Anda di halaman 1dari 13

PERTUMBUHAN DAN PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI

1. PERTUMBUHAN DAN PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI


Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
Pada dasarnya pembangunan ekonomi nasional bertujuan untuk membangun manusia
Indonesia seutuhnya, dan pembangunan tersebut harus dilaksanakan dengan berpedoman pada
Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Pembangunan ekonomi harus dapat meningkatkan
kesejahteraan masyarakat. Peningkatan kegiatan ekonomi di berbagai sektor akan memberikan
dampak baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap penciptaan lapangan kerja,
sehingga diharapkan peningkatan pendapatan, serta kesejahteraan masyarakat dapat diperbaiki.
Weiss dalam Tambunan (2001), menyatakan bahwa pembangunan ekonomi dalam periode
jangka panjang, mengikuti pertumbuhan pendapatan nasional akan membawa suatu perubahan
mendasar dalam struktur ekonomi, dari ekonomi tradisional dengan pertanian sebagai sektor
utama, ke ekonomi modern yang didominasi oleh sektor-sektor non primer, khususnya industri
manufaktur dengan increasing returns to scale (relasi positif antara pertumbuhan output dengan
pertumbuhan produktivitas) yang dinamis sebagai mesin utama pertumbuhan ekonomi.
Keberhasilan pembangunan ekonomi di suatu wilayah dapat dilihat dari pendapatan
perkapita masyarakat yang mengalami peningkatan secara terus- menerus (dalam jangka
panjang) dan disertai terjadinya perubahan fundamental dalam struktur ekonomi. Dengan
demikian, pembangunan ekonomi lebih bersifat kualitatif, bukan hanya pertambahan produksi,
tetapi juga terdapat perubahan-perubahan dalam struktur produksi dan adanya alokasi input pada
berbagai sektor perekonomian seperti dalam lembaga, pengetahuan atau pendidikan , dan teknik.
Pembangunan ekonomi tidak terlepas dari pertumbuhan ekonomi. Pembangunan ekonomi
mendorong pertumbuhan ekonomi, dan sebaliknya, pertumbuhan ekonomi memperlancar proses
pembangunan ekonomi. Yang dimaksud dengan pertumbuhan ekonomi adalah proses kenaikan
kapasitas produksi suatu perekonomian yang diwujudkan dalam bentuk kenaikan pendapatan
nasional. Suatu wilayah dikatakan mengalami pertumbuhan ekonomi apabila terjadi peningkatan
GNP riil di wilayah tersebut.
Untuk dapat meningkatkan pendapatan nasional, maka pertumbuhan ekonomi menjadi salah
satu target yang sangat penting yang harus dicapai dalam proses pembangunan ekonomi. Oleh
karena itu tidak mengherankan jika pada awal pembagnunan ekonomi suatu Negara, umumnya
perencanaan pembangunan eknomi berorientasi pada masalah pertumbuhan. Untuk Negara-
negara seperti Indonesia yang jumlah penduduknya sangat besar dan tingkat pertumbuhan
penduduk yang sangat tinggi ditambah kenyataan bahwa penduduk Indonesia dibawah garis
kemiskinan juga besar, sehingga pertumbuhan ekonomi menjadi sangat penting dan lajunya
harus jauh lebih besar dari laju pertumbuhan penduduk agar peningkatan pendapatan masyarakat
perkapita dapat tercapai.
Pertumbuhan ekonomi dapat menurunkan tingkat kemiskinan dengan menciptakan lapangan
pekerjaan dan pertumbuhan jumlah pekerja yang cepat dan merata. Pertumbuhan ekonomi juga
harus disertai dengan program pembangunan sosial (ADB, 2004)

