Anda di halaman 1dari 42

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Berdasarkan SK Menkes No. 123 Tahun 2004 tentang Kebijakan Dasar

Pusat Kesehatan Masyarakat, Pemberantasan Penyakit di Puskesmas adalah salah

satu upaya wajib puskesmas. Puskesmas sebagai tempat pelayanan kesehatan

tingkat pertama bertanggung jawab melakukan kegiatan Pemberantasan Penyakit

terutama penyakit menular.

Program pemberantasan ISPA secara khusus telah dimulai sejak tahun

1984, dengan tujuan berupaya untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian

khususnya pada bayi dan anak balita yang disebabkan oleh ISPA. Namun

tampaknya upaya ini belum membuahkan hasil yang optimal melihat angka

morbiditas di atas.

ISPA hingga saat ini merupakan masalah kesehatan masyarakat di Kota

Banjarmasin terutama di Kelurahan Tanah Pagar, karena masih tingginya angka

kunjungan ISPA di Puskesmas Beruntung Raya. Data 10 peyakit terbanyak di

Puskesmas Beruntung Raya pada tahun 2013 menunjukkan bahwa penyakit ISPA

masih menempati posisi pertama dari 10 penyakit terbanyak.


Penyakit infeksi masih merupakan penyakit utama di Indonesia, terutama

infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) baik infeksi saluran pernafasan atas

maupun infeksi saluran pernafasan bawah. ISPA masih merupakan masalah

kesehatan yang penting karena menyebabkan kematian bayi dan balita yang cukup

tinggi. Kematian yang terbesar umumnya adalah karena pneumonia dan pada bayi

berumur kurang dari 2 bulan Kematian seringkali disebabkan karena penderita

1
datang untuk berobat dalam keadaan berat dan sering disertai penyulit-penyulit

dan kurang gizi.


Penulisan makalah ini, diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan

pertimbangan dan masukan dalam menyusun dan memperbaharui kebijakan-

kebijakan yang telah ada dalam meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan

lingkungan yang optimal di wilayah kerja Puskesmas Beruntung Raya

Banjarmasin.
1.2 Tujuan
Menggambarkan tentang situasi dan program kegiatan pemberantasan

penyakit menular terutama pada penyakit infeksi saluran napas akut (ISPA) yang

dilaksanakan Puskesmas Beruntung Raya Banjarmasin pada tahun 2013.

BAB II
GAMBARAN UMUM

2.1 Keadaan Geografi

Puskesmas Beruntung Rayaberalamat di Jalan AMD Komp. Tata Banua Indah

RT.19, Kelurahan Tanjung Pagar, Kecamatan Banjarmasin Selatan Kota

Banjarmasin. Luas Wilayah Kerja Puskesmas Beruntung Raya 315 Ha/m2.

2
Gambar 2.1. Peta Puskesmas Beruntung Raya

Puskesmas Beruntung Raya membawahi 1 (satu)kelurahan, yaitu Kelurahan

Tanjung Pagar dengan batas-batas:


1. Sebelah Barat : Kelurahan Kelayan Timur
2. Sebelah Utara : Kelurahan Murung Raya
3. Sebelah Timur : Kelurahan Pemurus Dalam
4. Sebelah Selatan : Kabupaten Banjar

1. Distribusi penduduk dalam wilayah kerja Puskesmas Beruntung Raya

Tabel 2.1 Distribusi Penduduk Per Kelurahan di Wilayah Kerja Puskesmas Beruntung

Raya Kota Banjarmasin

Jumlah
No Keluraha Jumlah Kepala
Luas Wilayah
(km) Penduduk
. n Keluarga (jiwa)
(jiwa)
Tanjung
1. 3.186,23 2535 8707
Pagar
Sumber: Proyeksi Badan Pusat Statistik Tahun 2013
Kepadatan penduduk adalah jumlah penduduk dalam luas wilayah (Km2)

dikali 100, disebut padat jika >250 jiwa/Km2dan sangat padat jika > 400 jiwa/Km2.

3
Kepadatan penduduk di Wilayah Kerja Puskesmas Beruntung Raya Kota Banjarmasin

sebesar 273 jiwa/ Km2yang artinya padat.

2. Distribusi penduduk menurut jenis kelamin di Puskesmas Beruntung Raya

Tabel 2.2 Distribusi penduduk menurut jenis kelamin

No Keluraha
Jumlah
Laki- laki (jiwa) Perempuan (jiwa)
(jiwa)
. n
Tanjung
1. 4362 4345 8707
Pagar
Sumber : Laporan Tahunan Puskesmas Beruntung RayaTahun 2013

4370
4360
4350 Jenis Kelamin

4340
4330
Laki-Laki Perempuan
Gambar 2.3. Distribusi penduduk menurut jenis kelamin

3. Distribusi penduduk menurut kelompok umur di Puskesmas Beruntung Raya

Tabel 2.3.Distribusi penduduk menurut Kelompok Umur

Jenis Kelamin
No Kelompok Umur (tahun) Jumlah
L P
1 04 504 467 971
2 59 479 432 911
3 10 14 425 429 854
4 15 19 387 378 765
5 20 24 308 352 660
6 25 - 29 380 416 796
7 30 - 34 414 433 847
8 35 - 39 392 365 757
9 40 - 44 312 296 608
10 45 - 49 245 220 465
11 50 - 54 207 190 397
12 55 - 59 126 113 239

