Anda di halaman 1dari 15

PRESENTASI KASUS

INDIKASI PENGGUANAAN INTUBASI SEBAGAI PEMBEBASAN JALAN NAFAS


Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik Bagian
Ilmu Anestesi dan Reanimasi di RSUD Salatiga

Disusun oleh

ADISTHA TOFHANO

20080310157

Diajukan Kepada

dr. Tinon Anindita Sp.An

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

2013
HALAMAN PENGESAHAN

PRESENTASI KASUS

INDIKASI PENGGUANAAN INTUBASI SEBAGAI PEMBEBASAN JALAN NAFAS

Telah disetujui dan dipresentasikan

Pada tanggal 27 Desember 2013

Menyetujui

Dokter Pembimbing

dr. Tinon Anindita Sp.An


KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr.Wb

Alhamdulillah dengan memanjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT, akhirnya
penulis dapat menyelesaikan tugas presentasi kasus INDIKASI PENGGUANAAN
INTUBASI SEBAGAI PEMBEBASAN JALAN NAFAS. Sholawat dan salam tak lupa
penulis haturkan kepada junjungan kita, Nabi Muhammad SAW.

Presentasi kasus ini disusun untuk memenuhi sebagian syarat pendidikan profesi
kedokteran pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah
Yogyakarta

Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih yang setulusnya kepada :

1. dr. Tinon Anindita selaku dosen pendidik klinik


2. Rekan-rekan dokter muda, serta semua pihak yang telah membantu

Penulisan presentasi kasus ini masih jauh dari kesempurnaan, karena itu penulis
mengharapkan saran dan kritik yang berguna. Semoga selanjutnya tulisan ini dapat
bermanfaat bagi semua pihak.

Wassalamualaikum Wr.Wb

Salatiga, 4 Desember 2013

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Airway merupakan komponen terpenting dalam menjaga keadaan vital pasien
sehinggadalam keadaaan gawat darurat komponen inilah yang pertama kali
dipertahankan. Salah satucara menjaga patensi saluran napas (airway) adalah dengan
intubasi. Intubasi adalah tindakanmemasukkan pipa ke dalam trakea melalui rima
glottis sehingga ujung distalnya berada kira-kira pada pertengahan antara pita suara
dan bifurkasio trakea.Seperti halnya setiap tindakan medis yang memiliki indikasi,
tindakan intubasi juga memerlukan indikasi-indikasi tertentu, salah satunya adalah
untuk menjaga patensi jalannapas dan mempermudah ventilasi serta oksigenasi.
Misalnya pada tindakan bedah dimanapasien berada dalam keadaan tidak sadar
sehingga tidak mampu mempertahankan jalannapasnya dalam waktu cukup
lama.Setiap tindakan medis juga memiliki risiko atau komplikasi begitu pula dengan
intubasi.Komplikasi intubasi meliputi trauma gigi-geligi, laserasi bibir, aspirasi,
spasme bronkus, danlain-lain. Oleh karena itu, tanpa indikasi yang jelas tindakan
intubasi sebaiknya tidak dilakukan.

B. TUJUAN PENULISAN
Tujuan penulisan persentasi kasus ini adalah untuk mengetahui indikasi penggunaan
intubasi sebagai pembebasan jalan nafas.

C. MANFAAT PENULISAN
Dengan mengetahui indikasi digunakannya intubasi diharapkan dapat mencegah dan
mengatasi gangguan pada jalan nafas yang mampu menjadi sebuah penyelamat pada
nyawa seseorang.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI

Intubasi trakea adalah tindakan memasukkan pipa trakea kedalam trakea melalui rima
glotis , sehingga ujung distal nya berada kira-kira dipertengahan trakea yaitu diantara pita
suara dan bifurkasio trakea.

B. INDIKASI DAN KONTRAINDIKASI

Indikasi intubasi trakea sangat bervariasi dan umumnya digolongkan menjadi


beberapahal sebagai berikut:

Menjaga patensi jalan napas oleh sebab apapun. Misalnya akibat kelainan
anatomi, bedahkhusus, bedah posisi khusus, pembersihan sekret jalan
napas, dan lain-lainnya.

Mempermudah ventilasi positif dan oksigenasi. Misalnya saat resusitasi dan


ventilas jangka panjang.