Struktur Perekonomian Indonesia


Berdasarkan tinjauan makro-sektoral perekonomian suatu negara dapat berstruktur agraris
(agricultural), industri (industrial), niaga (commercial) hal ini tergantung pada sector apa/mana
yang dapat menjadi tulang punggung perekonomian negara yang bersangkuatan. Pergeseran
struktur ekonomi secara makro-sektoral senada dengan pergeserannya secara keuangan (spasial).
Ditinjau dari sudut pandang keuangan (spasial), struktur perekonomian telah bergeser dari
struktur pedesaan menjadi struktur perkotaan modern. Struktur perekonomian indoensia sejak
awal orde baru hingga pertengahan dasa warsa 1980-an berstruktur etatis dimana pemerintah
atau negara dengan BUMN dan BUMD sebagai perpanjangan tangannya merupakan pelaku
utama perekonomian Indonesia. Baru mulai pertengahan dasa warsa 1990-an peran pemerintah
dalam perekonomian berangsur-angsur dikurangi, yaitu sesudah secara eksplisit dituangkan
melalui GBHN 1988/1989 mengundang kalangan swasta untuk berperan lebih besar dalam
perekonomian nasional. Struktur ekonomi dapat pula dilihat berdasarkan tinjauan birokrasi
pengambilan keputusan. Berdasarkan tinjauan birokrasi pengambilan keputusannya dapat
dikatakan bahwa struktur perekonomian selama era pembangunan jangka panjang tahap pertama
adalah sentralistis. Dalam struktur ekonomi yang sentralistik, pembuatan keputusan (decision-
making) lebih banyak ditetapkan pemerintah pusat atau kalangan atas pemerintah (bottom-up).

1. PERTUMBUHAN EKONOMI SELAMA ORDE BARU HINGGA SAAT INI


Sejak kemerdekaan pada tahun 1945, masa orde lama, masa orde baru sampai masa
sekarang (masa reformasi) Indonesia telah memperoleh banyak pengalaman politik dan ekonomi.
Peralihan dari orde lama dan orde baru telah memberikan iklim politik yang dinamis walaupun
akhirnya mengarah ke otoriter namun pada kehidupan ekonomi mengalami perubahan yang lebih
baik
Melihat kondisi pertumbuhan Indonesia selama pemerintahan Orde Baru (sebelum krisis
ekonomi 1997) dapat dikatakan bahwa Indonesia telah mengalami suatu proses pembangunan
ekonomi yang spektakuler, paling tidak pada tingkat makro. Pada tahun 1968 PN per kapita
masih sangat rendah, hanya sekitar US$60 Laju pertumbuhan 7%-8% selama 1970-an dan turun
ke 3%-4% pada taun 1980-an, hal ini disebabkan oleh faktor eksternal seperti merosotnya harga
minyak mentah di pasar internasional menjelang pertengahan 1980-an dan resesi ekonomi dunia
pada dekade yang sama. Sejak zaman Orde Baru Indonesia menganut sistem ekonomi terbuka,
maka goncangan ekstrenal terasa dampaknya terhadap pertumbuhan Indonesia. Perekonomian
nasional pada saat itu tergantung pada pamasukan dolar AS dari hasil ekspor komoditi primer
yaitu minak dan pertanian. Tahun 1968 PN Per Kapita US$56,7; 1973 US$126,3; 1978
US$260,3; 1983 US$494,0; 1988 US$467,5; 1993 US$833,1; 1997 US$1088,0; 1998 US$640,0
dan 1999 US$580,0.
Pada saat krisis ekonomi mencapai klimaksnya, yakni tahun 1998, laju
pertumbuhan PDB jatuh drastis hingga 13,1%. Namun pada tahun 1999 kembali positif,
walaupun sangat kecil yaitu 0,8%, dan tahun 2000 naik hingga 5%. Yang disebabkan pada masa
Gusdur, pemerintah, masyarakat, khusunya pelaku bisnis sempat optimis mengenai prospek
pertumbuhan Indonesia. Akan tetapi tahun 2001 pertumbuhan ekonomi kembali merosot hingga
3,3% akbat gejolak politik yang semat memanas kembali, dan tahun 2002 pertumbuhan
mengalami sedikit perbaikan menjadi 3,66%.

Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono-Jusuf Kalla dinilai sukses menyeimbangkan