4
13 60 - 64 83 91 174
14 65 - 69 41 61 102
15 70 - 74 34 54 88
16 75+ 25 48 73
JUMLAH 4362 4345 8707
Sumber :ProyeksiBadan Pusat Statistik Tahun 2013
Berdasarkan data demografi, peta wilayah, kepadatan penduduk, distribusi

penduduk menurut umur dan wilayah dapat disimpulkan bahwa pendudk di

wilayah kerja Puskesmas Beruntung Raya tergolong padat namun distribusi

penduduk tidak merata pada semua wilayah kerja sehingga untuk melingkupi

seluruh wilayah didirkan satu Puskesmas pembantu,satu puskesdes, lima

posyandu balita serta satu posyandu lansia. Jumlah tersebut cukup untuk bisa

melayani dan menjangkau seluruh masyarakat Kelurahan Tanjung Pagar. Dengan

Jumlah penduduk Usia produktif yang cukup banyak dapat diberdayakan sebagai

kader-kader Puskesmas yang dapat membantu kinerja petugas kesehatan. Jumlah

kader yang aktif hingga saat ini adalah 23 orang yang tersebar diseluruh posyandu

yang ada.
Sedangkan program yang dilaksanakan di Puskesmas Beruntung Raya

terdiri dari program kesehatan wajib dan program kesehatan pengembangan,

yaitu:
Upaya Kesehatan Wajib
a. Upaya Promosi Kesehatan
Kegiatan ini dilaksanakan untuk melalukan sosialisasi kesehatan di wilayah

lingkungan kerja Puskesmas untuk meningkakan taraf kesehatan warga sekitar.


b. Upaya Kesehatan Lingkungan

Kegiatan ini dilaksanakan untuk mengadakan pengawasan, pemeriksaan dan

pengolahan meliputi: TTU (tempat-tempat umum), TPM (tempat pengolahan

makanan), dan rumah sakit.

c. Upaya Kesehatan Ibu dan Anak serta Keluarga Berencana

5
Kegiatan ini dilaksanakan untuk memperluas jangkauan pelayanan dan juga

untuk meningkatkan cakupan program KIA melalui kegiatan pencarian aktif

ibu hamil yang baru dan pengawasan ibu hamil yang di data dengan

memberikan pelayanan : pemeriksaan tekanan darah, penimbangan,

pemeriksaan tinggi fudus uteri, pemberian Fe dan imunisasi TT (calon

pengantin dan untuk ibu hamil). Kegiatan KB ini dilaksanakan untuk

meningkatkan taraf ekonomi dan kesejahteraan keluarga secara menyeluruh

berupa penjarangan dan pengatur kehamilan.

d. Upaya Perbaikan Gizi Masyarakat

Kegiatan ini dilaksanakan dalam upaya menurunkan angka penyakit gizi yang

kurang, umumnya banyak diderita oleh masyarakat berpenghasilan rendah,

terutama pada anak balita dan wanita.

e. Upaya Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Menular

Kegiatan P2M ini terdiri dari :


Pencegahan dan pemberantasan penyakit menular langsung ; P2TB,

P2malaria, P2ISPA, P2Kusta, P2Diare)


Pencegahan dan pemberantasan penyakit yang ditularkan oleh binatang

seperti : Demam Berdarah dan Malaria.


Imunisasi yaitu program yang bertujuan untuk menurunkan angka

kesakitan dan kematian serta kecatatan sebagai akibat penyakit yang

dicegah dengan imunisasi (PD3) seperti : Polio, Dipteri, Pertusis, Campak

dan hepatitis.
Pencegahan penyakit (surveilans) kegiatan ini dilaksanakan untuk

mendapatkan informasi epidemiologi yang tepat, cermat dan akurat

sehingga mengelola program dapat melakukan perencanaan, pelaksanaan,

6
pengamatan dan evaluasi program dengan efektif dimana berdasarkan

proses pengumpulan, pengolahan dan analisis data.

f. Upaya Pengobatan

Kegiatan ini dilaksanakan dalam bentuk pelayanan pengobatan yang diberikan

kepada seseorang untuk mengobati penyakit atau gejala-gejalanya.

Upaya Kesehatan Pengembangan

a. PHN (Public Health Nursing)


Kegiatan ini dilaksanakan untuk mengadakan asuhan keperawatan. Adapun

sarana kegiatan meliputi:


Pembinaan keluarga rawan
Penanganan tindak lanjut penderita (follow up care)
Penanganan kasus resiko tinggi
Kunjungan dan pembinaan panti asuhan
b. UKS (Usaha Kesehatan Sekolah)
Pembinaan UKS
Kegiatan ini dilaksanakan untuk pembinaan UKS di sekolah baik SD, MI,

SMP, SMU, dan SMK


Kegiatannya yaitu melakukan penyuluhan dan penjaringan anak sekolah

SD, MI, SMP, SMU, SMA, SMK setra melakukan pelatihan dokter kecil

(SD) dan kader kesehatan remaja (SMP, SMA SMK).


