Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

1 Latar Belakang

Apendisitis adalah peradangan yang terjadi pada apendiks vermiformis, dan


merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering1. Apendiks disebut juga umbai
cacing. Istilah usus buntu yang selama ini dikenal dan digunakan di masyarakat kurang
tepat, karena yang merupakan usus buntu sebenarnya adalah sekum. Sampai saat ini
belum diketahui secara pasti apa fungsi apendiks sebenarnya. Namun demikian, organ ini
sering sekali menimbulkan masalah kesehatan.2

Apendiks merupakan organ yang berbentuk tabung panjang dan sempit.


Panjangnya kira-kira 10cm (kisaran 3-15cm) dan berpangkal di sekum. Apendiks
menghasilkan lendir 1-2ml per hari. Lendir itu secara normal dicurahkan ke dalam lumen
dan selanjutnya dialirkan ke sekum. Adanya hambatan dalam pengaliran tersebut,
tampaknya merupakan salah satu penyebab timbulnya appendisits. Di dalam apendiks
juga terdapat immunoglobulin sekretoal yang merupakan zat pelindung efektif terhadap
infeksi (berperan dalam sistem imun). Dan immunoglobulin yang banyak terdapat di
dalam apendiks adalah IgA. Namun demikian, adanya pengangkatan terhadap apendiks
tidak mempengaruhi sistem imun tubuh. Ini dikarenakan jumlah jaringan limfe yang
terdapat pada apendiks kecil sekali bila dibandingkan dengan yang ada pada saluran cerna
lain.2

Apendisitis dapat mengenai semua umur, baik laki-laki maupun perempuan.


Namun lebih sering menyerang laki-laki berusia 10-30 tahun.

1
BAB II
ILUSTRASI KASUS

2.1 Keterangan Umum

Nama : Tn. U

Umur : 23 tahun

Jenis kelamin : Laki laki

Pekerjaan : -

Alamat : Dusun Kali, Arga Makmur Bengkulu Utara

Agama : Islam

Bangsa : Indonesia

Status : Belum menikah

No RM : 110914

Tanggal masuk RS : 17 12 2015

2.2. Anamnesa (Autoanamnesis)

Seorang pasien laki laki umur 23 tahun masuk ke Bangsal Raflesia RSUD Arga
Makmur tanggal 17 Desember 2015 pukul 17.30 wib dengan :

Keluhan utama

Nyeri perut kanan bawah sejak 1 hari SMRS.

Riwayat penyakit sekarang

Pasien laki laki masuk ke Bangsal Raflesia RSUD Arga Makmur pada tanggal 17
Desember 2015 dengan keluhan nyeri perut kanan bawah sejak 1 hari SMRS. Nyeri dirasakan

2
muncul tiba-tiba. Nyeri dibagian kanan bawah kemudian menyebar kesemua bagian perut.
Nyeri terus menerus tidak hilang timbul. Nyeri terasa bila pasien terbatuk. Pasien juga
mengeluhkan adanya demam. Demam timbul bersamaan dengan nyeri perut. Pasien juga
mengeluh mual dan muntah sebanyak 1x sejak semalam. Muntah berisi air dan makanan,
berbau asam, tidak terdapat darah maupun warna kehijauan pada muntahan. Napsu makan
berkurang. Pasien belum buang air besar sejak semalam, namun masih bisa buang angin.
Buang air kecil tidak ada keluhan.

Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien tidak pernah nyeri perut seperti ini. Riwayat Hipertensi, Diabetes Melitus,
Asma bronkial, Penyakit Jantung, Penyakit ginjal, Penyakit Hati, Kejiwaan, Alergi disangkal.

Riwayat Penyakit Keluarga

Riwayat keluarga memiliki keluhan yang sama, penyakit keturunan, menular dan
kejiwaan disangkal.

Riwayat Pengobatan

Sebelumnya pasien berobat di bidan, kemudian diberikan obat suntik, pasien tidak
mengetahui obat apa yang disuntikkan dan diberi parasetamol. 1 jam sebelum masuk rumah
sakit pasien berobat ke RS Hana Charitas, diberikan ketoprofen supp.