pertumbuhan ekonomi dengan agenda demokratisasi. Situasi ini berbeda dengan era Orde Baru
di mana ekonomi tumbuh namun demokrasi terabaikan. Biaya yang mahal seperti pelanggaran
hak asasi manusia di berbagai tempat, korupsi merajalela, kebocoran anggaran, dan pertumbuhan
ekonomi yang tidak merata. Untuk contoh terbaru, menurut Bara, adalah Rusia selama era
pemerintahan Vladimir Putin. Menurutnya, Rusia hanya mengejar pertumbuhan ekonomi semata
namun di sisi lain, peran oposisi terbatasi dan pembunuhan-pembunuhan misterius sering terjadi.
Karena itu, menurut Bara, untuk saat ini figur pasangan SBY-Boediono masih menjadi
kandidat yang paling pas. Platform mereka jelas, yang menekankan pentingnya aspek keadilan
dalam pertumbuhan ekonomi, Pengamat sosiologi politik dari Universitas Gadjah Mada, Arie
Sudjito menilai selama satu dekade reformasi, capaian-capaian demokrasi dan demokratisasi
telah menjadi fakta historik. Pada aras negara, banyak terobosan yang berarti yang diinisiasi
oleh pemerintah dan parlemen untuk meletakkan dasar bagi capaian perubahan sebagaimana
mandat reformasi.Kemajuan di bidang hak-hak sipil dan politik menunjukkan magnitudo yang
luar biasa, jauh dibandingkan era-era sebelumnya. Jaminan itu berwujud dalam regulasi atau
kebijakan yang bertujuan untuk memastikan bahwa negara bertanggung jawab untuk memenuhi
kewajibannya sesuai mandat konstitusi kita,ujarnya. Dalam hal hubungan sipil-militer, menurut
Arie, mengalami pasang surut di masa pemerintahan Abdurrahman Wahid. Kemudian di era
Megawati, justru mengalami penurunan. Nah, di masa pemerintahan SBY, pemerintah mampu
mengurangi keterlibatan negara di bidang politik." Arie menambahkan, agenda reformasi
birokrasi juga berjalan dengan baik. Ide-ide pemberantasan korupsi untuk memperkuat good
governance, perlu dilanjutkan. Dengan demikian, dukungan masyarakat akan semakin besar.
Selain itu, upaya pengentasan kemiskinan meningkat di daerah-daerah. Ada rasionalisasi
APBD. Anggaran untuk birokrasi menurun, sementara budget untuk kepentingan masyarakat
meningkat, ujar Arie. Dalam hal penguatan hubungan pusat-daerah, Arie menilai bahwa terjadi
peningkatan kualitas dalam beberapa tahun belakangan. Contohnya, di Aceh tercipta
perdamaian. Situasi di Papua membaik, walaupun perlu terus didorong upaya-upaya yang lebih
positif, jelasnya.

2 FAKTOR-FAKTOR PENENTU PROSPEK PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA


1. Faktor-Faktor Internal
Faktor-faktor tersebut diantaranya, kondisi perbankan realisasi RAPBN 2003, terutama yang
menyangkut beban pembayaran bunga utang pemerintah dan pengeluaran stimulus pasca tragedi
Bali, hasil pertemuan CGI yang sempat ditunda akibat tragedi Bali, kebijakan ekonomi
pemerintah terutama dalam bidang fiskal dan moneter, serta perkembangan ekspor nasional.
Kesiapan dunia usaha Indonesia dalam menghadapi AFTA 2003 juga akan berpengaruh
terhadap prospek pertumbuhan ekonomi nasional lewat pengaruhnya terhadap prospek
perkembangan neraca perdagangan yang berarti saldo transaksi berjalan.
Faktor-faktor non ekonomi : politik san sosial, keamanan (terutaman enyangkut apa yang
akan dilakukan pemerintah untuk mencegah tidak terulangnya lagi tragedi Bali), dan hukum
(terutama yang berkaitan langsung dengan kegiatan bisnis dan pelaksana otonomi daerah).
Perbaikan fundamental ekonomi tidak disertai kstailan politik dan keamanan yang memadai,
serta kepastian hukum.
2. Faktor-Faktor Eksternal
Faktornya diantaranya adalah prospek perekonomian dan perdagangan dunia 2003, kondisi
politik global, terutama efek-efek dari perang AS-Irak dan krisis senjata nuklir Korea Utara.
Perang AS dan Irak akan berdampak pada efek haraga minyak dan penurunan ekspor serta
penundaan pengiriman TKI ke wilayah Timur Tengah, sedang efek dari kore Utara, jika terjadi
perang besar-besaran jelas akan mengganggu arus perdagangan dan investasi di Asia Tenggara
dan Timur khusunya dan dunia pada umumnya.

Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi Indonesia, secara umum adalah :


1. Faktor produksi
2. Faktor investasi
3. Faktor perdagangan luar negeri dan neraca pembayaran
4. Faktor kebijakan moneter dan inflasi
5. Faktor keuangan Negara Chenery mengatakan bahwa perubahan struktur ekonomi
disebut sebagai transformasi struktur yang diartikan sebagai suatu rangkaian perubahan yang
saling terkait satu sama lain dalam komposisi agregat demand (AD), ekspor-impor (X-M).
Agregat supplay (AS) yang merupakan produksi dan penggunaan faktor-faktor produksi seperti
tenaga kerja dan modal guna mendukung proses pembangunan dan pertumbuhan ekonomi yang
berlanjut (Tambunan, 2003).
Ada dua teori utama yang umum digunakan dalam menganalisis perubahan struktur
ekonomi, yakni dari Arthur Lewis tentang teori migrasi dan hoilis chenery tentang teori
transportasi struktural. Teori Lewis pada dasarnya membahas proses pembangunan ekonomi
yang terjadi di daerah pedesaan dan daerah perkotaan. Dalamnya Lewis mengasumsikan bahwa
perekonomian suatu negara pada dasarnya terbagi menjadi dua yaitu perekonomian tradisional di
pedesaan yang didominasi sector pertanian dan perekonomian modern di perkotaan dengan
industri sebagai sector utama. Karana perekonomiannya masih bersifat tradisional dan sub
sistem, dan pertumbuhan penduduk yang tinggi maka terjadi kelebihan supplay tenaga kerja.
3. PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI
Istilah Kuznets, perubahan struktur ekonomi disebut transpormasi struktural, artinya
rangkaian perubahan yang saling terkait satu dengan yang lainnya dalam komposisi AD,
perdagangan luar negeri (ekspor dan impor), AS (produksi dan penggunaan faktor produksi yang
diperlukan guna mendukung pembangunan dan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan
(Chenery, 1979).

1. Teori dan Bukti Empiris


Teori perubahan struktural menitikberatkan pembahasan pada mekanisme transpormasi
ekonomi yang ditandai oleh LDCs, yang semula lebih bersifat subsistence dan menitikberatkan
pada sektor pertanian menuju ke struktur perekonomian yang lebih modern, yang didominasi
oleh sektor-sektor nonprimer. Ada 2 teori yang umum digunakan dalam penganalisis perubahan
struktur ekonomi.

2. Teori Migrasi (Arthus Lewis),


bahwa wkonomi suatu negara pada dasarnya terbagi menjadi 2 yaitu: Perekonomian
Tradisional dipedesaan yang didominasi oleh sektor pertanian Perekonomian Modern
diperkotaan dengan industri sebagai sektor utama. Di pedesaan karena pertumbuhan
penduduknay tinttgi, maka terjadi kelebihan L dan tingkat hidup masyarakat berada pada kondisi
subsistence. Kelebihan L ini ditandai dengan produk marjinalnya yang nilainya nol dan tingkat
upah riil (w) yang rendah. Rumus ini juga berlaku bagi perekonomian Modern.
Rumusnya :
LPD = Fd(WP YP) (2,25)
LPS = Fs(wp) (2,26)
LPD = LPD = LP (2,27)
Persamaan (2,25), permintaan L (LPD) yang merupakan suatu fungsi negatif dari tingkat
upah (wp) (Fdwp>0) dan positif dari volume produksi pertanian (Yp) (FdYp>0). Persamaan
(2,26) , penawaran L (LPS) yang merupakan suatu fungsi positif dari tengkat upah (Fwwp).
Sedang persamaan (2,27) mencermintakn keseimbangan di pasar L, yang menghasilkan tingkat
w (W setelah dikoreksi dengan inflasi) dan jumlah L tertentu.
3. Teori Transpormasi struktural (Hollis Chenery)
Teori ini mempokuskan pada perubahan struktur dalam tahapan proses perubahan ekonomi
di LDCs, yang mengalami transportasi dari pertanian tradisional ke sektor industri sebagai mesin
utama penggerak pertumbuhan ekonomi. Perubahan struktur ekonomi berbarengan dengan
pertumbuhan PDB yang merupakan total pertumbuhan NT dari semua sektor ekonomi dapat
dijelaskan dengan industri dan pertanian NTB masing-masing, yakni NTBi dan NTBp yang
membentuk PDB :
PDB = NTBi + NTBp
Berdasarkan model ini, kenaikan produksi sektor industri manufaktur dinyatakan sama
besarnya dengan jumlah empat faktor berikut :
a) Kenaikan permintaan domestik, yang memuat permintaan langsung untuk produk
industri manufaktur plus efek tidak langsung dari kenaikan permintaan domestik
untuk produk sektor-sektor lainnya terhadap industri manufaktur.
b) Perluasan ekspor atau efek ttal dari kanaikan jumlah ekspor terhadap produk idustri
manufaktur.
c) Substitusi imfor atau efek total dari kenaikan proporsi permintaan di tiap sektor yang
dipenuhi lewat produksi domestik terhadap output industri manufaktur.
d) Perubahan teknologi, atau efek total dari perubahan koefisien infut-outfut di dalam
perekonomian akibat kenaikan upah dan tingkat pendapatan terhadap sektor industri
manufaktur.
Faktor-faktor internal yang membedalakn kelompok LDCs yang mengalami transisi
ekonomi yang sangat pesat adalah :
Kondisi dan struktur awal ekonomi dalam negeri
Besarnya pasar dalam negeri
Pola distribusi pendapatan
Karakteristik dari industrialisasi
Keberadaan SDA
Kebijakan perdagangan luar negeri
Kalau dilihat dari Orde Baru hingga sekarang, dapat dikatakan bahwa proses perubahan
struktur ekonomi Indonesia cukup pesat. Data BPS menunjukan bahwa tahun 1970, NTB dari
sektor pertanian menyumbang sekitar 45% terhadap pembentukan PDB, dan pada dekade 1990-
an hanya tinggal sekitar 16% hingga 20%. Menurutnya pangsa pertanian dalam permbentukan
PDB selama periode tersebut disebabkan oleh laju pertumbuhan output (rata-rata pertahun) di
sektor tersebut relatif lebih rendah dibandingkan laju pertumbuhan output disektor-sektor lain.