Targetnya 2 kali per sekolah/tahun
c. UKGS (Upaya Kesehatan Gigi Sekolah)
Kegiatannya dilakukan di sekolah SD, MI, SMP, SMA, SMK.Yang mana

kegiatannya berupa penyuluhan sekolah dan sikat gigi massal

(bersama).Targetnya 2 kali per sekolah/ tahun


d. Kesehatan Mata
Kegiatan ini bertujuan untuk pengobatan penyakit mata pada umumnya dan

deteksi kasus katarak untuk dilakukan rujukan.


e. Kesehatan Jiwa

7
Kegiatan ini dilaksanakan untuk pencarian, penemuan dan pengobatan

penderita psikosis, penyalahgunaan obat, retardasi mental, epilepsi dan

gangguan jiwa lainnya.Kegiatan ini juga dilakukan rujukan kasus yang tidak

tertangani serta kunjungan rumah dan penyuluhan.


f. Laboratorium
Kegiatan ini dilakukan untuk memperluas jangkauan pelaksanaan pemeriksaan

laboratorium bekerjasama dengan lintas program.


g. Lansia
- Penjaringan lansia
Kegiatan ini dilaksanakan untuk pengobatan dan pendataan jumlah lansia

yang ada di wilayah kerja Puskesmas Beruntung Raya guna persiapan

untuk pembentukan Posyandu/karang lansia.


- Pembinaan Karang Lansia
Kegiatan ini dimaksud untuk pengobatan, pembinaan karang lansia dan

persiapan pembentukan posyandu lansia.Jumlah karang lansia yang sudah

ada 3 buah.
h. Penyuluhan Kesehatan Masyarakat
Kegiatan ini dilaksanakan untuk melakukan penyuluhan didalam dan diluar

gedung baik yang berupa penyuluhan keliling dan penyuluhan kelompok.

Penyuluhan ini berupa semua program kegiatan yang ada di Puskesmas

Beruntung Raya Kota Banjarmasin.

Program-program tersebut dilaksanakan di dalam gedung dan di luar

gedung puskesmas, yaitu dengan melaksanakan pelayanan dan pencatatan

kegiatan serta pelaporan hasil kegiatan.

BAB III

UPAYA POKOK PUSKESMAS P2 ISPA

8
3.1. Pengertian ISPA dan Program P2 ISPA
Istilah ISPA merupakan singkatan dari Infeksi Saluran Pernapasan Akut

dan mulai diperkenalkan pada tahun 1984 setelah dibahas dalam lokakarya

Nasional ISPA di Cipanas, istilah ini merupakan padanan istilah bahasa Inggris

Acute Respiratory infection (ARI).


Program Pemberantasan Penyakit (P2) ISPA merupakan salah satu

program pokok puskesmas yang lebih menitikberatkan kegiatannya pada

pemberantasan penyakit ISPA, yang membagi penyakit ISPA dalam 2 golongan

yaitu pneumonia dan yang bukan pneumonia. Pneumonia dibagi atas derajat

beratnya penyakit yaitu pneumonia berat dan pneumonia tidak berat. Penyakit

batuk pilek seperti rinitis, faringitis, tonsilitis dan penyakit jalan napas bagian atas

lainnya digolongkan sebagai bukan pneumonia.


3.2 Ruang Lingkup Program P2 ISPA
Sesuai dengan tantangan yang dihadapi saat ini, ruang lingkup Program P2

ISPA meliputi

a) Pengendalian Pneumonia Balita


b) Kesiapsiagaan dan respon terhadap pandemi influenza yaitu

penanggulangan episenter pandemi influenza, penanggulangan

epidemi/wabah dan penenggulangan pandemi influenza.


c) Pengembangan Program P2 ISPA yaitu diarahkan pada pengendalian ISPA

diatas umur 5 tahun, ISPA akibat polusi udara sesuai dengan

perkembangan dan kemampuan program.

3.3. ISPA akibat polusi udara


Hampir separuh dari penduduk dunia menggunakan bahan bakar

biomassa (kayu bakar, arang, d1l) untuk kebutuhan sehari-hari umumnya

dibakar di tempat terbuka atau menggunakan tungku yang tidak layak. Setiap

9
hari wanita dan anak-anak terpapar dengan asap dapur mereka melebihi ambang

batas yang diperkenankan. Beberapa studi di negara berkembang dilaporkan

bahwa ada hubungan antara keterpaparan polusi dalam rumah dengan

Pneumonia, infeksi saluran pernapasan atas dan infeksi telinga tengah. Program

P2 ISPA bekerjasama dengan lintas program dan lintas sektor terkait

pengendalian ISPA akibat polusi udara.


3.4. Masalah Program P2 ISPA
Dari hasil supervise Subdit ISPA ke berbagai provinsi, kabupaten/kota,

Puskesmas, pertemuan evaluasi tahunan dan kajian program P2 ISPA periode

2004-2009 didapat masalah manajemen program sebagai berikut:


a. Kurangnya tenaga pengelola program P2 ISPA yang terlatih baik di

tingkat provinsi, kabupaten/kota dan Puskesmas disebabkan oleh

terbatasnya anggaran pelatalihan teknis maupun manajemen baik di pusat,

provinsi dan kabupaten/kota.


b. Sebagian besar provinsi dan kabupaten/kota tidak menganggarkan dana

program P2 ISPA, kalaupun ada jumlahnya sangat terba tas oleh

terbatasnya pemahaman tentang masalah ISPA dan pengendaliannya di

jajaran dinas kesehatan provinsi dan kabupaten/kota.


c. Sound timer untuk diagnosis Pneumonia Belitz digunakan oleh

Puskesmas, karena petugas enggan menerapkan MTBS atau tatalaksana

Standar P2 ISPA yang dianggap terlalu memakan waktu. Akibatnya

banyak Pneumonia Balita yang lolos dari deteksi sehingga cakupan.

