Anda di halaman 1dari 76

PENGARUH WAKTU ALIR TERHADAP EFEKTIFITAS DAN SELEKTIFITAS

ADSORBEN HIBRID SILIKA KITOSAN PADA SIMULTAN ION


LOGAM Ni (II) DAN Cd(II) DENGAN METODE
EKSTRAKSI FASE PADAT (EFP)

Oleh:

Sri Rezeki Samosir


NIM 4103210036
Program Studi Kimia

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Memperoleh Gelar


Sarjana Sains

JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
MEDAN
2015
RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan diMedan pada tanggal 05 Oktober 1992. Ayah bernama


Kosman Samosir SH.,MHum dan Ibu bernama almarhumah Marlinang Gultom.
Penulis merupakan anak kedua dari lima bersaudara. Pada tahun 1998, penulis
masuk sekolah di SD Parulian 5Medan , dan lulus pada tahun 2004. Pada tahun
2004, penulis melanjutkan sekolah di SMP Katolik Budi Murni 2 Medan , dan
lulus pada tahun 2007. Pada tahun 2007, penulis melanjutkan sekolah di SMA
Negeri 17Medan , dan lulus pada tahun 2010. Pada tahun 2010, penulis diterima
di Program Studi Kimia Jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam Universitas Negeri Medan melalui jalur Reguler
SNMPTN.Kegiatan intrakurikuler di Universitas Negeri Medan yang pernah
diikuti antara lain Kunjungan Industri ke PT. Ecogreen Belawan, PDAM Tirtanadi
Sunggal, Riset di Badan Lingkungan Hidup (BLH) Medan, dan PT Toba Pulp
Lestari (TPL) Porsea. Penulis melakukan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di Balai
Riset dan Standarisasi Nasional (BARISTAND).
PENGARUH WAKTU ALIR TERHADAPEFEKTIFITASDANSELEKTIFITAS
ADSORBEN HIBRID SILIKAKITOSANPADASIMULTAN ION
LOGAMNi(II) DAN Cd(II) DENGAN METODE
EKSTRAKSI FASE PADAT(EFP)

Sri Rezeki Samosir (4103210036)

ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian tentang pembuatan adsorben hibrid silika


kitosan dan penggunaannya untuk menyerap logam berat Ni(II) dan Cd(II).
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektifitas dan selektifitas adsorben
hibrid silika kitosan untuk menyerap logam Ni(II) dan Cd(II) dengan
menggunakan Ekstraksi Fase Padat (EFP). Silika yang digunakan berbahan dasar
abu sekam padi, sedangkan kitosan yang digunakan berbahan dasar kulit udang.
Pada penelitian sebelumnya telah dilakukan bahwa perbandingan silika kitosan
yang optimum yaitu 20:4% (20 mL larutan natrium silikat : 0,4 gram kitosan
dalam asetat 2%) dengan luas permukaan 189,405 m2/g. Untuk mengetahui
tingkat keefektifan dan keselektifitasan adsorben tersebut dilakukan pada variasi
waktu alir 20 menit, 40 menit, 60 menit, 80 menit, dan 100 menit. Dari hasil
penelitian, menunjukkan bahwa waktu alir yang optimum terletak pada waktu 60
menit, dengan logam Ni(II) yang memiliki kapasitas adsorpsi yang paling besar
dibandingkan dengan logam Cd(II). Jumlah logam yang teradsorp pada waktu 60
menit untuk logam Ni(II) adalah 9,9106 mol/L, sedangkan untuk logam Cd(II)
adalah 4,4252 mol/L. Metode Ekstraksi Fase Padat (EFP) dengan menggunakan
adsorben hibrid silika kitosan lebih efektif dalam menyerap ion logam Ni(II),
dengan urutan kekuatan adsorpsi Ni(II) Cd(II). Semakin lama waktu alir yang
digunakan semakin jenuh adsorben untuk menyerap ion logam sehingga jumlah
logam yang teradsorpsi semakin kecil.Optimum penyerapan pada waktu alir 60
menit.

Kata Kunci :Hibrid Silika Kitosan, Logam Ni(II)danCd(II), Ekstraksi Fase


Padat(EFP) ,dan Waktu Alir.
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa dan Bunda Maria atas
segala berkat dan karunia-Nya, penulis telah menyelesaikan penelitian dan
sekaligus menyusun skripsi yang berjudul Pengaruh Waktu Alir Terhadap
Efektifitas dan Selektifitas Adsorben Hibrid Silika Kitosan Pada Simultan Ion
Logam Ni(II) dan Cd(II) dengan Metode Ekstraksi Fase Padat (EFP).

Dengan selesainya skripsi ini, perkenankanlah penulis mengucapkan


terimakasih kepada; Rektor Universitas Negeri Medan, Prof. Dr. Ibnu Hajar, M.Si;
Dekan FMIPA, Prof. Drs. Motlan, M.Sc, Ph.D; dan Ketua Jurusan Kimia, Agus
Kembaren, M.Si atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada penulis
untuk mengikuti dan menyelesaikan studi Sarjana Sains pada program studi
Kimia.

Terimakasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya penulis ucapkan


kepada Ibu Lisnawaty Simatupang,S.Si.,M.Si, selaku dosen pembimbing skripsi
yang telah memberikan dorongan, bimbingan dan saran mulai dari pengajuan
proposal penelitian, pelaksanaan sampai penyusunan skripsi ini serta Prof. Dr.
Ramlan Silaban, M.S, Dr. Ajat Sudrajat, M.Si, dan Junifa L.Sihombing, S.Si,.
M.Scyang telah memberikan masukan dan saran dalam kesempurnaan skripsi ini.
Penghargaan juga diberikan kepada Ketua Program Studi Kimia, Dr. Marham
Sitorus, M.Si, Kepala Laboratorium Kimia, Drs. Marudut Sinaga, M.Si, dan
segenap Instansi yang telah memberikan bantuan fasilitas laboratorium selama
penulis melakukan penelitian untuk penyelesaian skripsi ini.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan penghormatan yang setinggi-


tingginya kepada kedua orangtua saya ayahanda saya Kosman Samosir
SH.MHum dan ibunda saya Marlinang Gultom (+), dan Sonya Panggabean yang
telah memberikan dukungan baik berupa moril maupun materil serta cinta kasih
yang tidak berkesudahan dan yang telah mengajarkan saya arti sebuah
perjuangan.Selanjutnya buat Bapauda saya Bianus Samosir yang telah mengajar
dan mendidik saya dengan penuh cinta kasih sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Dan untuk yang Tersayang saudara-
saudari kandung saya, kakak saya Dewi Purnamasari SE, adik laki-laki saya
Suanro.MTR Samosir dan adik kembar saya Nova Elisabeth Samosir dan Novi
Elisabeth Samosir yang telah memberikan motivasi serta kasih sayang kepada
penulis. Dan kepada seluruh teman Seperjuangan jurusan Kimia Nondik 2010
untuk semua keakraban didalam diperkuliahan. Terkhusus buat sahabat saya
(Parsmiler)yaitu Desi Indicayana situmorang,Dwika syahputra purba , Janriadi
Sinaga, Jetro Simbolon dan Yeni Sirait atas rasa persaudaraan yang terjalin
dengan baik. Kepada Christ Esra Saragih dan Boston Sidabutar Teman
Seperjuangan saya saat melakukan penelitian , Dan buat seluruh mahasiswa/I
jurusan kimia nondik 2011-2013 terima kasih yang sebesar-besarnya semoga kita
semua diberikan berkat yang melimpah oleh Tuhan Yang Maha Esa.

Akhirnya dengan segala kerendahan hati, penulis mengharapkan saran dan


kritik yang dapat membangun untuk menyempurnakan skripsi ini. Semoga hasil
penelitian ini bermanfaat bagi pembaca dan dapat menjadi referensi bagi peneliti
yang penelitiannya relevan dengan judul ini.

Medan, Januari 2015

Sri Rezeki Samosir


4103210036
DAFTAR ISI

Halaman

Lembaran Pengesahan i

Riwayat Hidup ii

Abstrak iii

Kata Pengantar iv

Daftar Isi vi

Daftar Gambar viii

Daftar Tabel ix

Daftar Lampiran x

BAB I PENDAHULUAN 1

1.1. Lata
r belakang 1
1.2. Bata
san masalah 5
1.3. Rum
usan masalah 5
1.4. Tuju
an penelitian 6
1.5. Man
faat penelitian 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 7

2.1. Kitosan 7

2.1.1.Sifat-Sifat Fisika dan Kimia 9

2.1.1.1 Sifat Fisika 9

2.1.1.2Sifat Kimia 9

2.1.2Modifikasi Kitosan 10
2.1.3 Standard Penggunaan Kitosan 11

2.1.4Bentuk-Bentuk Kitosan 11

2.2. Silika Gel 12

2.3. Hibrid Silika Kitosan (HSK) 14

2.4 Limbah Logam 17

2.4.1. Cadmium (Cd) 18

2.4.1.1Efek Toksik 19

2.4.2Nikel (Ni) 19

2.5. Adsorpsi 20

2.5.1. Defenisi Adsorpsi 20

2.5.2. Jenis Adsorpsi 21

2.5.3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Adsorpsi 22

2.5.4.Faktor-faktor yang mempengaruhi interaksi logam dengan adsorben 23

2.6. Model Isoterm, Langmuir 25

2.7. Metode Ekstraksi Fase Padat (EFP) 25

2.8. Spektroskopi Serapan Atom (SSA) 28

2.9 Hipotesis 30

BAB III METODE PENELITIAN 31

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian 31

3.2. Alat dan Bahan 31

3.3. Prosedur Penelitian 31

3.3.1. Preparasi Natrium Silika Dari Sekam Padi 32

3.3.2. Preparasi Kitosan Dari Kulit Udang 32

3.3.3. Pembuatan Hibrid Silika Kitosan Melalui Proses Sol-Gel 33


3.3.4. Preparasi Kolom EFP dan Loading Sampel 33

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

36

4.1. Pembuatan Hibrid Silika Kitosan Secara Sol-Gel 36

4.2. Penentuan Daya Serap Adsorben Hibrid Silika Kitosan 36

Terhadap Logam Simultan Ni(II) dan Cd(II) Dengan Metode EFP

4.3. Kurva Kalibrasi 37

4.4. Pengukuran Sampel Ni(II) Secara SSA 38

4.5. Pengukuran Sampel Cd(II) Secara SSA 40

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 44

5.1. Kesimpulan 44

5.2. Saran 44

DAFTAR PUSTAKA 46
DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel2.1. Standard Kitosan 11

Tabel 2.2 Bentuk-bentuk kitosan 11

Tabel 4.1. Hasil Pengukuran Logam Ni(II) Secara SSA 39

Tabel4.2. Hasil Kajian Adsorpsi Menggunakan Teknik 39

Kolom EFP Terhadap Logam Ni(II)

Tabel 4.3. Hasil pengukuran logam Cd(II) secara SSA 40

Tabel 4.4. Hasil Kajian Adsorpsi Menggunakan Teknik 40

Kolom EFP Terhadap Logam Cd(II)


DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar2.1. Struktur Kitosan 8

Gambar 2.2. Hibrid Silika Kitosan 16

Gambar 2.3. Spektroskopi Serapan Atom (SSA) 28

Gambar 3.1. Kolom ekstraksi fase padat (EFP) 34

Gambar 3.2. Bagan prosedur kerja penelitian 35

Gambar 4.1. Kurva kalibrasi logam Ni(II) 37

Gambar 4.2. Kurva kalibrasi logam Cd(II) 38

Gambar 4.3. Pengaruh waktu alir pada proses adsorpsi ion logam 41
DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Perhitungan Pembuatan Larutan 49

Lampiran 2. Perhitungan Persentase Daya Adsorpsi Adsorben 52


Hibrid Silika Kitosan

Lampiran 3. Kurva Kalibrasi 53

Lampiran 4. Dokumentasi Penelitian 54


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Keberadaan logam berat sebagai polutan bagi lingkungan hidup diawali


dengan meningkatnya populasi dan industrialisasi dari proses modernisasi
manusia dan lingkungan sangat berpotensi tercemar dari logam berat yang
dihasilkan dari hasil limbah industri.Keberadaan zat zat pencemar tersebut akan
menyebabkan pembaharuan yang buruk untuk ekosistem yang ada, termasuk juga
manusia.Oleh sebab itu kelestarian lingkungan dari zat pencemar harus dijaga dan
terus mendapatkan perhatian dari masyarakat sekitar, yang merupakan elemen dari
lingkungan hidup itu sendiri.Salah satu cara yang dapat digunakan untuk
mengurangi zat pencemaran pada lingkungan adalah dengan menggunakan
kitosan sebagai adsorben (Purwantiningsih, S., 2009).

