Anda di halaman 1dari 79

HIDROLOGI

TL-2204

ANALISA HIDROLOGI

Nama/NIM : Ivy Febrianti Putri(15312019)


Silvany Dewita(15312025)
Achilles Petrus H(15312027)
Tania Alpiani(15312030)

Asisten : Made Sandhyana Angga


Tanggal Pengumpulan : Sabtu, 25 April 2013

PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN

FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN

INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG

2014
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 TUJUAN

Adapun tujuan dari disusunnya laporan ini adalah:

Melengkapi data curah hujan sehingga diperoleh seri data curah hujan dari tahun 1987
hingga tahun 2008 pada delapan stasiun pengamat hujan
Melakukan uji konsistensi data curah hujan
Melakukan uji homogenitas data curah hujan
Melakukan analisis curah hujan harian maksimum
Melakukan perhitungan hujan wilayah dengan menggunakan metode aritmatik
sederhana dan metode Thiessen
Melakukan uji kecocokan
Melakukan analisis intensitas hujan

1.2 UMUM
Perencanaan sistem drainase suatu daerah sangat terkait dengan kondisi hidrologi
daerah tersebut. Kondisi hidrologi seperti curah hujan, temperatur, penguapan, lamanya
penyinaran matahari, kecepatan angin, debit sungai, tinggi muka air selalu berubah menurut
waktu. Untuk keperluan tertentu, datadata ini dapat dikumpulkan, dihitung, disajikan, dan
ditafsirkan dengan menggunakan metode tertentu.
Analisis data curah hujan dilakukan melalui beberapa tahap yaitu analisis data curah
hujan, analisis curah hujan harian maksimum, dan analisis intensitas hujan.Keseluruhan
analisis curah hujan ini bertujuan untuk mendapatkan hasil yang sedekat-dekatnya, sebab
proses hujan merupakan proses stokastik yang acak. Resiko dalam desain diminimalisir
dengan perhitungan yang teliti dan pengambilan keputusan yang matematis. Interpretasi yang
tepat dari data hujan diperlukan untuk menghindari kesimpulan yang keliru.
Adapun dalam melakukan analisis terhadap curah hujan dilakukan dengan
menggunakan langkah-langkah sebagai berikut,
Flow Chart 1.2.1 Langkah-Langkah AnalisA Hidrologi
BAB II

ANALISA HIDROLOGI

2.1 Data Curah Hujan Harian Maksimum

Data curah hujan yang digunakan dalam laporan ini adalah kejadian hujan pada 8
Stasiun Pengamat Hujan di sekitar wilayah perencanaan selama 30 tahun (dari tahun 1980-
2009) sehingga dapat dianggap representatif. Apabila terdapat kekosongan data maka
diperlukan nilai pendekatan untuk stasiun tersebut. Perkiraan data curah hujan yang kosong
memerlukan data-data curah hujan minimal dari dua stasiun hujan terdekat pada tahun yang
sama, sebagai data pembanding (Moduto. Drainase Perkotaan. 1998). Pelengkapan data
curah hujan dapat dilakukan 2 metode berikut:

1. Metode Aljabar
Metode ini digunakan jika perbedaan curah hujan tahunan normal antara stasiun
pembanding dengan stasiun yang kehilangan data kurang dari 10% (Moduto. Drainase
Perkotaan . 1998).

(2.1)

2. Metode Perbandingan Normal


Metode ini digunakan jika perbedaan curah hujan tahunan normal antara stasiun
pembanding dengan stasiun yang kehilangan data lebih dari 10% (Subarkah. Hidrologi untuk
Perencanaan Bangunan Air. 1980):

(2.2)
Keterangan:
n : jumlah stasiun pembanding
rx : tinggi curah hujan yang dicari
rn : tinggi curah hujan pada tahan yang sama dengan rx pada setiap stasiun pembanding
Rx : harga rata-rata tinggi curah hujan pada stasiun pengukur yang salah satu curah
hujannya sedang dicari
Rn : harga rata-rata tinggi curah hujan pada setiap stasiun pembanding selama kurun
waktu yang sama

Perhitungan perbedaan curah hujan antara stasiun pembanding dan stasiun yang
kehilangan data dilakukan dengan persamaan:

(2.3)
Keterangan:
: Persen perbedaan curah hujan antara stasiun pembanding dan stasiun yang
kehilangan data
Ri : Nilai rata-rata curah hujan selama pengamatan tiap stasiun
R : Rata-rata curah hujan dari n jumlah stasiun pengamat
n : jumlah stasiun pengamat

Contoh perhitungan,

Tabel 2.1.1 Data Curah Hujan yang belum dilengkapi

Tahun P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8
Sukawana Ujg.Berung Cicalengka Paseh Chinchona Cisondari Montaya Saguling
1980 80 93 96 58 70 149 56 90
1981 96 80 99 92 50 90 64 85
1982 68 83 48 65 35 126
1983 70 105 83 90 30 127 65 93
1984 75 85 64 67 25 185 68 75
1985 92 75 57 60 30 76 79 40
1986 88 54 100 101 25 69 115
1987 83 58 66 49 20 74 63
1988 136 290 81 115 64 64 151
1989 60 91 90 72 65 118
1990 80 80 98 44 90 89
1991 55 52 64 75 27 87 75
1992 93 77 80 90 29 58 88
1993 65 51 110 60 17 70 57
1994 88 81 28 65 40
1995 57 40 79 106
1996 115 74 85 82 89 56 48 73
1997 155 72 55 64 71
1998 50 93 66 46 68 79
1999 74 45 69
2000 80 48 104
2001 90 50 60
2002 68,5 44 62,5
2003 86 98 92 21 89
2004 57 95 64,5 53 65
2005 55 59 68 64,5
2006 89 69,2 58 49,5
2007 79 72 81 80 78,5
2008 77 90 105 60 62,5
2009 85 70 87 108 97

Perhitungan untuk mengisi tabel data di atas adalah sebagai berikut,

1) Menentukan perbedaan curah hujan antara stasiun pembanding dan stasiun yang kehilangan
data dilakukan dengan persamaan 2.3 sebagai berikut:

S=
( RiR)
n1

S=
1366,146895
81
=13,9701053

S
x 100
= R
13,9701053
x 100
= 76,06230987 = 18,36665931%

Perbedaan curah hujan antara stasiun pembanding dengan stasiun yang kehilangan
data bernilai lebih dari 10%, maka metode pelengkapan data curah hujan yang akan
digunakan adalah Metode Perbandingan Normal.

2) Melengkapi data curah hujan dengan menggunakan Metode Perbandingan Normal dilakukan
dengan menggunakan persamaan 2.2 sebagai berikut:

Contoh perhitungan curah hujan stasiun Sukawana pada tahun 1989,


1
n
rn x R
r Sukawana ( 1989 )=
n n=1 Rn
x

r Sukawana(1989)=
6 [(
1 60 x 85,38095238
86,04348
+
91 x 85,38095238
78,34 )( +
90 x 85,38095238
77,19048
+
72 x 85,380
)( 1956 )(
r Sukawana(1989)=99,3

Untuk perhitungan nilai-nilai curah hujan yang kosong digunakan cara yang sama.
Setelah dilakukan perhitungan dan pelengkapan data curah hujan didapat hasil sebagai
berikut:

Tabel 2.1.2 Pelengkapan Data Curah Hujan

Tahun P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8
Sukawana Ujg.Berung Cicalengka Paseh Chinchona Cisondari Montaya Saguling
1980 80 93 96 58 70 149 56 90
1981 96 80 99 92 50 90 64 85
1982 68 83 48 65 35 126 74,3 70,9
1983 70 105 83 90 30 127 65 93
1984 75 85 64 67 25 185 68 75
1985 92 75 57 60 30 76 79 40
1986 88 54 100 101 25 69 115 77,5
1987 83 58 66 49 20 74 63 57,6
1988 136 290 81 115 64 64 151 127,2
1989 99,3 60 91 90 72 65 118 88,9
1990 91,9 80 80 98 44 90 89 82,2
1991 55 52 64 75 27 87 75 61,8
1992 93 77 80 90 29 58 88 72,7
1993 65 51 110 60 17 70 57 60,0
1994 88 69,0 81 61,9 28 65 40 61,3
1995 84,3 84,9 57 76,2 40 79 106 75,4
1996 115 74 85 82 89 56 48 73
1997 155 100,0 72 55 64 71 93,1 88,8
1998 50 93 66 70,1 46 68 72,7 79
1999 80,8 81,4 74 73,0 45 69 75,8 72,3
2000 97,0 97,8 80 87,7 48 104 91,1 86,9
2001 86,8 87,5 90 78,5 50 60 81,5 77,7
2002 75,9 76,4 68,5 68,6 44 62,5 71,2 67,9
2003 86 98 92 75,6 21 89 78,4 74,8
2004 57 95 64,5 71,4 53 65 74,2 70,7
2005 65,2 55 59 68 32,6 64,5 61,2 58,4
2006 69,8 89 69,2 58 34,9 49,5 65,5 62,5
2007 79 72 81 80 40,8 78,5 76,7 73,2
2008 77 90 105 60 41,1 62,5 77,3 73,7
2009 85 70 87 108 46,9 97 88,1 84,0

2.2 Uji Konsistensi

Adapun tujuan dilakukannya uji konsistensi adalah sebagai berikut,

Menguji kebaran data curah hujan yang didapat.


Mengidentifikasi apakah data curah hujan yang didapat memenuhi syarat dan layak
digunakan.

Pengamatan curah hujan dapat mengalami perubahan akibat perubahan dalam lokasi
pengukuran, pemaparan, instrumentasi, perubahan lingkungan yang mendadak, maupun cara
pengamatannya. Penelitian yang dilakukan di Indonesia dalam beberapa tahun terakhir
menunjukan bahwa sekitar 15% dari data yang tersedia menunjukan gejala ketidakpanggahan
(inconsistency), sehingga tes konsistensi perlu dilakukan. Data hujan disebut konsisten
apabila data yang terukur dan dihitung adalah teliti dan benar serta sesuai dengan fenomena
saat hujan itu terjadi. Data tidak konsisten, disebabkan:

1. Penggantian jenis dan spesifikasi alat

2. Perkembangan lingkungan sekitar pos hujan

3. Pemindahan lokasi pos hujan

Dalam menganalisa kebenaran atau kekonsistenan suatu data curah hujan, dapat
dilakukan beberapa metoda antara lain :

1. Observasi lapangaan.

2. Observasi ke kantor pengolahan data


3. Membandingkan data hujan dengan data untuk iklim yang sama

4. Analisis kurva massa ganda

5. Analisis statistik

Namun pada kenyatanan uji konsistensi lebih banyak menggunakan metoda analisis
kurva massa ganda (double-mass curve) dengan membandingkan nilai akumulasi hujan
tahunan pada pos yang bersangkutan dengan nilai akumulasi hujan rata-rata tahunan suatu
kumpulan stasiun di sekitarnya.

Analisis kurva massa ganda ini dilakukan berdasarkan prinsip bahwa setiap
pencatatan data yang berasal dari populasi yang sekandung akan konsisten, sedangkan yang
tidak sekandung tidak konsisten dan akan terjadi penyimpangan. Apabila terdapat perubahan
dalam trend data, maka perubahan tersebut perlu dikoreksi agar tetap konsisten.