2.3. Pemeriksaan Fisik

Pada tanggal 17 Desember 2015

Keadaan umum : Sakit sedang

Kesadaran : Compos Mentis

TD : 110/70 mmHg

HR : 84 x/menit

RR : 22 x/menit

T : 37,2 C

3
Status generalisata

Kepala : Normocephal, Rambut hitam, lurus, tidak mudah dicabut

Mata : Pupil Isokor (+/+), Refleks cahaya (+/+), Konjungtiva anemis (-/-), Sklera
ikterik (-/-)

Hidung : Normal, deviasi septum (-), sekret (-)

Mulut : Mukosa bibir pucat (-)

Telinga : Tidak ada kelainan

Leher : Pembesaran KGB (-), TVJ tidak meningkat

Paru :I: Simetris ki=ka

P : Fremitus ki=ka

P : Sonor di kedua lapang paru

A : Vesikuler (normal), ronkhi -/-, wheezing -/-

Jantung :I: Iktus kordis tidak terlihat

P : Iktus kordis tidak teraba

P : Batas jantung kanan : Parasternal dektra ICS IV

Batas jantung kiri : Midclavicula sinistra ICS III

A : Irama teratur, bising (-)

Abdomen : I : Abdomen datar

A : Bising usus (+) normal

P : Pekak (-), Timpani

P : Soepel, nyeri tekan (+), Nyeri lepas (+), Nyeri tekan mc.burney (+)

Tidak teraba masa, splenomegali (-)

Genetalia : Tidak dilakukan pemeriksaan

4
Ekstremitas : Akral hangat +/+ , CRT < 2

Status Lokalisata

Regio Abdomen

Palpasi : Pada mc.burney nyeri tekan (+), nyeri lepas (+), defans muskuler (-), rovsing sign
(+), Blumberg sign (+), PSOAS sign (+), Obturator sign (+).

Regio Anus
Palpasi (Rectal Toucher): Tonus sphingter ani baik, ampula recti kolaps (-), mukosa rectum
licin, nyeri tekan pada jam 9-12, prostat tidak teraba membesar dan pada sarung tangan
didapatkan darah (-), lendir (-), feses (-)

2.4. Pemeriksaan Penunjang

Laboratorium

Hematologi
Hemoglobin 14,1 g/dl
Leukosit 22.000 sel/mm3
Eritrosit 4,5 juta/mm3
Trombosit 218.000 sel/mm3
Hematokrit 41 %
Diff count Basophil 0%
Eosinophil 0%
N.staaf 0%
N. segment 88%
Limfosit 12%
Monosit 0%
Serologi
HBSAG (-) negatif

Radiologi BNO

5
Hasil:

Preperitoneal fat line kanan kiri normal, psoas line simetris, kontur kedua ginjal baik,
distribusi udara usus mencapai distal, tak tampak dilatasi maupun penebalan dinding usus,
tidak tampak bayangan radioopak disepanjang traktus urinarius. Tulang intak Kesan:
Tidak tampak kelainan pada radiografi abdomen polos, Tidak tampak bayangan batu
radioopak disepanjang traktur urinarius.

DIAGNOSIS KERJA

Apendisitis akut

TATALAKSANA

Non farmakologi

Motivasi operasi
Persiapan operasi (apendiktomi) tanggal 18 12 2015 jam 11:00 WIB

6
SIO (surat izin operasi)
Cukur Pubis
Puasa mulai jam 4 pagi
Konsul Anestesi
Observasi keadaan umum dan tanda-tanda vital
Edukasi kepada pasien dan keluarga

Farmakologi

IVFD Asering 30 gtt/menit

Inj Cefuroxime 750 mg/8 jam

Inj Ranitidine 1amp / 12 jam

Inj Metamizole 1 amp / 12 jam

Operatif (Apendiktomi)

DURATE OPERASI

Diagnosis pra bedah : Apendisitis akut

Diagnosis pasca bedah: Apendisitis akut

Jenis operasi : Apendiktomi

Lama pembedahan : 1 jam

Langkah langkah operasi :

Posisi supine dalam regional anestesi, pasang cateter no. 16


Toilet media operasi
Tutup doek steril berlubang
Insisi Gridiron 4cm
Perdalam lapis demi lapis sampai dengan peritoneum