Logam berat adalah senyawa kimia yang berupa logam dengan berat molekul
yang tinggi dan memiliki sifat beracun.Upaya penangan limbah yang mengandung
logam berat terus dilakukan, salah satunya adalah dengan metoda adsorpsi.
Keberadaannya di air atau air limbah dengan konsentrasi melebihi ambang batas
dapat memberikan dampak negatif bagi siklus biologi yang normal di lingkungan
dampak negatif yang langsung dirasakan oleh manusia antara lain gangguan
kesehatan dan keracunan seperti gangguan fungsi syaraf, perubahan komposisi
darah, kelainan pada jantung, paru-paru dan sebagainya. Logam berbeda dengan
polutan berbahaya lainnya karena logam bersifat tidak terdegradasi, dapat
terakumulasi pada jaringan hidup, dan terkonsentrasi pada rantai makanan

Ion logam pencemar lingkungan yang berbahaya adalah Cadmium(Cd),


Timbal(Pb), Seng(Zn) , Merkuri(Hg), Magnesium(Mg), Nikel(Ni), Tembaga(Cu),
dan Besi(Zn) Berbagai teknik pengambilan logam berat dari air telah
dikembangkan, misalnya filtrasi, pengendapan secara kimia, adsorpsi pertukaran
ion, electro-deposition, dan sistem membran.
Menyadari ancaman yang begitu besar dari pencemaran logam berat pada
perairan, maka berbagai metode alternatif telah banyak digunakan untuk
mengurangi konsentrasi logam berat, Salah satunya dengan memanfatkan
mikroorganisme, adapula dengan menggunakan bahan alam yang ramah
lingkungan.Penggunaan Biomaterial dari limbah pertanian atau industri dapat
digunakan sebagai alternatif adsorben dengan biaya rendah diantaranya seperti ;
tongkol jagung, gabah padi, ampas kedelai, kulit udang, dan jerami.(Mashall dan
Mitchell,1996).Dari penelitian yang telah dilakukan memperlihatkan bahwa
biomaterial mengandung gugus fungsi antara lain karboksil,amino sulfat,
polisakarida, lignin dan sulfihidril mempunyai kemampuan penyerapan yang
baik.Kitosan memiliki dua gugus aktif yaitu NH2dan OH sehingga kitosan
dapat menjadi penyangga aktif yang dapat meningkatkan kemampuan adsorpsi,
pada pH tertentu kedua gugus aktif ini dapat saja mengalami protonasi ataupun
deprotonasi yang mestinya akan menghasilkan muatan permukaan yang berbeda
gugus NH2dalam kitosan dan gugus OH merupakan basa keras . Gugus NH 2
mempunyai sepasang elektron bebas, itu berarti mempunyai sifat basa, atau dalam
larutan (air) akan meningkatkan pH sistem.

Peningkatan pH sistem tentu saja dapat mengubah sifat asam basa permukaan
yang berarti juga akan mempengaruhi kekuatan ikatan atau selektifitas pengikatan
ion logam (Endang Widjajanti, 2003: 51).Kitosan memiliki ketahanan fisik
terhadap asam masih kurang baik, oleh karena itu dilakukan modifikasi kitosan
dengan penambahan silika agar ketahanan fisik terhadap asam menjadi lebih baik
dan kemampuan adsorpsi terhadap logam berat tetap besar.

Silika gel merupakan salah satu adsorben yang paling sering digunakan dalam
proses adsorpsi. Hal ini disebabkan oleh mudahnya silika diproduksi dan sifat
permukaan (struktur geometri pori dan sifat kimia pada permukaan) yang dapat
dengan mudah dimodifikasi (Fahmiati, 2004). Kelemahan penggunaan silika
gel adalah rendahnya efektivitas dan selektivitas permukaan dalam berinteraksi
dengan ion logam berat sehingga silika gel tidak mampu berfungsi sebagai
adsorben yang efektif untuk ion logam berat. Hal ini terjadi karena situs aktif yang
ada hanya berupa gugus silanol (Si-OH) dan siloksan (Si-O-Si). Akan tetapi
kekurangan ini dapat diatasi dengan memodifikasi permukaan dengan
menggunakan situs aktif yang sesuai untuk mengadsorpsi ion logam berat yang
dikehendaki.

Pemilihan silika sebagai bahan tambahan untuk modifikasi kitosan karena


silika memiliki gugus aktif silanol (Si-OH) dan siloksan (Si-O-Si).Selain itu juga
memiliki kekuatan mekanik dan stabilitas termal yang tinggi dan tidak
mengembang dalam pelarut organik (Bhatia, 2000).Modifikasi kitosan dengan
permukaan silika gel merupakan modifikasi secara kimia melalui reaksi
homogen (proses sol-gel).

Teknik sol gel mempunyai kelebihan diantaranya proses yang


sederhana dan cepat karena reaksi pengikatan berlangsung secara bersamaan
dengan proses terbentuknya padatan. Selain itu, teknik modifikasi melalui
proses sol gel lebih mudah dilakukan di laboratorium karena reaksi dapat
dilakukan pada temperatur kamar sehingga dapat menggunakan alat alat
sederhana. Metode sol-gel sering digunakan dalam pembuatan material karena
memiliki berbagai keunggulan yaitu dengan metode ini proses pembuatan sampel
dapat dilakukan pada suhu rendahserta hasil yang diperoleh memiliki tingkat
kemurnian dan homogenitas yang tinggi.

Salah satu teknik yang banyak dikembangkan adalah prinsip ekstraksi fasa
padat (solid phase extraction) dengan menggunakan adsorben tertentu karena
tidak membutuhkan pelarut yang berbahaya. Metode ini berdasarkan pada
interaksi logam dengan gugus fungsional yang ada dipermukaan adsorben,
umumnya yang mengandung gugus fungsional -OH, -NH, -SH, dan COOH.
Beberapa kelebihan ekstraksi fase padat adalah proses ekstraksi lebih sempurna,
pemisahan analit dari penggangu yang mungkin ada menjadi lebih efisien,
mengurangi pelarut organik yang digunakan(ramah lingkungan).Gao et al (2002),
telah mengkaji sifat penyerapan ion logam dengan menggunakan kitosan manik
dan dimasukkan kedalam kolom mini melalui ekstraksi fasa padat.
Proses ekstraksi pelarut merupakan metode yang sangat baik untuk pemisahan
secara selektif dan konsentrasi ion logam dari larutan kompleks. Hal ini
disebabkan adanya ligan dalam jumlah yang besar, yang dapat digunakan sebagai
bahan pengekstrak. Proses ini memerlukan campuran fasa pada permukaan yang
sesuai untuk memperoleh ekstraksi yang baik. Oleh sebab itu diperlukan bahan
alternatif yang ramah lingkungan sebagai bahan pengekstrak fasa padat yang
selektif.

Hibrid Kitosan Silika yang sudah disintesis akan diuji daya adsorpsinya pada
larutan logam yang telah diatur kadar logamnya. Efektifitas hibrid kitosan silika
dalam mengikat logam berat dipengaruhi oleh ukuran partikel, pH larutan,
konsentrasi ion logam dalam larutan, reaksi, temperature dan waktu kontak yang
digunakan.

Pemisahan dengan metode ekstraksi pelarut merupakan metode yang murah


dengan konsentrasi ion logam 0,01 hingga 1,0 mg/L(Akita dan Taekuchi., 1990).
Penelitian Simatupang (2008) telah berhasil melakukan adsorpsi simultan ion
logam divalent antara Mg(II), Zn(II), Ni(II), Cd(II) dengan sistem batch dengan
kapasitas adsorpsi Mg(II) 107,52 mol/g, Zn(II) 142,85 mol/g, Ni(II) 120,48
mol/g, dan Cd(II) 86,20 mol/g. Dari data terlihat bahwa kapasitas adsorpsi
Zn(II) lebih besar dibandingkan Ni(II) dan Mg(II).Pada proses pembuatan,
karakterisasi dan mekanisme reaksi hibrida silika kitosan merujuk pada penelitian
yang telah dilakukan sebelumnya oleh Simatupang(2007). Pembuatan hibrida
silika kitosan (HSK) dari campuran Na2SiO3 dan kitosan dengan variasi (20:1%) ,
(20:2%), (20:3%), dan (20:4%) dilakukan secara sol gel pada variasi (20:4%)
memiliki daya adsorpsi yang paling baik.

Dari penelitian ini diharapkan dihasilkan modifikasi adsorben hibridsilika


kitosan yang memiliki Efektifitas dan Selektifitas yang baik sebagai adsorben
logam berat. Oleh karena itu peneliti akan melakukan penelitian tentang
Pengaruh waktu alir terhadap efektifitas dan selektifitas adsorben silika
kitosan terhadap simultan ion logam Ni(II) dan Cd(II) dengan metode
ekstraksi fase padat (EFP).

1.2 Pembatasan masalah

Berdasarkan latar belakang dan ruang lingkup masalah sebagaimana telah


dikemukakan sebelumnya maka dalam penelitian ini dilakukan pembatasan
masalah adalah sebagai berikut:

1. Ion logam yang digunakan sebagai adsorbat terhadapadsorben hibrid silika


kitosan adalah ion logam Ni(II) dan Cd(II) berdasarkan waktu alir .
2. Metode adsorpsi ion logam Ni(II) dan Cd(II) menggunakan metode
ekstraksi fase padat(EFP).
3. Kolom mini yang digunakan dalam metode ekstraksi fase padat
berdiameter 1,5 inchi.

1.3. Rumusan Masalah


Berdasarkan uraian latar belakang masalah, dapat dirumuskan
permasalahan sebagai berikut:

1. Berapakah waktu alir optimum hibrid silika kitosan untuk menyerap


logam Ni(II) dan Cd (II)?
2. Berapakah jumlah logam Ni(II) dan Cd(II) yang terserap pada waktu alir
optimum?
3. Apakah adsorben hibrid silika kitosanefektif digunakan untuk menyerap
logam Ni(II) dan Cd(II)?

1.4 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk :

1. Mendapatkan waktu alir optimum dengan penggunaan adsorben hibrid


silika kitosan untuk menyerap logam Ni(II) dan Cd(II).
2. Mengetahui jumlah logamNi(II) dan Cd(II) yang terserap oleh adsorben
hibrid silika kitosan pada waktu alir optimum.
3. Mengetahui tingkat keefektifan adsorben hibrid silika kitosan untuk
menyerap logam Ni(II) dan Cd(II).
4. Mengetahui penggunaan kolom yang efektif pada adsorben hibrid silika
kitosan dengan metode ekstraksi fase padat.

1.5 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dalam hal:

1. Memberikan informasi tentang Efektifitas dan Selektifitas optimal dari


adsorben Hibrid Kitosan Silika dari variasi waktu kontak .
2. Sebagai bahan referensi untuk penelitian yang terkait yang menggunakan
metode ekstraksi fase padat untuk adsorben.
3. Pengembangan dan Pemanfaatan tentang adsorben yang ramah
lingkungan.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kitosan

Kitosan merupakan biopolimer yang merupakan turunan kitin dengan


rumus molekul (C6H11NO4)n dengan densitas yang sangat tinggi dalam larutan
dan membawa muatan positif pada rentang pH di bawah 6,5. Kitosan
mengandung gugus amina bebas yang memberikan karaktersistik sebagai
penukar ion. Keuntungan lain penggunaan kitosan sebagai bahan antibakteri
adalah jumlah kitosan yang sangat melimpah di alam, yang salah satunya dapat
diperoleh dari limbah cangkang udang dan kepiting (crustacean) yang banyak
dihasilkan dari sektor industri.

Keberadaan gugus amina pada kitosan menyebabkan kitosan dapat larut


dalam pelarut asam. Pelarutan kitosan dalam pelarut asam membentuk larutan
kental yang dapat digunakan sebagai pembuatan gel dalam berbagai variasi
seperti butiran, membran, dan serat. Kitosan dalam bentuk terprotonasi
menunjukkan kerapatan muatan yang tinggi dan bersifat sebagai polielektrolit
kationik dan sangat efektif berinteraksi dengan biomolekul bermuatan negatif
molekul permukaan (Sugita dkk., 2009). Akan tetapi membran dengan berbahan
dasar kitosan saja tidak dapat langsung digunakan karena strukturnya
yangsangat rapuh dan memiliki ketahanan sobek rendah sehingga dibutuhkan
penguat. Oleh karena itu, diperlukan adanya modifikasi terhadap bahan dasar
membran dengan menggunakan campuran polimer sintetis dan diharapkan
dapat menghasilkan membran dengan karakteristik yang lebih baik.

Kitosan bersifat polielektrolit kation yang dapat mengikat logam


berat, sehingga dapat berfungsi sebagai adsorben terhadap logam berat dalam
air limbah. Prinsip dasar dalam mekanisme pengikatan antara kitosan dan
logam berat yang terkandung dalam limbah cair adalah prinsip penukar ion.
Gugus amina khususnya nitrogen dalam kitosan akan beraksi dan mengikat
logam dari persenyawaan limbah cair. Kitosan sebagai polimer kationik yang
dapat mengikat logam dimana gugus amino yang terdapat pada kitosan berikatan
dengan logam dapat membentuk ikatan kovalen. Gaya yang bekerja yaitu gaya
Van der Walls, gaya elektrostatik, ikatan hidrogen dan ikatan kovalen.
Standarisasi penyerapan limbah logam dengan kitosan sebesar 70 %.
Kitosan yang tidak dapat larut dalam air akan menggumpalkan logam
menjadi flok flok yang akan bersatu dan dapat dipisahkan dari air limbah.
( Marganof., 2003 ; Widodo et al , 2005 ).