Pencegahan terhadap aspirasi dan regurgitasi.Berdasarkan sumber lain,


indikasi intubasi dibagi menjadi dua, yaitu indikasi bedah dananestesi serta
indikasi penyakit kritis.

Intubasi endotrakea tidak bisa dilakukan jika pada pasien ditemukan hal-hal
sebagaiberikuta.

Trauma servikal yang memerlukan keadaan imobilisasi tulang vertebra


servical sehinggasangat sulit untuk dilakukan intubasi.b.

Keadaan trauma / obstruksi jalan nafas atas.

C. TEKNIK INTUBASI

Sebelum melakukan intubasi, perlu dipersiapkan alat-alat yang diperlukan dan


diperiksakeadaannya, misalkan apakah kaf pada intubasi tidak bocor, nyala lampu pada
laringoskop,dan lain-lain.Keberhasilan intubasi tergantung dari posisi pasienyang benar.
Kepala pasien harus sejajar atau lebihtinggi dengan pinggang dokter anestesi untuk mencegah
ketegangan bagian belakang yang tidak perlu selama laringoskopi. Elevasi kepala
sedang(sekitar 5-10 cm diatas meja operasi) dan ekstensi dari atlantoocipito join membuat
pasien berada padaposisi sniffing yang diinginkan. Bagian bawah daritulang leher dibuat
fleksi dengan menempatkankepala diatas bantal.Persiapan untuk induksi dan intubasi juga
meliputi preoksigenasi rutin. Setelah induksianestesi umum, mata rutin direkat dengan plester
karena anestesi umum menghilangkan refleks proteksi kornea.
Sniffting position

a.Intubasi Orotrakeal

Laringoskop dipegang oleh tangan kiri. Dengan mulut pasien terbuka lebar,blade
dimasukan pada sisi kanan dari orofaring dengan hati-hati untuk menghindari gigi.
Geserkanlidah ke kiri dan masuk menuju dasar dari faring dengan pinggir blade. Puncak dari
lengkung bladebiasanya dimasukkan ke dalam vallecula dan ujung blade lurus menutupi
epiglotis. Handle diangkat dan jauh dari pasien secara tegak lurus dari mandibula pasien
untuk melihatpita suara. Terperangkapnya lidah antara gigi dan blade serta pengungkitan dari
gigi harusdihindari. Orotracheal tube(OTT) diambil dengan tangan kanan dan ujungnya
dilewatkanmelalui pita suara yang terbuka (abduksi). Balon OTT harus berada dalam trakea
bagian atastapi diluar laring. Lanringoskop ditarik dengan hati-hati untuk menghindari
kerusakan gigi.Balon dikembungkan dengan minimal udara yang dibutuhkan untuk
meminimalkan tekananyang ditransmisikan pada mukosa trakea.Gambar 9. Tampilan Glottis
Selama LaringoskopiSetelah intubasi, dada dan epigastrium dengan segera diauskultasi dan
capnogragraf dimonitor untuk memastikan ETT ada di intratrakeal. Walaupun deteksi kadar
CO2 dengan capnograf yang merupakan konfirmasi terbaik dari letak OTT di trakeal tetapi
tidak dapatmengecualikan intubasi bronchial. Manifestasi dini dari intubasi bronchial
adalahpeningkatan tekanan respirasi puncak. Posisi pipa dapat dilihat dengan radiografi dada
tetapiini jarang diperlukan kecuali dalam ICU. Setelah yakin OTT berada dalam posisi yang
tepatpipa diplester atau diikat untuk mengamankan posisi.
b.Intubasi Nasotrakeal

Intubasi nasal mirip dengan intubasi oral kecuali bahwa NTT masuk lewat hidung
dannasofaring menuju orofaring sebelum dilakukan laringoskopi. Lubang hidung yang
dipilihdan digunakan adalah lubang hidung yang pasien bernafas lebih mudah. Tetes
hidungphenylephrine (0,5 0,25%) menyebabkan pembuluh vasokonstriksi dan
menyusutkanmembran mukosa. Jika pasien sadar, lokal anestesi secara tetes dan blok saraf
dapatdigunakan.NTT yang telah dilubrikasi dengan jellyyang larut dalam air dimasukkan ke
dasar hidungdibawah turbin inferior. Bevel NTT berada disisi lateral jauh dari turbin. Untuk
memastikanpipa lewat di dasar rongga hidung ujung proksimal dari NTT harus ditarik ke
arah kepala.Pipa secara berangsur-angsur dimasukan hingga ujungnya terlihat di orofaring.
Umumnyaujung distal dari NTT dapat dimasukan pada trachea tanpa kesulitan. Jika
ditemukankesulitan dapat diguankan forcep Magil. Penggunaannya harus dilakukan dengan
hati-hatiagar tidak merusakkan balon. Memasukkan NTT melalaui hidung berbahaya pada
pasiendengan trauma wajah yang berat disebabkan adanya resiko masuk ke intrakranial

D. ALAT

Sebelum melakukan tindakan intubasi trakea ada beberapa alat yang perlu disiapkan
yangdisingkat dengan STATICS.