7
Buka peritoneum
Identifikasi caecum
Tampak apendik hiperemis (+), oedem (+), panjang 10cm, diameter 1 cm
Dilakukan apendiktomi jahit single ligasi
Kontrol perdarahan
Jahit lapis demi lapis
Operasi selesai

FOTO KLINIS

FOLLOW UP

Tanggal 19 Desember 2015

S: Nyeri bekas operasi (+), BAB (-), flatus (-)

O: keadaan umum : lemas

Kesadaran : CM

Tekanan darah : 110/70 mmHg

8
Nadi : 88x/menit

Pernafasan : 20x/menit

Suhu : 36,7c

A: Post apendiktomi hari 1

P: Diet lunak

Medikasi

IVFD Futrolit 30 gtt/menit

Inj. Cefuroxime 750mg/12 jam

Inj. Ketorolac 1 amp/8 jam

Tanggal 20 Desember 2015

S: Nyeri bekas operasi (+), BAB (+), flatus (+)

O: keadaan umum : sedang

Kesadaran : CM

Tekanan darah : 110/70 mmHg

Nadi : 80x/menit

Pernafasan : 22x/menit

Suhu : 36,8c

A: Post apendiktomi hari 2

P: Medikasi

Mobilisasi

IVFD Futrolit 30 gtt/menit

Inj. Cefuroxime 750mg/12 jam

Inj. Ketorolac 1 amp/8 jam

Tanggal 21 Desember 2015

S: Nyeri bekas operasi (+), BAB (+), flatus (+)

9
O: keadaan umum : sedang

Kesadaran : CM

Tekanan darah : 120/80 mmHg

Nadi : 88x/menit

Pernafasan : 20x/menit

Suhu : 36,1c

A: Post apendiktomi hari 3

P: Cefadroxil 2x500mg

Asam mefenamat 3x500mg

Boleh pulang

Kontrol kembali ke poli bedah tanggal 23 desember 2015

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1. Definisi

Apendisitis adalah peradangan yang terjadi pada apendiks vermiformis, dan


merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering1. Apendisitis akut menjadi salah satu

10
pertimbangan pada pasien yang mengeluh nyeri perut atau pasien yang menunjukkan gejala
iritasi peritoneal. Apendisitis akut adalah frekuensi terbanyak penyebab persisten, progressive
abdominal pain pada remaja. Belakangan ini gejalanya kadang-kadang dibingungkan karena
akut abdomen dapat menyerang semua usia. Tidak ada jalan untuk mencegah perkembangan
dari apendisitis. Satu-satunya cara untuk menurunkan morbiditas dan mencegah mortalitas
adalah apendiktomi sebelum perforasi ataupun gangrene3.

3.2. Anatomi

Appendix merupakan organ berbentuk cacing, panjangnya kira-kira 10 cm (kisaran 3-15


cm) dan berpangkal di sekum. Lumennya sempit di bagian proksimal dan melebar di bagian
distal. Namun demikian, pada bayi, appendix berbentuk kerucut, lebar pada pangkalnya dan
menyempit ke arah ujungnya. Keadaan ini mungkin menjadi sebab rendahnya insiden
apendisitis pada usia itu. Pada 65% kasus, apendiks terletak intraperitoneal. Kedudukan itu
memungkinkan apendiks bergerak dan geraknya bergantung pada panjang mesoapendiks
penggantungnyas.
Pada kasus selebihnya, apendiks terletak retroperitoneal, yaitu di belakang sekum,
dibelakang kolon asendens, atau ditepi lateral kolon asendens. Gejala klinis apendisitis
ditentukan oleh letak apendiks.
Persarafan parasimpatis berasal dari cabang n. Vagus yang mengikuti a.mesenterika
superior dan a.apendikularis, sedangkan persarafan simpatis berasal dari n.torakalis X. oleh
karena itu, nyeri visceral pada apendisitis bermula di sekitar umbilicus.
Perdarahan apendiks berasal dari a.apendikularis yang merupakan arteri kolateral. Jika
arteri ini tersumbat, misalnya karena thrombosis pada infeksi, apendiks akan mengalami
gangrene.
Menurut letaknya, apendiks dibagi menjadi beberapa macam :
Appendix retrocecalis, terletak dibelakang coecum
Appendix pelvicum, terletak menyilang a. iliaca externa dan masuk ke dalam pelvis
Appendix postcecalis terletak dibelakang atas kiri dari ileum
Appendix retroileal