Penemuan pneumonia balita tidak tercapai.


d. Masih terbatasnya jumlah oksigen konsentrator di puskesmas perawatan

yang memerlukan. Oksigen konsentrator yang telah terdistribusi belum

terpantau kondisi dan pemanfaatannya. Sementara itu banyak petugas

10
yang belum memahami penggunaannya karena pelatihan yang belum

intensif.
e. Komunikasi, Informasi dan Edukasi masih sangat terbatas pada bahan

cetakan, belum melakukan tatap muka dan penggunaan, media audio

visual secara intentensif Hal ini disebabkan karena penyediaan media

oleh pusat hanya berupa prototipe sedangkan operasionalisasi

dilaksanakan oleh daerah. Sedangkan biaya oprasional didaerah masih

terbatas.
f. Ketepatan dan kelengkapan pelaporan yang masih rendah dari

kabupaten/kota ke provinsi dan dari provinsi ke pusat antara lain

disebabkan oleh kurangnya pemahaman tentang pentingnya data untuk

pengambilan keputusan dalam perencanaan dan masih lemahnya umpan

baliknva di setiap tingkat.


g. Masih terbatasnya cakupan penemuan penderita Pneumonia Balita,

disebabkan kurangnya pemahaman ibu/pengasuh Balita tentang

Pneumonia dan belum, adanya data yang repre-sentatif tentang kejadian

(insidens) Pneumonia Balita di Indonesia.


h. Supervisi di seluruh tingkat masih terkendala oleh: pemanfaatan data dan

informasi serta tindak lanjut dalam meningkatkan pelaksanaan program.


i. Pengembangan program belum dilaksanakan secara sistimatis

berdasarkan permasalahan yang ada dan kondisi wilayah. Untuk

mengatasi masalah ini perlu dilakukan kajian program secara periodik dan

berkelanjutan.

3.5 Program Pemberantasan Penyakit ISPA

1) Pengertian P2 ISPA

11
Salah satu program pokok puskesmas yang lebih menitikberatkan kegiatannya

pada pemberantasan penyakit ISPA.


2) Dasar Pemikiran
- Angka kesakitan penderita ISPA yang masih tinggi di wilayah kerja

puskesmas.
- Angka kesakitan pada bayi dan balita masih tinggi.
- Ibu sebagian besar belum mengerti benar mengenai penyakit ISPA.
3) Tujuan
a. Menurunkan angka kesakitan ISPA di wilayah kerja puskesmas.
b. Menurunkan angka kesakitan, kematian bayi dan balita akibat ISPA di

wilayah kerja puskesmas.


c. Meningkatkan peran serta masyarakat terhadap kesehatan pribadi dan

lingkungan.
d. Mengadakan pemantauan wilayah setempat di wilayah kerja puskesmas.
4) Sasaran kegiatan
Pelaksanaan pemberantasan penyakit ISPA ditujukan pada kelompok usia

balita, yaitu bayi ( 0 - <1 tahun ) dan anak balita ( 1 - <5 tahun ) dengan fokus

penanggulangan pada penyakit pneumonia.


5) Program
Pemberantasan penyakit ISPA di puskesmas Beruntung Raya terdiri dari 8

kegiatan pokok sebagai berikut :


- Promosi penanggulangan pneumonia balita
- Kemitraan
- Peningkatan penemuan kasus
- Peningkatan kualitas tatalaksana kasus ISPA
- Peningkatan Sumber Daya
- Surveilan ISPA
- Pemantauan dan evauasi
- Pengembangan program ISPA
Dalam pelaksanaannya kegiatan P2 ISPA mengacu kepada pendekatan

Manajemen Pemberantasan Penyakit Menular Berbasis Wilayah atau dengan kata

lain diarahkan menanggulangi secara komprehensif faktor-faktor yang

berhubungan dengan kesakitan dan kematian balita termasuk faktor resiko

lingkungan, faktor resiko kependudukan dan penanganan kasus yang dilakukan

12
secara terpadu dengan mitra kerja terkait yang didukung oleh surveilans yang baik

serta tercemin dalam perencanaan dan penganggaran kesehatan secara terpadu

(P2KT).
Secara rinci kegiatan pokok ISPA dijabarkan sebgai berikut:

a. Promosi Penanggulangan Pneumonia Balita

Promosi pemberantasan penyakit ISPA di Indonesia mencakup kegiatan

advokasi, bina suasana dan gerakan masyarakat. Tujuan yang diharapkan dari

kegiatan promosi balita secara umum adalah meningkatnya pengetahuan, sikap

dan tindakan masyarakat dalam upaya dalam penanggulangan pnemonia balita.

Sasaran promosi dalam P2 ISPA mencakup sasaran primer (ibu balita dan

keluarganya), sasaran sekunder (petugas kesehatan dan petugas lintas program

serta lintas sektor), dan sasaran tersier (pengambil keputusan). Pesan pokok,

metode dan media yang digunakan sesuai dengan sasaran.

b. Kemitraan

Merupakan faktor penting untuk menunjang keberhasilan program.

Pembangunan kemitraan dalam program P2 ISPA diarahkan untuk meningkatkan

peran serta masyarakat, peran serta lintas program dan lintas sektor terkait serta

peran pengambil keputusan termasuk penyandang dana. Dengan demikian

pembangunan kemitraan diharapkan pendekatan pelaksanaan program

pemberantasan penyakit ISPA khususnya pnemonia dapat terlaksana secara

terpadu dan kompherensif.