Tahapan tes konsistensi adalah sebagai berikut:


1. Sejumlah stasiun dalam wilayah iklim yang sama diseleksi sebagaistasiun dasar
(pembanding). Rerata aritmatika dari semua stasiun dasar dihitung untuk setiap tahun
yang sama. Rerata tersebut kemudian ditambahkan mulai dari tahun awal pengamatan
(akumulasi). Demikianpula curah hujan pada stasiun hujan yang akan dianalisis trend-
nya. Kemudian titik-titik akumulasi curah hujan stasiun dasar dan stasiun utama diplot
pada kurva massa ganda.
2. Pada kurva massa ganda, titik-titik yang tergambar akan berdeviasi disekitar garis
trend. Jika ada data yang terlalu jauh menyimpang maka dikatakan data tersebut tidak
mengikuti trend sehingga data tersebut perlu dikoreksi.
Pengoreksian data tersebut dilakukan dengan persamaan berikut:

(Nemec. Engineering Hydrology. 1973)


(2.4)
keterangan:
Hz : Curah hujan yang diperkirakan
H0 : Curah hujan hasil pengamatan
A : Slope sebelum perubahan
A : Slope sesudah perubahan
fk : Faktor koreksi

(2.5)
slope sebelum perubahan
Fk=
slope sesudah perubahan

(2.6)

Berdasarkan data curah hujan yang didapat pada pengelolaan data yang sudah
dilakukan sebelumnya, maka akan dilakukan tahapan perhitungan uji konsistensi untuk
stasiun Sukawarna :

1. Menghitung rerata aritmatika pembanding dari semua stasiun dasar tiap tahunnya
( stasiun Ujg.Berung stasiun Saguling ). Contoh perhitungan pada tahun 1980:

( 93+96+58+ 70+149+56+90)
R= =87.4
7

Ulangi untuk semua tahun.

2. Mengakumulasi rerata aritmatika tersebut dan curah hujan pada stasiun utama.
Contoh perhitungan:

Akumulasi Stasiun Utama ( diakumulasi dari bawah ke atas )


Tahun 2009 = 77
Tahun 2008 = 77+ 79 = 156
Dan seterusnya hingga ke atas.
Akumulasi Stasiun Pembanding ( diakumulasi dari bawah ke atas )
Tahun 2009= 83
Tahun 2008 = 83+ 72.8= 155.8
Dan seterusnya hingga ke atas.
3. Memplot grafik dengan sumbu X adalah akumulasi stasiun dasar dan sumbu Y adalah
akumulasi stasiun utama. Membuat trend dari grafik tersebut sehingga diketahui data-
data yang tidak mengikuti trend yang perlu dikoreksi.

Grafik 2.2.1. Uji Konsistensi pada Stasiun P1 Sukawana

P1 Sukawana
3000.0
2500.0
f(x) = 1.19x - 42.84
2000.0 R = 1

Akumulasi P1 1500.0 Linear ()


1000.0
500.0
0.0
0.0 1000.0 2000.0 3000.0

Akumulasi Pembanding

4. Mengecek data-data yang tidak mengikuti trend. Pada kurva yang didapat oleh
kelompok kami tidak terdapat data yang tidak mengikuti trend, semua data konsisten.
5. Tan a0, didapat dari persamaan y= 1.190x - 42.84
6. Karena data yang didapat konsisten maka Tan a0 = Tan a
7. Nilai k didapat dari : (tan a/tan a0), sehingga nilai k = 1
8. Nilai chhm didapat dari : P1 x nilai k ( per tahunnya ) = 85

Tabel 2.2.1 Hasil Uji Konsistensi untuk stasiun P1 Sukawana


P1 Sukawarna
k
Akumulasi
Tahun P1 Ppembanding Akumulasi P1
Pembanding
Tan a0 Tan a (tan a/tan chhm
a0)
1980 87.4 2545.1 2222.2 1.1909 1.1909 1 85
80
1981 80.0 2460.1 2134.7 1.1909 1.1909 1 80
96
1982 71.7 2380.1 2054.7 1.1909 1.1909 1 96
68
1983 84.7 2284.1 1983.0 1.1909 1.1909 1 68
70
1984 81.3 2216.1 1898.3 1.1909 1.1909 1 70
75
1985 59.6 2146.1 1817.0 1.1909 1.1909 1 75
92
1986 77.4 2071.1 1757.4 1.1909 1.1909 1 92
88
1987 55.4 1979.1 1680.1 1.1909 1.1909 1 88
83
1988 127.5 1891.1 1624.7 1.1909 1.1909 1 83
136
1989 99,3 83.6 1808.1 1497.2 1.1909 1.1909 1 136
1990 91,9 80.5 1672.1 1413.7 1.1909 1.1909 1 99.3
1991 63.1 1572.8 1333.2 1.1909 1.1909 1 91.9
55
1992 70.7 1480.9 1270.1 1.1909 1.1909 1 55
93
1993 60.7 1425.9 1199.4 1.1909 1.1909 1 93
65
1994 58.0 1332.9 1138.7 1.1909 1.1909 1 65
88
1995 84,3 74.1 1267.9 1080.7 1.1909 1.1909 1 88
1996 72.4 1179.9 1006.6 1.1909 1.1909 1 84.3
115
1997 77.7 1095.6 934.2 1.1909 1.1909 1 115
155
1998 70.7 980.6 856.5 1.1909 1.1909 1 155
50
1999 80,8 70.1 825.6 785.8 1.1909 1.1909 1 50
2000 97,0 84.2 775.6 715.7 1.1909 1.1909 1 80.8
2001 86,8 74.2 694.8 631.6 1.1909 1.1909 1 97
2002 75,9 65.6 597.8 557.4 1.1909 1.1909 1 86.8
2003 75.5 511.0 491.8 1.1909 1.1909 1 75.9
86
2004 70.5 435.1 416.3 1.1909 1.1909 1 86
57
2005 65,2 57.0 349.1 345.7 1.1909 1.1909 1 57
2006 69,8 61.2 292.1 288.8 1.1909 1.1909 1 65.8
2007 71.7 226.3 227.5 1.1909 1.1909 1 70.3
79
2008 72.8 156.0 155.8 1.1909 1.1909 1 79
77
2009 83.0 77.0 83.0 1.1909 1.1909 1 77
85

Untuk data tidak konsisten dilakukan perhitungan sebagai berikut,


Pengolahan data pada stasiun Cicalengka :
1. Menghitung rerata aritmatika pembanding dari semua stasiun dasar tiap tahunnya
Contoh perhitungan pada tahun 1980:
( 80+93+58+70+149+ 56+90)
R= =85.1
7
Lakukan perhitungan untuk semua tahun.

2. Mengakumulasi rerata aritmatika tersebut dan curah hujan pada stasiun utama.
Contoh perhitungan:

Akumulasi Stasiun Utama( diakumulasi dari bawah ke atas )


Tahun 2009 = 87
Tahun 2008 = 87+ 105 = 192
Dan seterusnya hingga ke atas.
Akumulasi Stasiun Pembanding ( diakumulasi dari bawah ke atas )
Tahun 2009 = 82.7
Tahun 2008 = 82.7 + 68.8 = 151.5
Dan seterusnya hingga ke atas.

3. Memplot grafik dengan sumbu X adalah akumulasi stasiun dasar dan sumbu Y adalah
akumulasi stasiun utama. Membuat trend dari grafik tersebut sehingga diketahui data-
data yang tidak mengikuti trend yang perlu dikoreksi.

Grafik 2.2.2 Uji Konsistensi stasiun P3 Cicalengka

P3 Cicalengka
2500
f(x) = 1.03x + 51.39
2000 R = 1

1500 f(x) = 1.04x + 89.02 Linear ()


Akumulasi P3 R = 1
inkonsisten
1000
Linear (inkonsisten)
500

0
0.0 500.0 1000.0 1500.0 2000.0 2500.0

Akumulasi Pembanding
4. Mengecek data-data yang tidak mengikuti trend. Pada kurva terdapat data-data yang
tidak mengikuti tren dari tahun 1889-1893
5. Didapat 2 nilai Tan a0,
a) untuk data konsisten didapat dari persamaan y = 1.030x 51.38
b) untuk data tidak konsisten y = 1.036x 89.02
6. Karena data yang didapat konsisten dan inkonsisten maka
a) Tan a0 = Tan a = 1.030 ( konsisten )
b) Tan a= 1.036 ( inkonsisten )
7. Nilai k didapat dari : (tan a/tan a0),
a) nilai k = 1 ( konsisten )
b) nilai k = 1.005432 ( inkonsisten )
8. Nilai chhm didapat dari : P1 x nilai k ( per tahunnya ) = 85

Tabel 2.2.2 Hasil Uji Konsistensi untuk Stasiun P3 Cicalengka

P3 Cicalengka
Tahun P3 Ppembanding Akumulasi P3 Akumulasi Tan a0 Tan a k
Pembanding (tana/tana0)
1980 96 85.1 2350.2 2250.0 1.0309 1.0309 1
1981 99 79.6 2254.2 2164.9 1.0309 1.0309 1
1982 48 74.6 2155.2 2085.3 1.0309 1.0309 1
1983 83 82.9 2107.2 2010.7 1.0309 1.0309 1
1984 64 82.9 2024.2 1927.8 1.0309 1.0309 1
1985 57 64.6 1960.2 1845.0 1.0309 1.0309 1
1986 100 75.6 1903.2 1780.4 1.0309 1.0309 1
1987 66 57.8 1803.2 1704.8 1.0309 1.0309 1
1988 81 135.3 1737.2 1646.9 1.0309 1.0309 1
1989 91 84.7 1656.2 1511.6 1.0309 1.0365 1.005432 9
1990 80 82.2 1565.2 1426.9 1.0309 1.0365 1.005432 8
1991 64 61.8 1485.2 1344.7 1.0309 1.0365 1.005432 6
1992 80 72.5 1421.2 1282.9 1.0309 1.0365 1.005432 8
1993 110 54.3 1341.2 1210.4 1.0309 1.0365 1.005432 1
1994 81 59.0 1231.2 1156.1 1.0309 1.0309 1
1995 57 78.0 1150.2 1097.1 1.0309 1.0309 1
1996 85 76.7 1093.2 1019.1 1.0309 1.0309 1
1997 72 89.5 1008.2 942.4 1.0309 1.0309 1
1998 66 68.4 936.2 852.8 1.0309 1.0309 1
1999 74 71.0 870.2 784.4 1.0309 1.0309 1
2000 80 86.6 796.2 713.4 1.0309 1.0309 1
2001 90 73.7 716.2 626.8 1.0309 1.0309 1
2002 68.5 66.6 626.2 553.1 1.0309 1.0309 1
2003 92 74.7 557.7 486.4 1.0309 1.0309 1
2004 64.5 69.5 465.7 411.7 1.0309 1.0309 1
2005 59 57.9 401.2 342.3 1.0309 1.0309 1
2006 69.2 61.4 342.2 284.3 1.0309 1.0309 1
2007 81 71.4 273 223.0 1.0309 1.0309 1
2008 105 68.8 192 151.5 1.0309 1.0309 1
2009 87 82.7 87 82.7 1.0309 1.0309 1

2.3 Uji Homogenitas


Adapun tujuan dilakukannya uji homogenitas adalah sebagai berikut,
Agar data yang diperoleh dalam melakukan pengamatan unsur iklim atau cuaca
menjadi bermanfaat.
Agar data yang diperoleh memiliki akurasi yang tinggi

Pemahaman tentang perlunya dilakukan analisis homogenitas merupakan suatu


langkah awal untuk membenahi data sekaligus menerapkan pengawasan kualitas (quality
control) terhadap asset data iklim yang ada di BMG. Selanjutnya perlu disadari bahwa
merupakan suatu kewajiban ilmiah untuk memberikan keterangan apakah suatu seri data
telah teruji homogenitasnya atau belum. Secara rinci keterangan tentang homogenitas data
meliputi:
1. Jenis parameter
2. Periode pengamatan data
3. Basis skala waktu (bulanan, mingguan, tahunan, dsb)
4. Jenis teknik (test) yang dipakai dalam uji homogenitas serta penjelasannya
5. Jumlah seri data yang homogen/ tidak homogen pada suatu stasiun (berapa seri data
yang ditemukan homogen/ tidak homogen)
6. Jumlah kasus, panjangnya periode dan variasi tahunan kasus tidak homogeny (jumlah
kasus setiap bulannya) dalam satu seri data.
7. Ukuran penyimpangan dan faktor koreksi yang digunakan untuk memperbaiki (meng-
adjust) ketidak homogenan seri tersebut.
8. Faktor non-klimat yang diidentifikasi telah mengakibatkan ketidak homogenan dalam
suatu seri data (pemindahan instrumen, pergantian waktu pengamatan, pergantian
pengamat, kecenderungan/ trend memanas/ mendingin secara perlahan-lahan misalnya
karena dampak perkotaan dan dampak perubahan tata guna lahan).