Perekonomian Indonesia dalam wawasan Global


Perekonomian dunia tampaknya makin menjadi bebas. Hambatan tarif dan nontarif terus
dikikis melalui negosiasi dagang antar negara. Asosiasi perdagangan bebas makin meluas.
Perekonomian Indonesia dikepung oleh area perdagangan bebas seperti, SAARC, ANZCERTA,
Uni Eropa, NAFTA, dan malah telah tergabung dalam perdagangan bebas seperti AFTA dan
APEC. Mungkin dapat dikatakan bahwa semua partner dagang Indonesia telah masuk pada salah
satu kesepakatan daerah perdagangan bebas. Dalam hal yang demikian ini rupanya sudah
tertutup jalan bagi Indonesia untuk tidak melakukan hubungan dagang ke luar negeri, dan begitu
kita melihat hubungan dagang dengan luar negeri Indonesia harus bersedia mengadakan
perdagangan bebas atau setidaknya perdagangan yang lebih bebas dengan negara partner
dagangnya. Tampaknya pernyataan Presiden Suharto pada penutupan pertemuan APEC di Bogor
pada tahun 1994 harus diterima dengan lapang dada. Pernyataannya adalah: "suka tidak suka,
siap tidak siap, kita harus menerima globalisasi perdagangan bebas". Beberapa kali pertemuan
APEC selanjutnya menekankan supaya komitmen Bogor direalisir, yakni membuka pergagangan
bebas tahun 2010 bagi negara maju dan tahun 2020 bagi negara berkembang. Oleh karena itu
masalah yang dihadapi perekonomian Indonesia yang makin bebas di masa depan adalah
bagaimana cara meraih keuntungan-keuntungan dari globalisasi.

Perekonomian Indonesia di masa yang akan Datang

Sistem Negara dan Pemerintahan.