Dengan kata lain intervensi pemberantasan penyakit ISPA tidak hanya tertuju pada

penderita saja, tetapi juga terhadap faktor resiko (lingkungan dan kependudukan)

dan faktor lain yang berpengaruh melalui dukungan peran aktif sektor lain yang

13
berkompeten.
Kegiatan kemitraan meliputi pertemuan berkala dengan:
lintas program dan sektor terkait;
organisasi kemasyarakatan,
lembaga swadaya masyarakat,
tokoh masyarakat,
tokoh agama,
perguruan tinggi,
organisasi profesi kesehatan,
sektor swasta

c. Peningkatan Penemuan dan Tatalaksana Kasus

Kegiatan ini merupakan kegiatan terpenting, karena keberhasilan upaya

penurunan kematian pnemonia pada balita ditentukan oleh keberhasilan upaya

penemuan dan tatalaksana penderita ini.


Dalam kebijakan dan strategi Program P2 ISPA maka penemuan dan

tatalaksana penderita ini dilaksanakan di rumah tangga dan masyarakat (keluarga,

kader dan posyandu), di tingkat pelayanan kesehatan swasta (praktek dokter,

poliklinik swasta, RS swasta). Dengan demikian yang melaksanakan kegiatan

secara langsung adalah tenaga kesehatan di sarana-sarana kesehatan tersebut dan

kader posyandu di masyarakat. Penemuan penderita dilakukan melalui 2 cara,

yaitu secara pasif yang mana dalam hal ini penderita yang datang ke fasilitas

kesehatan seperti Puskesmasn Pustu, Rumah Sakit; secara aktif dimana petugas

kesehatan bersama kader secara aktif menemukan penderita baru dan penderita

pneumonia yang seharusnya datang untuk kunjungan ulang 2 hari setelah berobat.
Penemuan penderita pasif dan aktif melalui proses sebagai berikut:

Menanyakan Balita yang batuk dan atau kesukaran bernapas


Melakukan pemeriksaan dengan melihat tarikan dinding dada bagian

bawah ke dalam (TDDK) dan hitung napas.


Melakukan penentuan tanda bahaya sesuai golongan umur < 2 bulan dan 2

bulan - <5 tahun

14
Melakukan klasifikasi Balita batuk dan atau kesukaran bernapas;

Pneumonia berat, pneumonia dan batuk bukan pneumonia.

Bagan Klasifikasi Balita Batuk dan Kesukaran Bernapas

Sedangkan tatalaksana kasus ISPA dilaksanakan melalui pendekatan

Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) disarana kesehatan dasar. Disamping itu

perlu dilakukan audit kasus dalam upaya peningkatan kualitas tatalaksana kasus

yang dilaksanakan dengan koordinasi tingkat kabupaten/kota.


Pola tatalaksana penderita yang dipakai dalam pelaksanaan Pengendalian

ISPA untuk penanggulangan pneumonia pada Balita didasarkan pada pola

tatalaksana penderita ISPA yang diterbitkan WHO tahun 1988 yang telah

mengalami adaptasi sesuai kondisi Indonesia.


Bagan Tatalaksana Penderita batuk dan atau kesukaran bernapas umur < 2
bulan

15
Bagan Tatalaksana Anak BAtuk dan atau Kesukaran bernapas Umur 2
Bulan - < 5 Tahun

16
Setelah penderita pneumonia Balita ditemukan dilakukan tatalaksana sebagai

berikut:

Pengobatan dengan menggunakan antibiotik: kotrimoksazol, amoksisilin

selama 3 hari dan obat simptomatis yang diperlukan seperti parasetamol,

salbutamol (dosis dapat dilihat pada bagan terlampir).


Tindak lanjut bagi penderita yang kunjungan ulang yaitu penderita 2 hari

setelah mendapat antibiotik di fasilitas pelayanan kesehatan.


Rujukan bagi penderita pneumonia berat atau penyakit sangat berat.
d. Peningkatan Kualitas Sumber Daya
a) Sumber Daya Manusia (SDM)

Sumber Daya Manusia yang terlibat dalam program P2 ISPA meliputi

kader, petugas kesehatan yang memberikan tatalaksana ISPA di sarana

pelayanan kesehatan (Polindes, Pustu, Puskesmas, RS, Poliklinik),

pengelola program ISPA di puskesmas, kabupaten/kota, provinsi dan

17
pusat. Upaya peningkatan kualitas SDM P2 ISPA dilakukan di berbagai

jenjang melalui kegiatan pelatihan, setiap pelatihan yang dilakukan perlu

ditindaklanjuti dengan supervisi dan monitoring serta pembinaan di

lapangan. Selanjutnya pelaksanaan pelatihan secara terpadu dengan

program lain perlu dikembangkan, terutama pelatihan menyangkut aspek

manajemen atau pengelola program P2 ISPA dilakukan pula melalui

kegiatan magang, asistensi tatalaksana oleh dokter ahli, studi banding,

seminar dan workshop sesuai dengan kebutuhan.

b) Logistik

Dukungan logistik sangat diperlukan dalam menunjang

pelaksanaan pengendalian ISPA. Penyediaan logistik dilakukan sesuai

dengan peraturan perundangan yang berlaku dan menjadi tanggung jawab

pemerintah pusat dan daerah. Sesuai dengan pembagian kewenangan

antara pusat dan daerah maka pusat akan menyediakan prototipe atau

contoh logistik yang sesuai standard (spesifikasi) untuk pelayanan

kesehatan. Selanjutnya pemerintah daerah berkewajiban memenuhi

kebutuhan logistik sesuai kebutuhan.Logistik yang dibutuhkan antara lain:


