Anda di halaman 1dari 4

1. Bagaimana caranya bank memperoleh dana dari pasar modal?

Selain menghimpun dana dari masyarakat, bank memperoleh sumber dana sebagaimana
tercantum dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan adalah melalui
Pasar Modal dengan cara go public melalui Initial Public Offering (IPO) atau Penawaran
Umum Perdana serta penerbitan surat hutang (obligasi). Kedua sumber pendanaan ini
merupakan alternative yang dapat ditempuh bank untuk berekspansi, yang masing-masing
sumber pendanaan ini tentunya memiliki karakteristik yang berbeda. Penambahan modal
dengan menerbitkan saham baru melalui IPO juga membantu bank untuk memenuhi
ketentuan Bank Indonesia/OJK tentang permodalan. IPO adalah penjualan pertama saham
umum sebuah perusahaan kepada investor umum, dan dapat diartikan juga sebagai kegiatan
penawaran efek yang dilakukan oleh emiten untuk pertama kalinya dengan menjual efek
kepada masyarakat berdasarkan tata cara yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun
1995 tentang Pasar Modal serta peraturan pelaksananya. Sedangkan Obligasi merupakan
surat berharga atau sertifikat yang berisi kontrak pengakuan hutang atas pinjaman yang
diterima oleh penerbit obligasi dari pemberi pinjaman (investor).

2. Bagaimana perlindungan nasabah bank yang diberikan oleh Undang-undang?

Undang-undang mengatur perlindungan nasabah bank yang terbagi menjadi perlindungan


secara eksplisit (direct/explicit protection scheme) dan perlindungan secara implisit
(indirect/implicit (impliedly) protection scheme).1 Perlindungan secara eksplisit adalah
perlindungan melalui pembentukan suatu lembaga yang menjamin simpanan masyarakat
sehingga apabila bank mengalami kegagalan maka lembaga tersebut akan mengganti dana
masyarakat yang disimpan di bank tersebut. Perlindungan secara eksplisit dapat diperoleh
melalui adanya Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). LPS dibentuk untuk mengambil
kepercayaan masyarakat terhadap industri perbankan yang pernah terpuruk pada saat krisis
moneter tahun 1998 guna melindungi uang masyarakat yang dihimpun dalam suatu bank dari
kondisi bank gagal. Pengaturan terkait dengan LPS diatur dalam Undang-Undang Nomor 24
Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan. Adapun Pasal 37B Undang-Undang
Perbankan mendasari peraturan terkait dengan LPS dan perlindungan secara eksplisit dimana
dinyatakan bahwa:

(1) setiap bank wajib menjamin dana masyarakat yang disimpan pada bank yang bersangkutan.
(2) Untuk menjamin simpanan masyarakat pada bank sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
dibentuk Lembaga Penjamin Simpanan.
(3) Lembaga Penjamin Simpanan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) berbentuk badan hukum
Indonesia.
(4) Ketentuan mengenai penjaminan dana masyarakat dan Lembaga Penjamin Simpanan, diatur
lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

1Peranan Lembaga Tinjauan Literatur, <http://www.lontar.ui.ac.id/file?


file=digital/116755-T+24457-Peranan+lembaga-Tinjauan+literatur.pdf>, 23 Maret 2017.
Sedangkan perlindungan secara implisit adalah perlindungan yang dihasilkan oleh
pengawasan dan pembinaan bank yang efektif yang dapat menghindarkan terjadinya
kebangkrutan bank yang diawasi. Perlindungan secara implisit dapat diperoleh melalui:

1) perlindungan yang dihasilkan oleh pengawasan dan pembinaan yang efektif yang dilakukan
oleh Bank Indonesia;
2) upaya menjaga kelangsungan usaha bank sebagai suatu lembaga pada khususnya dan
perlindungan terhadap sistem perbankan pada umumnya;
3) memelihara tingkat kesehatan bank;
4) melakukan usaha sesuai dengan prinsip kehati-hatian;
5) cara pemberian kredit yang tidak merugikan bank dan kepentingan nasabah; dan
6) menyediakan informasi resiko pada nasabah.