Tes homogenitas biasanya dilakukan bila data-data pokok untuk studi diperoleh dari
sekitar lebih dari sepuluh stasiun pengamat hujan (Moduto. Drainase Perkotaan. 1998).
Namun untuk menyempurnakan perhitungan dan untuk mengikuti prosedur yang berlaku,
maka tes homogenitas perlu dilakukan. Tes homogenitas ini dilakukan pada kurva tes
homogenitas dengan mengeplotkan data-data curah hujan terpilih. Apabila titik tersebut
berada pada corong kurva, maka data tersebut bersifat homogen. Apabila tidak homogen,
dapat dipilih sebagian dari data-data yang ada dan dihitung kembali kehomogenitasannya
sedemikian rupa sehingga array baru yang terpilih bersifat homogen.
Tes ini menggunakan kertas grafik dari US Geological Survey dengan memplot titik-
titik yang mempunyai koordinat H (N, TR). N merupakan jumlah data curah hujan dan harga
TR ditentukan dengan rumus:

(2.7)
keterangan:
TR : occurence interval atau PUH untuk curah hujan tahunan rata-rata (tahun)
Tr : PUH untuk curah hujan tahunan rata-rata
R10 : curah hujan tahunan dengan PUH 10 tahun (mm/hari)
R : curah hujan rata-rata (mm/hari)

Untuk mendapatkan R10 dan Tr yang diinginkan, dapat diterapkan beberapa metode,
diantaranya persamaan modifikasi Gumbel yang diturunkan dengan cara sebagai berikut:

(2.7)
Dengan mensubstitusi, diperoleh persamaan Gumbel:

(2.8)
Atau rumus lain:
Tr
RT R 0.78 ln ln 0.45 R
Tr 1

(2.9)
keterangan:
Yt : reduced variate
YN : reduced mean
HR : standar deviasi data hujan
HN : reduced standar deviation

Berikut diberikan contoh hasil perhitungan uji homogenitas.


a) Trial 1 (n=10)
1. Menentukan nilai tinggi hujan pada PUH 2.33 dan 10 tahun di stasiun utama.

10
RT 84.84 0.78 ln ln 0.45 x 21.44 112.822
10 1

2. Untuk PUH 2.33 tahun, maka nilai R2.33 = Rrata-rata = 112.822. Maka nilai TR dicari:
112.822
TR x 2.33 3.098605
84.84

3. Periode ulang Ti terhadap Ni (jumlah data = 30) diplot pada kurva uji homogenitas yang
berupa corong.

Tabel 2.3.1. Perhitungan Uji Homogenitas Trial 1 (n=30)

Tahun P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8
Sukawarna Ujg.Berung Cicalengka Paseh Chinchona Cisondari Montaya Saguling
1980 80 93.00 96.00 58.00 70.00 149.00 56.00 90.00
1981 96 80.00 99.00 92.00 50.00 90.00 64.00 85.00
1982 68 83.00 48.00 65.00 35.00 126.00 74.30 70.91
1983 70 105.00 83.00 90.00 30.00 127.00 65.00 93.00
1984 75 85.00 64.00 67.00 25.00 185.00 68.00 75.00
1985 92 75.00 57.00 60.00 30.00 76.00 79.00 40.00
1986 88 54.00 100.00 101.00 25.00 69.00 115.00 77.55
1987 83 58.00 66.00 49.00 20.00 74.00 63.00 57.62
1988 136 290.00 81.00 115.00 64.00 64.00 151.00 127.20
1989 99,3 60.00 91.49 90.00 72.00 65.00 118.00 88.85
1990 91,9 80.00 80.43 98.00 44.00 90.00 89.00 82.24
1991 55 52.00 64.35 75.00 27.00 87.00 75.00 61.83
1992 93 77.00 80.43 90.00 29.00 58.00 88.00 72.65
1993 65 51.00 110.60 60.00 17.00 70.00 57.00 60.00
1994 88 69.00 81.00 61.90 28.00 65.00 40.00 61.29
1995 84,3 84.90 57.00 76.20 40.00 79.00 106.00 75.43
1996 115 74.00 85.00 82.00 89.00 56.00 48.00 73.00
1997 155 99.90 72.00 55.00 64.00 71.00 93.10 88.81
1998 50 93.00 66.00 70.00 46.00 68.00 72.70 79.00
1999 80,8 81.40 74.00 73.00 45.00 69.00 75.80 72.30
2000 97,0 91.80 80.00 87.70 48.00 104.00 91.00 86.87
2001 86,8 81.50 90.00 78.50 50.00 60.00 81.50 77.70
2002 75,9 76.40 68.50 68.50 44.00 62.50 71.20 67.90
2003 86 98.00 92.00 75.60 21.00 89.00 78.40 74.81
2004 57 95.00 64.50 71.40 53.00 65.00 74.20 70.73
2005 65,2 55.00 59.00 68.00 32.60 64.50 61.23 58.40
2006 69,8 89.00 69.20 58.00 34.80 49.50 65.51 62.48
2007 79 72.00 81.00 80.00 40.80 78.50 76.69 73.15
2008 77 90.00 105.00 60.00 41.10 62.50 77.31 73.74
2009 85 70.00 87.00 108.00 46.90 97.00 88.08 84.02
R 84.84 85.46 78.42 76.13 42.07 82.35 78.77 75.38
21.44 40.69111 15.24321 16.1937 16.73748 29.40327 21.84218 14.95439
R10 112.822 138.5769 98.31371 97.26409 63.92054 120.7297 107.2775 94.90294
TR 3.098605 3.778043 2.921191 2.976951 3.539887 3.41591 3.173358 2.933331
N 30 30 30 30 30 30 30 30
Grafik 2.3.1. Corong Uji Homogenitas Trial 1

4. Nilai (30 ; 3.098605) ternyata tidak berada dalam corong homogenitas, maka jumlah data
harus dikurangi, hanya diambil 20 tahun terakhir saja agar kemungkinan data tersebut
menjadi homogen lebih besar.

b) Trial 2 (n=20)
1. Menentukan nilai tinggi hujan pada PUH 2.33 dan 10 tahun di stasiun utama.

10
RT 83.61 0.78 ln ln 0.45 x 22.73 113.27
10 1

2. Untuk PUH 2.33 tahun, maka nilai R2.33 = Rrata-rata = 113.27. Maka nilai TR dicari:

113.27
TR x 2.33 3.156695
83.61
3. Periode ulang Ti terhadap Ni (jumlah data = 20) diplot pada kurva uji coba homogenitas
yang berupa corong.

Tabel 2.3.2. Perhitungan Uji Homogenitas Trial 2

P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8
Tahun
Sukawana Ujg.Berung Cicalengka Paseh Chinchona Cisondari Montaya Saguling
1990 99.30 80.00 80.43 98.00 44.00 90.00 89.00 82.24
1991 91.90 52.00 64.35 75.00 27.00 87.00 75.00 61.83
1992 55.00 77.00 80.43 90.00 29.00 58.00 88.00 72.65
1993 93.00 51.00 110.60 60.00 17.00 70.00 57.00 60.00
1994 65.00 69.00 81.00 61.90 28.00 65.00 40.00 61.29
1995 88.00 84.90 57.00 76.20 40.00 79.00 106.00 75.43
1996 84.30 74.00 85.00 82.00 89.00 56.00 48.00 73.00
1997 115.00 99.90 72.00 55.00 64.00 71.00 93.10 88.81
1998 155.00 93.00 66.00 70.00 46.00 68.00 72.70 79.00
1999 50.00 81.40 74.00 73.00 45.00 69.00 75.80 72.30
2000 80.80 91.80 80.00 87.70 48.00 104.00 91.00 86.87
2001 97.00 81.50 90.00 78.50 50.00 60.00 81.50 77.70
2002 86.80 76.40 68.50 68.50 44.00 62.50 71.20 67.90
2003 75.90 98.00 92.00 75.60 21.00 89.00 78.40 74.81
2004 86.00 95.00 64.50 71.40 53.00 65.00 74.20 70.73
2005 57.00 55.00 59.00 68.00 32.60 64.50 61.23 58.40
2006 65.80 89.00 69.20 58.00 34.80 49.50 65.51 62.48
2007 70.30 72.00 81.00 80.00 40.80 78.50 76.69 73.15
2008 79.00 90.00 105.00 60.00 41.10 62.50 77.31 73.74
2009 77.00 70.00 87.00 108.00 46.90 97.00 88.08 84.02
R 83.61 79.05 78.35 74.84 42.06 72.28 75.49 72.82
22.73 14.21 13.83 13.30 15.45 14.22 15.36 8.67
R10 113.27 97.59 96.41 92.20 62.23 90.84 95.53 84.13
TR 3.156695 2.876653 2.866971 2.870316 3.447097 2.928343 2.948747 2.69202
N 20 20 20 20 20 20 20 20
Grafik 2.3.2. Corong Uji Homogenitas Trial 2

4. Nilai (20 ; 3.156695 ) ternyata berada dalam corong homogenitas, sehingga dapat
dikatakan maka jumlah data harus dikurangi menjadi 20 tahun terakhir saja agar
kemungkinan data tersebut menjadi homogen lebih besar.