11
Gambar 1. Apendiks

3.3. Epidemiologi

Insiden apendisitis akut di Negara maju lebih tinggi daripada di Negara berkembang.
Namun dalam tiga-empat dasawarsa terakhir kejadiannya turun secara bermakna. Hal ini
diduga disebabkan oleh oleh meningkatnya penggunaan makanan berserat dalam menu
sehari-hari.
Apendisitis dapat ditemukan pada semua umur, hanya pada anak kurang dari satu
tahun jarang dilaporkan. Insiden tertinggi pada kelompok umur 20-30 tahun, setelah itu
menurun. Insiden pada lelaki dan perempuan umumnya sebanding, kecuali pada umur 20-30
tahun, insiden lelaki lebih tinggi.

3.4. Etiologi

a Obstruksi lumen apendiks yang disebabkan oleh:


1 Fekalit (feses yang mengeras) adalah penyebab tersering yang mengakibatkan
obstruksi
2 Oleh karena sebab lain termasuk:
a Limfoid hipertrofi
b Barium
c Cacing di intestinal
d Kanker sekum
b Sekresi mukosa apendiks yang persistent, distensi yang bertahap dengan inflamasi
pada apendiks, pertumbuhan bakteri yang berlebihan, dan pada kondisi yang diikuti
oleh progresivitas, iskemia, gangrene, dan perforasi yang diikuti oleh obstruksi lumen.

3.5. Patogenesis

Apendisitis disebabkan oleh obstruksi yang diikuti oleh infeksi. Kira-kira 60% kasus
berhubungan dengan hyperplasia submukosa yaitu pada folikel limfoid, 35% menunjukkan
hubungan dengan adanya fekalit, 4% kaitannya dengan benda asing dan 1% kaitannya
dengan stiktur atau tumor dinding apendiks ataupun sekum. Hiperplasi limfatik penting pada

12
obstruksi dengan frekuensi terbanyak terjadi pada anak-anak, sedangkan limfoid folikel
adalah respon apendiks terhadap adanya infeksi. Obstruksi karena fecalit lebih sering terjadi
pada orang tua. Adanya fekalit didukung oleh kebiasaan, seperti pada orang barat urban yang
cenderung mengkonsumsi makanan rendah serat, dan tinggi karbohidrat dalam diet mereka3.
Apendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks oleh hyperplasia
folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis akibat peradangan sebelumnya,
atau neoplasma1.
Obstruksi tersebut menyebabkan mucus yang diproduksi mukosa mengalami
bendungan. Makin lama mucus tersebut makin banyak, namun elastisitas dinding apendiks
mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan peningkatan tekanan intralumen. Tekanan
yang meningkat tersebut akan menghambat aliran limfe yang mengakibatkan edema,
diapedesis bakteri, dan ulserasi mukosa. Pada saat inilah terjadi apendisitis akut fokal yang
ditandai oleh nyeri periumbilical1.
Bila sekresi mucus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal tersebut akan
menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan menembus dinding.
Peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritoneum setempat sehingga menimbulkan
nyeri di daerah kanan bawah. Keadaan ini disebut sebagai apendisitis supuratif akut1.
Bila kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks yang
diikuti dengan gangrene. Stadium ini disebut dengan apendisitis gangrenosa. Bila dinding
yang telah rapuh itu pecah, akan terjadi apendisitis perforasi1.
Bila semua proses diatas berjalan lambat, omentum dan usus yang berdekatan akan
bergerak ke arah apendiks hingga timbul suatu massa local yang disebut infiltrate
apendikularis. Peradangan apendiks tersebut dapat menjadi abses atau menghilang1.
Pada anak-anak, karena omentum lebih pendek dan apendiks lebih panjang, dinding
apendiks lebih tipis. Keadaan tersebut ditambah dengan daya tahan tubuh yang masih kurang
memudahkan terjadinya perforasi. Sedangkan pada orang tua perforasi mudah terjadi karena
telah ada gangguan pembuluh darah1.

3.6. Manifestasi Klinis

1 Gejala klasik yaitu nyeri sebagai gejala utama


a Nyeri dimulai dari epigastrium, secara bertahap berpindah ke region umbilical,
dan akhirnya setelah 1-12 jam nyeri terlokalisir di region kuadrant kanan bawah.