3. Jelaskan beberapa resolusi penyelesaian krisis perbankan di Indonesia?

Sebagaimana terjadinya krisis moneter pada tahun 1998, salah satu resolusi penyelesaian
krisis seperti itu salah satunya adalah dengan membentuk Lembaga Penjamin Simpanan yang
dapat melindungi uang masyarakat yang dihimpun dalam suatu bank dari kondisi bank gagal.
Bank gagal (failing bank) adalah suatu kondisi dimana bank mengalami kesulitan keuangan
dan membahayakan kelangsungan usahanya serta tidak dapat lagi disehatkan oleh LPP sesuai
dengan kewenangan yang dimilikinya. Adapun dasar hukum dari lembaga ini adalah Undang-
Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan. Selain pembentukan
LPS, pemerintah pada saat itu juga mengeluarkan lebih dari Rp 500 triliun biaya untuk
menyelamatkan dan merehabilitasi sektor perbankan yang termasuk di dalamnya Bantuan
Likuiditas Bank Indonesia dan Rekapitalisasi Perbankan.

Pemerintah juga mengundangkan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2016 tentang Pencegahan


dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan dalam rangka menyelenggarakan pencegahan dan
penanganan krisis sistem keuangan yang membentuk komite koordinasi bersifat wajib antar
lembaga yang memiliki kewenangan dalam sektor keuangan yakni Komite Stabilitas Sistem
Keuangan (KSSK). Undang-undang ini juga memperluas tugas dan kewenangan LPS dalam
rangka penanganan solvabilitas Bank SIB dengan dapat memulai melakukan pada saat bank
tersebut telah dinyatakan masuk sebagai Bank Dalam Pengawasan Khusus oleh OJK, namun
belum dinyatakan sebagai Bank Gagal. Sebelum adanya undang-undang tersebut, LPS dapat
melakukan mekanisme resolusi dengan melakukan penyertaan modal sementara (open bank
assistance).

Metode lainnya dapat meliputi pengalihan sebagaian atau seluruh aset dan/atau kewajiban
Bank bermasalah kepada Bank lain (Purchase & Assumption), pengalihan aset dan/atau
kewajiban Bank bermasalah kepada entitas perantara (bridge bank), serta penyertaan modal
sementara (open bank assistance). Undang-Undang tentang PPKSK menghindari mekanisme
bail-out dalam penanganan permasalahan solvabilitas bank berdampak sistemik sebagaimana
dicantumkan dalam Pasal 21 ayat (1).

2
4. Jelaskan bagaimana peranan OJK dan LPS dalam penanganan krisis
perbankan?

Berdasarkan Pasal 45 ayat (2) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa
Keuangan (UU OJK), dalam hal OJK Menteri Keuangan, Gubernur Bank Indonesia, Ketua
Dewan Komisioner OJK, dan/atau Ketua Dewan Komisioner LPS yang mengindikasikan
adanya potensi krisis atau telah terjadi krisis pada sistem keuangan, masing-masing dapat
mengajukan ke Forum Koordinasi Stabilitas Sistem Keuangan untuk segera dilakukan rapat
guna memutuskan langkah-langkah pencegahan atau penanganan krisis. Forum Koordinasi
Stabilitas Sistem Keuangan adalah forum koordinasi yang dibentuk untuk menjaga stabilitas
sistem keuangan yang anggotanya terdiri atas Menteri Keuangan selaku koordinator
merangkap anggota, Gubernur Bank Indonesia selaku anggota, Ketua Dewan Komisioner
Lembaga Penjamin Simpanan selaku anggota, dan Ketua Dewan Komisioner OJK selaku
anggota. Masing-masing lembaga tersebut di atas berwenang untuk mengambil dan
melaksanakan keputusan untuk dan atas nama institusi yang diwakilinya dalam rangka
pengambilan keputusan Forum Koordinasi Stabilitas Sistem Keuangan dalam hal terjadi
krisis perbankan. Dengan kata lain Forum ini menetapkan dan melaksanakan kebijakan yang
diperlukan dalam rangka pencegahan dan penanganan krisis pada sistem keuangan sesuai
dengan kewenangan masing-masing lembaga. Adapun Keputusan Forum Koordinasi
Stabilitas Sistem Keuangan yang terkait dengan penyelesaian dan penanganan suatu bank
gagal yang ditengarai berdampak sistemik mengikat LPS. Dalam pengambilan kebijakan atau
keputusan yang terkait dengan keuangan negara dalam Forum ini, kebijakan tersebut wajib
diajukan dan harus mendapat persetujuan dari Dewan Perwakilan Rakyat.