2.4 Analisis Curah Hujan Harian Maksimum

Adapun tujuan dilakukannya analisis terhadap curah hujan harian maksimum adalah
sebagai berikut,

Menentukan data curah hujan harian maksimum yang digunakan berdasarkan Metode
Gumbel, Metode Distribusi Normal, dan Metode Log Pearson, di wilayah DAS
Citarum hulu
Menentukan nilai curah hujan wilayah dengan menggunakan metoda aritmatik
sederhana dan metoda thiessen
Sistem hidrologi terkadang dipengaruhi oleh peristiwa-peristiwa yang luar biasa,
seperti hujan lebat, banjir, dan kekeringan. Besaran peristiwa ekstrim berbanding terbalik
dengan frekuensi kejadiannya, peristiwa yang sangat ekstrim kejadiannya sangat langka
(Suripin. Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan. 2004).
Tujuan analisis frekuensi data hidrologi berkaitan dengan besaran peristiw-aperistiwa
ekstrim yang berkaitan dengan frekuensi kejadiannya melalui penerapan distribusi
kemungkinan. Data hidrologi yang dianalisis diasumsikan tidak bergantung (independent),
terdistribusi secara acak, dan bersifat stokastik. Frekuensi hujan adalah besaran kemungkinan
suatu besaran hujan disamai atau dilampaui. Sebaliknya, periode ulang adalah waktu
hipotetik dimana hujan dengan suatu besaran tertentu akan disamai atau dilampaui. Analisis
frekuensi ini didasarkan pada sifat statistik data kejadian yang telah lalu untuk memperoleh
probabilitas besaran hujan di masa yang akan datang dengan anggapan bahwa sifat statistik
kejadian hujan di masa akan datang akan masih sama dengan sifat statistic kejadian hujan
masa lalu. Dalam ilmu statistik dikenal beberapa macam distribusi frekuensi. Metode yang
dipakai dalam analisis frekuensi data curah hujan harian maksimum adalah sebagai berikut:

1. Metode Gumbel
2. Metode Log Pearson Tipe III
3. Metode Distribusi Normal

a) Metode Gumbel

Menurut Gumbel, curah hujan untuk periode ulang hujan (PUH) tertentu (Tr) dihitung
berdasarkan persamaan berikut (Suripin. Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan.
2004):

YTr Yn
X Tr X S ( )
Sn
Tr
YTr Ln( Ln( ))
Tr 1
1/ 2
n

(R R)
i
2

S n 1

n 1

(2.10)

Keterangan :

YTr : reduced variate

Yn :reduced mean

S : standar deviasi data hujan

Sn : reduced standar deviation

Tabel 2.4.1 Nilai Reduced Mean

(sumber: Suripin, Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan. 2004)

Tabel 2.4.2 Reduce Standard Deviation


(sumber: Suripin, Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan. 2004)

b) Metode Log Pearson Tipe III

Metode ini telah mengembangkan serangkaian fungsi probabilitas yang dapat dipakai
untuk hampir semua distribusi probabilitas empiris. Tiga parameter penting dalam Metode
Log Pearson Tipe III, yaitu (Suripin. Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan. 2004):

R
Harga rata-rata ( )
Simpangan baku (S)
Koefisien kemencengan (G)

Jika G = 0 maka distribusi kembali ke distribusi Log Normal.

Berikut langkah-langkah penggunaan distribusi Log Pearson Tipe III (Suripin. Sistem
Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan. 2004):

1. Ubah data ke dalam bentuk logaritmis

R=log R

(2.11)

2. Hitung harga rata-rata

log R
= i=1
log R
n

(2.12)

3. Hitung harga simpangan baku

1/ 2
n

(Log R Log R)
i
2

S i 1

n 1

(2.13)

4. Hitung koefisien kemencengan

n
n (Log Ri Log R)3
G i 1

(n 1)(n 2) S 3

(2.14)

5. Hitung logaritma hujan dengan periode ulang T dengan rumus

Log RT = Log R KS

(2.15)

K : variabel standar untuk R yang besarnya tergantung nilai G

Log R T
Menghitung curah hujan dengan menghitung antilog dari
6.

Tabel 2.4.3 Nilai K untuk Distribusi Log


(sumber: Suripin, Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan. 2004)

Tabel 2.4.4 Koefisien G untuk beberapa Periode Ulang

(sumber: Suripin, Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan. 2004)

Setelah dilakukan perhitungan dengan Metode Log Pearson Tipe III, maka diperoleh
curah hujan harian maksimum untuk berbagai PUH.

c) Metode Distribusi Normal

Distribusi normal disebut juga distribusi Gauss. Dalam pemakaian praktis umumnya
digunakan persamaan (Suripin. Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan. 2004):

X T X KT S
XT X
KT
S

(2.16)

Keterangan :

XT : Perkiraan nilai yang diharapkan terjadi dengan periode ulang T

X
:Nilai rata-rata hitung variat

S : Standar deviasi nilai variat


KT : Faktor frekuensi, merupakan fungsi dari peluang atau periode ulang dan tipe

model matematik distribusi peluang yang digunakan untuk analisis peluang

Tabel 2.4.5 Nilai Variabel Reduksi Gauss

(sumber: Suripin, Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan. 2004)

Ada 3 metode yang dapat digunakan untuk menghitung hujan wilayah yaitu metode
polygon Thiessen, Isohyet, dan rerata aritmatik.

1. Metode Rerata Aritmatik

Metode ini yang paling sederhana dalam perhitungan curah hujan daerah. Metode ini
cocok untuk kawasan dengan topografi rata atau datar, alat penakar tersebar merata/hampir
merata, dan cocok untuk kawasan dengan topografi rata atau datar, dan harga individual
curah hujan tidak terlalu jauh dari harga rata-ratanya. Hujan daerah diperoleh dari persamaan
berikut (Suripin, 2004:27) :

(2.17)
Dengan P1, P2, Pn adalah curah hujan yang tercatat di pos penakar hujan 1, 2,..n dan n
adalah banyaknya pos penakar hujan.

2. Metode Garis-garis Isohyet


Metode ini memperhitungkan secara aktual pengaruh tiap-tiap pos penakar hujan.
Metode ini cocok untuk daerah berbukit dan tidak teratur dengan luas lebih dari 5000 km 2.
Hujan rerata daerah dihitung dengan persamaan berikut (Suripin, 2003:30)

(2.18)

Penjelasan garis-garis isohyet :


Gambar 2.4.1 Garis Isohyet

3. Metode Poligon Thiessen

Metode ini memberikan proporsi luasan daerah pengaruh pos penakar hujan untuk
mengakomodasi ketidakseragaman jarak. Meskipun belum dapat memberikan bobot yang
tepat sebagai sumbangan satu stasiun hujan untuk hujan daerah, metode ini telah memberikan
bobot tertentu kepada masing-masing stasiun sebagai fungsi jarak stasiun hujan. Metode ini
cocok untuk daerah datar dengan luas 500 5000 km2.

Hujan rerata daerah untuk metode Poligon Thiessen dihitung dengan persamaan
berikut. (Suripin, 2004:27).

(2.19)

Dengan P1, P2, .Pn adalah curah hujan yang tercatat di pos penakar hujan 1, 2, .n.
A1, A2, .An adalah luas polygon 1, 2, .n. Sedangkan n adalah banyaknya pos penakar
hujan.

Penjelasan metode Poligon Thiessen ini dapat dilihat pada gambar berikut:

Gambar 2.4.2 Pembagian daerah dengan metode Poligon Thiessen

Penentuan atau pemilihan metode curah hujan daerah dapat dihitung dengan
parameter luas daerah tinjauan sebagai berikut (Sosrodarsono, 2003: 51):

1. Untuk daerah tinjauan dengan luas 250 ha dengan variasi topografi kecil diwakili
oleh sebuah stasiun pengamatan.
2. Untuk daerah tinjauan dengan luas 250 50.000 ha yang memiliki 2 atau 3 stasiun
pengamatan dapat menggunakan metode rata-rata aljabar.
3. Untuk daerah tinjauan dengan luas 120.000 500.000 ha yang memiliki beberapa
stasiun pengamatan tersebar cukup merata dan dimana curah hujannya tidak
terlalu dipengaruhi oleh kondisi topografi dapat menggunakan metode rata-rata
aljabar, tetapi jika stasiun pengamatan tersebar tidak merata dapat menggunakan
metode Thiessen.
4. Untuk daerah tinjauan dengan luas lebih dari 500.000 ha menggunakan metode
Isohiet atau metode potongan antara.

Pada perhitungan ini, hasil yang dijadikan dasar untuk perhitungan pada metode
gumbel, log normal dan pearson adalah data yang sebelumnya telah dihitung melalui metode
Thiessen.

Tabel 2.4.6 Hasil Pengolahan Data dengan metode Thiessen


a) Perhitungan Dengan Menggunakan Metode Gumbel

Contoh perhitungan : PUH 2 tahun

2
( 21 ))=0.366513
Y i=ln ln (
k =0.78 Y i0.45=0.16412

0.5
b=( 1+1.3 k +1.1 k 2 )

2 0.5
b=( 1+1.3 (0.16412 )+ 1.1(0.16412) )

b=0.903478

(b S )
Se=
( n )0.5

( 0.903478 284 )
Se=
( 30 )0.5

Se=47

Rt =Ratarata+ ( k S )

Rt =2196+ (0.16412 284 )

Rt =2149.074
Dengan melakukan perhitungan yang sama, maka didapatkan komponen nilai yang
dibutuhkan pada PUH 2, 5, 10, 25, 50, dan 100 tahun, yaitu :

Tabel 2.4.6 Hasil Perhitungan Metode Gumbel

X|
PUH (tahun) Tr YTr Yn Sn S XTr
2 71.4 0.3665 0.5236 1.0628 8.5018 70.1434
5 71.4 1.4999 0.5236 1.0628 8.5018 79.2102
10 71.4 2.2504 0.5236 1.0628 8.5018 85.2132
25 71.4 3.1985 0.5236 1.0628 8.5018 92.7980
50 71.4 3.9019 0.5236 1.0628 8.5018 98.4248
100 71.4 4.6001 0.5236 1.0628 8.5018 104.0101

b) Perhitungan Dengan Menggunakan Metode Distribusi Normal

Contoh Perhitungan : PUH 2 tahun

Diketahui :

Standar deviasi (S) = 8.502

Rata-rata = 71.4

Untuk PUH 2 tahun, diketahui nilai K = 0

K Sd =0 71.4=0

R ( mm/hari )=Ratarata+ ( K Sd ) =71.4

Dengan melakukan perhitungan yang sama, maka didapatkan komponen nilai yang
dibutuhkan pada PUH 2, 5, 10, 25, 50, dan 100 tahun, yaitu :
Tabel 2.4.7 Hasil Perhitungan Distribusi Normal

Metode Distribusi Normal

X|
PUH KT S XT
2 0 8.502 71.4 71
5 0.84 8.502 71.4 79
10 1.28 8.502 71.4 82
25 1.708 8.502 71.4 86
50 2.05 8.502 71.4 89
100 2.33 8.502 71.4 91

c) Perhitungan Dengan Menggunakan Metode Log Pearson Tipe III


Contoh Perhitungan : Variasi tahun 1990

Diketahui :

R = 81.5

Ri=log R=log 81.5= 1.91112443

Diketahui jumlah semua curah hujan tiap tahun = 1429

Rata-rata = (1429)/30 = 47.63

(RiR x )2=(1.911124430.05093121)2=0.00362102

2
Diketahui jumlah semua curah hujan tiap tahun dari (RiR x ) = 3.338191

3.338191
SD= =0.054685864
(301)0.5

( Ri R )3
Diketahui jumlah semua curah hujan tiap tahun dari = 0.000217895

20(7.11692E-05)
G= 2
=0.02998819
(201)( 202)(0.0518)
Dengan melakukan perhitungan yang sama, maka didapatkan tabel perhitungan dari
metode Log Pearson Tipe III dari tahun 1977 hingga tahun 2006 dengan jumlah 30 data
yaitu :