Kitosan memiliki sifat unik yang dapat di gunakan dalam berbagai


cara serta memiliki kegunaan yang beragam , antara lain sebagai perekat ,
aditif untuk kertas dan tekstil , penjernihan air minum, serta untuk mempercepat
penyembuhan luka, dan memperbaiki sifat pengikatan warna. Kitosan
merupakan pengkelat yang kuat untuk ion logam transisi . Kitosan
mempunyai kemampuan untuk mengadsorpsi logam dan membentuk
kompleks kitosan dengan logam (Robert, 1992).

Gambar 2.1. Struktur Kitosan. (Kristbergsson, 2003)

Karena adanya gugus amino, kitosan merupakan polielektrolit kationik (pKa 6,5)
hal yangsangat jarang terjadi secara alami. Sifat yang basa ini menjadikan
kitosan :

a. Dapat larut dalam media asam encer membentuk larutan yang kental
sehingga dapat digunakan dalam pembuatan gel. Dalam beberapa
variasi konfigurasi seperti butiran membrane, pelapis kapsul, serat dan
spons.
b. Membentuk kompleks yang tidak larut dengan air dengan polianion yang
dapat juga digunakan untuk pembuatan butiran gel, kapsul, dan membran.

c. Dapat digunakan sebagai pengkhelat ion logam berat dimana gelnya


menyediakan sistem produksi terhadap efek dekstruksi dari ion
(Meriaty,2002)

2.1.1. Sifat Sifat Fisika dan Kimia

2.1.1.1. Sifat Fisika

Kitosan adalah padatan amorf putih yang tidak larut dalam alkali
dan asam mineral kecuali pada keadaan tertentu. Kitosan merupakan molekul
polimer yang mempunyai berat molekul tinggi.Kitosan dengan berat molekul
yang tinggi didapati dengan mempunyai viskositas yang baik dalam suasana
asam.Kitosan hasil deasetilasi kitin larut dalam asam encer seperti asam asetat,
asam formiat, dll.Kitosan dapat membentuk gel dalam n metilmorpin n
oksida yang dapat digunakan dalam formulasi pelepasan obat terkendali.
Kandungan nitrogen dalam kitin berkisar 5 8% tergantung pada tingkat
deasetilasi sedangkan nitrogen pada kitosan kebanyakan dalam bentuk gugus
amino. Maka kitosan bereaksi melalui gugus amino dalam pembentukan N
asilasi dan reaksi Schiff yang merupakan reaksi yang penting.(Kumar, 2000)

2.1.1.2 Sifat Kimia

Adanya gugus amino dan hidroksil dari kitosan juga menyebabkan


kitosan mudah dimodifikasi secara kimia dalam reaksi pembentukan. Kitosan
dalam bentuk terprotonasi menunjukkan kerapatan muatan yang tinggi dan
bersifat sebagai polielektrolit kationik dan sangat efektif berinteraksi dengan
biomolekul bermuatan negatif molekul permukaan (Sugitadkk., 2009).

2.1.2. Modifikasi Kitosan

Kitosan dapat dimodifikasi menjadi berbagai bentuk seperti serpih,


hidrogel, membrane dan butiran. Perbedaan bentuk kitosan akan mempengaruhi
pada luas permukaannya. Semakin kecil ukuran kitosan, maka luas permukaan
kitosan akan semakin besar.

a. Kitosan berbentuk serpihan

Afinitas kitosan bentuk serpihan telah diuji coba terhadap ion Pb+2, Ni+2, danCr+2
dan persentase pengikatan adalah 84 98, 40 92, dan 17 46% berturut turut.

b. Hidrogel kitosan

Pelarutan kitosan dalam asam asetat merupakan cara sederhana untuk


membentuk hidrogel kitosan.Hidrogel kitosan yang dibentuk oleh
penambahan bahan senyawa penaut silang disebut hidrogel kitosan
kovalenatau ionik. Penaut silang yang digunakan merupakan molekul
berbobot molekul lebih rendah daripada bobot molekul kedua rantai polimer yang
akan ditautkan.

c. Kitosan berbentuk membran

Membran dapat disiapkan dengan menggunakan beberapa metode antara lain


pelelehan, pengepresan, track etching, dan pembalikan fase. Pembalikan fase
adalah proses yang mengubah polimer dari bentuk larutan menjadi bentuk
padatan secara terkontrol. Asnel (2008) membuat membran gel kitosan
alginat dengan penaut silang glutaraldehida.

d. Kitosan berbentuk butiran

Kitosan dapat dibuat menjadi bentuk butiran dengan pelarutan 3 gram kitosan
dalam 100 ml larutan asam asetat 1% yang diteteskan pada larutan NaOH 4%
maka diperoleh butiran berbentuk bola. Kitosan berbentuk butiran yang
terbentuk dikumpulkan dan dicuci dengan akuades.

2.1.3. Standard Penggunaan Kitosan

Tabel 2.1. Standard Kitosan


Parameter Ciri
Ukuran Partikel Serpihan Sampai Bubuk Sumber : (Sugita.,
Kadar Air (%) 10,0
Kadar Abu (%) 2.0 2009)
Warna larutan Tidak Berwarna
N-deasetilaei (%) 70,0 2.1.4 Bentuk-Bentuk
Kelas viskositas (cps) Kitosan
-Rendah < 200
-Medium 200-799 Kitosan terdiri
-tinggi pelarut organic 800-2000
-sangat tinggi <2000 dari berbagai bentuk
dan kegunaan seperti yang ditunjukkan pada tabel di bawah ini :

Tabel 2.2. Bentuk-bentuk Kitosan

N Bentuk Kitosan Sifat Kitosan


O
1 Serbuk - Dapat diubah kasar menjadi halus
- Mudah dilarutkan
- Kemurnian yang tinggi
2 Film - Transparan
- Mudah melekat pada permukaan
3 Fiber - Kuat, kenyal
- Mudah diuraikan secara biologi
4 Gel - Kekuatan gel yang tinggi
- Mudah dibentuk dengan polianion
5 Manik - Mudah dibuat
- Dapat menyerap logam
- Dapat dilakukan ikatan silang
- Dapat memadatkan enzim
6 Larutan - Sifat kejernihan yang tinggi
- Menghasilkan bentuk garam
- Dapat menyerap logam
7 Pasta - Mudah untuk diformulasikan
- Daya pelembab yang baik

Sumber : Hirano,dkk (1984)

2.2 Silika Gel

Di Indonesia sedang dikembangkan teknik pengolahan sekam padi sebagai


adsorben untuk membantu mengatasi masalah limbah logam berat tersebut.
Sekam padi merupakan limbah agro industri yang melimpah di Indonesia
terutama di pulau Jawa. Abu sekam padi diperoleh melalui pembakaran sekam
padi. Sekam padi sendiri merupakan limbah pertanian yang cukup banyak
dihasilkan yaitu untuk setiap 50 juta ton padi yang diproduksi dihasilkan 13 juta
ton sekam padi per tahun dengan pemanfaatan yang masih sangat minimal. Abu
sekam padi yang berasal dari pembakaran sekam padi menggandung silika kadar
tinggi yaitu 87-97% serta sedikit alkali dan alkali tanah sebagai unsur minor.
Tingginya kandungan silika abu sekam padi ini yang kemudian dapat
dimanfaatkan sebagai bahan baku material berbasis silika seperti silika gel. Silika
gel dapat disintesis melalui proses sol-gel dengan melakukan kondensasi larutan
natrium silikat dalam suasana asam. Silika gel merupakan padatan pendukung
yang banyak digunakan dalam proses adsorpsi karena stabil pada kondisi asam,
non swelling, memiliki karakteristik pertukaran massa yang tinggi, porositas
dan luas permukaan spesifik serta memiliki daya tahan tinggi terhadap panas.
Kelemahan penggunaan silika gel sebagai adsorben adalah rendahnya
efektifitas adsorpsi silika terhadap ion logam, ini disebabkan oleh rendahnya
kemampuan oksigen (silanol dan siloksan) sebagai donor pasangan elektron, yang
berakibat lemahnya ikatan ion logam pada permukaan silika. Berbagai upaya telah
dilakukan untuk memperbaiki kelemahan silika akibat ikatan langsung oksigen
pada silika, antara lain dengan memodifikasi permukaan silika dengan senyawa
organik mengandung ligan yang secara khusus diharapkan berinteraksi dengan
ion logam. Modifikasi silika gel secara kimia atau organofungsionalisasi
dapat dilakukan melalui jalur heterogen. Jalur heterogen (tidak langsung)
terjadi melalui pengikatan langsung agen silan dengan gugus silanol pada silika
gel kemudian diikuti dengan immobilisasi gugus aktif.

Silika memiliki sifat nontoksik dan biokompatibel sehingga banyak


dimanfaatkan dalam berbagai aplikasi. Matrik silika secara kimia stabil, bersifat
hidrofilik, mudah disintesis dan memiliki kekuatan mekanik (Antovska, 2006).
Silika memiliki keuntungan dari segi kemampuan adhesi yang lebih baik pada
banyak subtrat, ketahanan korosi yang tinggi, ketahanan terhadap keretakan dan
sebagainya serta menunjukkan performa yang baik untuk pelapisan, perekatan,
dan lain-lain. Kelemahan penggunaan silika gel adalah rendahnya efektivitas dan
selektivitas permukaan dalam berinteraksi dengan ion logam berat sehingga silika
gel tidak mampu berfungsi sebagai adsorben yang efektif untuk ion logam berat.
Hal ini terjadi karena situs aktif yang ada hanya berupa gugus okso (O-Si-O) atau
hidoksi (-Si-OH). Namun bahan ini belum efektif untuk mengadsorpsi ion
logam. Hal ini dikarenakan atom O yang merupakan situs aktif pada silika gel
berukuran kecil dan memiliki polarisabilitas yang rendah, sehingga interaksi
dengan logam berat yang pada umumnya berukuran besar dan memiliki
polarisabilitas yang tinggi secara teoritis relatif kurang kuat. Oleh karena itu,
perlu adanya modifikasi permukaan silika gel modifikasi dapat dilakukan secara
fisik (impregnasi) dan kimia.

Modifikasi secara kimia itu sendiri terbagi atas dua metode,yakni:


imobilisasi reagen silan dan imobilisasi melalui reaksi homogen (proses sol-
gel). Secara umum, untuk mendapatkan SiO 2 dalam suatu raw material yaitu
dengan cara pemisahan dan dilanjutkan dengan pemurnian dari unsur-unsur
lainnya yang terkandung dalam sampel. Pelarut yang sering digunakan untuk
ekstraksi yaitu natrium hidroksida (NaOH). Untuk mendapatkan hasil yang
lebih baik, kondisi proses ekstraksi merupakan hal penting untuk dilakukan
diantaranya temperatur, konsentrasi pelarut, waktu ekstraksi dan pengadukan.
Kondisi temperatur yang sudah diterapkan pada sekam padi sangat tinggi yaitu
1400-1500C sehingga energi yang dibutuhkan juga besar. Untuk mendapatkan
hasil ekstraksi optimum pada sekam padi, temperatur optimum yang digunakan
110 C, konsentrasi pelarut NaOH 5 M waktu ekstraksi 60 menit dan pengadukan
600 rpm pada kondisi batch. (Soeswanto,2011)

2.3 Hibrid Silika Kitosan (HSK)

Pembuatan (HSK) dari larutan Na2SiO3 diawali dengan pengolahan abu


sekam padi menjadi larutan natrium silikat yang selanjutnya digunakan sebagai
bahan dasar dalam pembuatan hibrida silika kitosan tersebut.Proses pembuatan
dan mekanisme reaksi hibrida silika kitosan merujuk pada penelitian yang telah
dilakukan sebelumnya oleh Simatupang(2007). Pembuatan hibrida silika kitosan
(HSK) dari campuran Na2SiO3 dan kitosan dengan variasi (20:1%) , (20:2%),
(20:3%), dan (20:4%) dilakukan secara sol gel. Hal yang perlu diperhatikan dalam
pembuatan hibrida silika kitosan adalah proses pencucian dilakukan tidak
sempurna maka akan mempengaruhi kristalinitas dari gel yang dihasilkan.
Proses sol-gel adalah pelarutan pada temperature rendah yang merupakan
dasar pada sintesis gelas.Pembentukan matriks silika dicapai dengan hidrolisis
pada suatu alkoksi (biasanya tetrametil orto silikat/ TMOS) diikuti kondensasi
untuk menghasilkan suatu polimer jaringan SiO2 dengan jembatan okso.
Hidrolisis menghasilkan konversi ikatan Si-OR ke Si-OH yang memadat
membentuk suatu polimer berjembatan okso Si-OSi.Reaksi ini terjadi dalam suatu
daerah terlokalisasi menuju pembentukan partikel sol.Derajat pertautan silang
sebagai hasil polikondensasi meningkat dan viskositas sol juga meningkat.
Kekentalan material kemudian mengeras menuju pembentukan suatu gel yang
porous (Brinker dan Scherer, 1990). Proses sol gel dimulai dengan mengasamkan
larutan natrium silikat sampai terbentuk gel karena silika mempunyai kelarutan
yang tinggi pada pH > 10 ( Scott, 1993).
Berdasarkan penelitian Simatupang(2007), pembuatan adsorben silika
imobil kitosan dari limbah sekam padi dan kulit udang dengan berbagai variasi
persentase kitosan 1%, 2%, 3%,4%,5%(b/v) secara sol gel.Pemilihan modifikasi
secara kimia dengan tehik sol gel memiliki kelebihan dibandingkan tehnik lainnya
karena lebih sederhana dan cepat karena reaksi pengikatan berlangsung bersamaan
dengan prosses pembentukan padatan, sehingga ligan yang terimobilisasi lebih
banyak berdasarkan laporan penelitian.Adsorben hybrid amino silica yang dibuat
kemudian dinamakan menjadi HSK (20 ; 1), (20 ; 2), (20 ; 3), (20 ; 4)
dikarakterisasi dengan menggunakan FTIR dan XRD.
Model mekanisme reaksi pembentukan HSK dan pemerangkapan ion
logam Ni dan Cd diperkirakan sebagai berikut:
Ni

Cd

Gambar 2.2. Hibrid Silika Kitosan (Simatupang, 2007)


Secara struktur, HSK memiliki gugus fungsi hidroksil dan amin yang akan
mengikat logam berat untuk membentuk ikatan kompleks koordinasi.

