Anda di halaman 1dari 9

I.

DEFINISI

Ocular myasthenia adalah gejala kelemahan dan mudah lelahnya otot-


otot skeletal pada manusia, yang sudah melibatkan /hanya melibatkan
m.levator palpebra superior, m. orbicularis oculi, dan otot-otot
okulomotor.1

Ocular myasthenia merupakan salah satu bentuk dari myasthenia


gravis, di mana otot-otot penggerak mata dan kelopak mata menjadi
mudah lelah dan lemah.2

II. EPIDEMIOLOGI

Angka insidensi pada penyakit ini adalah 50-125/1.000.000 kasus,


lebih sering didapati pada laki-laki, dan biasanya terjadi pada usia lanjut. 3
Didapati ras keturunan Cina memiliki resiko tinggi untuk terkena penyakit
ini, sedangkan pada myasthenia gravis, yang paling sering terkena
adalah keturunan bangsa Italia.4
Sebagian besar pasien memiliki kadar auto-antibodi abnormal
terhadap kelenjar tiroid yang turut berkembang seiring dengan
berjalannya penyakit ini, berbeda dari penyakit myasthenia gravis yang
biasanya menunjukkan lebih sedikit abnormalitas pada fungsi tiroid.4

Angka mortalitas dari penyakit ini berangsur-angsur berkurang


bersamaan dengan pengenalan teknologi dan obat-obatan baru di bidang
kedokteran, seperti anticholinesterase di tahun 1934, VTP terkontrol pada
tahun 1960, dan penggunaan steroid pada tahun 1966.5
III. PATOFISIOLOGI

Mekanisme imunogenik memegang peranan yang sangat penting


pada patofisiologi miastenia gravis. Observasi klinik yang mendukung hal
ini mencakup timbulnya kelainan autoimun yang terkait dengan pasien
yang menderita miastenia gravis, misalnya autoimun tiroiditis, sistemik
lupus eritematosus, arthritis rheumatoid, dan lain-lain.6

Sejak tahun 1960, telah didemonstrasikan bagaimana autoantibodi


pada serum penderita miastenia gravis secara langsung melawan
konstituen pada otot. Hal inilah yang memegang peranan penting pada
melemahnya otot penderita dengan miatenia gravis. Tidak diragukan lagi,
bahwa antibody pada reseptor nikotinik asetilkolin merupakan penyebab
utama kelemahan otot pasien dengan miastenia gravis. Autoantibodi
terhadap asetilkolin reseptor (anti-AChRs), telah dideteksi pada serum
90% pasien yang menderita acquired myasthenia gravis generalisata.5

Mekanisme pasti tentang hilangnya toleransi imunologik terhadap


reseptor asetilkolin pada penderita miastenia gravis belum sepenuhnya
dapat dimengerti. Miastenia gravis dapat dikatakan sebagai penyakit
terkait sel B, dimana antibodi yang merupakan produk dari sel B justru
melawan reseptor asetilkolin. Peranan sel T pada patogenesis miastenia
gravis mulai semakin menonjol. Timus merupakan organ sentral terhadap
imunitas yang terkait dengan sel T. Abnormalitas pada timus seperti
hiperplasia timus atau thymoma, biasanya muncul lebih awal pada pasien
dengan gejala miastenik.6

Pada pasien miastenia gravis, antibodi IgG dikomposisikan dalam


berbagai subklas yang berbeda, dimana satu antibodi secara langsung
melawan area imunogenik utama pada subunit alfa. Subunit alfa juga
merupakan binding site dari asetilkolin. Ikatan antibodi reseptor asetilkolin
pada reseptor asetilkolin akan mengakibatkan terhalangnya transmisi
neuromuskular melalui beberapa cara, antara lain : ikatan silang reseptor
asetilkolin terhadap antibodi anti-reseptor asetilkolin dan mengurangi
jumlah reseptor asetilkolin pada neuromuscular junction dengan cara
menghancurkan sambungan ikatan pada membran post sinaptik,
sehingga mengurangi area permukaan yang dapat digunakan untuk
insersi reseptor-reseptor asetilkolin yang baru disintesis.5

IV. TANDA DAN GEJALA

Ocular myasthenia memiliki karakteristik berupa kelemahan dan cepat


lelahnya salah satu atau kedua otot-otot mata, yang bersifat mendadak
dan tidak terdeteksi, namun membahayakan. Apabila gejala ini mengenai
otot kelopak mata, akan menimbulkan gejala berupa ptosis, apabila gejala
ini mengenai otot ekstraokular, maka mata tidak dapat bergerak ke sisi
otot yang lemah, sehingga menimbulkan gejala diplopia, dan harus
dikompensasi dengan menggerakkan kepala.4

Keluhan diplopia atau ptosis terjadi pada 90% pasien dengan


myasthenia gravis. 80% dari keseluruhan pasien tersebut akan
mengalami perkembangan kelemahan otot-otot lainnya, sementara 20%
lainnya tidak mengalami perkembangan.4

Gejala yang mencolok pada myasthenia gravis, yaitu diplopia dan


ptosis, sering dipengaruhi oleh faktor lingkungan, psikologis, dan fisik.
Cahaya matahari, stress emosional, infeksi virus, operasi, menstruasi,
kehamilan, imunisasi, memberikan pengaruh pada gejala ocular
myasthenia, meskipun tidak diketahui secara pasti mekanismenya.4