Tabel 2.4.8 Hasil Perhitungan Metode Log Pearson Type III

Tahun R R=log R (Ri-Rx)^2 (Ri-Rx)^3


1990 81.5 1.91112443 0.00362102 0.000217895
1991 62.6 1.79629385 0.00298724 -0.00016327
1992 69.8 1.84404126 4.7724E-05 -3.29687E-07
1993 59.8 1.77664807 0.0055207 -0.000410196
1994 61.7 1.79019199 0.00369147 -0.000224285
1995 74.2 1.870395 0.00037813 7.35289E-06
1996 76.2 1.88206806 0.00096836 3.01341E-05
1997 84.8 1.92823387 0.00597287 0.00046161
1998 68.7 1.83684268 0.000199 -2.80729E-06
1999 70.6 1.84871574 4.9897E-06 -1.11457E-08
2000 87.5 1.94221757 0.00832986 0.00076025
2001 74.1 1.87003245 0.00036416 6.94923E-06
2002 65.9 1.81912394 0.00101287 -3.2235E-05
2003 77.3 1.88818995 0.00138685 5.16469E-05
2004 69.5 1.84176252 8.4401E-05 -7.75387E-07
2005 57.4 1.75913313 0.00843025 -0.000774035
2006 61.4 1.78820994 0.00393625 -0.000246959
2007 71.9 1.85649437 3.0746E-05 1.70481E-07
2008 71.7 1.8555254 2.0939E-05 9.58146E-08
2009 82.0 1.91374572 0.00394337 0.000247628
Jumlah 1429 37 0.05093121 -7.11692E-05
Rata-Rata
(Rx) 71.4 1.8509495
S 0.0518
G -0.02998819

Tabel Perhitungan nilai Koreksi Koefisien G

PUH
2 5 10 25 50 100
Koef. G
Persentase Peluang Terlampaui
50 20 10 4 2 1
0 0 0.842 1.282 1.751 2.054 2.326
-0.1 0.017 0.846 1.27 1.716 2 2.252
K
0.00493 0.84316 1.27852 1.74085 2.03834 2.30454

Contoh Perhitungan : PUH 2 tahun

Berdasarkan perhitungan sebelumnya didapatkan nilai K =0.00493, dan Sd = 0.052226


maka :

K Sd =0.00493 0.052226=0.000025747418

Ratarata=log R=1.855957528

log Rt=log R+ ( K Sd )=1.856215

log Rt log3.337998
Rt=10 =10 =71.8150

Dengan menggunakan perhitungan yang sama maka didapatkan nilai dari ke-empat
komponen di atas pada PUH 2, 5, 10, 25, 50, dan 100 tahun, yaitu :

Tabel 2.4.9 Hasil Perhitungan Metode Log Pearson type III

Perhitungan Log Pearson III


PU
H K S log R=Rx log RT RT
2 0.00493 0.052226 1.855957528 1.856215 71.8150
5 0.84316 0.052226 1.855957528 1.8999924 79.45477
10 1.27852 0.052226 1.855957528 1.9227296 83.62709
25 1.74085 0.052226 1.855957528 1.9468752 88.25391
50 2.03834 0.052226 1.855957528 1.9624119 91.34651
100 2.30454 0.052226 1.855957528 1.9763145 94.17963

2.5 Menentukan curah hujan wilayah


Tabel 2.5.1 Data curah wilayah setelah dilakukan uji homogenitas

1990 91.80 80.00 80.00 102.55 44.00 90.00 88.92 82.20


1991 55.00 52.00 64.00 75.00 27.00 87.00 74.93 61.80
1992 93.00 77.00 80.00 90.00 29.00 58.00 87.92 72.60
1993 65.00 51.00 110.00 60.12 17.00 70.00 56.95 60.00
1994 88.00 69.00 81.00 62.02 28.00 65.00 39.96 61.30
1995 84.30 84.90 57.00 76.35 40.00 79.00 105.90 75.40
1996 115.00 74.00 85.00 82.16 89.00 56.00 47.96 73.00
1997 155.00 99.90 72.00 55.11 64.00 71.00 93.10 88.80
1998 50.00 93.00 66.00 70.00 46.00 68.00 72.70 79.00
1999 80.70 81.40 74.00 73.00 45.00 69.00 75.80 72.30
2000 97.00 97.80 80.00 87.70 48.00 104.00 91.00 86.80
2001 86.80 87.50 90.00 78.50 50.00 60.00 81.40 77.70
2002 75.80 76.40 68.50 68.60 44.00 62.50 71.10 67.90
2003 86.00 98.00 92.00 75.50 21.00 89.00 78.40 74.80
2004 57.00 95.00 64.50 71.40 53.00 65.00 74.10 70.70
2005 65.20 55.00 59.00 68.00 32.60 64.50 61.20 58.40
2006 69.80 89.00 69.20 58.00 34.80 49.50 65.50 62.40
2007 79.00 72.00 81.00 80.00 40.80 78.50 76.70 73.10
2008 77.00 90.00 105.00 60.00 41.10 62.50 77.30 73.70
2009 85.00 70.00 87.00 108.00 46.80 97.00 82.54 84.00
rata2 82.82 79.65 78.26 75.10 42.06 72.28 75.17 72.80
Stdev 21.93945348 14.28371 13.44404 13.37376 15.0751 13.87656 14.8062 8.455118
R10 111.4572728 98.28933 95.80833 92.55701 61.73232 90.38789 94.49521 83.83135
Tr 25.96954456 22.90141 22.32334 21.56578 14.38363 21.06038 22.01738 19.5327

1. Metoda aritmatik
R=(91.80+80.00+80.00+102.55+44.00+90.00+88.92+82.20)/8=82.43
Perhitungan yang sama dilakukan untuk data berikutnya
2. Metode Poligon Thiessen
Diketahui:
Gambar 2.5.1 Pembagian Luas Daerah dengan Metode Poligon Thiessen
Stasiun Luas daerah asli
(km2)
Sukawana 354.7356146
Ujg.Berun 129.9271599
g
Cicalengk 268.3942253
a
Paseh 318.2692366
Chinchona 345.5520611
Cisondari 466.7261684
Montaya 206.4567728
Saguling 192.9387614
2283

Tabel 2.5.2 Perhitungan curah hujan untuk metoda Thiessen

Tahun
A1*P1 A2*P2 A3*P3 A4*P4 A5*P5 A6*P6 A7*P7 A8*P8 total
1990 32564.73 10394.17 21471.54 32637.52 15204.29 42005.36 18357.65 15859.57 188494.8
1991 19510.46 6756.212 17177.23 23870.19 9329.906 40605.18 15469.93 11923.62 144642.7
1992 32990.41 10004.39 21471.54 28644.23 10021.01 27070.12 18151.39 14007.35 162360.4
1993 23057.81 6626.285 29523.36 19133.86 5874.385 32670.83 11757.15 11576.33 140220
1994 31216.73 8964.974 21739.93 19739.76 9675.458 30337.2 8250.631 11827.15 141751.8
1995 29904.21 11030.82 15298.47 24300 13822.08 36871.37 21864.17 14547.58 167638.7
1996 40794.6 9614.61 22813.51 26149.6 30754.13 26136.67 9900.758 14084.53 180248.4
1997 54984.02 12979.72 19324.38 17539.37 22115.33 33137.56 19221.13 17132.96 196434.5
1998 17736.78 12083.23 17714.02 22278.85 15895.39 31737.38 15009.41 15242.16 147697.2
1999 28627.16 10576.07 19861.17 23233.65 15549.84 32204.11 15649.42 13949.47 159650.9
2000 34409.35 12706.88 21471.54 27912.21 16586.5 48539.52 18787.57 16747.08 197160.7
2001 30791.05 11368.63 24155.48 24984.14 17277.6 28003.57 16805.58 14991.34 168377.4
2002 26888.96 9926.435 18385 21833.27 15204.29 29170.39 14679.08 13100.54 149188
2003 30507.26 12732.86 24692.27 24029.33 7256.593 41538.63 16186.21 14431.82 171375
2004 20219.93 12343.08 17311.43 22724.42 18314.26 30337.2 15298.45 13640.77 150189.5
2005 23128.76 7145.994 15835.26 21642.31 11265 30103.84 12635.15 11267.62 133023.9
2006 24760.55 11563.52 18572.88 18459.62 12025.21 23102.95 13522.92 12039.38 134047
2007 28024.11 9354.756 21739.93 25461.54 14098.52 36638 15835.23 14103.82 165255.9
2008 27314.64 11693.44 28181.39 19096.15 14202.19 29170.39 15959.11 14219.59 159836.9
2009 30152.53 9094.901 23350.3 34373.08 16171.84 45272.44 17041.53 16206.86 191663.5

R=(32564.72942+10394.17279+21471.53802+32637.52053+15204.29069
+42005.35516+18357.65495+15859.56619)/ 2283= 82.56453
Perhitungan yang sama dilakukan untuk data pada tahun berikutnya

Tabel 2.5.3 hasil curah hujan wilayah dengan metode aritmatik dan Thiessen

TAHU ARITMATI THIESSE


N K N
1990 82.43 82.56453
1991 62.09 63.35643
1992 73.44 71.11715
1993 61.26 61.41919
1994 61.79 62.09016
1995 75.36 73.42913
1996 77.76 78.95243
1997 87.36 86.04226
1998 68.09 64.69436
1999 71.40 69.93031
2000 86.54 86.36034
2001 76.49 73.75269
2002 66.85 65.34733
2003 76.84 75.06569
2004 68.84 65.78604
2005 57.99 58.26716
2006 62.28 58.71529
2007 72.64 72.38543
2008 73.33 70.01178
2009 82.54 83.95246
Stdev 8.64 8.891248

Dengan kedua cara, aritmatik dan thiessen diperoleh perhitungan standar deviasi
metoda aritmatik adalah lebih kecil sehingga data dari perhitungan ini yang digunakan pada
perhitungan selanjutnya
2.6 Uji Kecocokan

Adapun tujuan dilakukannya uji kecocokan adalah sebagai berikut:

Menentukan data curah hujan harian maksimum yang digunakan berdasarkan Metode
Gumbel, Metode Distribusi Normal, dan Metode Log Pearson, di wilayah DAS
Citarum hulu
Menentukan set data yang cocok yang akan digunakan untuk analisis intensitas curah
hujan, melalui Metode Chi Kuadrat dengan derajat kepercayaan tertentu

Uji kecocokan diperlukan untuk mengetes kecocokan distribusi frekuensi sampel data
terhadap fungsi distribusi peluang, yang diperkirakan dapat mewakili distribusi frekuensi
tersebut. Pengujian yang sering dipakain adalah Chi Kuadrat. Uji Chi Kuadrat bertujuan
untuk menentukan apakah persamaan distribusi yang terpilih dapat mewakili distribusi
statistik sampel data yang dianalisis. Pengambilan keputusan uji ini menggunakan parameter
X2 yang dapat dihitung dengan persamaan berikut (Suripin. Sistem Drainase Perkotaan yang
Berkelanjutan. 2004):

G
(Oi Ei ) 2
X h2
i 1 Ei

(2.6.1)