Hal yang perlu diperhatikan dalam pembuatan hibrida silika kitosan adalah
proses pencucian gel dengan aquades. Proses ini bertujuan untuk melarutkan
kotoran terutama garam NaCl yang juga terdapat pada pembentukan gel dan
terperangkap pada gel tersebut. Apabila proses pencucian tidak sempurna maka
akan mempengaruhi kristalinitas dari gel yang dihasilkan.
Karakteristik hibrid silika kitosan yaitu : pada bilangan 1658.78 cm -1
menunjukkan adanya gugus (C=O amida), gugus (C-H SP3 stretching), pita
serapan pada panjang gelombang 3479.58 cm-1 menunjukkan adanya gugus (N-H
bending, O-H stretching).
2.4 Limbah Logam.

Banyak logam baik yang bersifat toksik maupun essensial terlarut dalam
air dan mencemari air tawar maupun air laut. Logam sendiri adalah senyawa
anorganik yang terdapat di alam.Untuk kepentingan biologi, logam dapat dibagi
menjadi tiga kelompok:

a. Logam ringan, yang biasanya diangkut sebagai kation aktif didalam


larutan encer.
b. Logam transisi, diperlukan dalam konsentrasi rendah tetapi dapat
menjadi racun dalam konsentrasi tinggi.
c. Logam berat dan metalloid, umumnya tidak diperlukan dalam
kegiatan metabolisme dan bertindak sebagai racun bagi sel dalam
konsentrasi yang rendah.

Logam berat masih termasuk golongan logam dengan kriteria - kriteria


yang sama dengan logam-logam yang lain. Perbedaan terletak pada dari
pengaruh yang dihasilkan bila logam berat ini masuk atau diberikan ke dalam
tubuh makhlukhidup. Istilah logam berat sebetulnya sudah dipergunakan secara
luas, terutama dalam perpustakaan ilmiah, sebagai unsur yang menggambarkan
bentuk dari logam tertentu.Logam biasanya terdapat pada limbah industri yang
menggunakan logam sebagai bahan bakunya. Jika pencemaran logam terjadi
maka organisme yang terpengaruh akibat penambahan polutan logam ke
perairan adalah organisme dan tumbuhan yang tumbuh di perairan atau habitat
tersebut.

Dalam tubuh makhuk hidup logam mengalami biokonsentrasi dan


bioakumulasi sehingga kadar logam di dalam tubuh mahkuk hidup lebih besar
daripada di lingkungan perairan logam juga mengalami biomagnifikasi
kadarnya semakin meningkat dengan peningkatan posisi organism pada rantai
makanana karena interaksi antar organism dalam suatu ekosistem maka
dampak dari limbah logam tersebut pada akhirnya akan sampai pada hierarki
rantai makanan tingkat tertinggi yaitu manusia. Efek logam berat dapat
berpengaruh langsung hingga terakumulasi pada rantai makanan walaupun
pada konsentrasi yang sangat rendah (Fahmiati, 2004).Logam berat tersebut
dapat ditransfer dalam jangkauan yang sangat jauh sehingga akhirnya
berpengaruh terhadap kesehatan manusia walaupun dalam jangka waktu yang
cukup lama dan jauh dari sumber pencemar. Karakteristik dari kelompok logam
logam berat adalah sebagai berikut: Memiliki spesifikasi grafitasi yang sangat
besar (lebih dari 4),Mempunyai nomor atom 22 - 23 dan 40 - 50 serta unsur
laktanida dan aktinida,juga Mempunyai respon biokimia yang khas (spesifik)
pada organisme hidup. Beberapa logam berat yang dapat mencemari
lingkungan dan bersifat toksik adalah kadmium (Cd), nikel(Ni), Magnesium
(Mg), seng (Zn). (Sudarwin, 2008).

2.4.1 Kadmium (Cd)

Kadmium (Cd) adalah logam putih keperakan, yang dapat ditempa, lunak
dan tahan korosi. Kadmium bersifat tahan panas sehingga sangat baik untuk
campuran pembuatan keramik. Kadmium merupakan logam yang sering
digunakan dalam lempengan elektroda, pengecatan, stabilizer dalam pabrik
plastik dan baterai dan sebagai campuran logam (alloy). Kadmium melebur
pada 3210C dan melarut dengan lambat dalam asam encer dengan melepaskan
hidrogen (disebabkan oleh adanya potensial elektodanya yang negatif)
(Vogel,1984). Kadmium merupakan logam transisi. Oleh karena sifat-sifatnya
kadmium banyak dipakai sebagai stabilizer dalam pembuatan polyvinilclorida.
Dimasa silam kadmium malah digunakan dalam pengobatan syphilis dan
malaria. Kadmium didapat pada limbah berbagai jenis pertambangan logam
yang tercampur kadmium seperti timah hitam, dan seng. Dengan demikian,
kadmium dapat ditemukan di dalam perairan baik di dalam sedimen maupun di
dalam penyediaan air minum (Cooke, 1977).Massa atom logam kadmium
112,411 g/mol, deret kimia logam Cd merupakan logam transisi, rapatan pada
suhu kamar 8,65 g/cm3,massa jenis cair padat titik lebur 7,996 g/cm, titik didih
0
767 C, jari-jari ion divalen 0,92, panas penguapan 99,87 kj/mol,
elektronegativitas 1.69(Pauling scale).

2.4.1.1 Efek toksik


Bagi manusia, kadmium sebenarnya merupakan logam asing. Tubuh sama
sekali tidak memerlukannya dalam proses metabolisme. Karena Cd sangat
beracun bagi manusia dan dapat diabsorpsi tubuh dalam jumlah yang tidak
terbatas, karena tidak adanya mekanisme tubuh yang dapat membatasinya.
Apabila Cd masuk ke dalam tubuh maka sebagian besar akan terkumpul di dalam
ginjal, hati, dan sebagian yang dikeluarkan lewat saluran pencernaan. Kadmium
dapat mempengaruhi otot polos pembuluh darah secara langsung maupun tidak
langsung lewat ginjal. Sebagai akibatnya terjadi kenaikan tekanan darah.

2.4.2. NikeL ( Ni )
Nikel merupakan konduktor panas dan listrik yang cukup baik. Senyawa
nikel umumnya bersifat bivalen, meskipun terdapat pula tingkat valensi lainnya,
Nikel merupakan logam keras, ulet, bisa ditempa, dan berwarna putih keperakan
dengan lambang kimia Ni,Nomor atom 28 Massa atom 58,71 g/mol .Nikel
melebur pada 1453 C dan mendidih 2913 C. Nikel larut perlahan dalam asam
encer namun, seperti besi, menjadi pasif ketika dipaparkan dengan asam nitrat,
Penggunaan utama nikel adalah sebagai bahan pembuat logam paduan. Logam
paduan nikel memiliki karakteristik kuat, tahan panas, serta tahan karat
Kebanyakan nikel di bumi tidak dapat diakses karena berada dalam inti bumi
cairr. Nikel diketahui menyumbang 10% komposisi inti bumi.Jumlah total nikel
yang terlarut dalam laut berada pada kisaran 8 miliar ton. (Eksiklopedi nasional
Indonesia, 1991). Garam-garam Ni(II) yang stabil berasal dari Ni(II) oksida, dan
berwarna hijau yang disebabkan oleh warna dari kompleks heksakuonikelat(II)
[Ni(H2O)6]2+. Nikel(III) oksida, Ni2O3yang hitam kecoklatan juga ada, tetapi
zat ini melarut dalam asam dengan membentuk ion nikel (II).

2.5 Adsorpsi

2.5.1. Defenisi Adsorpsi

Adsorpsi adalah peristiwa penyerapan suatu zat, ion atau molekul yang
melekat pada permukaan, dimana molekul dari suatu materi terkumpul pada bahan
pengadsorpsi atau adsorben. Sifat adsorpsi partikel koloid banyak dimanfaatkan
dalam proses penjernihan air atau pemurnian suatu bahan yang masih
mengandung pengotor, partikel koloid mempunyai permukaan luas sehingga
mempunyai daya serap adsorpsi yang besar. Terjadinya adsorpsi pada permukaan
larutan disebabkan karena adanya kekuatan atau gaya tarik menarik antara atom
atau molekul pada permukaan larutan. Peristiwa penyerapan suatu zat
padapermukaan zat lain disebut adsorpsi, zat yang diserap disebut fase terserap
sedangkan zat yang menyerap disebut adsorben. Peristiwa adsorpsi disebabkan
oleh gaya tarik molekul dipermukaan adsorben.

Menurut (Oscik,1982) adsorpsi adalah proses akumulasi substansi


adsorbat pada permukaan adsorben yang disebabkan oleh gaya tarik antar molekul
atau interaksi kimia atau suatu akibat dari medan gaya pada permukaan padatan
(adsorben) yang menarik molekul-molekul gas/uap atau cairan. Proses ini dapat
terjadi sebagai proses fisika yang melibatkan gaya van der Waals dan ikatan
hidrogen, dan selanjutnya dikenal dengan fisisorpsi atau dapat juga terjadi proses
kimia yang melibatkan pembentukan senyawa kimia melalui ikatan kimia yang
lebih kuat dan dikenal sebagai kemisorpsi.

Adsorpsi kimia melibatkan ikatan koordinasi sebagai hasil penggunaan


bersama pasangan elektron oleh padatan (adsorben) dan adsorbat. Oscik (1982)
mengemukakan bahwa pada adsorpsi fisika ikatan pada permukaan adsorben
lemah dan bersifat reversibel, sehingga molekul-molekul yang telah teradsorp
mudah lepas dengan cara menurunkan tekanan gas atau konsentrasi zat terlarut.

2.5.2. Jenis Adsorpsi

Berdasarkan daya tarik molekul adsorben dengan adsorbat, adsorpsi dibedakan


menjadi dua, yaitu:

a. Adsorpsi fisika

Adsorpsi yang disebabkan oleh gaya Van Der Wall yang ada pada
permukaan adsorben, panas adsorpsinya rendah dan lapisan yang terjadi pada
permukaan adsorben biasanya lebih kecil dari satu molekul.

b. Adsorpsi kimia

Adsorpsi yang terjadi karena adanya reaksi antara zat yang diserap dengan
adsorben panas adsorpsinya tinggi lapisan molekul pada adsorben hanya satu
lapis, terbentuk ikatan kimia. Peristiwa adsorpsi disebabkan oleh daya tarik
molekul di permukaan adsorben. Adsorpsi menurunkan ketidakseimbangan
daya tarik yang terjadi di permukaan (Alberty, 1992).Beberapa gaya yang dapat
menyebabkan terjadinya adsorpsi diantaranya adalah : interaksi non polar Van
der Wall, pembentukan ikatan hidrogen, pertukaran ion dan pembentukan
ikatan kovalen.Adsorpsi fisika sering sekali menunjukkan adsorpsi dari adanya
gaya Van der Wall, terjadi karena adanya gaya adhesi antara zat terlarut dengan
adsorben. Gaya-gaya paling kuat yang ada dalam adsorpsi molekul-molekul
kecil dari larutan cair yaitu pertukaran ion dan ikatan hidrogen. Adsorpsi zat
terlarut oleh adsorben padat cenderung membentuk ikatan hidrogen jika salah
satu mempunyai kelompok ikatan hidrogen sebagai donor dan yang lainnya
sebagai akseptor (Yun dkk., 2001 dan Alberty dkk, 1992).