Selain itu, fungsi LPS adalah menjamin simpanan nasabah penyimpan dan turut aktif dalam
memelihara stabilitas sistem perbankan sesuai dengan kewenangannya. 2 Fungsi penjaminan
diejawantahkan dengan melakukan pembayaran klaim penjaminan atas simpanan nasabah
bank yang dicabut izinnya dan menunjuk tim likuidasi untuk membereskan aset dan
kewajiban bank tersebut, sedangkan fungsi turut aktif memelihara stabilitas sistem
perbankan diwujudkan dalam bentuk upaya menyelamatkan atau penyehatan terhadap bank
gagal yang tidak berdampak sistemik maupun bank gagal yang terdampak sistemik (bank
resolution).

Keputusan menyelamatkan atau tidak menyelamatkan bank gagal tidak berdampak sistemik
ditetapkan oleh LPS. Salah satu pertimbangannya didasarkan pada penghitungan biaya yang
lebih rendah (lower cost test) antara menyelamatkan bank tersebut dengan membayar klaim
penjaminan. Sedangkan, keputusan untuk menyelamatkan gagal yang berdampak sistemik
ditetapkan dan diserahkan oleh Komite Koordinasi (KK) yang terdiri dari Menteri Keuangan,
Gubernur Bank Indonesia (BI), dan Ketua Dewan Komisioner. Setelah itu, LPS bertindak
sebagai pelaksana dalam penyelamatan bank gagal yang telah diputuskan berdampak

2Abu Samman Lubis, Memahami Peran Lembaga Penjamin Simpanan sebagai Jaring Pengaman
Sistem Perbankan Nasional, < http://www.bppk.kemenkeu.go.id/publikasi/artikel/150-artikel-
keuangan-umum/19692-artikel-memahami-peran-lembaga-penjamin-simpanan-sebagai-jaring-
pengaman-sistem-perbankan-nasional>, 23 Maret 2017.

3
sistemik. Dalam upaya dalam menyelamatkan bank gagal, LPS memunyai kewenangan,
antara lain mengambil alih dan menjalankan segala hak dan wewenang pemegang saham,
termasuk RUPS; menguasai, mengelola, dan menjual / mengalihkan aset bank; melakukan
penyertaan modal sementara (PMS); serta mengalihkan manajemen pada pihak lain. LPS
mempunyai jangka waktu penyelamatan paling lama 4 tahun untuk bank tidak berdampak
sistemik dan 5 tahun untuk bank gagal yang berdampak sistemik. Selanjutnya, LPS harus
menjual seluruh saham bank yang diperoleh dari penyertaan modal sementara (PMS) secara
terbuka dan transparan. Mengenai pembayaran klaim penjaminan simpanan nasabah bank
yang dicabut izinnya, LPS memiliki hak untuk menggantikan posisi nasabah penyimpan
tersebut (hak subrogasi) dalam pembagian hasil likuidasi bank. Pemberian kewenangan dan
hak tersebut dimaksudkan untuk mengoptimalkan tingkat pemulihan (recovery rate) bagi
LPS, sehingga keberlangsungan program penjaminan simpanan dapat terus dijaga.

5. Jelaskan apa yang anda ketahui tentang Bridge Bank?

Bridge bank (bank perantara) adalah adalah suatu mekanisme penyelamatan dari LPS untuk
menyelamatkan bank yang mengalami krisis atau terdapat indikasi gagal bank. Dalam
mekanisme penyelamatan tersebut, aset yang terdapat dalam bank tersebut dialihkan ke
bridge bank agar bank tersebut tetap dapat menjalankan usaha. Dengan kata lain, bridge bank
merupakan bank umum yang didirikan oleh LPS yg digunakan sebagai sarana resolusi
dengan menerima pengalihan sebagian atau seluruh aset dan/atau kewajiban Bank yang
ditangani LPS. Apabila nilai kewaiban yang dialihkan lebih besar dibandingkan aset yg
dialihkan, maka selisihnya ditutup secara cash oleh LPS.

Anda mungkin juga menyukai