13
b Urutan nyeri bisa saja berbeda dari deskripsi diatas, terutama pada anak muda atau
pada seseorang yang memiliki lokasi anatomi apendiks yang berbeda.
2 Anoreksia adalah gejala kedua yang menonjol dan biasanya selalu ada untuk beberapa
derajat kasus. Muntah terjadi kira-kira pada tiga perempat pasien.
3 Urutan gejala sangat penting untuk menegakkan diagnose. Anoreksia diikuti oleh
nyeri kemudian muntah (jika terjadi) adalah gejala klasik. Muntah sebelum nyeri
harus ditanyakan untuk kepentingan diagnosis5.

Gambaran klinis apendisitis akut


Tanda awal nyeri mulai di epigastrium atau region umbilikalis disertai
mual dan anoreksia
Nyeri pindah ke kanan bawah menunjukkan tanda rangsangan peritoneum
local dititik McBurney
Nyeri tekan
Nyeri lepas
Defans muskuler
Nyeri rangsangan peritoneum tidak langsung
Nyeri kanan bawah pada tekanan kiri (rovsing sign)
Nyeri kanan bawah bila tekanan di sebelah kiri dilepaskan (Blumberg
sign)
Nyeri kanan bawah bila peritoneum bergerak, seperti bernafas dalam,
berjalan, batuk, mengedan

3.7. Diagnosa

Diagnosis apendisitis dapat dilakukan dengan melakukan :

a Anamnesa
Pada anamnesa biasanya didapati bahwa pasien mengeluhkan nyeri pada perut
kanan bawah, biasanya terjadi mendadak. Nyeri diawali dari ulu hati menjalar didaerah
pusar kemudian terlokalisir diregio perut kanan bawah. Namun tidak sedikit pula yang
langsung erasakan nyeri diperut kanan bawah. Jika sudah terdapat perforasi biasanya nyeri
disemua bagian perut dan terdapat perut seperti papan atau perut menjadi tegang. Dapat
disertai adanya demam, mual , muntah, dan diare. Bahkan kadang pasien mengeluh sulit
buang air besar dan sulit untuk buang angin. Napsu makan pasien pun berkurang.

14
b Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik yang ditemukan tergantung dari tahapan penyakit dan lokasi dari
apendiks.
1 Suhu dan nadi sedikit lebih tinggi pada awal penyakit. Suhu yang lebih tinggi
mengindikasikan adanya komplikasi seperti perforasi maupun abses.
2 Nyeri pada palpasi titik McBurney ( dua pertiga jarak dari umbilicus ke spina iliaca
anterior) ditemukan bila lokasi apendiks terletak di anterior. Jika lokasi apendiks pada
pelvis, pemeriksaan fisik abdomen sedikit ditemukan kelainan, dan hanya
pemeriksaan rectal toucher ditemukan gejala significant.
3 Tahanan otot dinding perut dan rebound tenderness mencerminkan tahap
perkembangan penyakit karena berhubungan dengan iritasi peritoneum.
4 Beberapa tanda, jika ada dapat membantu dalam menegakkan diagnosis
a Rovsings sign yaitu nyeri pada kuadran kanan bawah pada palpasi kuadran kiri
bawah.
b Psoas sign yaitu nyeri rangsangan otot psoas lewat hiperekstensi sendi panggul
kanan, kemudian paha kanan ditahan. Bila apendiks yang meradang menempel di
m.psoas mayor, tindakan tersebut akan menyebabkan nyeri2.
c Obturator sign adalah nyeri pada gerakan endotorsi dan fleksi sendi panggul
kanan, pasien dalam posisi terlentang5.