Pada masa pemerintah Sukarno Indonesia merupakan negara kesatuan, kemudian berubah
menjadi negara federasi, setelah itu kembali lagi ke negara kesatuan sampai sekarang setelah
melewati pemerintahan Suharto, Habibie, Abdulrahman Wahid, Megawati Sukarno Putri, dan
terakhir Susilo Bambang Yudhoyono. Namun pada masa reformasi dari tahun 1998 muncul
kembali wacana untuk mengubah sistem negara kesatuan menjadi negara federal. Pada masa
pemerintahan Sukarno Indonesia memakai sistem pemerintahan demokratis dengan multipartai.
Pada saat itu muncul pendapat bahwa demokrasi Barat tidak cocok untuk bangsa Indonesia
sehingga terjadi perubahan menjadi demokrasi terpimpin, atau demokrasi Pancasila; dan dari
demokrasi parlementer ke demokrasi presidensial.
Pada masa pemerintahan Suharto partai disederhanakan menjadi tiga dan sistem
pemerintahan adalah diktator militer. Sistem pemerintahan dengan tiga partai dan diktator militer
ini runtuh pada waktu krisis moneter yang dibarengi dengan jatuhnya Suharto dan muncul
gerakan reformasi di bidang politik dan ekonomi. Indonesia kembali ke sistem banyak partai,
malah jumlah partai jauh lebih banyak dibandingkan pada masa pemerintahan Sukarno. Kembali
menggunakan sistem demokrasi dan dilaksanakan pemilihan umum langsung. Pengalaman pahit
pada masa Sukarno dengan sistem demokrasi yang mengakibatkan pergantian Menteri berkali-
kali tampaknya ada gejala untuk muncul kembali pada pemerintahan Susilo Bambang Yudoyono
dengan munculnya isu pada awal 2010 akan ada pergantian kabinet, padahal pemerintahan baru
berjalan 100 hari. Hal yang mirip dengan keadaan di mana Indonesia menganut demokrasi
parlementer di tahun 1950an di mana kabinet jatuh bangun, ada kabinet yang hanya berumur tiga
bulan.
Sulit menghubungkan antara bentuk negara kesatuan atau federasi dengan tujuan
pembangunan ekonomi. Namun rupanya dalam waktu 10-20 tahun mendatang Indonesia masih
tetap menganut sistem negara kesatuan. Yang perlu di sini diperhatikan adalah mengenai
Otonomi Daerah, bahwa kewenangan yang tersentralisasi mengakibatkan pembangunan yang
tidak seimbang antara Jawa, Indonesia Bagian Barat, dan Indonesia Bagian Timur. Pemberian
otonomi yang lebih luas dan bertanggung jawab mungkin akan lebih memeratakan pembangunan
antar propinsi dan antar pulau, dan usaha ke arah otonomi keuangan daerah yang makin luas
akan meredakan kemauan beberapa pemerintah daerah untuk memisahkan diri dari NKRI seperti
yang muncul sebagai isu pada masa reformasi.
Mengenai beda distribusi pendapatan pada berbagai sistem pemerintahan, Indonesia hanya
mengalami sistem sosialis dalam kurun waktu yang pendek, pada masa akhir pemerintahan
Sukarno, barangkali tidak sampai 5 tahun, sedangkan masa dengan perekonomian pasar dalam
kurun waktu yang jauh lebih lama, masa pemerintah Suharto dan sesudahnya sampai sekarang
(lebih dari 40 tahun). Distribusi pendapatan sejak Suharto sampai sekarang, sebagaimana
ditunjukkan pada Bab 2 dengan rasio Gini, rasio Kuznets ataupun IPM selalu menunjukkan
tingkat ketimpangan yang sedang (menengah). Mungkin dapat diduga bahwa tingkat
ketimpangan distribusi pendapatan pada masa Indonesia dengan sistem ekonomi sosialis ala
Indonesia lebih jelek dari pada perekonomian dengan sistem bukan sosialis. Jadi dari sudut
sistem negara dan pemerintahan, tampaknya perekonomian Indonesia di masa datang akan tetap
berada di bawah naungan NKRI dengan sistem pemerintah yang demokratis dan sistem ekonomi
yang bukan sosialis melainkan condong ke pasar bebas dengan peranan pemerintah yang cukup
besar dalam bidang ekonomi untuk meningkatkan laju pertumbuhan dan mempertahankan
ketimpangan distribusi pendapatan setidak-tidaknya pada tingkat yang sedang.

Politik, Ekonomi, dan Hukum.


