setiawan, FMIPA UI, 2008


87

Gambar 8e. Data picking first arrival time FILE0163

Pemetaan tingkat..., Budi Setiawan, FMIPA UI, 2008


88

Lampiran 9 : Model Lapisan Batuan Bawah Permukaan BW27


dengan Jarak Antar Geophone 5 m

Gambar 9a. Time term model atau model inversi BW27 dengan jarak
antar geophone 5 meter

Gambar 9b. Reciprocal model atau model forward BW27 dengan


jarak antar geophone 5 meter

Pemetaan tingkat..., Budi Setiawan, FMIPA UI, 2008


89

Gambar 9c Tomografi BW27 dengan jarak antar geophone 5 meter

Pemetaan tingkat..., Budi Setiawan, FMIPA UI, 2008


90

Lampiran 10 : Data Lithologi

Gambar 10a. Lithologi BW17 (Rosid & Kepic, 2005)

Tabel 3. Lithologi BW 17 (Rosid & Kepic, 2005)

Depth (m) Description

0-3 CLAY/LATERITE. Dark reddish brown (10R, 5/4). Laterite


very coarse, angular grains.
39 CLAY/LATERITE. Moderate orange pink ( 10R, 7/4) to light
grey (N7). Clay contains trace of fine sand.
9 12 CLAY/SAND. Light to medium grey (N7 to N5). Sand fine to
coarse grained, sub-rounded to sub-angular, quartz and
feldspar (30%).

12 15 CLAY. Dark grey (N5), clay hard, 5% laterite present, minor


sand.

Pemetaan tingkat..., Budi Setiawan, FMIPA UI, 2008


91

Gambar 10b. Lithologi BW 27 (Rosid, 2007)

Pemetaan tingkat..., Budi Setiawan, FMIPA UI, 2008


92

Tabel 4. Tabel Lithologi BW 27 (Rosid, 2007)

Depth (m) Description


01 CLAY/GRAVEL. Greyish orange (10YR 7/4), soft, moderate
plasticity clay, with 2-30mm lateritic gravels, minor medium
grained, sub angular quartz sands.
12 SILTSTONE/GRAVEL. Very pale orange (10YR 7/4), very
fine, moderately cemented, white siltstone with 2-30mm
lateritic gravels.
23 SILTSTONE/SILT. White (N9), moderately cemented, white
silt and siltstones.
35 SILTSTONE/SILT/CLAY. Light grey (N7), moderately
cemented, white silt and siltstone with light grey, stiff, low
plasticity clays.
56 CLAY/SILT. Moderate red (5R 5/4), very stiff, low plasticity,
red-brown clays with silts.
67 CLAY. Dark grey (N3), soft, moderate plasticity, mottled.
78 SILT and CLAY. Pale brown (5YR 5/2), soft, very low
plasticity clay, very silty.
8 9.5 CLAY. Dusky yellowish brown (10YR 2/2), very stiff, low
plasticity.
9.5 11 SILT and CLAY. Moderate brown (5YR 4/4), soft, low
plasticity, very silty.
11 12 SILT and CLAY. Dusky yellowish brown (10YR 2/2), soft,
low plasticity, very silty, minor coal band (Black N1).
12 13 CLAY. Dusky yellowish brown (10YR 2/2), very stiff, low
plasticity.
13 14 COAL. Black (N1), silty, minor pyrites.
14 17.5 CLAY. Greyish Black (N2), very stiff, low plasticity.

Pemetaan tingkat..., Budi Setiawan, FMIPA UI, 2008


93

Lampiran 11: Sistem Klasifikasi Material Batuan

Tabel 5. Hydraulic eradibility in earth spillway (USDA, 2002)

Tabel 6. Karakteristik penggalian (excavation characteristics) (USDA, 2002)

Pemetaan tingkat..., Budi Setiawan, FMIPA UI, 2008


94

Tabel 7. Kualitas konstruksi (USDA, 2002)

Tabel 8. Stabilitas massa batuan (USDA, 2002)

Pemetaan tingkat..., Budi Setiawan, FMIPA UI, 2008


95

Tabel 9. Transmisi fluida (USDA, 2002)

Pemetaan tingkat..., Budi Setiawan, FMIPA UI, 2008


96

Tabel 10. Koralasi berbagai indikator excavatabilitas material bumi (USDA, 2002)

Pemetaan tingkat..., Budi Setiawan, FMIPA UI, 2008


97

Lampiran 12. Contoh pengolahan data BW17 (5 meter) dengan excell

35
30 y = 0,8711x + 0,1994
25

waktu (ms)
20
15
10 V1 = 1147 m/s
5
0
0 10 20 30 40
offset (m)

Gambar 12a. Analisa kecepatan lapisan pertama FILE0037

80
70 y = 0,3576x + 17,282
60
waktu (ms)

50
40
30
20
V2 = 2796 m/s
10
0
0 50 100 150
offset (m)

Gambar 12b. Analisa kecepatan lapisan kedua FILE0037

17,282
x1147 x 2796
ti v1v2 1000
h= = = 10,878m
2 v2 v1
2 2
2 2796 1147
2 2

Pemetaan tingkat..., Budi Setiawan, FMIPA UI, 2008


98

Lampiran 13. Contoh pengolahan data BW27 (5 meter) dengan excell

80
70 y = 1,5717x - 18,688
60

waktu (ms)
50
40
30
20
10 V1=636 m/s
0
0 20 40 60
offset (m)

Gambar 13a. Analisa kecepatan lapisan pertama FILE0181

100
y = 0,663x + 35,292
80
waktu (ms)

60

40

20 V2=1508 m/s
0
0 20 40 60 80 100
offset (m)

Gambar 13b. Analisa kecepatan lapisan kedua FILE0181

35,292
x636 x1508
ti v1v2 1000
h= = = 12,383m
2 v22 v12 2 1508 2 636 2

Pemetaan tingkat..., Budi Setiawan, FMIPA UI, 2008

Anda mungkin juga menyukai