Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Oleh
JURUSAN KEPERAWATAN
DM adalah suatu sindrom klinis kelainan metabolik dengan ditandai olehadanya hiperglikemia yang
disebabkan oleh defek sekresi insulin, defek kerja insulin atau keduanya. Penyakit DM sering
menimbulkan komplikasi berupastroke, gagal ginjal, jantung, nefropati, kebutaan dan bahkan harus
menjalani amputasi jika anggota badan menderita luka gangren. DM yang tidak ditangani dengan baik
angka kejadian komplikasi dari DM juga akan meningkat, termasuk komplikasi cedera kaki diabetes
(Waspadji, 2010).
Diabetes berasal dari bahasa Yunani yang berarti mengalirkan atau mengalihkan (siphon). Mellitus
berasal dari bahasa latin yang bermakna manis atau madu. Penyakit diabetes melitus dapat diartikan
individu yang mengalirkan volume urine yang banyak dengan kadar glukosa tinggi. Diabetes melitus
adalah penyakit hiperglikemia yang ditandai dengan ketidakadaan absolute insulin atau penurunan
relative insensitivitas sel terhadap insulin (Corwin, 2009).
Diabetes Melitus (DM) adalah keadaan hiperglikemia kronik disertai berbagai kelainan metabolik
akibat gangguan hormonal, yang menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada mata, ginjal, saraf,
dan pembuluh darah, disertai lesi pada membran basalis dalam pemeriksaan dengan mikroskop
elektron (Mansjoer dkk, 2007)
Menurut American Diabetes Association (ADA) tahun 2005, diabetus merupakan suatu kelompok
panyakit metabolik dengan karakterristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin,
kerja insulin atau kedua-duanya.
Diabetes Mellitus (DM) adalah kelainan defisiensi dari insulin dan kehilangan toleransi terhadap
glukosa ( Rab, 2008)
Klasifikasi
Tabel : Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa dengan metode enzimatik sebagai patokan penyaring
Bukan Belum pasti DM
DM DM
Kadar glukosa darah sewaktu:
<110 110 - 199 >200
Plasma vena <90 90 - 19 >200
Darah kapiler
Kadar glukosa darah puasa: <110 110 - 125 >126
Plasma vena <90 90 - 109 >110
Darah kapiler
(Noer, Sjaifoellah H.M., dkk. 2003)
Etiologi
1. Diabetes Melitus tergantung insulin (DMTI)
a. Faktor genetic :
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri tetapi mewarisi suatu
presdisposisi atau kecenderungan genetic kearah terjadinya diabetes tipe I.
Kecenderungan genetic ini ditentukan pada individu yang memililiki tipe antigen
HLA (Human Leucocyte Antigen) tertentu. HLA merupakan kumpulan gen yang
bertanggung jawab atas antigen tranplantasi dan proses imun lainnya.
b. Faktor imunologi :
Pada diabetes tipe I terdapat bukti adanya suatu respon autoimun. Ini merupakan respon
abnormal dimana antibody terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi
terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing.
c. Faktor lingkungan
Faktor eksternal yang dapat memicu destruksi sel pancreas, sebagai contoh hasil
penyelidikan menyatakan bahwa virus atau toksin tertentu dapat memicu proses
autoimun yang dapat menimbulkan destuksi sel pancreas.
Secara pasti penyebab dari DM tipe II ini belum diketahui, factor genetic diperkirakan
memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin.
Diabetes Melitus tak tergantung insulin (DMTTI) penyakitnya mempunyai pola familiar
yang kuat. DMTTI ditandai dengan kelainan dalam sekresi insulin maupun dalam kerja
insulin. Pada awalnya tampak terdapat resistensi dari sel-sel sasaran terhadap kerja insulin.
Insulin mula-mula mengikat dirinya kepada reseptor-reseptor permukaan sel tertentu,
kemudian terjadi reaksi intraselluler yang meningkatkan transport glukosa menembus
membran sel. Pada pasien dengan DMTTI terdapat kelainan dalam pengikatan insulin dengan
reseptor. Hal ini dapat disebabkan oleh berkurangnya jumlah tempat reseptor yang responsif
insulin pada membran sel. Akibatnya terjadi penggabungan abnormal antara komplek reseptor
insulin dengan system transport glukosa. Kadar glukosa normal dapat dipertahankan dalam
waktu yang cukup lama dan meningkatkan sekresi insulin, tetapi pada akhirnya sekresi insulin
yang beredar tidak lagi memadai untuk mempertahankan euglikemia (Price,
1995 cit Indriastuti 2008). Diabetes Melitus tipe II disebut juga Diabetes Melitus tidak
tergantung insulin (DMTTI) atau Non Insulin Dependent Diabetes Melitus (NIDDM) yang
merupakan suatu kelompok heterogen bentuk-bentuk Diabetes yang lebih ringan, terutama
dijumpai pada orang dewasa, tetapi terkadang dapat timbul pada masa kanak-kanak.
