Konsep Arsitektur
Konsep Arsitektur
Pada tulisan terdahulu tentang arsitektur telah dijelaskan teori dan konsep
arsitektur, (lihat dan klik di sini) Pada kesempatan ini kita akan melihat
contoh-contoh bagaimana praktisi arsitek menggunakan konsep-konsep dan
teori desain itu untuk karyanya. Khususnya bagi pelaku/tokoh arsitektur
Indonesia. Beberapa diantaranya yang akan diuraikan adalah :
Yuswadi Saliya, M. Ridwan Kamil, Baskoro Tedjo, Alexander Santoso,
Achmad D. Tardiana, Eko Purwono, Acmad Noeman, Basauli Umar Lubis dan
sebagainya.
,
.
Biograf
Ars. Frederich Silaban (lahir di Bonandolok, Sumatera Utara, 16 Desember
1912 meninggal di Jakarta, 14 Mei 1984 pada umur 71 tahun) adalah
seorang opzichter/ arsitek generasi awal Indonesia. Dia dianggap arsitek
otodidak (belajar sendiri). Pendidikan formalnya hanya setingkat STM
(Sekolah Teknik Menengah) namun ketekunannya menghasilkan beberapa
kemenangan sayembara perancangan arsitektur, sehingga dunia profesipun
mengakuinya sebagai arsitek. Seiring perjalanan waktu, ia dikenal melalui
berbagai karya besarnya di dunia arsitektur dan rancang bangun. Beberapa
diantaranya dapat menjadi simbol kebanggaan Indonesia.
Frederich Silaban menerima anugerah Tanda Kehormatan Bintang Jasa Sipil
berupa Bintang Jasa Utama dari pemerintah atas prestasinya dalam
merancang pembangunan Mesjid Istiqlal.
Frederich Silaban juga merupakan salah satu penandatangan Konsepsi
Kebudayaan yang dimuat di Lentera dan lembaran kebudayaan harian
Bintang Timur mulai tanggal 16 Maret 1962 yakni sebuah konsepsi
kebudayaan untuk mendukung upaya pemerintah untuk memajukan
kebudayaan nasional termasuk musik yang diprakarsai oleh Lekra (Lembaga
Kebudajaan Rakjat, onderbouw Partai Komunis Indonesia) dan didukung oleh
Lembaga Kebudayaan Nasional (onderbouw Partai Nasional Indonesia) dan
Lembaga Seni Budaya Indonesia (Lesbi) milik Pesindo. Frederich Silaban juga
berperan besar dalam pembentukan Ikatan Arsitek Indonesia (IAI).
Pada April 1959, Ir. Soehartono Soesilo yang mewakili biro arsitektur PT
Budaya dan Ars. F. Silaban merasa tidak puas atas hasil yang dicapai pada
acara Konperensi Nasional di Jakarta untuk pembentukan Gabungan
Perusahaan Perencanaan dan Pelaksanaan Nasional (GAPERNAS) dimana
keduanya berpendapat bahwa kedudukan "perencana dan perancangan"
tidaklah sama dan tidak juga setara dengan "pelaksana".
Mereka berpendapat pekerjaan perencanaan-perancangan berada di dalam
lingkup kegiatan profesional (konsultan), yang mencakupi tanggung jawab
moral dan kehormatan perorangan yang terlibat, karena itu tidak semata-
mata berorientasi sebagai usaha yang mengejar laba (profit oriented).
Sebaliknya pekerjaan pelaksanaan (kontraktor) cenderung bersifat bisnis
komersial, yang keberhasilannya diukur dengan besarnya laba dan tanggung
jawabnya secara yuridis/formal bersifat kelembagaan atau badan hukum,
bukan perorangan serta terbatas pada sisi finansial.
Akhir kerja keras dua pelopor ini bermuara pada pertemuan besar pertama
para arsitek dua generasi di Bandung pada tanggal 16 dan 17 September
1959. pertemuan ini dihadiri 21 orang, tiga orang arsitek senior, yaitu: Ars.
Frederich Silaban, Ars. Mohammad Soesilo, Ars. Lim Bwan Tjie dan
18 orang arsitek muda lulusan pertama Jurusan Arsitektur Institut Teknologi
Bandung tahun 1958 dan 1959. Dalam pertemuan tersebut dirumuskan
tujuan, cita-cita, konsep Anggaran Dasar dan dasar-dasar pendirian
persatuan arsitek murni, sebagai yang tertuang dalam dokumen
pendiriannya, Menuju dunia Arsitektur Indonesia yang sehat. Pada malam
yang bersejarah itu resmi berdiri satu-satunya lembaga tertinggi dalam
dunia arsitektur profesional Indonesia dengan nama Ikatan Arsitek Indonesia
disingkat IAI.
Diantara Karya-karyanya