2.5.3. Faktor Faktor yang Mempengaruhi Adsorpsi

Secara umum, faktor-faktor yang mempengaruhi dari proses adsorpsi

adalah sebagai berikut:

a. Luas permukaan ,

Semakin luas permukaan adsorben, maka makin banyak zat yang


teradsorpsi. Luas permukaan adsorben ditentukan oleh ukuran partikel dan
jumlah dari adsorben.

b. Jenis adsorbat

Peningkatan polarisabilitas adsorbat akan meningkatkan kemampuan


adsorpsi molekul yang mempunyai polarisabilitas yang tinggi (polar) memiliki
kemampuan tarik-menarik terhadap molekul lain dibandingkan molekul yang
tidak dapat membentuk dipol (nonpolar). Peningkatan berat molekul adsorbat
dapat meningkatkan kemampuan adsorpsi. Adsorbat dengan rantai yang
bercabang biasanya lebih mudah diadsorp dibandingkan rantai yang lurus.

c. Konsentrasi adsorbat

Semakin besar konsentrasi adsorbat dalam larutan maka semakin banyak


jumlah substansi yang terkumpul pada permukaan adsorben.

d. Temperatur

Pemanasan atau pengaktifan adsorben akan meningkatkan daya serap


adsorben terhadap adsorbat menyebabkan pori-pori adsorben lebih terbuka.
Pemanasan yang terlalu tinggi menyebabkan rusaknya adsorben sehingga
kemampuan penyerapannya menurun.

Hal yang juga harus diperhatikan antara lain :

1. pH, pH larutan mempengaruhi kelarutan ion logam, aktivitas gugus fungsi pada
biosorben dan kompetisi ion logam dalam proses adsorpsi.

2. Kecepatan pengadukan, menentukan kecepatan waktu kontak adsorben dan


adsorbat. Bila pengadukan terlalu lambat maka proses adsorpsi berlangsung
lambat pula, tetapi bila pengadukan terlalu cepat kemungkinan struktur
adsorben cepat rusak, sehingga proses adsorpsi kurang optimal.

3.Waktu alir,

penentuan waktu kontak yang menghasilkan kapasitas adsorpsi maksimum


terjadi pada waktu kesetimbangan.Waktu kesetimbangan dipengaruhi oleh tipe
biomassa (aktif atau tidak aktif), ion yang terlibat dalam system
biosorpsi,konsentrasi ion logam. Waktu kontak diperlukan untuk mencapai
kesetimbangan adsorpsi dijadikan sebagai penentu kecepatan laju reaksi.

2.5.4 Faktor-faktor yang mempengaruhi interaksi logam dengan adsorben

Lyman dkk. (1995) dalam Sujandi (2002) mengemukakan bahwa gaya


dorong adsorpsi permukaan merupakan kombinasi dua faktor, yaitu afinitas
adsorbat terhadap pelarut dan afinitas adsorbat pada adsorben. Kedua faktor ini
dipengaruhi oleh :

a. Sifat logam dan ligan

Pendekatan sifat-sifat ion logam dan ligan dikembangkan oleh Pearson


(1968) yang menggolongkan akseptor dan donor elektron ke dalam asam dan basa
keras dan lunak. Jika adsorbat berupa kation logam dapat dinyatakan sebagai
asam Lewis dan gugus-gugus fungsional pada adsorben sebagai basa Lewis, maka
pengklasifikasian HSAB (hard soft acid and base) dapat diterapkan pada proses
adsorpsi.

Secara umum, asam keras cenderung lebih stabil berikatan dengan basa
keras, sedangkan asam lunak berikatan stabil dengan basa lunak. Fenomena ini
berhubungan dengan energi orbital dari spesies-spesies tersebut.

b. Sifat Pelarut

Pada adsorpsi padat-cair, mekanisme adsorpsi bergantung pada faktor-


faktor seperti gaya interaksi antara molekul adsorbat dengan permukaan, gaya
interaksi antara molekul pelarut dengan permukaan adsorben, dan gaya interaksi
antara molekul dari komponen larutan dengan lapisan permukaan adsorben dan
pori-porinya (Oscik, 1982). Pelarut dapat ikut teradsorpj atau sebaliknya dapat
mendorong proses adsorpsi.

c. pH sistem

Pengikatan kation logam pada ligan permukaan, seperti halnya pengikatan


kation logam oleh ligan terlarut sangat dipengaruhi oleh pH. Pada pH rendah,
ligan permukaan cenderung terprotonasi, sehingga kation logam juga
berkompetisi dengan H+ untuk terikat pada ligan permukaan. Sebaliknya pada pH
tinggi dimana jumlah ion OH- besar, menyebabkan ligan permukaan cenderung
terdeprotonasi, sehingga pada saat yang sama terjadi kompetisi antara ligan
permukaan dengan ion OH- untuk berikatan dengan kation logam.

2.6. Model Isoterm Langmuir

Model Isoterm Langmuir menggunakan pendekatan kinetika, yaitu


kesetimbangan terjadi apabila kecepatan adsorpsi sama dengan kecepatan
desorpsi. Asumsi yang digunakan pada persamaan dalam Langmuir
adalah:Permukaan adsorben bersifat homogen, sehingga energi adsorpsi konstan
pada seluruh bagian, Tiap atom teradsorpsi pada lokasi tertentu di permukaan
adsorben dan Tiap bagian permukaan hanya dapat menampung satu molekul atau
atom (Sembodo, 2006).

Persamaan Langmuir dapat ditulis sebagai berikut:

x a .b . c
=
m 1+b . c

dimana:

a.b = tetapan empiris yang tergantung pada sifat dari jenis adsorben

serta suhu.

c = jumlah zat terlarut yang teradsorpsi per satuan massa adsorben

x/m = jumlah zat terlarut yang teradsorpsi persatuan massa adsorben

c 1 c
= +
x /m a .b a

Dan apabila dialurkan c (x/m) terhadap c akan dihasilkan kurva berupa


garis lurus dengan kemiringan 1/a dan titik perpotongan dengan ordinat 1/ab.

2.7 Metode Ekstraksi Fase Padat

Ekstraksi fasa padat atau Solid Phase Extraction merupakan metode


ekstraksi yang berkembang saat ini dengan menggunakan kolom yang berbasis
kromatografi. Jika dibandingkan dengan ekstraksi cair-cair, ekstraksi fase padat
yang biasa disebut Solid Phase Extraction merupakan teknik yang relatif baru
akan tetapi SPE cepat berkembang sebagai alat yang utama untuk pra-perlakuan
sampel atau untuk clean-up sampel-sampel yang kotor, misal sampel sampel yang
mempunyai kandungan matriks yang tinggi seperti garam-garam, protein, polimer,
resin, dll.

Keunggulan Ekstraksi Fase Padat atau Solid Phase Extraction dibandingkan


dengan ekstraksi cair-cair adalah:
1. Proses ekstraksi lebih sempurna.
2. Pemisahan analit dari penganggu yang mungkin ada menjadi lebih efisien.
3. Mengurangi pelarut organik yang digunakan.
4. Fraksi analit yang diperoleh lebih mudah dikumpulkan.
5. Mampu menghilangkan partikulat.
6. Lebih mudah diotomatisasi.

Proses ekstraksi fase padat terbagi menjadi empat tahap, yaitu :


1.Preparasi/pemilihan kolom EFP.
Kolom EFP terbagi beberapa jenis baik itu kolom secara manual atau
kolom yang menggunakan siste vakum, yang dapat diaplikasikan untuk diatur laju
aliran sampel yang dianalisa.
2. Kondisioning Kolom EFP
Dalam proses ini, terdapat berbagai kondisioning kolom EFP. Hal ini
berakaitan dengan tipe-tipe fase yang terjadi. Fase terbalik (reserved phase)
biasanya menggunakan pelarut organic yang larut air seperti methanol dan
dilanjutkan dengan air (aquades) atau larutan buffer. Fase normal dikondisioning
dengan pelrut sampel atau non polar. Sedangkan kondisioning fase pertukaran ion
menggunakan air bebas ion atau buffer.
1. Larutan sampel dimasukkan ke kolom EFP
Laju aliran (loading) larutan sampel ke dalam EFP dapat secara akurat
dilakukan seacra perlahan-lahan sesuai volume cartridge dengan
menggunakan pipet atau mikropipet sampai dengan volume sampel yang
diinginkan untuk dianalisa.
2. Pencucian kolom EFP
Apabila komponen yang diinginkan tertahan pada adsorben yang terdapat
di kolom EFP, kemudian dilakukan pencucian untuk menghilangkan
komponen-komponen yang tidak diinginkan. Pelarut yang digunakan
air(aquades), atau pelarut lain yang tidak menyebabkan komponen yang
diinginkan teresbut larut (berpindah). Umumnya pelarut yang digunakan
mencuci tidak melebihi volume kolom, sekitar 5-10 mL per kolom EFP.

Karena SPE merupakan proses pemisahan yang efisien maka untuk


memperoleh recovery yang tinggi (>99%) pada SPE lebih mudah dari pada
ekstraksi cair-cair. Dengan ekstraksi cair-cair diperlukan ekstraksi beberapa kali
untuk memperoleh recovery yang tinggi, sedangkan dengan SPE hanya
dibutuhkan satu tahap saja untuk memperolehnya. Sementara itu kerugian SPE
adalah banyaknya jenis cartridge (berisi penyerap tertentu) yang beredar di
pasaran sehingga reproduksibilitas hasil bervariasi jika menggunakan cartridge
yang berbeda dan juga adanya adsorpsi yang bolak-balik pada cartridge SPE.

Ada dua strategi untuk melakukan penyiapan sampel menggunakan SPE


ini. Strategi pertama adalah dengan memilih pelarut yang mampu menahan secara
total analit yang dituju pada penyerap yang digunakan, sementara senyawa
senyawa yang mengganggu akan terelusi. Analit yang dituju yang tertahan pada
penyerap ini selanjutnya dielusi dengan sejumlah kecil pelarut organik yang akan
mengambil analit yang tertahan ini dan bermanfaat jika analit yang dituju
berkadar rendah. strategi kedua adalah dengan mengusahakan supaya analit yang
tertuju keluar (terelusi), sementara senyawa pengganggu tertahan pada penyerap
yang dipakai .

2.8. Spektroskopi Serapan Atom (SSA)

Spektrokopi Serapan Atom (SSA) merupakan bentuk spektroskopi serapan


yang umum digunakan untuk menganalisis konsentrasi berbagai macam unsur
logam dalam matiks kompleks. Spektroskopi ini didasarkan pada jumlah radiasi
elektromagnetik dilewatkan melalui sistem yang mengandung atom-atom bebas
tersebut. Analisis kuantitatif logam dengan metode SSA didasarkan pada fakta
yang mana bahwa atom atom suatu unsur pada keadaan dasar (ground state)
dapat menyerap energi radiasi dengan panjang gelombang tertentu tergantung
pada sifat unsurnya, dimana jumlah energi yang diserap sebanding dengan jumlah
atom yang menyerap energi tersebut (Haswel, 1991).
Gambar 2.3. Spektrokopi Serapan Atom (SSA)

SSA juga merupakan teknik analisa yang banyak digunakan untuk


menentukan kadar unsur-unsur logam dalam sampel penelitian. Teknik ini sangat
tepat untuk menganalisis unsur-unsur pada logam dalam sampel penelitian pada
konsentrasi yang rendah dan tidak banyak memerlukan perlakuan pendahuluan.
Prinsip penentuan metode ini didasarkan pada penyerapan energi radiasi oleh
atom-atom netral pada keadaan dasar, dengan panjang gelombang tertentu yang
menyebabkan tereksitasinya dalam berbagai tingkat energi. Keuntungan
penggunaan SSA adalah analisanya peka, teliti, cepat dan pengerjaannya relatif
sederhana, dengan tidak diperlakukannya proses-proses pemisahan dan logam
yang dianalisa terhadap logam lain yang ada dalam larutan.Pemilihan panjang
gelombang maksimum ( maksimum) yang tepat, pengaturan nyala yang
optimum, serta penggunaannya sumber radiasi dari unsur tertentu akan diperoleh
hasil dengan selektivitas yang tinggi. Dengan membandingkan absorban larutan
sampel dengan absorban larutan standart pada kurva kalibrasi dari larutan standart
yang berada garis lurus (Suharta, 2005). Persamaan dari regresi linier yaitu :

y = bx + a
dimana :
y = absorban
x = konsentrasi
Dasar suatu pengukuran SSA dalam menentukan konsentrasi suatu larutan
sampel adalah dengan mengukur intensitas radiasi yang diteruskan (transmitan)
atau mengukur intensitas radiasi yang diserap (absorban) pada panjang gelombang
tertentu. Hubungan antara absorban dan konsentrasi dikemukakan oleh Lambert
Beer dengan rumus sebagai berikut:

A = log I0/It = log I/T = a.b.c

dimana:

A = absorban

I0 = intensitas cahaya yang masuk

It = intensitas cahaya yang keluar

a = absortivitas

b = tebal medium pengadsorpsi

2.9. Hipotesis
Hipotesis Penelitian
Berdasarkan latar belakang masalah dan tujuan penelitian yang
dikemukakan dalam penelitian ini maka hipotesis dalam penelitian ini adalah :
H0 =Tidak ada pengaruh waktu alir terhadap efektifitas dan selektifitas adsorben
hibrid silika kitosan pada simultan ion logam Ni(II) dan Cd(II) dengan
metode ekstraksi fase padat.
Ha = Ada pengaruh waktu alir terhadap efektifitas dan selektifitas adsorben hibrid
silika kitosan pada simultan ion logam Ni(II) dan Cd(II) dengan metode
ekstraksi fase padat.
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Jurusan Kimia FMIPA


Universitas Negeri Medan, Jln. Williem Iskandar Pasar V Medan Estate.Lokasi
penelitian ini telah ditetapkan karena telah menggunakan alat-alat dan bahan-
bahan yang telah di sediakan di dalam laboratorium. Pengukuran secara SSA
dilakukan di Balai Riset dan Standarisasi Nasional, Jalan Sisingamangaraja,
Medan.Penelitian inidilakukan selama 4 (empat) bulan yang di mulai dari bulan
April 2014 hingga Agustus 2014.