X h2
: Parameter Chi Kuadrat terhitung

G : Jumlah sub kelompok

Oi
: Jumlah nilai pengamatan pada sub kelompok i

Ei
: Jumlah nilai teoritis pada sub kelompok i
X h2 X h2
Parameter merupakan variabel acak. Peluang untuk mencapai nilai sama atau lebih

X2
besar dari nilai Chi Kuadrat sebenarnya ( )

Tabel 2.6.1 Nilai Kritis untuk Distribusi Chi Kuadrat

(sumber: Suripin, Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan. 2004)


Tabel 2.6.2 Derajat Kepercayaan

(sumber: Suripin, Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan. 2004)

Prosedur Uji Chi Kuadrat adalah sebagai berikut :

1. Mengurutkan data pengamatan dari paling tinggi hingga paling rendah.


2. Mengelompokkan data menjadi G subgrup yang masing-masing beranggotakan
minimal 4 data pengamatan
Oi
3. Menjumlahkan data pengamatan sebesar tiap-tiap subgroup
Ei
4. Menjumlahkan data dari persamaan distribusi yang digunakan sebesar
(Oi Ei ) 2
Ei
5. Menjumlahkan nilai dari seluruh G subgrup untuk menentukan nilai Chi
Kuadrat hitung
6. Menentukan derajat kebebasan dK (dK = G-R-1)

R = 2 untuk distribusi normal dan binomial

Interpretasi hasil Uji Chi Kuadrat adalah sebagai berikut :


1. Apabila peluang lebih dari 5%, maka persamaan distribusi yang digunakan dapat
diterima

2. Apabila peluang kurang dari 1%, maka persamaan distribusi yang digunakan tidak
dapat diterima

3. Apabila nilai peluang diantara 1% - 5%, maka tidak mungkin diambil keputusan,
diperlukan data tambahan.

Dengan menggunakan nilai dari keseluruhan perhitungan yang sudah dilakukan


sebelumnya, maka didapatkan tabel curah hujan untuk metode Gumbel dan metode Normal,
dan metode Log Pearson Tipe III yang sudah disusun berdasarkan nilai curah hujan yang
paling tinggi hingga curah hujan yang paling rendah, yaitu :

Tabel 2.6.3 Pengurutan Data (besar ke kecil)


Digunakan 4 jenis range peluang yaitu 0.8; 0.6; 0.4; 0.2, diketahui K untuk 4 jenis
range peluang sesuai urutan yaitu, -0.84, -0.25, 0.25, dan 0.84. Maka dapat dicari nilai X
untuk ke tiga metode yaitu :

Metode Gumbel dan Distribusi Normal.

Digunakan contoh perhitungan dengan range peluang 0.8, dan nilai K = -0.84

Xt =Xr + ( Sd k )=71.432+ ( 8.28732 (0.84 )) =64.4703

Metode Log Pearson Tipe III :

Digunakan contoh perhitungan dengan range peluang 0.8, dan nilai K = -0.84

Xt =Xr + ( Sd k )=1,8521+ ( 0,05046 (0.84 ) )=1,80857723

Dengan menggunakan cara perhitungan yang sama maka didapatkan :


Tabel 2.6.4 Range Peluang

a) Uji Kecocokan Metode Gumbel

Berdasarkan perhitungan di atas maka dapat dibuat nilai batas subgrup untuk data
pada metode Gumbel, yaitu :

Tabel 2.6.5 Nilai Batas Subgrup untuk Metode Gumbel

Uji Kecocokan Metode Gumbel


No Nilai Batas subgrup
64,4
1 x <
7
69,3
2 64,47 < x <
6
73,5
3 69,36 < x <
0
78,3
4 73,50 < x <
9
5 78,39 < x
Juml
ah

Berdasarkan urutan pada tabel curah hujan, maka didapatkan jumlah dat untuk
masing-masing subgrup (Oi), yaitu :

Tabel 2.6.6 Jumlah data untuk masing-masing Subgrup

Uji Kecocokan Metode Gumbel


Jumlah
Data
No Nilai Batas subgrup (Oi)
64,4
1 x < 5
7
69,3
2 64,47 < x < 2
6
73,5
3 69,36 < x < 5
0
78,3
4 73,50 < x < 4
9
5 78,39 < x 4
Juml
ah 20

Diketahui nilai jumlah teoritis (Ei) = Jumlah data/Jumlah subgrup = 20/5 = 4

Didapatkan :

Tabel 2.6.7 Pengolahan Chi Kuadrat

(Oi
-
Oi Ei)
E - ^2/
i Ei Ei
0,2
4 1
5
4 -2 1
0,2
4 1
5
4 0 0
4 0 0
Ju
ml 1,5
ah

Dicari nilai parameter Chi Kuadrat terhitung yaitu :

G 2
( Oi Ei )
X =
2
h =0.25+1+0.25+ 0+0+0=1.5
i=1 Ei

b) Uji Kecocokan Metode Normal

Dengan menggunakan cara yang serupa dengan uji kecocokan metode Gumbel, maka
didapatkan tabel :

Jumlah Data
No Nilai Batas subgrup (Oi) Ei Oi-Ei (Oi-Ei)^2/Ei
1 x < 64,47 5 4 1 0,25
64,4
2 < x < 69,36 2 4 -2 1
7
69,3
3 < x < 73,50 5 4 1 0,25
6
73,5
4 < x < 78,39 4 4 0 0
0
78,3
5 < x 4 4 0 0
9
Jumlah Jumlah 1,5

Nilai parameter Chi Kuadrat : X 2h = 1.5

c) Uji Kecocokan Metode Log Pearson Tipe III

Dengan menggunakan cara yang serupa dengan uji kecocokan metode Gumbel dan
metode Normal, maka didapatkan tabel :

Tabel 2.6.8 Nilai Batas Subgrup dan Hasil untuk Metode Log Pearson Type III

Uji Kecocokan Metode Log Pearson III


Jumlah
No Nilai Batas subgrup Data (Oi) Ei Oi-Ei (Oi-Ei)^2/Ei
1 x < 1,8086 5 4 1 0,25
2 1,8086 < x < 1,8383 2 4 -2 1
3 1,8383 < x < 1,8636 5 4 1 0,25
4 1,8636 < x < 1,8934 4 4 0 0
5 1,8934 < x 4 4 0 0
Jumlah Jumlah 1,5

2
Nilai parameter Chi Kuadrat : X h =1.5

2.7 Analisis Intensitas Hujan

Adapun tujuan dalam melakukan analisis terhadap intensitas hujan adalah sebagai berikut:

Menentukan metode analisis intensitas hujan dengan substitusi tiga metode Van
Breen, Hasper dan Der Weduwen, dan Bell Tanimoto, ke dalam persamaan Talbot,
Sherman, dan Ishiguro.
Memilih metode analisis intensitas hujan dengan menggunakan Metode Kuadrat
Terkecil.
Menentukan Kurva IDF untuk Daerah Aliran Sungai Citarum Hulu.

Analisa intensitas hujan digunakan untuk menentukan tinggi atau kedalaman air hujan
per satu satuan waktu. Sifat umum hujan adalah makin singkat hujan berlangsung, maka
makin besar pula intensitasnya dan semakin besar periode ulangnya, maka makin tinggi pula
intensitas hujan yang terjadi (Suripin. Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan. 2004).

Analisis tahap ini dimulai dari data curah hujan harian maksimum yang kemudian
diubah ke dalam bentuk intensitas hujan. Pengolahan data dilakukan dengan metoda statistik
yang umum digunakan dalam aplikasi hidrologi. Data yang digunakan sebaiknya adalah data
hujan jangka pendek, misalnya 5 menit, 10 menit, 30 menit, 60 menit, dan jam-jaman. Bila
tidak diketahui data untuk durasi hujan maka diperlukan pendekatan empiris dengan
berpedoman pada durasi enam puluh menit dan pada curah hujan harian maksimum yang
terjadi pada setiap tahun. Cara lain yang lazim digunakan adalah mengambil pola intensitas
hujan dari kota lain yang mempunyai kondisi yang hampir sama (Wurjanto, A. dan Diding S.
Hidrologi dan Hidrolika).

Metoda-metoda yang dapat digunakan untuk menganalisis intensitas hujan adalah :

1.) Metoda Van Breen


2.) Metoda Bell dan Tanimoto
3.) Metoda Hasper dan Der Weduwen

1. Metode Van Breen

Berdasarkan penelitian Ir. Van Breen di Indonesia, khususnya di Pulau Jawa, hujan
harian terkonsentrasi selama 4 jam dengan jumlah hujan sebesar 90% dari jumlah
hujan selama 24 jam (Anonim. Penggunaan Data Curah Hujan untuk Analisa
Hidrologi. 1987). Intensitas hujan dihitung dengan persamaan berikut :

90% X r
Ir (inch / jam)
4 25.4

(2.20)
Keterangan :

Ir : Intensitas hujan (inch/jam)

Xr : Curah hujan (mm/24 jam)

Dalam pengembangan kurva pola hujan Van Breen, besarnya intensitas hujan di
kota lain di Indonesia dapat didekati dengan persamaan (Moduto. Drainase
Perkotaan. 1998) :

54 RT 0.07 RT 2
IT
tc 0.3RT

(2.21)

IT : Intensitas hujan pada PUH T tahun dan tc>te (mm/jam)

RT : Tinggi hujan pada PUH T tahun (mm/hari)

Apabila tc lebih kecil sama dengan te, maka tc dibuat sama dengan te.

2. Metode Bell Tanimoto

Data hujan dalam selang waktu yang panjang (paling sedikit 20 tahun) diperlukan
dalam analisis data frekuensi hujan. Bila data ini tidak tersedia dan besarnya curah hujan
selama enam puluh menit dengan periode ulang 10 tahun diketahui sebagai dasar, maka suatu
rumus empiris yang disusun oleh Bell dapat digunakan untuk menentukan curah hujan
dengan durasi 5 120 menit dan periode ulang 2-100 tahun. Rumus Bell dapat dinyatakan
dalam persamaan (Subarkah. Hidrologi untuk Perencanaan Bangunan Air. 1980):

RTt (0.21LnT 0.52)(0.54t 0.25 0.5) R1060tahun


menit

X 10 R1 R2
R1060 ( )
Xt 2

(2.22)

Keterangan :
R : Curah hujan (mm)

T : Periode ulang (tahun)

t : Durasi hujan (menit)

R1 : Besarnya curah hujan pada distribusi jam ke 1

R2 : Besarnya curah hujan pada distribusi jam ke 2

Data curah hujan maksimum untuk PUH sepuluh tahun dalam penggunaannya untuk
Metoda Bell di atas, digunakan harga rata-rata distribusi hujan dua jam pertama.
Intensitas hujan (mm/jam) menurut Bell dihitung dengan persamaan berikut :

60 t
ITt RT
t

(2.23)
3.Metode Hasper dan Der Weduwen

Rumus ini berasal dari kecenderungan curah hujan harian yang dikelompokkan atas
dasar anggapan bahwa hujan memiliki distribusi yang simetris dengan durasi hujan lebih
kecil dari 1 jam dan durasi hujan dari 1 sampai 24 jam.