Faktor risiko yang berhubungan dengan proses terjadinya DM tipe II, diantaranya adalah:
a) Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 tahun)
b) Obesitas
c) Riwayat keluarga
d) Kelompok etnik
Patofisiologi
Diabetes tipe I. Pada diabetes tipe satu terdapat ketidakmampuan untuk menghasilkan insulin karena
sel-sel beta pankreas telah dihancurkan oleh proses autoimun. Hiperglikemi puasa terjadi akibat
produkasi glukosa yang tidak terukur oleh hati. Di samping itu glukosa yang berasal dari makanan
tidak dapat disimpan dalam hati meskipun tetap berada dalam darah dan menimbulkan hiperglikemia
posprandial (sesudah makan).
Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi maka ginjal tidak dapat menyerap kembali semua
glukosa yang tersaring keluar, akibatnya glukosa tersebut muncul dalam urin (glukosuria). Ketika
glukosa yang berlebihan di ekskresikan ke dalam urin, ekskresi ini akan disertai pengeluaran cairan
dan elektrolit yang berlebihan. Keadaan ini dinamakan diuresis osmotik. Sebagai akibat dari
kehilangan cairan berlebihan, pasien akan mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan rasa
haus (polidipsia).
Defisiensi insulin juga akan menggangu metabolisme protein dan lemak yang menyebabkan
penurunan berat badan. Pasien dapat mengalami peningkatan selera makan (polifagia), akibat
menurunnya simpanan kalori. Gejala lainnya mencakup kelelahan dan kelemahan. Dalam keadaan
normal insulin mengendalikan glikogenolisis (pemecahan glukosa yang disimpan) dan
glukoneogenesis (pembentukan glukosa baru dari dari asam-asam amino dan substansi lain), namun
pada penderita defisiensi insulin, proses ini akan terjadi tanpa hambatan dan lebih lanjut akan turut
menimbulkan hiperglikemia. Disamping itu akan terjadi pemecahan lemak yang mengakibatkan
peningkatan produksi badan keton yang merupakan produk samping pemecahan lemak. Badan keton
merupakan asam yang menggangu keseimbangan asam basa tubuh apabila jumlahnya berlebihan.
Ketoasidosis yang diakibatkannya dapat menyebabkan tanda-tanda dan gejala seperti nyeri abdomen,
mual, muntah, hiperventilasi, nafas berbau aseton dan bila tidak ditangani akan menimbulkan
perubahan kesadaran, koma bahkan kematian. Pemberian insulin bersama cairan dan elektrolit sesuai
kebutuhan akan memperbaiki dengan cepat kelainan metabolik tersebut dan mengatasi gejala
hiperglikemi serta ketoasidosis. Diet dan latihan disertai pemantauan kadar gula darah yang sering
merupakan komponen terapi yang penting.
Diabetes tipe II. Pada diabetes tipe II terdapat dua masalah utama yang berhubungan dengan insulin
yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor
khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan resptor tersebut, terjadi suatu
rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa di dalam sel. Resistensi insulin pada diabetes tipe II
disertai dengan penurunan reaksi intrasel ini. Dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk
menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan.
Untuk mengatasi resistensi insulin dan untuk mencegah terbentuknya glukosa dalam darah, harus
terdapat peningkatan jumlah insulin yang disekresikan. Pada penderita toleransi glukosa terganggu,
keadaan ini terjadi akibat sekresi insulin yang berlebihan dan kadar glukosa akan dipertahankan pada
tingkat yang normal atau sedikit meningkat. Namun demikian, jika sel-sel beta tidak mampu
mengimbangi peningkatan kebutuhan akan insulin, maka kadar glukosa akan meningkat dan terjadi
diabetes tipe II. Meskipun terjadi gangguan sekresi insulin yang merupakan ciri khas DM tipe II,
namun masih terdapat insulin dengan jumlah yang adekuat untuk mencegah pemecahan lemak dan
produksi badan keton yang menyertainya. Karena itu ketoasidosis diabetik tidak terjadi pada diabetes
tipe II. Meskipun demikian, diabetes tipe II yang tidak terkontrol dapat menimbulkan masalah akut
lainnya yang dinamakan sindrom hiperglikemik hiperosmoler nonketoik (HHNK).
Diabetes tipe II paling sering terjadi pada penderita diabetes yang berusia lebih dari 30 tahun dan
obesitas. Akibat intoleransi glukosa yang berlangsung lambat (selama bertahun-tahun) dan progresif,
maka awitan diabetes tipe II dapat berjalan tanpa terdeteksi. Jika gejalanya dialami pasien, gejala
tersebut sering bersifat ringan dan dapat mencakup kelelahan, iritabilitas, poliuria, polidipsi, luka pada
kulit yang lama sembuh-sembuh, infeksi vagina atau pandangan yang kabur (jika kadra glukosanya
sangat tinggi).
Pathway
Manifestasi Klinis
Menurut Newsroom (2009) seseorang dapat dikatakan menderita Diabetes Melitus apabila menderita
dua dari tiga gejala yaitu:
a. Keluhan TRIAS: Banyak minum, Banyak kencing dan Penurunan berat badan.
b. Kadar glukosa darah pada waktu puasa lebih dari 120 mg/dl.
c. Kadar glukosa darah dua jam sesudah makan lebih dari 200 mg/dl.