3.2.Alat dan Bahan


Peralatan-peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
oven,furnace, ayakan ukuran 200 mesh, hotplate dan stirer,alat penggerus
(lumpang dan mortar), desikator, Kolom EFP, peralatan gelas, sudip, peralatan
plastik, peralatan analisis yaitu SSA.
Bahan-bahan kimia yang dilakukan dalam penelitian ini adalah adsorben
hibrid silika kitosan, HCl 6M, HCl 3M,NaOH 3,5%, NaOH 60%, akuabides,
akuades, metanol 70%, larutan multilogam Ni(NO3)2.6H2O, Cd(NO3)2.6H2O.

3.4 Prosedur Penelitian


Prosedur yang dilakukan pada penelitian ini meliputi penyiapan kolom
adsorpsi yaitu kolom Ekstraksi Fase Padat (EFP) dan kedua filter yang ada di
dalam kolom, dilanjutkan dengan loading sampel.
3.3.1. Preparasi Natrium Silika Dari Sekam Padi
Proses pembuatan larutan natrium silika diawali dengan penyiapan bahan
dasar yaitu sekam padi. Sekam padi dibersihkan dan dikeringkan, kemudian
difurnace pada suhu 7000C selama 3 jam. Sekam padi yang sudah menjadi abu
sekam padi kemudian digerus, dan diayak pada ayakan 200 mesh. Selanjutnya abu
sekam padi sebanyak 20,003 gram direaksikan dengan HCl 6M sebanyak 120 mL,
dan disaring hingga pH netral. Endapan yang diperoleh dioven pada suhu
1200Cselama 2 jam. Endapan ditimbang, dilebur dengan NaOH dan diuapkan
hingga mengental. Selanjutnya difurnace selama 30 menit pada suhu 5000C, dan
ditambahkan dengan aquades sebanyak 200 mL, kemudian didiamkan semalaman.
Larutan yang terbentuk disaring. Larutan ini dinamakan larutan natrium silika.
(Simatupang,2011)

3.3.2. Preparasi Kitosan dari Kulit Udang


Pada tahap persiapan, limbah kulit udang dicuci dengan air lalu
dikeringkan di dalam oven dengan temperatur 65oC selama 4 jam. Setelah kering,
kulit udang dihancurkan di dalam blender hingga halus. Selanjutnya adalah tahap
demineralisasi. Serbuk hasil blender kulit udang bersih yang diperoleh
diperlakukan dengan HCl 1 N; 1: 5 (w/v), lalu diaduk selama 3-4 jam pada suhu
65oC untuk menghilangkan mineral-mineral. Kemudian dilakukan penyaringan
dan pencucian sampai netral lalu dikeringkan dalam oven pada suhu 65oC.
Selanjutnya dilakukan tahapan deproteinasi dengan 3,5 % NaOH; 1 : 10
(w/v) selama 45 jam pada suhu 65oC sambil diaduk. Lalu disaring dan dicuci
dengan air sampai netral. Kemudian dilakukan tahapan deasetilase. Kitin yang
diperoleh dari hasil isolasi tersebut direfluks (deasetilasi) dengan 50 % NaOH; 1 :
10 (w/v) sambil diaduk pada suhu 100oC selama 4 jam. Lalu didinginkan dan
dicuci dengan air sampai netral.Lalu dikeringkan dalam oven pada suhu 65-70oC.
Produk akhir dari tahapan di atas disebut kitosan.(Simatupang,2011)

3.3.3. Pembuatan Hibrid Silika Kitosan Melalui Proses Sol - Gel


Proses sintesis hibrid silika kitosan (HSK) diawali dengan penyiapan
bahan larutan natrium silikat sebanyak 20 mL dan kitosan sebanyak 0,4 gram
(4%). Berdasarkan penelitan Simatupang (2013), menunjukkan bahwa hasil
karakterisasi optimum adsorbsi kitosan adalah 4% didasarkan padaluas area
163,171m2/g secara SAA (Surface Area Analyser) yang dimiliki paling besar
sehingga kemampuan untuk menyerap lebih baik.

Kitosan 4 % dilarutkan dalam asetat 2% sebanyak 10 mL (Sri, 2013). Pada


pembuatan hibrid silika kitosan natrium silikat dicampurkan secara perlahan ke
dalam kitosan dalam asetat 2% sambil ditetesi HCl 3M secara perlahan, hal ini
bertujuan untuk pembentukan gel hingga pH larutan netral. Larutan yang
terbentuk didiamkan semalaman, kemudian dicuci dengan aquades, dioven hingga
kering pada suhu700C. Hibrid silika kitosan yang telah kering digerus kemudian
diayak 200 mesh.

3.3.4. Preparasi Kolom EFP dan Loading Sampel

Kolom dan filter dibersihkan terlebih dahulu dengan menggunakan


akuabides sehingga bersih dan kering.Setelah itu dilakukan proses kondisioning
kolom yaitu sebanyak 0,5 gram hibrid silika kitosan ditempatkan ke dalam botol
plastik dan ditambahkan 5 mL metanol 70% kemudian dihomogenkan. Setelah
homogen adsorben dimasukkan ke dalam kolom EFP sampai kondisi yang sesuai
menempati kolom dan homogen.

Adapun kolom EFP dapat terlihat pada gambar berikut:


Gambar 3.1. Gambar Kolom EFP (Simatupang, 2011)

Selanjutnya proses loading sampel, larutan logam


Ni(NO3)2.6H2O,Cd(NO3)2.6H2Odimasukkan ke dalam kolom EFP dengan
melakukan variasi waktu alir (20menit, 40menit, 60menit, 80menit, 100menit).
Larutan multilogam dialirkan.Hasil larutan yang mengalir dari tiap-tiap perlakuan
ditampunguntuk dianalisis dengan metode Spektroskopi Serapan Atom (SSA).

Bagan Prosedur Kerja Pengaruh Waktu Alir Terhadap Efektifitas dan


Selektifitas Adsorben Hibrid Silika Kitosan Pada Simultan Ion Logam Ni(II) dan
Cd(II) dengan Metode Ekstraksi Fase Padat (EFP).
-
Kolom dan filter EFP (ukuran panjang 30cm ditambah 5 mL0,5g adsorben dalam gelas plastik
metanol
dan diameter 1,5inchi) -dihomogenkan
-dimasukkan dalam
Kolom (homogen)
-dibersihkan dengan akuabides

Kolom dan filter EFP bersih


-kondisioning kolom

Kolom berisi adsorben

-dimasukkan larutan sampel [Ni(NO3)2].6H2O dan Cd[NO3)2].6H2O

masing-masing sebanyak 10 mL, dengan variasi waktu alir20, 40,60,80,


dan 100 (menit) pada konsentrasi 200 ppm ekstrak ditampung

Ekstrak tiap tahap dianalisis


dengan SSA(Spektroskopi
Serapan Atom)

Gambar 3.2.Bagan Prosedur Kerja Pengaruh Waktu Alir Terhadap Efektifitas dan
Selektifitas Adsorben Hibrid Silika Kitosan Pada Simultan Ion
Logam Ni(II) dan Cd(II) dengan Metode Ekstraksi Fase Padat (EFP).
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

Dalam bab ini disajikan hasil penelitian yang telah dilakukan dan
pembahasannya tentang pembuatan adsorben hibrid silika kitosan serta bagaimana
efektifitas dan selektifitas adsorben hibrid silika kitosan untuk menyerap logam
Ni(II) dan Cd(II) secara simultan dengan menggunakan metode Ekstraksi Fase
Padat (EFP) dan Spektroskopi Serapan Atom (SSA).

4.1. Hibrid Silika Kitosan Melalui Proses Sol - Gel

Proses sintesis hibrid silika kitosan (HSK) diawali dengan penyiapan


bahan larutan natrium silikat sebanyak 20 mL dan kitosan sebanyak 0,4 gram
(4%). Berdasarkan penelitan Simatupang(2013), menunjukkan bahwa hasil
karakterisasi optimum adsorbsi kitosan adalah 4% didasarkan pada luas area
163,171m2/g secara SAA (Surface Area Analyser) yang dimiliki paling besar
sehingga kemampuan untuk menyerap lebih baik.

Kitosan 4 % dilarutkan dalam asetat 2% sebanyak 10 mL (Sri, 2013). Pada


pembuatan hibrid silika kitosan natrium silikat dicampurkan secara perlahan ke
dalam kitosan dalam asetat 2% sambil ditetesi HCl 3M secara perlahan, hal ini
bertujuan untuk pembentukan gel hingga pH larutan netral. Larutan yang
terbentuk didiamkan semalaman, kemudian dicuci dengan aquades, dioven hingga
kering pada suhu700C. Hibrid silika kitosan yang telah kering digerus kemudian
diayak 200 mesh.

4.2.Penentuan Daya Serap Adsorben Hibrid Silika Kitosan Terhadap Logam


Simultan Ni(II) dan CdII) dengan Metode Ekstraksi Fase Padat (EFP)

Proses adsorpsi dilakukan dengan menggunakan sistem kolom mini dimana


campuan kedua logam Ni(II) dan Cd(II) secara bersamaan kemudian
diinteraksikan dengan adsorben Hibrid Silika Kitosan. Terlebih dahulu dilakukan
kondisioning kolom, dengan berat adsorben sebanyak 0,5 gram. Berat adsorben
0,25-0,75 gram merupakan berat adsorben yang memungkinkan adsorben dapat
menyerap dengan baik. Sedangkan jika berat adsorben melebihi 0,25-0,75 gram
maka daya adsorpsi adsorben akan mengalami penurunan (Sihombing, 2011).
Sampel yang merupakan campuran logam Ni(II) dan Cd(II) masing-masing
sebanyak 10 mL pertahapan dimasukkan ke dalam kolom dengan variasi waktu
alir 20 menit, 40 menit, 60 menit, 80 menit, 100 menit. Berdasarkan faktor-faktor
yang mempengaruhi proses adsorpsi, waktu alir merupakan faktor yang sangat
mempengaruhi dimana kesetimbangan adsorpsi ion logam tercapai setelah lebih
kurang 1 jam sehingga situs aktif adsorben sudah jenuh dengan molekul adsorbat
dan kenaikan konsentrasi adsorbat relatif tidak meningkatkan jumlah logam yang
teradsorpsi (Emma, 2010). Ekstrak yang telah diperoleh ditampung, kemudian
dianalisis dengan SSA.

4.3. Kurva Kalibrasi


Kurva kalibrasi diperoleh dari hasil pengukuran larutan standar yang
mengandung ion logam Ni(II) dan Cd(II) dengan mengukur absorbansinya pada
panjang gelombang 232,0 nm untuk logam Ni(II) dan 228,8 nm untuk logam
Cd(II) dan pada konsentrasi 0.2000 ppm, 0,4000 ppm, 0,6000 ppm, 0,8000 ppm,
dan 1,0000 ppmdengan menggunakan spektrofotometer serapan atom.

Kurva kalibrasi untuk logam Ni(II) ditunjukkan pada gambar 4.1 berikut :

Gambar 4.1. Kurva Kalibrasi Logam Ni(II)

Persamaan regresi Ni(II) yaitu absorbansi = 0.098750Conc + 0.0011700


dengan nilai r = 0.9995 merupakan garis linear, maka persamaan tersebut dapat
digunakan untuk menentukan konsentrasi sampel Ni(II) berdasarkan harga
absorbansinya.Kurva kalibrasi menunjukkan hubungan antara absorbansi dan
konsentrasi baku sehingga diperoleh persamaan regresi linier. Persamaan regresi
ini dipakai untuk menghitung kadar dalam sampel (Rohman, 2007). Nilai
absorbansi maksimum yaitu 0,0997 pada konsentrasi 1.0000 ppm.
Kurva kalibrasi untuk logam Cd(II) ditunjukkan pada gambar 4.2 berikut :

Gambar 4.2. Kurva Kalibrasi Logam Cd(II)


Persamaan regresi Cd(II) yaitu absorbansi = 0.41825Conc + 0.00679
dengan nilai r = 0.9999 merupakan garis linear, maka persamaan tersebut dapat
digunakan untuk menentukan konsentrasi sampel Cd(II) berdasarkan harga
absorbansinya.Berdasarkan kurva kalibrasi diperoleh harga absorbansi maksimum
yaitu 0,4225 pada konsetrasi 1.0000 ppm.