1218t 54
Ri X t ( )
X t (1 t ) 1272t

(2.24)

t : Durasi curah hujan dalam satuan jam

Xt : Curah hujan maksimum yang dipilih

R
I
T

(2.25)

Untuk nilai t antara 1 hingga 24 jam,

11300t X i
R [ ]
t 3.12 100

(2.26)

Untuk 0<t<1 jam,


11300t Ri
R [ ]
t 3.12 100

(2.27)

Penentuan Metode Perhitungan Intensitas Hujan

Untuk menentukan metode analisis intensitas hujan yang paling cocok dilakukan
dengan perhitungan tetapan melalui 3 jenis metode. Langkah pendekatan yang perlu
dilakukan adalah :

1. Menentukan minimal 8 jenis durasi curah hujan t menit


2. Menggunakan harga-harga t tersebut untuk menentukan besarnya intensitas hujan. Untuk
periode ulang hujan tertentu, nilainya disesuaikan dengan perhitungan debit puncak
rencana.
3. Menggunakan harga-harga t yang sama untuk menetapkan tetapan-tetapan dengan cara
kuadrat terkecil (Least Square Method).

Perhitungan tetapan dapat dilakukan dengan beberapa rumus yaitu :

`1. Rumus Talbot

a
I
t b

a
It I 2 ( I 2t ) I
N I 2 ( I ) 2

b
I It N ( I 2
t)
N I ( I )
2 2

(2.28)

2. Rumus Sherman
a
I
tn

log a
log I (log t ) (log t log I ) log t
2

N (log t ) ( log t )
2 2

n
log I log t N (log t log I )
N (log t ) ( log t )
2 2

(2.29)

3. Rumus Ishiguro

a
I
t b

a
(I t ) I 2 ( I 2 t ) I
N I 2 ( I ) 2

b
(I t ) I N ( I 2 t )
N I 2 ( I )2

(2.30)

Keterangan :

I : Intensitas hujan (mm/jam)

t : Durasi hujan (jam)

N : Banyak data

a dan b : Konstanta

Penggambaran Kurva IDF

Kurva IDF (Intensity, Duration, Frequency) merupakan kurva yang menunjukkan


hubungan antara intensitas hujan dengan durasinya. Dalam penggambaran kurva IDF
diperlukan data curah hujan dalam durasi waktu yang pendek, yaitu curah hujan dalam satuan
waktu menit (Wurjanto. Hidrologi dan Hidrolika). Data ini dihitung terlebih dahulu dalam
serangkaian analisis intensitas hujan.
Kurva IDF digunakan untuk perhitungan limpasan (run-off) dengan rumus rasional
untuk perhitungan debit puncak dengan menggunakan intensitas hujan yang sebanding
dengan waktu pengaliran curah hujan dari titik paling atas ke titik yang ditinjau di bagian
hilir daerah pengaliran tersebut. Kurva ini menunjukkan besarnya kemungkinan terjadi
intensitas hujan yang berlaku untuk lama curah hujan sembarang.

Tabel intensitas hujan yang digunakan berdasarkan Metode Gumbel karena paling
mendekati nilai pada tabel Chi Kuadrat berdasarkan Uji Kecocokan yang telah dilakukan
pada bagian sebelumnya. Tabel intensitas hujan berdasarkan perhitungan dengan
menggunakan Metode Gumbel yaitu :

PUH (tahun)
X|

YTr Yn Sn S XTr
Tr 0,36651
2 75,46 3 0,5236 1,0628 13,21 73,51230678
5 75,46 1,49994 0,5236 1,0628 13,21 87,59634185
2,25036
10 75,46 7 0,5236 1,0628 13,21 96,92119856
3,19853
25 75,46 4 0,5236 1,0628 13,21 108,7031797
3,90193
50 75,46 9 0,5236 1,0628 13,21 117,4437264
4,60014
100 75,46 9 0,5236 1,0628 13,21 126,1197343

1. Metode Van Breen

Contoh Perhitungan menggunakan variasi periode ulang hujan 2 tahun dan tinggi
hujan 70,20672 mm/hari adalah :

54 R T +0.07 RT 2

IT = t c +0.3 RT

54 (70,20672)+ 0.07(70,20672)2
IT = 5+ 0.3(70,20672) = 158,7057 mm/hari

Nilai intensitas hujan menurut Metode Van Breen adalah sebagai berikut :

Metode Van Breen


Durasi Intensitas Hujan (mm/jam) pada PUH
2 5 10 25 50 100
(menit) RT
te 70,2067 79,0447 84,8963 92,2897 97,7746
2 6 2 7 6 103,219
158,705 163,887 167,020 170,706 173,277 175,712
5 7 9 1 3 2 4
133,159 139,581 143,475 148,058 154,266
10 2 8 5 4 151,25 1
100,730 107,650 111,920 117,010 120,590 123,997
20 4 7 9 4 6 5
67,7375 73,8585 77,7303 82,4363 85,8043 89,0517
40 6 7 2 8 8 4
51,0250 56,2129 59,5411 63,6339 66,5942 69,4725
60 3 9 7 5 4 5
40,9272 45,3729 48,2504 51,8156 54,4122 56,9511
80 6 3 2 3 6 1
32,7442 34,9828 37,7817 39,8374
120 29,3218 1 6 2 6 41,8613
15,8437 19,1695 20,8447 22,0880 23,3225
240 1 17,8443 5 4 3 8

2. Metode Bell Tanimoto

Contoh Perhitungan menggunakan variasi periode ulang hujan 2 tahun dan tinggi
hujan

84,89632 mm/hari adalah :

Diketahui :

Xt = 170mm/hari

R1 = 87mm

R2 = 28 mm

X 10 R1 + R2
R60
10= ( )
Xt 2

84,89632 87+ 28
R60
10 = ( ) = 28,71 mm/hari
170 2
RtT =( 0.21 LnT +0.52 ) ( 0.54 t 0.250.5 ) R60
10

RtT =( 0.21 ln 2+ 0.52 ) ( 0.54 50.250.5 ) 28,71=5,88

60 t
ITt RT
t

t 60
IT = ( 5,88 ) =70,52 mm/hari
5

Nilai intensitas hujan menurut Metode Bell Tanimoto adalah sebagai berikut :

Metode Bell Tanimoto

PUH Durasi
R (60, t) R (t, T) I (t, T)
(tahun) (menit)

5 5,88 70,52
10 8,80 52,78
20 12,27 36,81
40 16,40 24,60
2 28,71
60 19,17 19,17
80 21,31 15,98
120 24,60 12,30
240 31,06 7,77
5 7,58 90,91
10 11,34 68,04
20 15,82 47,45
40 21,14 31,71
5 28,71
60 24,71 24,71
80 27,47 20,60
120 31,71 15,86
240 40,05 10,01
10 5 28,71 8,86 106,33
10 13,26 79,58
20 18,50 55,50
40 24,73 37,09
60 28,90 28,90
80 32,13 24,10
120 37,09 18,55
240 46,84 11,71
5 10,56 126,72
10 15,81 94,84
20 22,05 66,14
40 29,47 44,20
25 28,71
60 34,44 34,44
80 38,29 28,72
120 44,21 22,10
240 55,82 13,96
5 11,85 142,14
10 17,73 106,38
20 24,73 74,19
40 33,05 49,58
50 28,71
60 38,63 38,63
80 42,95 32,21
120 49,59 24,79
240 62,61 15,65
5 13,13 157,56
10 19,65 117,93
20 27,41 82,24
40 36,64 54,96
100 28,71
60 42,83 42,83
80 47,61 35,71
120 54,97 27,48
240 69,41 17,35

3. Metode Hasper dan Der Weduwen

Contoh Perhitungan menggunakan variasi periode ulang hujan 2 tahun dan tinggi
hujan 70,21 mm/hari adalah :

Diketahui :

Xt = 70,21 mm/hari

t = 5 menit = 0.0833 jam ; Untuk 0<t<1 jam,

R i= X 1218t +54
t( )
X t ( 1t ) +1272t
1218 ( 0.0833 ) +54
Ri=70,21 ( )
70,21 (10.0833 ) + ( 1272 x 0.0833 )
= 64,08mm/jam

R=
[ ]
11300 t R i
t+3.12 100

R=
11300(0.0833) 70,21
0.0833+ 3.12 100 [ ]
= 41,70

R 41,70
I= =
= 500,38 mm/jam
0.0833 0.0833

Nilai intensitas hujan menurut Metode Hasper dan Der Weduwen adalah sebagai
berikut :

Metode Haspers dan Der Weduwen


I
Ri R (mm/jam
PUH Durasi Durasi )
Xt
(tahun) (menit) (jam)

5 0,08 64,08 41,70 500,38


10 0,17 66,70 41,17 247,00
20 0,33 68,60 40,16 120,48
40 0,67 69,77 38,35 57,53
2 70,21
60 1,00 70,21 36,77 36,77
80 1,33 70,43 40,97 30,73
120 2,00 70,67 46,95 23,47
240 4,00 70,91 56,50 14,12
5 0,08 68,88 46,95 563,37
10 0,17 73,11 46,35 278,09
20 0,33 76,28 45,22 135,65
40 0,67 78,29 43,18 64,77
5 79,04
60 1,00 79,04 41,40 41,40
80 1,33 79,44 46,21 34,66
120 2,00 79,85 53,05 26,52
240 4,00 80,27 63,96 15,99
10 5 0,08 84,90 71,82 50,42 605,07
10 0,17 77,17 49,78 298,68
20 0,33 81,26 48,56 145,69
40 0,67 83,90 46,38 69,57
60 1,00 84,90 44,46 44,46
80 1,33 85,42 49,69 37,26
120 2,00 85,96 57,11 28,56
240 4,00 86,52 68,94 17,23
5 0,08 75,29 54,81 657,77
10 0,17 82,10 54,11 324,69
20 0,33 87,44 52,79 158,38
40 0,67 90,95 50,42 75,62
25 92,29
60 1,00 92,29 48,33 48,33
80 1,33 93,00 54,09 40,57
120 2,00 93,73 62,27 31,14
240 4,00 94,49 75,29 18,82
5 0,08 77,72 58,07 696,86
10 0,17 85,62 57,33 343,98
20 0,33 91,94 55,93 167,79
40 0,67 96,15 53,41 80,12
50 97,77
60 1,00 97,77 51,21 51,21
80 1,33 98,63 57,37 43,03
120 2,00 99,52 66,12 33,06
240 4,00 100,45 80,04 20,01
5 0,08 80,01 61,31 735,66
10 0,17 89,01 60,52 363,14
20 0,33 96,35 59,04 177,13
40 0,67 101,30 56,39 84,58
100 103,22
60 1,00 103,22 54,06 54,06
80 1,33 104,24 60,63 45,47
120 2,00 105,30 69,96 34,98
240 4,00 106,41 84,78 21,20

Penentuan Metode Perhitungan Intensitas Hujan

Contoh perhitungan dilakukan dengan menggunakan variasi Periode Ulang Hujan


(PUH) 2 tahun dan durasi (t) 5 menit, untuk nilai intensitas hujan (I) 158,71 mm/jam
berdasarkan perhitungan pada bagian Metode Van Breen :
Diketahui :