Keluhan yang sering terjadi pada penderita Diabetes Mellitus adalah:
Poliuria, Polidipsia, Polifagia, Berat Badan menurun, Lemah, Kesemutan, Gatal, Visus menurun,
Bisul/luka, Keputihan (Waspadji, 1996).
Komplikasi
Komplikasi diabetes mellitus dapat muncul secara akut dan secara kronik, yaitu timbul beberapa
bulan atau beberapa tahun sesudah mengidap diabetes mellitus.
b. Koma Diabetik
Berlawanan dengan koma hipoglikemik, koma diabetik ini timbul karena kadar darah dalam
tubuh terlalu tinggi, dan biasanya lebih dari 600 mg/dl. Gejala koma diabetik yang sering
timbul adalah:
1) Nafsu makan menurun (biasanya diabetisi mempunyai nafsu makan yang besar)
2) Minum banyak, kencing banyak
3) Kemudian disusul rasa mual, muntah, napas penderita menjadi cepat dan dalam, serta
berbau aseton
Sering disertai panas badan karena biasanya ada infeksi dan penderita koma diabetik harus
segara dibawa ke rumah sakit.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang pada DM menurut Donges dkk (2001 : 728) antara lain :
a. Glukosa darah : meningkat 100-200 mg/dl atau lebih.
b. Aseton plasma (keton) : positif secara metabolik.
c. Asam lemak bebas : kadar lipid dan kolesterol meningkat
d. Osmolalitas serum : meningkat tetapi biasanya kurang dari 330 mosm/lt
e. Elektrolit
1) Natrium : Mungkin normal, meningkat atau menurun.
2) Kalium : Normal atau peningkatan semu (perpindahan seluler selanjutnya akan
menurut).
f. Haemoglobin glikosilat : kadarnya melipat 2-4 dari dari normal.
g. Gas darah arteri : biasanya menunjukkan pH rendah dan penurunan pada HCO 3 (asidosis
metabolik) dengan kompensasi alkalosis respiratorik.
h. Trombosit darah, hematokrit mungkin meningkat atau (dehidrasi / leukositosis, hema
konsentrasi, merupakan respon terhadap stres atau infeksi).
i. Ureum atau kreatinin : mungkin meningkat atau normal (dehidrasi atau penurunan fungsi ginjal).
j. Amilase darah : mungkin meningkat yang mengidentifikasikan adanya pankreatitis akut sebagai
penyebab dari DKA (Diabetik Keto Asidosis).
k. Insulin darah mungkin menurun bahkan sampai tidak ada (tipe I) atau normal sampai tinggi (tipe
II) yang mengidentifikasikan infusiensi insulin atau gangguan dalam penggunaannya (endogen
atau eksogen).
l. Pemeriksaan fungsi tiroid : peningkatan aktivitas hormon tiroid dapat meningkatkan glukosa
darah dan kebutuhan akan insulin.
m. Urin : gula dan aseton positif berat jenis dan osmolalitas mungkin meningkat.
n. Kultur dan sensitivitas : kemungkinan adanya infeksi pada saluran kemih, infeksi pernafasan dan
infeksi pada luka.
Penatalaksanaan Medis
A. Pengkajian
1. Identitas pasien
B. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d gangguan keseimbangan insulin,
makanan dan aktivitas jasmani.
2. Kerusakan integritas jaringan b.d nekrosis kerusakan jaringan (nekrosis luka).
3. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer b.d penurunan sirkulasi darah keperifer, proses
penyakit (DM).
4. Resiko ketidakseimbangan elektrolit b.d gejala poliuria dan dehidrasi
3. Setelah dilakukan asuhan 1. Monitor adanya daerah 1. Memantau daerah yang diduga
keperawatan keperawatan tertentu yang hanya peka mengalami gangguan perfusi
diharapkan perfusi terhadap rangsang dalam jaringan
jaringan kembali efektif 2. Batasi gerakan pada kepala, 2. Gerakan yang berlebih dapat
dengan kriteria hasil: leher, dan punggung menghambat proses perfusi
NOC: 3. Monitor kemampuan BAB dalam jaringan
- Circulation status 4. Diskusikan mengenai 3. Memantau kemapuan pasien
- Tissue perfusion: penyebab perubahan sensasi dalam BAB
cerebral 4. Untuk menentukan tindakan
Kriteria Hasil: yang sesuai dengan kondisi
1. Tekanan systole dan pasien
diastole dalam
rentang yang
diharapkan
2. Tidak ada ortostatik
hipertensi
Daftar Pustaka
Smeltzer, S.C., 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Brunner & Suddart
Edisi 8 volume 1,2,3. EGC, Jakarta.
Corwin, EJ. 2009. Buku Saku Patofisiologi, 3 Edisi Revisi. Jakarta: EGC
Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media
Aesculapius