4.4. Pengukuran Sampel Ni(II) Secara SSA


Untuk menentukan dan mengetahui daya adsorpsi hibrid silika kitosan
dalam mengatasi logam berat Ni(II), terlebih dahulu harus mengetahui hasil
pengukuran pada SSA yaitu:

Tabel 4.1. Hasil Pengukuran Logam Ni(II) Secara SSA

Ni(II) Waktu Alir Konsentrasi Absorbansi Actual


(menit) Konsentrasi(ppm)
20 0.1522 0.0162 152.2025
40 1.2145 0.1211 145.7377
60 2.7142 0.2692 135.7114
80 4.9269 0.4877 147.8066
100 6.2454 0.6179 156.1342

Tabel 4.1 di atas menjelaskan bahwa konsentrasi, absorbansi, dan aktual


konsentrasi pada waktu 60 menit berada pada nilai yang terkecil untuk actual
konsentrasi dibandingkan pada waktu alir pada 20, 40, 80, dan 100 menit. Aktual
konsentrasi pada waktu 60 menit akan mempengaruhi jumlah logam yang
teradsorp, nilai aktual konsentrasi merupakan nilai yang terkecil, sedangkan
jumlah logam yang teradsorp menempati jumlah tertinggi. Data selengkapnya
tentang hasil kajian adsorpsi menggunakan teknik kolom EFP dapat terlihat pada
Tabel 4.2 berikut ini:

Tabel 4.2. Hasil Kajian Adsorpsi Menggunakan Teknik Kolom EFP Terhadap
Logam Ni(II).

Waktu Cawal Ckesetimbangan Jumlah logam teradsorp C/m


Kontak mg/L mol/L mg/L mol/L mg/L mol/L(m)
(C)
20 menit 193.8869 33.0289 152.2025 25.9284 41.6844 7.1012 3.6512
40 menit 193.8869 33.0289 145.7377 24.8262 48.1492 8.2025 3.0266
60 menit 193.8869 33.0289 135.7114 23.1192 58.1755 9.9106 2.3327
80 menit 193.8869 33.0289 147.8066 25.1788 46.0803 7.8501 3.2074
100 menit 193.8869 33.0289 156.1342 26.5979 37.7527 6.4314 4.1356

Dari Tabel 4.2 menunjukkan bahwa waktu alir sebanding dengan jumlah logam
yang teradsorp, yaitu seiring bertambahnya waktu alir semakin banyak jumlah
logam yang teardsorp, tetapi mengalami titik yang maksimal pada waktu 60
menit. Pada waktu alir 20 menit dan 100 menit jumlah logam Ni yang teradsorp
semakin kecil, dan jumlah logam Ni yang paling sedikit teradsorp berada pada
waktu alir 100 menit.

4.5. Pengukuran Sampel Cd(II) Secara SSA


Hasil pengukuran yang menunjukkan nilai absorbansi dan aktual konsentrasi pada
logam Cd(II) dengan variasi waktu alir 20, 40, 60, 80, dan 100 menit dapat terlihat
pada Tabel 4.3 di bawah ini :

Tabel 4.3. Hasil pengukuran logam Cd(II) secara SSA

WaktuKontak Konsentrasi Absorbansi Actual Konsentrasi


(menit)
20 3.9340 1.6522 177.0316
40 2.5497 1.0732 152.9817
60 1.3839 0.5856 138.3885
80 4.3056 1.8076 172.2273
100 4.5471 1.9086 181.8826

Dari Tabel 4.3 di atas menjelaskan bahwa nilai konsentrasi dan absorbansi
serta aktual konsentrasi berbanding lurus, semakin tinggi konsentrasi semakin
tinggi nilai absorbansi demikian juga nilai aktual konsentrasi.

Berdasarkan nilai aktual konsentrasi yang diperoleh dari hasil pengukuran


SSA dapat dikaji jumlah logam Cd yang teradsorp pada masing-masing waktu alir.
Data hasil kajian adsorpsi disajikan pada Tabel 4.4 berikut ini :

Tabel 4.4. Hasil Kajian Adsorpsi Menggunakan Teknik Kolom EFP Terhadap
Logam Cd(II).
Waktu Cawal Ckesetimbangan Jumlah logam C/m
Kontak teradsorp
mg/L mol/L mg/L mol/L mg/L mol/L(m)
(C)
20 menit 188.1277 177.0316 15.7501 11.0961 0.9872 15.954
16.7373 3
40 menit 188.1277 152.9817 13.6104 35.146 3.1269 4.3526
16.7373
60 menit 188.1277 138.3885 12.3121 49.7392 4.4252 2.7822
16.7373
80 menit 188.1277 172.2273 15.3227 15.9004 1.4146 10.831
16.7373 8
100 menit 188.1277 181.8826 16.1817 6.2451 0.5556 29.124
16.7373 7
Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa penambahan waktu alir
berpengaruh terhadap jumlah logam Cd yang teradsorp. Jumlah logam yang
teardsorp pada alir 20 menit adalah 11,0961 mg/L, sedangkan dengan
penambahan waktu alir 20 menit atau pada waktu alir 40 menit hasil jumlah
logam yang teradsorp meningkat hingga lebih dari 100% yaitu 35,146 mg/L.
Jumlah logam yang teradsorp pada waktu 60 menit merupakan jumlah yang
paling besar dibandingkan dari semua waktu alir, penambahan waktu alir
berikutnya pada menit ke 80 jumlah logam yang teradsorp semakin kecil, dan
pada waktu 100 menit jumlah logam Cd yang teradsorp semakin sedikit. Dari data
di atas dapat dilihat bahwa pada waktu 60 menit merupakan waktu alir yang
optimum untuk menyerap logam Cd, semakin tinggi waktu alir yang digunakan
tidak meningkatkan jumlah logam yang teradsorp.

Pada waktu alir 60 menit merupakan waktu dimana kesetimbangan


adsorpsi ion logam tercapai. Hal ini disebabkan situs aktif sudah jenuh dengan
molekul adsorbat dan kenaikan konsentrasi adsorbat relatif tidak meningkatkan
jumlah logam yang teardsorpsi (Lisnawaty, 2007).

Data dari jumlah logam Ni(II) dan Cd(II) yang teradsorp bila disajikan
dalam bentuk grafik garis, akan tampak seperti gambar 4.3 berikut ini :
12

10 10

8
8
8

Jumlah ion logam teradsorp (mol/L 6


Ni(II)
Cd(II)

4.45

3.13

1.41
0.99
0.56

0
0 20 40 60 80 100 120

Waktu Alir (Menit)


Gambar 4.3. Grafik Waktu Alir versus Ion logam yang Teradsorp (mol/L).

Grafik di atas menjelaskan bahwa dengan metode ekstraksi fase padat dan
pengukuran secara SSA logam Ni lebih banyak teradsorp dibandingkan dengan
logam Cd. Proses adsorpsi yang dilakukan merupakan sistem simultan logam,
sehingga pada saat interaksi akan terjadi kompetisi diantara ion logam divalen
tersebut untuk menempati situs aktif pada adsorben (Simatupang, 2007).

Berdasarkan hasil perhitungan kajian adsorpsi menggunakan teknik kolom


EFP terhadap logam Ni(II) terlihat bahwa pada waktu 20 menit (7,1012 mol/L) dan
40 menit (8,2025mol/L), jumlah logam yang teradsorp semakin kecil, halnya
pada waktu 80 menit (7,8501mol/L) dan 100 menit (6,4314mol/). Sedangkan
jumlah logam teradsorp yang paling banyak berada pada waktu 60 menit yaitu
(9,9106 mol/L) pada waktu alir 60 menit merupakan waktu penyerapan logam
yang optimum. Hasil perhitungan kajian adsorpsi menggunakan teknik kolom
EFP terhadap logam Cd(II) terlihat bahwa pada waktu 20 menit (0,9872 mol/L)
dan 40 menit (3,1269mol/L) jumlah logam yang teradsorp semakin kecil, sama
halnya pada waktu 80 menit (1,4146mol/L) dan pada 100 menit (0,556mol/L).
Jumlah logam teradsorp yang paling banyak berada pada waktu 60 menit yaitu
(4,4252mol/L) pada waktu alir 60 menit merupakan waktu penyerapan logam
yang optimum. Dari hasil pengukuran pada waktu optimum yaitu 60 menit logam
Ni lebih banyak teradsorp dibandingkan dengan logam Cd dan memiliki selisih
5,4854 mol/L. Waktu optimum tercapai bilamana peningkatan logam yang
teradsorpsi mencapai titik maksimalnya, sehingga penambahan waktu alir tidak
akan memberikan perubahan yang signifikan terhadap logam yang teradsorp (Sri,
2010)

Berdasarkan faktor-faktor yang mempengaruhi proses adsorpsi seperti


konsentrasi adsorbat, pH dan waktu alir merupakan faktor yang sangat
mempengaruhi dimana kesetimbangan adsorpsi ion logam tercapai setelah 1 jam
sehingga situs aktif adsorben sudah jenuh dengan molekul adsorbat dan kenaikan
konsentrasi adsorbat relatif tidak meningkatkan jumlah logam yang teradsorpsi
(Simatupang,2007). Merujuk dari penelitian (Boston,2014) tentang Optimalisasi
pH Untuk Meningkatkan Efektivitas dan Selektivitas Adsorben Hibrid Silika
Kitosan Pada Simultan Ion Logam Divalent Zn(II) dan Cd(II) Dengan Metode
Ekstraksi Fase Padat adalah memproleh pH Optimum dari Hibrid Silika Kitosan
adalah pada pH 6 dengan konsentrasi adsorbat 200ppm.

Berdasarkan prinsip Hard Soft Acid and Bases (HSAB) yang


dikembangkan Pearson bahwa kelompok asam-asam keras akan menyenangi
kelompok basa-basa keras, sedangkan kelompok asam-asam lunak akan
menyenangi basa-basa lunak. Gugus yang paling berperan dalam proses adsorpsi
adalah gugus silanol (Si-OH) yang merupakan situs basa keras. Menurut Martell
dan Hancock (1996) ukuran jari-jari kompleks [Ni(H2O)6]2+ yaitu 2,06 ,
sedangkan [Cd(H2O)6]2+ yaitu 2,30 (Scott, 1993). Dengan demikian jelaslah
bahwa jari-jari kompleks akua oktahedral [Ni(H2O)6]2+ < [Cd(H2O)6]2+, dimana
Ni(II) adalah merupakan asam menengah dan Cd(II) adalah asam lunak. Dari hasil
penelitian sebelumnya, telah dilakukan penggunaan adsorben hibrid amino silika
dengan sistem batch pada waktu alir 60 menit dan pada variasi konsentrasi 5, 10,
20, 50, 100, 200, 300, dan 400 mg/L. Pada konsentrasi 200 mg/L dan pada waktu
alir 60 menit diperoleh hasil daya serap hibrid amino silika terrhadap ion logam
Ni(II) dan Cd(II) sebanyak 21,575 mg/L dan 3,769 mg/L (Simatupang,2007).
Sedangkan hasil penelitian menggunakan adsorben hibrid silika kitosan dengan
sistem kolom pada waktu alir 60 menit dan konsentrasi 200 mg/L diperoleh
jumlah logam yang teradsorp yaitu 58.1755mg/L untuk logam Ni(II) dan
sebanyak 49.7392 mg/L untuk logam Cd(II) . Dapat disimpulkan bahwa adsorben
hibrid silika kitosan dengan sistem kolom lebih efektif dibandingkan dengan
adsorben hibrid amino silika untuk menyerap ion logam Ni(II) dan Cd(II).
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 KESIMPULAN

Setelah melakukan pengumpulan data dan pembahasan dari hasil


penelitian ini maka dapat dikemukakan kesimpulan sebagai berikut :

1. Berdasarkan variasi waktu alir diperoleh penyerapan adsorben hibrid silika


kitosan yang optimum berada pada waktu alir 60 menit, dengan pH
Optimum adalah pH 6 (Boston,2014) dan jumlah adsorben hibrid silika
kitosan yang digunakan adalah 0,5 gram.
2. Pada waktu alir 60 menit, jumlah ion logam Ni(II) teradsorp adalah
sebesar 9,9106 mol/L dan jumlah ion logam Cd(II) adalah sebesar 4,4252
mol/L.
3. Adsorben hibrid silika kitosan dengan menggunakan metode ekstraksi fase
padat efektif untuk menyerap ion logam seperti Ni(II) dengan tingkat
persentase 30% dan Cd(II) 26,4%.
4. Adsorben hibrid silika kitosan efektif digunakan pada kolom berdiameter
1,5 inchi dan panjang 30cm dengan metode ekstraksi fase padat

5.2 SARAN

1. Pada saat pembuatan adsorben hibrid silika kitosan larutan yang terbentuk tidak
boleh terlalu gel.

2. Kolom yang digunakan pada saat ekstraksi sebaiknya merupakan kolom yang
khusus untuk ekstraksi, agar hasil yang diperoleh maksimal.