Gambar2. Rovsings sign Gambar 3. Pemeriksaan rectac toucher

15
PSOAS sign

Gambar 4. PSOAS sign & Obturator Sign

c Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium
1 Leukositosis moderat/ sedang (10.000-16.000 sel darah putih) dengan
predominan neutrofil. Jumlah normal sel darah putih tidak dapat
menyingkirkan adanya apendisitis5.
2 Urinalisis kadang menunjukkan adanya sel darah merah.
Pemeriksaan radiologi
1 Foto polos abdomen menunjukkan lokal ileus kuadran kanan bawah atau
fecalith radiopak.
2 USG abdomen
3.8. Diagnosa Banding
Kelainan ovulasi folikel ovarium yang pecah mungki memberikan nyeri perut
kanan bawah pada pertengahan siklus menstruasi. Pada anamnesis, nyeri yang sama
pernah timbul lebih dahulu. Tidak ada tanda radang, dan nyeri biasa hilang dalam
waktu 24 jam, tetapi mungkin dapat mengganggu selam 2 hari.
Infeksi panggul salpingitis akut kanan sering dikacaukan dengan apendisitis akut.
Suhu biasanya lebih tinggi daripada apendisitis dan nyeri perut bagian bawah perut
lebih difus. Infeksi panggul pada wanita biasanya disertai keputihan dan infeksi urin.
Kehamilan di luar kandungan hamper selalu ada riwayat terlambat haid dengan
keluhan yang tidak menentu. Jika ada rupture tuba atau abortus kehamilan diluar
rahim dengan perdarahan, akan timbul nyeri yang mendadak difus di daerah pelvis
dan mungkin terjadi syok hipovolemik.
Kista ovarium terpuntir timbul nyeri mendadak dengan intensitas yang tinggi dan
teraba masa dalam rongga pelvis pada pemmeriksaan perut, colok vaginal atau colok
rectal. Tidak ada demam. USG untuk diagnosis.
Endometriosis eksterna nyeri ditempat endometrium berada.

16
Urolitiasis batu ureter atau batu ginjal kanan. Riwayat kolik dari pinggang ke perut
menjalar ke inguinal kanan merupakan gambaran yang khas. Eritrosituria sering
ditemukan. Foto polos perut atau urografi intravena dapat memastikan penyakit
tersebut. Pielonefritis sering disertai demam tinggi, menggigil, nyeri kostovertebral di
sebelah kanan dan piuria2.

3.9 . Penatalaksanaan6

1 Apendiktomi adalah terapi utama


2 Antibiotic pada apendisitis digunakan sebagai:
a Preoperative, antibiotik broad spectrum intravena diindikasikan untuk mengurangi
kejadian infeksi pasca pembedahan.
b Post operatif, antibiotic diteruskan selama 24 jam pada pasien tanpa komplikasi
apendisitis
1 Antibiotic diteruskan sampai 5-7 hari post operatif untuk kasus apendisitis
ruptur atau dengan abses.
2 Antibiotic diteruskan sampai hari 7-10 hari pada kasus apendisitis rupture
dengan peritonitis diffuse.
Apendiktomi2
Apendiktomi dapat dilakukan secara terbuka ataupun dengan cara laparoskopi.
Bila apendiktomi terbuka, incise McBurney paling banyak dipilih oleh ahli bedah.
TEKNIK APENDIKTOMI McBurney
1 Pasien berbaring terlentang dalam anastesi umum ataupun regional. Kemudian
dilakukan tindakan asepsis dan antisepsis pada daerah perut kanan bawah.
2 Dibuat sayatan menurut Mc Burney sepanjang kurang lebih 10 cm (gambar 5a) dan
otot-otot dinding perut dibelah secara tumpul menurut arah serabutnya, berturut-turut
m.oblikus abdominis eksternus, m. abdominis internus, m. transverses abdominis,
sampai akhirnya tampak peritoneum (gambar 5b).

17
Gambar 5a&b. Tindakan Apendiktomi (1)
3 Peritoneum disayat sehingga cukup lebar untuk eksplorasi (gambar 6a)
4 Sekum beserta apendiks diluksasi keluar (gambar 6b)

Gambar 6a&b. Tindakan Apendiktomi (2)


5 Mesoapendiks dibebaskan dan dipotong dari apendiks secara biasa, dari puncak
kearah basis (gambar 7a dan 7b)
6 Semua perdarahan dirawat.

Gambar 7a&b. Tindakan Apendiktomi (3)


7 Disiapkan tabac sac mengelilingi basis apendiks dengan sutra, basis apendiks
kemudian dijahit dengan catgut (gambar 8a)
8 Dilakukan pemotongan apendiks apical dari jahitan tersebut (gambar 8b)

18
Gambar 8a&b. Tindakan Apendiktomi (4)
9 Puntung apendiks diolesi betadine
10 Jahitan tabac sac disimpulkan dan puntung dikuburkan dalam simpul tersebut.
Mesoapendiks diikat dengan sutra (gambar 9a dan 9b)
11 Dilakukan pemeriksaan terhadap rongga peritoneum dan alat-alat didalamnya, semua
perdarahan dirawat.
12 Sekum dikembalikan ke abdomen.