1. Obat

Tablet Kotrimoksazol 480 mg


Sirup Kotrimoksazol 240 mg/5 ml
Sirup kering Amoksisilin 125 mg/5 ml
Tablet Parasetamol 500 mg
Sirup Parasetamol 120 mg/5 ml.
Pola penghitungan jumlah obat yang diperlukan dalam satu tahun

di suatu daerah didasarkan pada rumus berikut :

Kebutuhan tablet Kotrimoksazol 480 mg setahun = Cakupan tahun

18
sebelumnya x perkiraanpneumonia Balita x 6 tablet + 10% bufferstock
Kebutuhan sirup Kotrimoksasol 240mg/5ml setahun = Cakupan tahun

sebelumnya x perkiraanpneumonia Balita x 2 botol + 10% bufferstock


Kebutuhan sirup Amoksisilin 125mg/5ml setahun = Cakupan tahun

sebelumnya x perkiraanpneumonia Balitax 2 botol + 10% bufferstock


Kebutuhan tablet Parasetamol 500 mg setahun = Cakupan tahun

sebelumnya x perkiraan pneumonia Balita x 6 tablet + 10% bufferstock


Obat-obat tersebut di atas merupakan obat yang umum digunakan di

Puskesmas untuk berbagai penyakit sehingga dalam penyediaannya dilakukan

secara terpadu dengan program lain dan proporsi sesuai kebutuhan. Jika

memungkinkan dapat disediakan antibiotik intramuskular: Ampisilin dan

Gentamisin.
2. Alat

a. Acute Respiratory Infection SoundtimerDigunakan untuk menghitung

frekuensi napas dalam 1 menit. Alat ini memiliki masa pakai maksimal

2 tahun (10.000 kali pemakaian).


Jumlah yang diperlukan minimal:
i. Puskesmas
3 buah di tiap puskesmas
1 buah di tiap Pustu
1 buah di tiap bidan desa, Poskesdes, Polindes, Ponkesdes

ii. Kabupaten

1 buah di dinas kesehatan kabupaten/kota


1 buah di Rumah Sakit umum di ibukota kabupaten/kota

iii. Provinsi

1 buah di dinas kesehatan provinsi


1 buah di rumah sakit umum di ibukota provinsi
b. Oksigen konsentrator
Untuk memproduksi oksigen dari udara bebas. Alat ini diperuntukkan

19
khususnya bagi fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan

rawat inap dan unit gawat darurat yang mempunyai sumber daya

energi (listrik/ generator).


c. Oksimeter denyut (Pulseoxymetry)
Sebagai alat pengukur saturasi oksigen dalam darah diperuntukan bagi

fasilitas pelayanan kesehatan yang memiliki oksigen konsentrator.


3. Pedoman
Sebagai pedoman dalam melaksanakan pengendalian ISPA. Dinas

Kesehatan Provinsi, Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, dan

Puskesmas masing-masing minimal memiliki 1 set buku pedoman

Pengendalian ISPA, yang terdiri dari:

a. Pedoman Pengendalian ISPA


b. Pedoman Tatalaksana Pneumonia Balita
c. Pedoman Autopsi Verbal
d. Pedoman Penanggulangan Episenter Pandemi Influenza
e. Pedoman Respon Nasional menghadapi Pandemi Influenza

4. Media KIE (Elektronik dan Cetak)


DVD Tatalaksana pneumonia Balita.Media ini berisi cara-cara

bagaimana memeriksa anak yang menderita batuk, bagaimana

menghitung frekuensi napas anak dalam satu menit dan melihat

tanda penderita Pneumonia berat berupa tarikan dinding dada

bagian bawah kedalam (chestindrawing).


TV spot dan Radio Spot tentang pneumonia Balita.
Poster, Lefleat, Lembar Balik, Kit Advokasi dan Kit

Pemberdayaan Masyarakat.
5. Media pencatatan dan pelaporan
Stempel ISPAMerupakan alat bantu untuk pencatatan penderita

pneumonia Balita sebagai status penderita.


Register harian Pneumonia (non sentinel dan sentinel)
Formulir laporan bulanan (non sentinel dan sentinel) Pemantauan

20
logistik dilaksanakan sampai di fasilitas pelayanan kesehatan

tingkat pertama (dengan menggunakan formulir supervisi) yang

dilakukan oleh petugas pusat, provinsi dan kabupaten/kota. Di

semua tingkat pemantauan dilakukan sesuai dengan ketentuan

pengelolaan barang milik pemerintah (UU No.19 tahun 2003

tentang badan usaha milik negara). Penilaian kecukupan logistik

dapat dilihat dari indikator logistik pengendalian ISPA.


d. Surveilans ISPA

Untuk melaksanakan kegiatan pencegahan, pemberantasan dan

penanggulangan penyakit termasuk ISPA secara efektif dan efisien,

diperlukan data dasar (baseline) dan data program yang lengkap dan

akurat. Upaya dalam mendapatkan data atau informasi tersebut diatas

dilakukan melalui kegiatan surveilans epidemiologi ISPA yang aktif

dengan diferivikasi oleh survey atau penelitian yang sesuai.