Sebelum dan setelah proklamasi Indonesia selalu menghadapi gejolak politik dalam dan luar
negeri yang tidak aman, maksudnya selalu diwarnai oleh peperangan. Wacana pembenar pada
masa itu adalah bahwa politik menjadi komando dari setiap kebijakan pemerintah. Dalam kancah
politik tidak ada masalah benar salah, yang ada adalah siapa mendapat apa. Dapat dibayangkan
bagaimana akibatnya terhadap kesejahteraan masyarakat kalau politik adalah komando dari
setiap kebijaksanaan. Salah satunya adalah korupsi.
Korupsi sesungguhnya telah banyak dipraktekkan pada masa pemerintahan Sukarno, dan
usaha untuk memberantas korupsi pun waktu itu telah banyak, namun usaha tersebut macet.
Ucapan bung Karno pada waktu itu adalah "kalau kita mencari tikus jangan sampai membakar
rumahnya". Ucapan tersebut memacetkan usaha pemberantasan korupsi kalau korupsi itu
menyangkut pejabat tinggi dalam pemerintahan. Korupsi merupakan salah satu penolakan dari
hal yang benar. Namun, mungkin karena Indonesia merebut kemerdekaannya, bukan dengan
jalan damai, seolah-olah masyarakat Indonesia menolak semua hal-hal yang benar di masa
penjajahan. Sampai-sampai tepat waktu pun seolah-olah ditolak. Pada waktu itu timbul istilah
jam karet, jam yang tidak menunjukkan waktu yang tepat. Seorang pegawai (negeri) yang tepat
waktu masuk dan waktu pulangnya dikatakan sebagai pegawai Belanda, yang tidak karuan waktu
masuk dan waktu pulangnya disebut sebagai pegawai republik.
Kita dapat membayangkan akibatnya terhadap kesejahteraan masyarakat, kalau politik
sebagai komando tindakan pemerintah dan tindakan masyarakat. Hanya segelintir orang yang
mengalami keuntungan dari keadaan tersebut, sebagian besar masyarakat miskin dan miskin
sekali. Dalam kancah internasional, Indonesia dikatakan sebagai "a Nation of coolies dan coolie
among Nations (negara yang terdiri dari kuli, dan negara kuli di antara bangsa-bangsa)".
Pemerintahan Sukarno diakhiri dengan demonstrasi mahasiswa dan masyarakat yang, antara lain,
menuntut ekonomi "Yes", politik "No". Kemudian pada pemerintahan Suharto, ekonomi sebagai
komando setiap kebijaksanaan pemerintah. Ekonomi sebagai komando juga akan menghasilkan
pemerintahan dan masyarakat yang korup. Korupsi malah merata di seluruh negeri, dan sulit
membedakan mana perbuatan yang korup dan mana yang tidak korup. Korupsi sudah dianggap
sebagai kebudayaan. Istilah yang terkenal adalah KKN (kroni, korupsi dan nepotisme). Di
bidang ekonomi, karena ekonomi sebagai komando, terlihat adanya kemajuan dalam arti
pertumbuhan, malah sepanjang pemerintahan Suharto pertumbuhan ekonomi termasuk tinggi,
rata-rata 7-8 persen per tahun.
Pemerintah Suharto juga jatuh melalui demonstrasi mahasiswa dan masyarakat yang
menuntut, antara lain, pemberantasan korupsi (pemerintahan yang bersih) dan penegakan hukum.
Di masa datang, masalah korupsi, masalah ekonomi biaya tinggi, dan masalah penegakan hukum
rupanya tidak bisa ditolerir, kalau Indonesia menghadapi persaingan bebas dalam bidang
ekonomi yang dijanjikan oleh proses globalisasi ekonomi.

Kemajuan Teknologi dan Pertumbuhan Ekonomi.


Pengalaman pembangunan ekonomi pada masa Orde Baru, dengan tingkat pertumbuhan
yang tinggi, mungkin perlu ditiru di masa mendatang. Kalau demikian halnya, maka
pembangunan ekonomi di samping menggunakan sumber daya dalam negeri juga menggunakan
sumber daya dari luar negeri. PMDN dan PMA terus digalakkan, swasta asing dibiarkan bersaing
dan Joint venture didorong berkembang di bumi pertiwi ini. Pinjaman dalam dan luar negeri
mungkin diperlukan untuk menambah modal dalam negeri. Penerimaan yang demikian ini
rupanya tidak bisa dibendung lagi karena globalisasi tidak hanya terjadi di sektor barang tetapi
juga di sektor jasa dan penanaman modal (investasi), dan bahkan di sektor pertanian.
Todaro dan Smith (2003 h.115) mengatakan bahwa Inggris menggandakan output per orang
dalam 60 tahun pertama sejak revolusi industrinya, Amerika Serikat melakukan hal yang sama
dalam waktu 45 tahun, Korea Selatan berhasil melakukan hal yang serupa hanya dalam 11 tahun
sejak 1966 sampai 1977. Sejarah pertumbuhan ekonomi juga menunjukkan bahwa semakin
terlambat satu negara memulai pertumbuhan ekonomi modernnya, maka waktu yang diperlukan
untuk menggandakan output per orang juga makin singkat. Untuk Indonesia, kalau dihitung
mulai sekarang (tahun 2010), barangkali tidak sampai memerlukan waktu 5 tahun untuk
menggandakan output per orang. Caranya adalah (i) loncat jauh dalam bidang transfer teknologi,
yang maksudnya langsung memakai teknologi produksi yang paling mutakhir, dan (ii)
memanfaatkan kesediaan modal dan tenaga ahli yang berlimpah yang dimiliki oleh negara maju.