Gambar 9a&b. Tindakan Apendiktomi (5)


13 Sebelum ditutup, peritoneum dijepit dengan minimal 4 klem dan didekatkan untuk
memudahkan penutupannya. Peritoneum ini dijahit jelujur dengan chromic catgut dan
otot-otot dikembalikan.

3.10. Komplikasi7

Beberpa komplikasi yang dapat terjadi :


1 Perforasi
Keterlambatan penanganan merupakan alasan penting terjadinya perforasi. Perforasi
appendix akan mengakibatkan peritonitis purulenta yang ditandai dengan demam
tinggi, nyeri makin hebat meliputi seluruh perut dan perut menjadi tegang dan
kembung. Nyeri tekan dan defans muskuler di seluruh perut, peristaltik usus menurun
sampai menghilang karena ileus paralitik.
2 Peritonitis
Peradangan peritoneum merupakan penyulit berbahaya yang dapat terjadi dalam
bentuk akut maupun kronis. Keadaan ini biasanya terjadi akibat penyebaran infeksi

19
dari apendisitis. Bila bahan yang menginfeksi tersebar luas pada permukaan
peritoneum menyebabkan timbulnya peritonitis generalisata. Dengan begitu, aktivitas
peristaltik berkurang sampai timbul ileus paralitik, usus kemudian menjadi atoni dan
meregang. Cairan dan elektrolit hilang ke dalam lumen usus menyebabkan dehidrasi,
gangguan sirkulasi, oligouria, dan mungkin syok. Gejala : demam, lekositosis, nyeri
abdomen, muntah, Abdomen tegang, kaku, nyeri tekan, dan bunyi usus menghilang.
3 Massa Periapendikuler
Hal ini terjadi bila apendisitis gangrenosa atau mikroperforasi ditutupi pendindingan
oleh omentum. Umumnya massa apendix terbentuk pada hari ke-4 sejak peradangan
mulai apabila tidak terjadi peritonitis generalisata. Massa apendix dengan proses
radang yang masih aktif ditandai dengan keadaan umum masih terlihat sakit, suhu
masih tinggi, terdapat tanda-tanda peritonitis, lekositosis, dan pergeseran ke kiri.
Massa apendix dengan proses meradang telah mereda ditandai dengan keadaan umum
telah membaik, suhu tidak tinggi lagi, tidak ada tanda peritonitis, teraba massa
berbatas tegas dengan nyeri tekan ringan, lekosit dan netrofil normal.

3.11. Prognosis

Apendiktomi yang dilakukan sebelum perforasi prognosisnya baik. Kematian


dapat terjadi pada beberapa kasus. Setelah operasi masih dapat terjadi infeksi pada 30%
kasus apendix perforasi atau apendix gangrenosa.

20
BAB IV
PEMBAHASAN KASUS

Telah dilaporkan suatu kasus seorang laki laki dewasa berusia 23 tahun dengan
diagnosis kerja yaitu Apendisitis akut. Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan pemerikasaan penunjang.
1. Anamnesa
Nyeri perut kanan bawah sejak 1 hari SMRS. Nyeri dirasakan muncul tiba-
tiba. Nyeri dibagian kanan bawah kemudian menyebar kesemua bagian perut.
Nyeri terus menerus tidak hilang timbul. Nyeri terasa bila pasien terbatuk.
Pasien juga mengeluhkan adanya demam. Demam timbul bersamaan dengan
nyeri perut.
Pasien juga mengeluh mual dan muntah sebanyak 1x sejak semalam. Muntah
berisi air dan makanan, berbau asam, tidak terdapat darah maupun warna
kehijauan pada muntahan. Napsu makan berkurang. Pasien belum buang air
besar sejak semalam, namun masih bisa buang angin.
2. Pemeriksaan fisik
Vital sign