Surveilans epidemiologi ISPA diarahkan untuk mendapatkan data

dan informasi yang dapat digunakan sebagai landasan dalam perencanaan

dan pelaksanaan kegiatan program pemberantasan ISPA secara efektif dan

efisien serta mampu mengantifikasi kecenderungan-kecenderungan yang

bakal muncul. Data dan informasi dimaksud meliputi data dan informasi

kesakitan dan kematian pnemonia, sumber penularan, faktor resiko yang

berhubungan dengan pnemonia (faktor resiko lingkungan dan

kependudukan) dan data yang berhubungan dengan kinerja program.

Untuk itu mulai tahun 2002 dikembangkan kegiatan autopsi verbal

kematian balita akibat pnemonia dan audit kasus pnemonia.


Dalam pelaksanaanya di lapangan, kegiatan surveilans dapat

21
disesuaikan dengan situasi dan kebutuhan setempat, baik mekanisme kerja

maupun bentuk instrumennya. Namun demikian secara umum pelaksanaan

surveilans Program P2 ISPA mengikuti langkah-langkah surveilans

epidemiologi pada umumnya, sebagaimana diuraikan berikut:

a) Tujuan Surveilans ISPA


Menyediakan informasi tentang situasi dan besarnya masalah

penyakit ISPA khususnya kejadian pnemonia balita dan kematian

balita akibat pnemonia di masyarakat beserta faktor resikonya dan

informasi lain yang diperlukan bagi upaya pencegahan dan

penanggulangan penyakit ISPA secara efektif sehingga angka

kesakitan dan kematian balita akibat pnemonia dapat diturunkan

sesuai tujuan pemberantasan penyakit ISPA.


b) Kegiatan
a. Pengumpulan data

Data penyakit ISPA termasuk pnemonia balita

dikumpulkan di sarana kesehatan tingkat pertama (rawat jalan

rumah sakit, Puskesmas, Pustu dan Posyandu, serta pelayanan

kesehatan swasta) dengan menggunakan formulir, kartu atau

buku khusus. Selanjutnya kasus pnemonia dari sarana tersebut

dilaporkan ke puskesmas yang menangani wilayah kerja dari

sarana kesehatan yang bersangkutan, secara aktif (melaporkan

sendiri) maupun pasif (puskesmas menjemput laporan dari

sarana kesehatan di wilayah kerjanya) dengan menggunakan

instrumen standar yang dibuat oleh puskesmas. Puskesmas

selanjutnya meneruskan laporan ke Dinas Kesehatan

22
Kabupaten/Kota. Untuk laporan kasus pnemonia dari rumah

sakit, laporan langsung ke Dinas Kesehatan (Subdin P2M).

b. Pengolahan dan Analisa Data

Data yang telah terkumpul, baik dari institusi sendiri

maupun dari luar selanjutnya dilakukan pengolahan dan

analisa. Pengolahan dan analisa data dilaksanakan baik oleh

puskesmas, Kabupaten/kota maupun Propinsi.

c. Penyajian Data Umpan Balik

Sebagai bahan atau dasar bagi kepentingan pelaksanaan

kegiatan atau perbaikan pelaksanaan kegiatan, hasil kerja

survailans ISPA perlu disajikan dan disebarluaskan atau

diumpanbalikan kepada pihak-pihak yang memerlukannya

secara teratur, baik kalangan internal maupun eksternal.

d. Peningkatan Jaringan Informasi

Jaringan informasi antara Kabupaten/Kota, Provinsi dan

pusat sangat diperlukan untuk membangun sistem informasi

kesehatan yang handal sehingga mampu meningkatkan

koordinasi dan keterpaduan pelaksanaannya pemberantasan

penyakit ISPA antar berbagai jenjang dari mulai perencanaan

sampai dengan evaluasi program.


f. Pemantauan dan Evaluasi
Kegiatan pokok ini terdiri dari dua kegiatan penting, yaitu pemantauan

(monitoring) dan penilaian (evaluasi).

a. Pemantauan
Pemantauan Pemberantasan Penyakit ISPA (monitoring) dimaksudkan

23
untuk memantau secara teratur kegiatan dan pelaksanaan program agar

dapat diketahui apakah kegiatan program dilaksanakan sesuai dengan yang

telah direncanakan dan digariskan oleh kebijaksanaan program.

Pelaksanaan pemantauan Pemberantasan Penyakit ISPA dapat

memanfaatkan kegiatan supervisi dan bimbingan tehnis, Pencatatan

Pelaporan Pemberantasan Penyakit ISPA, dan Pemantauan program

P2M&PL di Kabupaten/kota.
b. Evaluasi dilakukan untuk menilai apakah pencapaian hasil kegiatan telah

memenuhi target yang diharapkan, mengidentifikasi masalah dan

hambatan yang dihadapi serta menyusun langkah-langkah perbaikan

selanjutnya termasuk perencanaan dan penganggaran. Kegiatan evaluasi

dilaksanakan di berbagai jenjang administrasi kesehatan, baik ditingkat

pusat, provinsi maupun Kabupaten/Kota.


g. Peningkatan Manajemen Program

Aspek manajemen program P2 ISPA yang masih memerlukan

perhatian terus ditingkatkan diantaranya aspek perencanaan,

pembiayaan,dan administrsi. Aspek manajemen tersebut diatas merupakan

beban kerja terbesar untuk unit yang mengelola Pemberantasan Penyakit

ISPA baik di tingkat pusat, provinsi maupun Kabupaten/Kota. Kegiatan ini

juga dilaksanakan di berbagai tingkat administrasi kesehatan.