Subsidi dan Program Sosial.


Kalau pemerintah Indonesia termasuk dalam "kelompok Cairns" dalam putaran Uruguay
yang menolak menandatangani kesepakatan kecuali ada kemajuan di bidang pertanian
(maksudnya pengurangan subsidi di bidang pertanian oleh negara maju, lihat Seksi 12.3), maka
tidaklah konsisten kalau Indonesia sendiri menerapkan praktek subsidi pupuk di bidang pertanian
dan di bidang lain seperti minyak bumi dan listrik.
Dasar dari perekonomian Indonesia di masa datang yang dirumuskan adalah perdagangan
internasional yang bebas tanpa hambatan seperti pada prinsip-prinsip yang diterapkan pada
GATT. Sistem ekonomi yang dianutnya adalah sistem pasar berdasarkan atas kekuatan
permintaan dan penawaran dengan intervensi yang minimum oleh pemerintah. Dalam hal
subsidi, harga dari barang yang diperdagangkan ditentukan oleh pemerintah, bukan oleh
kekuatan permintaan dan penawaran. Misalnya subsidi bensin, atau subsidi pupuk, sering kali
mengakibatkan bensin dan pupuk hilang dari pasar dan timbul pasar gelap. Di samping itu, yang
menerima subsidi seperti ini kebanyakan golongan kaya, bukan golongan yang semestinya
dibantu oleh pemerintah. Selama harga tidak ditentukan oleh pasar, maka hal tersebut tidak
sesuai dengan sistem pasar. Ini termasuk, misalnya, harga Sembako murah. Harga Sembako
dalam hal ini ditentukan oleh pemerintah, dan oleh karenanya tidak sesuai dengan sistem. Lagi
pula, pengalaman mengenai penjualan Sembako murah menunjukkan tidak sedikit pembeli yang
mengendarai kendaraan roda dua atau roda empat, malah dengan plat merah, yang tidak sesuai
dengan tujuan pengadaan Sembako murah tersebut. Oleh karena itu ditolak oleh sistem
perekonomian pasar.
Namun apabila pemerintah mengintervensi pasar, seperti misalnya pada pasar beras melalui
Bulog, atau pasar devisa melalui cadangan devisa, maka hal ini masih sesuai dengan dasar logika
dari sistem pasar, karena harga masih tetap ditentukan oleh kekuatan permintaan dan penawaran.
Pemerintah bisa saja memberikan subsidi kepada mereka yang betul-betul memerlukannya,
asalkan tidak dengan cara menentukan harga. Jadi biarkan harga barang ditentukan oleh
permintaan dan penawaran, harga bisa distabilkan oleh intervensi pemerintah, dan kalau harga
masih terlalu tinggi bagi kelompok miskin, maka mereka bisa dibantu oleh pemerintah. Misalnya
jangan menjual Sembako murah, tetapi Sembako atas kekuatan pasar, atau kalau toh disebut
Sembako mahal, maka yang tidak mampu dibantu oleh pemerintah. Semua pembeli tetap
membayar harga barang dimaksud sesuai dengan harga yang ditentukan oleh permintaan dan
penawaran.
Pada prinsipnya sistem ekonomi yang disarankan oleh globalisasi adalah penggunaan semua
sumber daya masyarakat seefisien mungkin untuk mengejar pertumbuhan ekonomi yang tinggi
dan diimbangi oleh program sosial yang masif untuk mengejar distribusi pendapatan yang tidak
terlalu timpang.

Anda mungkin juga menyukai