3. Ukuran filter/penahan yang digunakan dalam kolom tidak boleh terlalu besar
atau terlalu kecil, jika filter yang digunakan adalah kapas maka sebaiknya
kapas ditimbang terlebih dahulu agar filter yang digunakan seragam (jika
kolom lebih dari 1).
4. Perlu dilakukan penelitian menggunakan adsorben hibrid silika kitosan dengan
perbandingan 20:1, 20:2, dan 20:3 menggunakan variasi pH dan jumlah
adsorben.
DAFTAR PUSTAKA

Agustina, Sri., (2013). Pembuatan Kitosan Dari Cangkang Udang Dan


Aplikasinya Sebagai Adsorben Untuk Menurunkan Kadar Logam Cu.
Seminar Nasional FMIPA 2013, IKIP Mataram.
Airoldi, C., dan Arakaki, L.N.N., 2001, Immobilization of Ethylenesulfide on
Silica Surface Through Sol-Gel Process and Some Thermodynamic Data of
Divalent Cation Interaction, Polyhedron, 20, 929-936.

Atkins, PW., (1990), Kimia Fisika edisi ke IV, Erlangga, Jakarta


Bhatia, R.B., and C.J. Brinker, 2000,Chem.Mater., 12, 2434 2441.
Boston, (2014). Optimalisasi pH Untuk Meningkatkan Efektivitas dan Selektivitas
Adsorben Hibrid Silika Kitosan Pada Simultan Ion Logam Divalent Zn(II)
dan Cd(II) Dengan Metode Ekstraksi Fase Padat, Skripsi
UNIMED,Medan.

Brinker, C.J., dan Scherer, W.J., Sol-Gel Science:The Physics and Chemistry of
Sol-Gel Processing, Academic Press, San Diego.
Cooke, M, Jackson, A., Nickless, G. And Robert (1997), Distribution Spesiation
of Cadmium intheTerestial, Helix Asperse, Bull, Environ, Conton, Toxicol.
Endang Widjajanti Laksono, dkk.2008, Jurnal Penelitian Saintek, Koadsorpsi Cr-
Fe oleh Kitosan Vol. 13, No. 1, April 2008: 95-109. Staf Pengajar FMIPA
UNY.
Eksiklopedia Nasional Indonesia, (1991), Zink, PT.Cipta Adi Pustaka,
Jakarta.Fatha, A., (2007).
Fahmawati,dkk Kajian Kinetika Adsorpsi Cd (II), Ni(II), dan Mg(II) pada Silika
Gel Termodifikasi 3-mercapto-1,2,4-triazol, Alchemy Volume 3 No.2: 22-
28 Surakarta:UNS 2004.
Fahmiati, Nuryono dan Narsito, 2006, Thermodinamics adsorpstion of Cd(II),
Ni(II) and Mg(II) on 3-Mercapto-1,2,4-Triazole Immobilized Silica Gel,
Indo. J. Chem., 6(1), 52-55

Harsono, H., 2002, Pembuatan Silika Amorf Dari Limbah Sekam Padi, Vol.III
Jurnal Ilmu Dasar, Indonesia, 98-103.
Jal, P.K., Patel, S., dan Misrha, B.K., 2004, Chemical Modification of Silica by
immobilization of Fungsional Groups for Extractive Concentration of Metal
Ions, Talanta, 62, 1005-1028.

Kristbergsson, (2003), Application Adsorption For Heavy MetalSolid phases And


Extraction, Thesis, 65: 637-643.

Lestari, Sri., (2010), Pengaruh Berat dan Waktu Kontak Untuk Adsorpsi
Timbal(II) Oleh Adsorben Dari Kulit Batang Jambu Biji.Jurnal Kimia
Mulawarman Volume 8 No 1 Tahun 2010, ISSN 1693-5616. Kimia FMIPA
UnMul, Samarinda.

Marganof.,(2003),Potensi Limbah Udang sebagai Penyerap Logam Berat


(Pb,Cd,dan Cu)di Perairan, Makalah Pengantar ke Falsafah Sains
Program S3,IPB,Bogor.

Marshall,W.E. and Mitchell M.J. 1996. Agriculture by product as metal


adsorbent :Sorption Properties and Resistence to Mechanical Abrasion.
Journal Chemistry Technology Biotechol 66: 92-198.

Nuryono, E.S. Kunarti, dan Narsito, 2000, Jurnal Kimia Sains dan Aplikasi, III(2),
41 51

Ocik, J., 1982, Adsorption, John Wiley & Sons, New York.

Santos, E.A. Pagono, R.L., Simoni, J.A., Airoldi, C., Cestari, A.R., and Viera,
E.F.S., 2001, The Influence of the Counter Ion Competition and Nature
of Solvent on the Adsorption of Mercury Halides on SHmodified
Silica Gel, Colloid and Surface, 201: 25-282
Sembodo, S.T.B., (2006), Model Kinetika Langmuir untuk Adsorpsi Timbal pada
Abu Sekam Padi, FT, UNS, Ekuilibrium Vol.5, No.1., 28-33
Sihombing, (2011), Penentuan Massa Adsorben Dalam Penyerapan Logam Berat,
Skripsi UNIMED, Medan.

Simatupang,Lisnawaty, (2007), Interaksi Simultan Antara Mg(II), Zn(II), Ni(II),


Cd(II),dan 3-Aminopropiltrimetoksisilan yang Dimobilisasikan pada
Silika Melalui Proses Sol-Gel, Tesis UGM, Yogyakarta.
Simatupang Lisnawaty, Dewi S.R.,Susanti N., (2011), Pengembangan Metode
Alir Menggunakan Silika Gel Dari Sekam Padi Untuk Mengatasi Limbah
Cair Industri Logam, Laporan Akhir Research Grant Unimed, Medan
Simatupang,Lisnawaty,(2013), Imobilisasi kitosan pada silika gel dan
karakterisasinya meliputi struktur, gugus fungsi dan luas pori, Laporan
Akhir Research Grant Unimed, Medan
Sriyanti, Taslimah, Nuryono dan Narsito,2004, Selektivitas Silika Gel
Termodifikas Gugus Tiol Untuk Adsorpsi Kadmium(II) dan Tembaga(II),
Proceeding Seminar Nasional Hasil Penelitian MIPA 2004, FMIPA
Undip,Semarang.
Sudarwin, (2008), Analisis Spasial Pencemaran Logam Berat (Pb dan Cd) pada
Sedimen Aliran Sungai dari Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah
Jati barang Semarang, Tesis, Program Pasca Sarjana, Universitas
Diponegoro, Semarang.
Sugiyarto, KH, 2000, Kimia Anorganik I, Jurdik Kimia, FMIPA UNY
Yogyakarta.
Sugita, P., (2009), Kitosan : Sumber Biomaterial MasaDepan, IPB Press, Bogor.

Vogel, (1985), Buku Teks Analitik Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro,
PT.Kalman Media Pusaka, Jakarta.
Waldichuk, M. 1974. Some biological concern in heavy metals pollution. In :
VERBERG & VENBERG (eds.) Pol/u/ion and Physiology of marine
organism . Academic Press, London : 23 1 pp.
Lampiran 1. Perhitungan Pembuatan Larutan

1. Larutan NaOH 3,5%


3,5
100 x 500 = 17,5 gram

2. Larutan HCl 3 M

Dik : HCl = 37%

Bj = 1,19

Dit : M...???

BM

M = xBjx 10

36,5

M = 37 x 1,19 x 10

= 12,06M

VI.MI = V2.M2

VI.12,06 = 500.3

12,06

VI = 500 X 3

= 124,378 mL = 124,4 mL (dibulatkan)

3. Larutan NaOH 60%


100

60 x 500 = 300 gram

4. Pembuatan Larutan Induk Ni2+ 1000 ppm


Perhitungan :
mg Ni(NO3)2.6H2O = Mr Ni(NO3)2.6H2O x mg Ni
Ar Ni
= 290,81 x 100 mg
58,7
= 494,41 mg
= 0,495 g
Cara pembuatan :
Larutan indukNi2+ 1000 ppm dibuat dengan menimbang dengan teliti
0,495 gram Ni(NO3)2.6H2O dan dilarutkan dengan aquades dan dimasukkan ke
dalam labu ukur 100 mL lalu ditambahkan aquades sampai tanda batas lalu
dihomogenkan.
5. Pembuatan Larutan Standar Ni2+200 ppm
Perhitungan :

V1 x M1 = V2 x M2
V1 x 1000 ppm = 100 mL x 200 ppm

V1 = 100 mL x 200 ppm


1000 ppm
V1 = 20 mL

Dimana V1 = Volume larutan Ni2+ 1000 ppm yang akan


diencerkan
V2 = Volume pengenceran
M1 = Konsentrasi larutan Ni2+ 1000 ppm
M2 = Konsentrasi larutan Ni2+200 ppm

Cara pembuatan :
Larutan standar Ni2+200 ppm dibuat dengan memipet sebanyak 20 mL
larutan induk Ni2+ 1000 ppm kemudian dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL
lalu ditambahkan aquades sampai tanda batas lalu dihomogenkan.
6. Pembuatan Larutan Induk Cd2+ 1000 ppm

Perhitungan :

mg Cd(NO3)2.4H2O = Mr Cd(NO3)2.4H2O x mg Cd
Ar Cd
= 308,47 x 100mg
112,4
= 274,4395 mg
= 0,2744 g.

Cara pembuatan :
Larutan indukCd2+ 1000 ppm dibuat dengan menimbang dengan
teliti 0,2744 gram Zn(NO3)2.6H2O dan dilarutkan dengan aquades dan
dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL lalu ditambahkan aquades sampai
tanda batas lalu dihomogenkan.
7. Pembuatan Larutan Standar Cd2+200 ppm
Perhitungan :

V1 x M1 = V2 x M2
V1 x 1000 ppm = 100 mL x 200 ppm
V1 = 100 mL x 200 ppm
1000 ppm
V1 = 20 mL

Dimana V1 = Volume larutan Cd2+ 1000 ppm yang akan


diencerkan
V2 = Volume pengenceran
M1 = Konsentrasi larutan Cd2+ 1000 ppm
M2 = Konsentrasi larutan Cd2+200 ppm

Cara pembuatan :
Larutan standar Cd2+200 ppm dibuat dengan memipet sebanyak 20
mL larutaninduk Cd2+ 1000 ppm kemudian dimasukkan ke dalam labu
ukur 100 mL lalu ditambahkan aquades sampai tanda batas lalu
dihomogenkan.
Lampiran 2. Perhitungan Persentase Daya Adsorpsi Adsorben Hibrid Silika
Kitosan

1. Logam Ni(II)
% Ni(II) = Cawal - Cakhir x 100%
Cawal
= 193,8869 ppm 135,7114 ppm x 100%
193,8869 ppm
= 30%

2. Logam Cd(II)
% Cd(II) = Cawal - Cakhir x 100%
Cawal
= 188,1277ppm 138,3885 ppm x 100%
188,1277 ppm
= 26,4%
Dimana : Cawal = konsentrasi awal logam (ppm)
Cakhir = konsentrasi kesetimbangan logam pada waktu alir 60 menit
(ppm)

Lampiran 3. Kurva Kalibrasi


A. Kurva Kalibrasi Untuk Ni

B. Kurva Kalibrasi Untuk Cd


Lampiran 4. Dokumentasi Penelitian.
Ayakan 200 mesh
Mortar
dan Alu

Kertas
Saring
Gelas Ukur 250 mL Whatman

Cawan
Botol
Porselin
Semprot

Gambar 1. Alat alat yang Digunakan Selama Penelitian

Abu Sekam
Padi

Kristal NaOH

Gambar 2. Bahan bahan yang Digunakan Selama Penelitian


Proses pembuatan hibrid silika kitosan
Instrumen Spektroskopi Serapan Atom (AAS)

Lampiran 4. (Lanjutan) Dokumentasi Penelitian

Gambar 1. Hibrid silika kitosan yang telah kering

Gambar 2. Hibrid silika kitosan 20:4%


Gambar 3.Kolom yang telah diisi dengan filter dan adsorben hibrid silika kitosan
(a) (b)
(c)

Gambar. (a) Peneliti sedang menimbang sekam padi yang akan diabukan (kiri);
(b) Peneliti sedang mengabukan sekam padi yang akan di tanur
(kanan) ; (c) Peneliti sedang menggerus hasil abu sekam padi yang
telah ditanur

Anda mungkin juga menyukai