S= Scope

Scope yang dimaksud disini adalah stetoskop dan laringoskop. Stestoskop untuk
mendengarkan suara paru dan jantung serta laringoskop untuk melihat laring secara
langsungsehingga bisa memasukkan pipa trakea dengan baik dan benar. Secara garis besar
dikenal duamacam laringoskop:1) Bilah/daun/ blade lurus (Miller, Magill) untuk bayi-anak-
dewasa.2) Bilah lengkung (Macintosh) untuk anak besar-dewasa.
Pilih bilah sesuai dengan usia pasien. Yang perlu diperhatikan lagi adalah lampu
padalaringoskop harus cukup terang sehingga laring jelas terlihat.

T=Tubes

Tubes yang dimaksud adalah pipa trakea. Pada tindakan anestesia, pipa trakea
mengantargas anestetik langsung ke dalam trakea dan biasanya dibuat dari bahan standar
polivinilklorida. Ukuran diameter pipa trakea dalam ukuran milimeter. Bentuk penampang
pipa trakeauntuk bayi, anak kecil, dan dewasa berbeda. Untuk bayi dan anak kecil di bawah
usia limatahun, bentuk penampang melintang trakea hampir bulat, sedangkan untuk dewasa
sepertihuruf D. Oleh karena itu pada bayi dan anak di bawah lima tahun tidak menggunakan
kaf (cuff) sedangkan untuk anak besar-dewasa menggunakan kaf supaya tidak bocor. Alasan
lainadalah penggunaan kaf pada bayi-anak kecil dapat membuat trauma selaput lendir trakea
dan postintubation croup. Pipa trakea dapat dimasukkan melalui mulut (orotracheal tube) atau
melalui hidung(nasotracheal tube). Nasotracheal tube umumnya digunakan bila penggunaan
orotracheal tube tidak memungkinkan, mislanya karena terbatasnya pembukaan mulut atau
dapat menghalangi akses bedah. Namun penggunaan nasotracheal tube dikontraindikasikan
padapasien dengan farktur basis kranii.Di pasaran bebeas dikenal beberapa ukuran pipa
trakea yang tampak pada tabel di bawah ini.

Usia Diameter (mm) Skala French Jarak Sampai Bibir

Prematur 2,0-2,5 10 10 cm
Neonatus 2,5-3,5 12 11cm
1-6 bulan 3,0-4,0 14 11 cm
-1 tahun 3,0-3,5 16 12 cm
1-4 tahun 4,0-4,5 18 13 cm
4-6 tahun 4,5-,50 20 14 cm
6-8 tahun 5,0-5,5* 22 15-16 cm
8-10 tahun 5,5-6,0* 24 16-17 cm
10-12 tahun 6,0-6,5* 26 17-18 cm
12-14 tahun 6,5-7,0 28-30 18-22 cm
Dewasa wanita 6,5-8,5 28-30 20-24 cm
Dewasa pria 7,5-10 32-34 20-24 cm

*Tersedia dengan atau tanpa cuff

Tabel 1. Pipa Trakea dan peruntukannya


Cara memilih pipa trakea untuk bayi dan anak kecil:

Diameter dalam pipa trakea (mm) = 4,0 + umur (tahun)

Panjang pipa orotrakeal (cm) = 12 + umur (tahun)

Panjang pipa nasotrakeal (cm) = 12 + umur (tahun)

Cara memilih pipa trakea untuk bayi dan anak kecil:Diameter dalam pipa trakea (mm)
= 4,0 + umur (tahun)Panjang pipa orotrakeal (cm) = 12 + umur (tahun)Panjang pipa
nasotrakeal (cm) = 12 + umur (tahun)Pipa endotrakea adalah suatu alat yang dapat
mengisolasi jalan nafas, mempertahankanpatensi, mencegah aspirasi serta mempermudah
ventilasi, oksigenasi dan pengisapan.