21
o Kesadaran : Compos Mentis
o TD : 110/70 mmHg
o HR : 84 x/menit
o RR : 22 x/menit
o T : 37,2 C
Status generalisata : Dalam batas normal
Status lokalisata
o Regio Abdomen Palpasi : Pada mc.burney nyeri tekan (+), nyeri lepas
(+), defans muskuler (-), rovsing sign (+), Blumberg sign (+), PSOAS
sign (+), Obturator sign (+).
o Regio Anus Palpasi (Rectal Toucher): Tonus sphingter ani baik,
ampula recti kolaps (-), mukosa rectum licin, nyeri tekan pada jam 9-
12, prostat tidak teraba membesar dan pada sarung tangan didapatkan
darah (-), lendir (-), feses (-)
3. Pemeriksaan penunjang
Pada pemeriksaan laboratorium darah rutin didapatkan hasil leukosit meningkat
22.000 sel/ mm3 akibat pelepasan mediator inflamasi di jaringan yang iskemik yang
terjadi karena adanya invasi bakteri di dinding apendiks
4. Alvarado Score

Manifestasi Score Temuan


pasien

Gejala Migrasi nyeri 1 -

Anoreksia 1 1

Mual muntah 1 1

Tanda Nyeri tekan 2 2

Nyeri lepas 1 1

Febris 1 1

Lab Leukositosis 2 2

Shift to the left 1 -

TOTAL 8

22
0-4: Kemungkinan apendisitis kecil
5-6: bukan apendisitis
7-8: kemungkinan besar apendisitis
9-10:hampir pasti menderita apendisitis

5. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan yang diberikan pada pasien ini adalah ketika pertama
dirawat :
IVFD Asering 30 gtt/menit

Inj Cefuroxime 750 mg/8 jam

Inj Ranitidine 1amp / 12 jam

Inj Metamizole 1 amp / 12 jam

Operatif (Apendiktomi)

Langkah langkah operasi :

Posisi supine dalam regional anestesi, pasang cateter no. 16


Toilet media operasi
Tutup doek steril berlubang
Insisi Gridiron 4cm
Perdalam lapis demi lapis sampai dengan peritoneum
Buka peritoneum
Identifikasi caecum
Tampak apendik hiperemis (+), oedem (+), panjang 10cm, diameter 1 cm
Dilakukan apendiktomi jahit single ligasi
Kontrol perdarahan
Jahit lapis demi lapis
Operasi selesai

Pada pasien dilakukan perawatan post op selama 3 hari. Dalam masa perawatan tanda
tanda vital dalam batas normal dan pada hari pertama setelah operasi pasien diberikan
terapi diet lunak, medikasi, IVFD Futrolit 30 gtt/menit, Inj. Cefuroxime 750mg/12 jam, Inj.

23
Ketorolac 1 amp/8 jam. Pada hari kedua terapi lanjut dan edukasi pasien untuk mobilisasi.
Pada hari ketiga pasien dipulangkan dengan terapi Cefadroxil 2 x 500 mg, Asam Mefenamat
2 x 500 mg, dan dianjurkan untuk kontol ke Poli Bedah.

DAFTAR PUSTAKA

1. Tanto C., Liwang F., Hanifati S., Pradipta E.A., editor., Bedah Digestif, dalam Kapita
Selekta Kedokteran, Edisi Keempat, Jilid 1, Cetakan Pertama. Media Aesculapius, Jakarta,
2014, hlm. 213-4.

2. Sjamsuhidajat, R., Jong, W.D., editor., Usus Halus, Apendiks, Kolon, Dan Anorektum,
dalam Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi 2. EGC, Jakarta, 2005,hlm.639-45.

3. Sabiston. Textbook of surgery, the biological basis of modern surgical practice fourteenth
edition. 1991. International edition; W.B. Saunders

4. Lawrence W.Way., editor., Current surgical diagnosis & treatment international edition.
Edition 9. 1990. Lange medical book.

5. Jarrell, B. E and Carabasi R.A., the national medical series for independent study 2 nd
edition Surgery., national medical series., Baltimore, Hong Kong, London, Sydney.

6. Grace P.A & Borley N.R., At a Glance Ilmu Bedah edisi ketiga. 2005. Jakarta; Erlangga
Medical Series.

7. Price dan Wilson. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Ed: Ke-6.
Jakarta: EGC.

24

Anda mungkin juga menyukai