Kelemahan otot-otot mata pada myasthenia gravis, biasanya tidak


nampak pada pasien yang memiliki tingkat aktivitas yang rendah, akan
tetapi, gejala-gejala tersebut biasanya akan muncul apabila pasien
diminta untuk melakukan suatu kegiatan dengan interval waktu tertentu.
Biasanya dengan cara tersebut, akan terlihat perubahan kondisi pasien
yang semula baik-baik saja menjadi lemas disertai dengan diplopia
hebat/ptosis. Kelemahan-kelemahan otot mata yang terjadi ini tidak
memiliki pola yang khusus.4

V. DIAGNOSIS

Diagnosa dari ocular myasthenia sebagian besar bergantung dari


anamnesa, pemeriksaan fisik, dan respons terhadap edrofonium chloride
(tensilon) yang disuntikkan secara intravena.4

Ptosis yang berpindah-pindah (misal ptosis yang hilang timbul pada


satu mata, diikuti dengan ptosis mata lainnya), merupakan gejala yang
mencolok, karena kelalahan dari otot ekstraokular akan menyebabkan
terjadinya diplopia yang semakin lama akan semakin bertambah buruk.4

Pada kasus dengan gejala ptosis yang ringan, di mana pasien sudah
memberitahukan keluhan yang spesifik, namun pada pemeriksaan tidak
ditemukan tanda dan gejala yang berhubungan dengan penyakit ini,
biasanya pasien diminta untuk datang diperiksa lagi pada hari-hari
berikutnya, atau pada hari dengan cuaca yang panas, untuk memancing
gejala.4

Fatigue Test

Pasien diminta untuk melihat sebuat objek secara terus menerus,


apabila terdapat kelemahan otot mata, lama kelamaan kelopak mata
pasien akan menutup dengan sendirinya.6

Sleep Test

Tes ini diperuntukkan bagi anak-anak dan mereka yang alergi dengan
Tensilon. Pasien diminta untuk tidur di dalam ruangan yang gelap dan
tenang selama 30 menit. Apabila terdapat kelemahan otot mata,
terdapat perbedaan pada kondisi mata pasien sebelum dan sesudah
tidur.6

Ice Test

Pada mata yang ingin diperiksa ditempelkan es batu. Saat


ditempelkan, apabila terdapat kelemahan otot mata, maka gejala
ocular akan meningkat dan terlihat nyata. Setelah ditempelkan es
batu selama beberapa saat, mata pasien dapat membuka dan
menutup layaknya orang normal saat es batu tersebut tidak
ditempelkan lagi, tapi hanya sebentar saja.6

Edrofonium Test

Pasien disuntikkan dengan edrofonium chloride (tension secara


intravena). Apabila pasien memiliki gejala kelemahan otot mata, maka
gejala ocular akan meningkat dan terlihat nyata selama beberapa
saat.6

VI. TATALAKSANA

Tatalaksana yang dapat dilakukan berupa tatalaksana simptomatik


dan immunomodulasi, serta koreksi dari ptosis dan strabismus.7

Tatalaksana Ptosis dan Diplopia:

Dengan menggunakan alat bantu (ptosis crutches) untuk membantu


penglihatan. Pasien perlu diberikan obat tetes mata untuk
menghindari kekeringan kornea. Penggunaan penutup mata, lensa
kacamata opak dapat membantu mengurangi gejala diplopia. Pada
penggunaan penutup mata, mata tidak harus secara bergantian
ditutup.7

Medikamentosa:
Anticholinesterase agents piridostigmin merupakan
antikolinesterase yang sering digunakan. Memiliki onset cepat (15-30
menit), dengan peak action 2 jam dan masa kerja 3-4 jam. Tersedia
dalam preparat 60 mg. dosis awal 30 mg diberikan 3 kali sehari,
dititrasi.7

Immunosuppressive agents prednisone adalah obat imuno supresi


yang sering digunakan. Digunakan dengand osis 0,5-1 mg/kg selama
beberapa minggu-bulan untuk menjaga efek imuno supesi, tapering
off untuk mencapai efek maksimal dengan dosis seminimal mungkin. 7

Steroid sparing agents azathioprine, mycophenolate, cyclosposrine


digunakan pada pasien yang tidak memberikan perbaikan setelah
diterapi dengan prednisone, atau pada pasien yang alergi prednisone.
Golongan obat ini dapat digunakan bersamaan dengan prednisone
sebagai obat pengganti prednisone saat di tapering off.7

VII. PROGNOSIS

Pada kelompok pasien dengan ocular myasthenia, 2/3 akan


memperlihatkan gejala kelemahan otot-otot lain, 1/3 sisanya tidak
memperlihatkan gejala pada otot-otot lain. 78 % dari kelompok tersebut
menunjukkan gejala dalam 1 tahun, dan dalam 3 tahun 94% dari
kelompok tersebut sudah menunjukkan gejala. Predileksi seksual tidak
mempengaruhi derajat keparahan penyakit ini.

Anda mungkin juga menyukai