Pipa endotrakea terbuat dari material silicon PVC (Polyvinyl Chloride) yang bebas
lateks, dilengkapi dengan 15mm konektor standar. Termosensitif untuk melindungi jaringan
mukosa dan memungkinkan pertukaran gas, serta struktur radioopak yang memungkinkan
perkiraan lokasi pipa secara tepat. Pada tabung didapatkan ukuran dengan jarak setiap 1cm
untuk memastikan kedalaman pipa. Anatomi laring dan rima glotis harus dikenal lebih dulu.
Besar pipa trakea disesuaikan dengan besarnya trakea. Besar trakea tergantung pada umur.
Pipa endotrakea yang baik untuk seorang pasien adalah yang terbesar yang masih dapat
melalui rima glotis tanpa trauma. Pada anak dibawah umur 8 tahun trakea berbentuk corong,
karena ada penyempitan di daerah subglotis (makin kecil makin sempit). Oleh karena itu pipa
endaotrakeal yang dipakai pada anak, terutama adalah pipa tanpa balon (cuff). Bila dipakai
pipa tanpa balon hendaknya dipasang kasa yang ditempatkan di faring di sekeliling pipa
tersebut untuk mencegah aspirasi untuk fiksasi dan agar tidak terjadi kebocoran udara
inspirasi. Bila intubasi secara langsung (memakai laringoskop dan melihat rima glotis) tidak
berhasil, intubasi dilakukan secara tidak langsung (tanpa melihat trakea) yang juga disebut
intubasi tanpa lihat (blind). Cara lain adalah dengan menggunakan laringoskop serat optik
Untuk orang dewasa dan anak diatas 6 tahun dianjurkan untuk memakai pipa dengan balon
lunak volume besar tekanan rendah, untuk anak kecil dan bayi pipa tanpa balon lebih baik.
Balon sempit volume kecil tekanan tinggi hendaknya tidak dipakai karena dapat
menyebabkan nekrosis mukosa trakea. Pengembangan balon yang terlalu besar dapat
dihindari dengan memonitor tekanan dalam balon (yang pada balon lunak besar sama dengan
tekanan dinding trakea dan jalan nafas) atau dengan memakai balon tekanan terbatas. Pipa
hendaknya dibuat dari plastik yang tidak iritasif. Berikut ditampilkan berbagai ukuran pipa
endotrakea baik dengn atau tanpa cuff. Ukuran penggunaan bervariasi bergantung pada usia
pasien. Untuk bayi dan anak kecil pemilihan diameter dalam pipa (mm) = 4 + umur
(tahun). Pemakaian pipa endotrakea sesudah 7 sampai 10 hari hendaknya dipertimbangkan
trakeostomi, bahkan pada beberapa kasus lebih dini. Pada hari ke-4 timbul kolonisasi bakteri
yang dapat menyebabkan kondritis bahkan stenosis subglotis. Kerusakan pada laringotrakea
telah jauh berkurang dengan adanya perbaikan balon dan pipa. Jadi trakeostomi pada pasien
koma dapat ditunda jika ekstubasi diperkirakan dapat dilakukan dalam waktu 1-2 minggu.
Akan tetapi pasien sadar tertentu memerlukan ventilasi intratrakea jangka panjang mungkin
merasa lebih nyaman dan diberi kemungkinan untuk mampu berbicara jika trakeotomi
dilakukan lebih dini.

A = Airway

Airway yang dimaksud adalah alat untk menjaga terbukanya jalan napas yaitu pipa mulut-
faring (Guedel,orotracheal airway) atau pipa hidung-faring (naso-tracheal airway). Pipa ini
berfungsi untuk menahan lidah saat pasien tidak sadar agar lidah tidak menyumbat jalan
napas.

T = Tape

Tape yang dimaksud adalah plester untuk fiksasi pipa supaya tidak terdorong atau tercabut.

I = Introducer

Introducer yang dimaksud adalah mandrin atau stilet dari kawat yang dibungkus plastik
(kabel) yang mudah dibengkokkan untuk pemandu supaya pipa trakea mudah dimasukkan.

C = Connector

Connector yang dimaksud adalah penyambung antara pipa dengan bag valve mask
ataupun peralatan anestesia.