I = 158,71 mm/jam (Metode Perhitungan Van Breen)


t = 5 menit

I x t = 158,71 x 5 = 793,53

I2 = (793,53)2= 25187,51

I2 x t = 25187,51 x 5 = 125937,57
I= 597,45

I x t = 20506,02

I2= 63043,24

I2x t = 1143352,55

1. Rumus Talbot

2
I
I
2

N I 2

It I 2
(t) I

a=

(20506,02)(63043,24 )(1143352,55)(597,45)
a= 2
=4136,19
8 ( 63043,24 )597,45

I2
I
2

N I 2
I ItN ( t)

b=

( 597,45 ) ( 20506,02 )8( 1143352,55)


b= = 21.06
8 ( 63043,24 )597,45

a 4136,19
I= = = 158,71
b+t 21,06+5

2. Rumus Sherman

Log I = log 158,71 = 2,20 ; Log I = 14,15


Log t = log 5 = 0.7 ; Log t = 12.74

(Log t)^2 = 0.49 ; (Log t)2 = 22.52

Log I* Log t = 1.54 ; Log I x Log t = 21,21

log

I
t log logt

t
log
()



log I (logt )2
log a=

( 14,15 ) ( 22,52 )(21,21 x 12.74)


log a= =2.71
8(22.52)12.74 2

a=102,71 = 517,069776781696

I
log t log







t
log

tN
log
I
log

n=
( 14,15 ) ( 12.74 ) 8(21,21)
n= 2
=0,59
8(22.52)12.74

a 517,069776781696
I= = =
txn 5
0.59 198,94

3. Rumus Ishiguro

I = 158,71 ;I =597,45

I2 = 25187,51 ; I2 = 63043,24

t0.5 = 50.5 = 2.24 ; t0.5 = 59.33

I x t0.5 = 56320,99 ; I x t0.5 = 2982,81

I2 x t0.5 = 56320,99 ; I2 x t0.5 = 235245,10

t
Ix

t
2
I x

I



a=

( 2982,81 ) ( 63043,24 ) ( 235245,10 ) (597,45)


a= =
8 ( 63043,24 )(597,45)
2 322,25
t
Ix

t
2
I x





b=

( 2982,82 ) ( 597,45 )8 (235245,10)


b= =
8 ( 63043,24 )(597,45)2 -0,68

a
I=
t +b

322,25
I= =
2.240,68 206,77

Analisis Kuadrat Terkecil dan Penentuan IDF

Untuk menentukan metode uji intensitas curah hujan yang mana yang paling akurat,
perlu dilakukan analisis kuadrat terkecil. Analisis kuadrat terkecil dilakukan untuk setiap
metode analisis intensitas curah hujan, baik metode Talbot, Sherman, dan Ishiguro dan dari
hasil pengujian dengan metode Van Breen, Bell Tanimoto, serta Hasper-Der Weduwen untuk
masing-masing metode tersebut.

Hasil perhitungan ditunjukkan dalam tabel di bawah ini.

1. Rumus Talbot
2. Rumus Sherman
3. Rumus Ishiguro
Tabel Deviasi antara Data Terukur dan Hasil Prediksi

Hasil Perhitungan Jumlah Rerata Analisis Kuadrat


Terkecil
I//PI Talbot Sherman Ishiguro
0,00 15,53 12,15
Van Breen
3,99 2,50 3,12
Bell Tanimoto
Hasper dan wer 8,38 16,30 56,63
Duwen

Dari hasil pengujian masing-masing metode (Van Breen, Bell Tanimoto, dan Hasper-
Der Weduwen) terlihat bahwa pengujian dengan metode Talbot memiliki nilai kuadrat
terkecil paling minimum untuk semua metode. Nilai Intensitas Curah Hujan yang diplot pada
kurva IDF adalah nilai intensitas curah hujan hasil perhitungan dengan metode Talbot.
Bila ditinjau dari ketiga hasil pengujian Talbot, terlihat bahwa nilai kuadrat terkecil pada
metode Van Breen adalah 0,00. Hal ini menunjukkan bahwa metode Van Breen lah yang
cocok untuk perhitungan pada kasus ini karena setelah dikoreksi dengan metode Talbot pun,
nilai intensitas hujan yang diperoleh tetap sama. Jadi, nilai intensitas curah hujan yang akan
dipakai adalah hasil perhitungan dengan metode Van Breen.
Tabel Intensitas Hujan menurut Metode Van Breen dengan Persamaan Talbot
Penggambaran Kurva IDF

200.00
180.00
160.00
140.00 PUH 2
120.00 PUH 5
100.00 PUH 10
80.00 PUH 25
PUH 50
60.00
PUH 100
40.00
20.00
0.00
0 50 100 150 200 250 300

Grafik Kurva IDF

Keterangan :

Sumbu X = Waktu (menit)

Sumbu Y = Intensitas Hujan (mm/jam)

Kurva IDF diatas menunjukkan beberapa hal. Pertama, semakin kecil durasi hujan
maka semakin besar intensitas hujan yang terjadi, dan kebalikannya, semakin lama durasi
hujan maka besar intensitas hujan yang terjadi semakin kecil. Kedua, semakin besar periode
ulang hujan (PUH) yang ditinjau, maka intensitas hujan yang terjadi pun semakin besar. Hal
ini berkaitan secara tidak langsung pada debit limpasan yang dihasilkan, jika intensitas besar,
maka debit limpasan pun semakin besar. Sehingga, semakin besar sebuah infrastruktur air
yang dibangun, maka desainnya pun harus mempertimbangkan periode ulang hujan yang
semakin besar guna menghindari terjadinya overflow debit pada infrastruktur tersebut.
BAB III
KESIMPULAN

Dengan melakukan metode perbandingan normal, data pada tabel dapat dilengkapi
menjadi sebagai berikut,

P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8
Tahun
Sukawana Ujg.Berung Cicalengka Paseh Chinchona Cisondari Montaya Saguling
1980 80 93 96 58 70 149 56 90
1981 96 80 99 92 50 90 64 85
1982 68 83 48 65 35 126 74,3 70,9
1983 70 105 83 90 30 127 65 93
1984 75 85 64 67 25 185 68 75
1985 92 75 57 60 30 76 79 40
1986 88 54 100 101 25 69 115 77,5
1987 83 58 66 49 20 74 63 57,6
1988 136 290 81 115 64 64 151 127,2
1989 99,3 60 91 90 72 65 118 88,9
1990 91,9 80 80 98 44 90 89 82,2
1991 55 52 64 75 27 87 75 61,8
1992 93 77 80 90 29 58 88 72,7
1993 65 51 110 60 17 70 57 60,0
1994 88 69,0 81 61,9 28 65 40 61,3
1995 84,3 84,9 57 76,2 40 79 106 75,4
1996 115 74 85 82 89 56 48 73
1997 155 100,0 72 55 64 71 93,1 88,8
1998 50 93 66 70,1 46 68 72,7 79
1999 80,8 81,4 74 73,0 45 69 75,8 72,3
2000 97,0 97,8 80 87,7 48 104 91,1 86,9
2001 86,8 87,5 90 78,5 50 60 81,5 77,7
2002 75,9 76,4 68,5 68,6 44 62,5 71,2 67,9
2003 86 98 92 75,6 21 89 78,4 74,8
2004 57 95 64,5 71,4 53 65 74,2 70,7
2005 65,2 55 59 68 32,6 64,5 61,2 58,4
2006 69,8 89 69,2 58 34,9 49,5 65,5 62,5
2007 79 72 81 80 40,8 78,5 76,7 73,2
2008 77 90 105 60 41,1 62,5 77,3 73,7
2009 85 70 87 108 46,9 97 88,1 84,0

Berdasarkan uji konsistensi yang dilakukan pada ke 8 stasiun, didapat :


1. Stasiun Sukawarna dan Saguling merupakan stasiun yang data curah hujan
wilayahnya konsisten.
2. Stasiun Ujg.berung, Cicalengka, Paseh, Chinchona, Cisondari, dan Montaya
merupakan stasiun yang data curah hujan wilayahnya tidak konsisten.

Berdasarkan uji Homogenitas yang dilakukan pada ke 8 stasiun, didapat :


1. Pada Trial 1 ( n=30 ) hanya data curah hujan pada Stasiun Ujg.Berung dan Chincona
yang berada pada dalam corong homogenitas.
2. Pada Trial 2 ( n=20 ) hanya data curah hujan pada Stasiun Saguling yang tidak berada
dalam corong homogenitas, sedangkan ke-7 stasiun lainya berada dalam corong
homogenitas.

Data curah hujan harian maksimum yang diperoleh dari ketiga metode tersebut adalah

gumbel log pearson III distribusi normal


PUH XTr RT XT
70.1433
2 9 71.81497 72
79.2101
5 8 79.45477 79
85.2131
10 8 83.62709 84
92.7979
25 9 88.25391 88
98.4248
50 3 91.34651 91
104.010
100 1 94.17963 94

Curah hujan wilayah dari metode aritmatik dan Thiessen

TAHU ARITMATI THIESE


N K N
1990 82.43 82.56453
1991 62.09 63.35643
1992 73.44 71.11715
1993 61.26 61.41919
1994 61.79 62.09016
1995 75.36 73.42913
1996 77.76 78.95243
1997 87.36 86.04226
1998 68.09 64.69436
1999 71.40 69.93031
2000 86.54 86.36034
2001 76.49 73.75269
2002 66.85 65.34733
2003 76.84 75.06569
2004 68.84 65.78604
2005 57.99 58.26716
2006 62.28 58.71529
2007 72.64 72.38543
2008 73.33 70.01178
2009 82.54 83.95246
stdev 8.64 8.891248

Melalui uji kecocokan didapat bahwa ketiga metode dapat digunakan untuk perhitungan
analisis curah hujan maksimum, namun bila dilihat berdasarkan nilai curah hujan maksimum
yang terbesar, maka dipilih Metode Gumbel untuk perhitungan analisis curah hujan
maksimum. Pemilihan nilai curah hujan maksimum dilakukan untuk faktor keamanan dalam
pembangunan konstruksi atau bangunan air seperti drainase. Jika bangunan air di desain
dengan daya tampung air semaksimal mungkin diperuntukan agar meminimalisir bencana
yang dapat terjadi seperti banjir.
Dari beberapa sequence perhitungan yang dilakukan, dapat disimpulakn beberapa hal.
Pertama,hasil perhitungan metode analisis intensitas hujan (metode Van Breen, Hasper dan
Der Weduwen, dan Bell Tanimoto) ke dalam persamaan Talbot, Sherman, dan Ishiguro
berfungsi sebagai koreksi terhadap intensitas hujan. Kedua, dari hasil metode analisis
intensitas hujan dengan menggunakan Metode Kuadrat Terkecil maka ditentukan bahwa data
yang dapat dipakai untuk pembuatan kurva IDF adalah data hasil metode Van Breen- Talbot.
Ketiga, kurva IDF yang dihasilkan untuk daerah hulu sungai Citarum menunjukkan bahwa
intensitas akan semakin besar jika durasi hujan sebentar, dan kebalikannya, intensitas hujan
akan mengecil jika durasi hujan lama. Dan juga, semakin besar periode ulang hujan yang
digunakan, maka intensitas hujannya pun akan semakin besar.

DAFTAR PUSTAKA

Melinda, Nike. 2007. Perencanaan Sistem Drainase Pada Daerah Aliran Sungai Cimahi di
Kota Cimahi.
Moduto. 1998. Drainase Perkotaan
Suripin. 2004. Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan
Subarkah. 1980. Hidrologi untuk Perencanaan Bangunan Air

Anda mungkin juga menyukai