S = Suction

Suction yang dimaksud adalah penyedot lendir, ludah, dan cairan lainnya.

E. KESULITAN INTUBASI

Kesulitan yang sering dijumpai dalam intubasi endotrakheal biasanya dijumpai pada
pasien-pasien dengan :

Otot-otot leher yang pendek dengan gigi geligi yang lengkap.


Recoding lower jaw dengan angulus mandibula yang tumpul. Jarak antara mental
symphisis dengan lower alveolar margin yang melebar memerlukan depresi rahang
bawah yang lebih lebar selama intubasi.
Mulut yang panjang dan sempit dengan arcus palatum yang tinggi.
Gigi incisium atas yang menonjol (rabbit teeth).
Kesukaran membuka rahang, seperti multiple arthritis yang menyerang sendi
temporomandibuler, spondilitis servical spine.
Abnormalitas pada servical spine termasuk achondroplasia karena fleksi kepala pada
leher di sendi atlantooccipital.
Kontraktur jaringan leher sebagai akibat combusio yang menyebabkan fleksi leher.
Fraktur servical
Rahang bawah kecil
Osteoarthritis temporo mandibula joint
Trismus.

Ada masa di pharing dan laring Kesulitan memasukkan pipa trakea berhubungan
dengan variasi anatomi yang dijumpai. Klasifikasi tampakan faring pada saat mulut terbuka
masimal dan lidah dijulurkan maksimal menurut Mallampati dibagi menjadi empat kelas.
Sedangkan menurut Cormack dan Lehanne kesulitan intubasi juga dibagi menjadi 4 gradasi.
Penting untuk dicatat luas lapangan pandang dari laring yang telah kita dapatkan. Informasi
ini penting, apabila di kemudian hari dilakukan kembali tindakan manajemen jalan napas.
Gambaran standart yang digunakan adalah klasifikasi menurut Cormack dan Lehane (1984):
Grade 1 : seluruh laring dapat terlihat ,Grade 2 : bagian posterior dari laring saja yang dapat
terlihat,Grade 3 : hanya epiglotis saja yang dapat terlihat dan Grade 4 : tidak ada bagian
laring yang dapat terlihat.

F. MENETUKAN KETEPATAN INTUBASI

Setelah melakukan intubasi, penting untuk memeriksa kembali posisi pipa endotrakea
untuk meyakinkan bahwa pipa tidak masuk keeosophagus atau masuk kedalam salah satu
bronkus utama yang akanmenyebabkan kolaps paru-paru kontralateral.

Metode pengamatan untuk menentukan ketepatan penempatan pipa saat melakuka


intubasi adalah sebagai berikut:

1)Pengamatan langsung saat pipa dimasukkan kedalam pita suara.

2)Suara napas bilateral pada auskultasi pada dada pasien yang terdengar jelas dan
teratur.

3)Tidak ada suara-suara pada auskultasi di epigastrium.

4)Dada mengembang secara teratur seiring dengan ventilasi.

5)Pengembunan pada pipa.

6)Tidak adanya partikel kecil dari perut di dalam pipa.

G. KOMPLIKASI
Tatalaksana jalan napas merupakan aspek yang fundamental pada praktik anestesi
danperawatan emergensi. Intubasi endotrakeal termasuk tatalaksana yang cepat, sederhana,
amandan teknik nonbedah yang dapat mencapai semua tujuan dari tatalaksana jalan napas
yangdiinginkan, misalnya menjaga jalan napas tetap paten, menjaga paru-paru dari
aspirasi,membuat ventilasi yang cukup selama dilakukan ventilasi mekanik, dan sebagainya.

Faktor-faktor predisposisi terjadinya komplikasi pada intubasi endotrakeal dapat


dibagi menjadi:

a.Faktor pasien

Komplikasi sering terjadi pada bayi, anak dan wanita dewasa karena memiliki laring
dantrakea yang kecil serta cenderung terjadinya edema pada jalan napas.
Pasien yang memiliki jalan napas yang sulit cenderung mengalami trauma.
Pasien dengan variasi kongenital seperti penyakit kronik yang didapat menimbulkan
kesulitan saat dilakukan intubasi atau cenderung mendapatkan trauma fisik atau
fisiologisselama intubasi.
Komplikasi sering terjadi saat situasi emergensi.

b.Faktor yang berhubungan dengan anestesia

Ilmu pengetahuan, teknik keterampilan, dan kemampuan menangani situasi krisis


yangdimiliki anestesiologis memiliki peranan penting terjadinya komplikasi
selamatatalaksana jalan napas.
Intubasi yang terburu-buru tanpa evaluasi jalan napas atau persiapan pasien dan
peralatanyang adekuat dapat menimbulkan kegagalan dalam intubasi.

c.Faktor yang berhubungan dengan peralatan

Bentuk standar darI endotracheal tube(ETT) akan memberikan tekanan yang


maksimalpada bagian posterior laring. Oleh sebab itu, kerusakan yang terjadi pada
bagian tersebuttergantung dari ukuran tube dan durasi pemakaian tube tersebut.
Pemakaian stilet dan bougie merupakan faktor predisposisi terjadinya trauma.
Bahan tambahan berupa plastik dapat menimbulkan iritasi jaringan.
Sterilisasi tube plastik dengan etilen oksida dapat menghasilkan bahan toksik
berupaetilen glikol jika waktu pengeringan inadekuat.
Tekanan yang tinggi pada kaf dapat menimbulkan cedera atau kaf dengan tekanan
yangrendah dapat pula menimbulkan cedera jika ditempatkan di bagian yang tidak
tepat.Kesulitan menjaga jalan napas dan kegagalan intubasi mencakup kesulitan
ventilasidengan sungkup, kesulitan saat menggunakan laringoskopi, kesulitan
melakukan intubasi dankegagalan intubasi. Situasi yang paling ditakuti adalah tidak
dapat dilakukannya ventilasimaupun intubasi pada pasien apnoe karena proses
anestesi. Kegagalan dalam oksigenasidapat menyebabkan kematian atau hipoksia
otak.Krikotirotomi (bukan trakeostomi) merupakan metode yang dipilih ketika dalam
keadaanemergensi seperti pada kasus cannot-ventilation-cannot-intubation(CVCI).

BAB III

KESIMPULAN

Penggunaan intubasi endotrakeal pada anestesi umum adalah penting, mengingat


perlu tetap dipeliharanya pernapasan yang adekuat. Pemasangan intubasi harus mengikuti
prosedur yang baik agar tujuan dari penggunaannya dapat tercapai tanpa timbul efek
samping.

Dari pembahasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa intubasi endotrakheal adalah
suatu tindakan pembebasan jalan nafas (airway) dengan cara memasukkan selang ETT ke
trakhea dengan tujuan pemberian oksigen dan lain-lain. Sebelum melakukan prosedur
intubasi endotrakheal,kita harus melakukan persiapan pasien dan keluarga (informed
consent ),persiapan obat-obatan(obat emergency,induksi,pelumpuh otot), dan persiapan alat-
alat ( Ambu bag , sungkup oksigen,laringoscop handle dan blade,mesin suction dan suction
catheter,oropharingeal airway,endotracheal tubessesuai ukuran pasien dan stylet ,plester dan
gunting,spuit 10 cc, xylocaine jell ,stetoskop,sertahand scoon.

Indikasi intubasi endotrakheal antara lain untuk menjamin oksigenasi yang


adekuat(terutama pada orang dengan penurunan kesadaran dan obstruksi saluran
pernafasan),perlindungan saluran pernapasan dari aspirasi lambung dan regurgitasi,serta pada
prosedur bedah yang melibatkan kepala dan leher / posisi tengkurap yang menghalangi jalan
nafas.

DAFTAR PUSTAKA

1. Kabrhel C, (2007). "Intubation". N. Engl. J. Med.356 (17):


e15.doi:10.1056/NEJMvcm063574 http://en.wikipedia.org/wiki/Intubation
2. 2.Dr. Orlando Hung, (2002). AirWay Management Department of
Anesthesia, QEII Health Sciences Centre, Halifax, Nova Scotia,Canada.
www.eMedicine/topic 321.htm October 11, 2002
3. 3.Muhiman,et all,.(1989). Anestesilogi. Jakarta: Fakultas
KedokteranUniversitas Indonesia.
4. 4.Said,et all,.(2002). Anestesilogi Edisi ke-2. Jakarta: FakultasKedokteran
Universitas Indonesia.
5. 5.Michael B, Dobson.et all,.(1994). Penuntun Praktis AnestesiJakarta:Penerbit
Buku Kedokteran. EGC.

Anda mungkin juga menyukai