Peningkatan manajemen program pada aspek perencanaan

dilakukan melalui penerapan perencanaan dan penganggaran kesehatan

terpadu (P2KT) dalam perencanaan kegiatan program P2 ISPA. Penerapan

P2KT dalam pelaksanaan program P2ISPA akan efektif bila didukung

24
kinerja surveilans yang mampu memberikan informasi yang lengkap dan

akurat sehingga menghasilkan perencanaan program P2 ISPA berdasarkan

fakta (evidence based palanning).


Dalam meningkatkan manajemen pembiayaan, diupayakan

penggalian potensi sumber biaya masyarakat, swasta, organisasi non

pemerintah, dan lembaga-lembaga donor, mengingat kemampuan

pemerintah dalam penyediaan biaya untuk program cukup terbatas.

Pembiayaan dipusat terutama bersumber pada APBN dengan sumber dana

tambahan dari sumber dana lain seperti dana kerjasama Pemerintah RI

dengan organisasi internasional, dana bantuan pinjaman luar negeri.


Di provinsi pembiayaan terutama bersumber dari APBN dan Dana

Alokasi Umum (DAU) provinsi disamping sumber dana lain. Begitu pula

di tingkat Kabupaten/Kota sebagian besar masih bertumpu pada APBN

disamping DAU Kabupaten/Kota, sedangkan potensi sumber dana dari

masyarakat atau swasta belum teralokasi dengan baik. Untuk itu dalam

mewujudkan pembiayaan program P2ISPA yang memadai di berbagai

jenjang administrasi kesehatan, perlu diupayakan secara terus-menerus

penggalian potensi sumber biaya non pemerintah.


h. Pengembangan Program

Dalam upaya pencapaian tujuan pemberantasan penyakit ISPA

khususnya pnemonia, perlu dilakukan pengembangan program sesuai

dengan tuntutan perkembangan di masyarakat. Pengembangan program P2

ISPA dilakukan diantaranya melalui kegiatan penelitian, uji coba konsep-

konsep intervensi baru seperti pendekatan tatalaksana penderita ISPA,

pencegahan dan penanggulangan faktor resiko baik dilingkungan maupun

25
kependudukan, peningkatan kemitraan, peningkatan manajemen dan

sebagainya serta kegiatan-kegiatan ilmiah lainnya seperti pertemuan kajian

program, seminar, workshop dan sebagainya.

Tugas pemberantasan penyakit ISPA merupakan tanggung jawab bersama.

Kepala Puskesmas bertanggung jawab bagi keberhasilan pemberantasan di

wilayah kerjanya.
Dokter puskesmas mempunyai tugas sebagai berikut :

Membuat rencana aktifitas pemberantasan ISPA sesuai dengan dana atau

sarana dan tenaga yang tersedia.


Melakukan supervisi dan memberikan bimbingan penatalaksanaan standar

kasus-kasus ISPA kepada perawat atau paramedis.


Melakukan pemeriksaan pengobatan kasus-kasus pneumonia

berat/penyakit dengan tanda-tanda bahaya yang dirujuk oleh

perawat/paramedis dan merujuknya ke rumah sakit bila dianggap perlu.


Memberikan pengobatan kasus pneumonia berat yang tidak bisa dirujuk ke

rumah sakit.
Bersama dengan staff puskesmas memberikan penyuluhan kepada ibu-ibu

yang mempunyai anak balita. perihal pengenalan tanda-tanda penyakit

pneumonia serta tindakan penunjang di rumah.


Melatih semua petugas kesehatan di wilayah puskesmas yang di beri

wewenang mengobati penderita penyakit ISPA.


Melatih kader untuk bisa, mengenal kasus pneumonia serta dapat

memberikan penyuluhan terhadap ibu-ibu tentang penyaki ISPA.


Memantau aktifitas pemberantasan dan melakukan evaluasi keberhasilan

pemberantasan penyakit ISPA. menditeksi hambatan yang ada serta

menanggulanginya termasuk aktifitas pencatatan dan pelaporan serta

pencapaian target.

26
Tugas paramedis puskesmas-puskesmas pembantu, meliputi:

Melakukan penatalaksanaan standar kasus-kasus ISPA sesuai petunjuk

yang ada.
Melakukan konsultasi kepada dokter Puskesmas untuk kasus-kasus ISPA

tertentu seperti pneumoni berat, penderita dengan weezhing dan stridor.


Bersama dokter atau dibawah, petunjuk dokter melatih kader.
Memberi penyuluhan terutama kepada ibu-ibu.
Melakukan tugas-tugas lain yang diberikan oleh pimpinan Puskesmas

sehubungan dengan pelaksanaan program pemberantasan penyakit ISPA.

6) Program P2 ISPA di Puskesmas Beruntung Raya

Peran puskesmas Beruntung Raya dalam program P2 ISPA adalah:


1. Melakukan kegiatan penyuluhan/ KIE di puskesmas dan di posyandu

masyarakat.
Kegiatan ini rutin dilaksanakan setiap 6 bulan sekali dan terakhir dilakukan

pada bulan April 2014. Sasaran kegiatan ini terutama ditujukan kepada sasaran

primer yaitu ibu yang memiliki anak usia balita yang masih awam

pengetahuannya tentang ISPA. Kelemahan dari kegiatan ini adalah kegiatan

hanya terbatas dilakukan di Puskesmas dan Posyandu sehingga masih kurang

mecakup masyarakat luas.


2. Melakukan kegiatan kemitraan yang meliputi pertemuan berkala dengan lintas

program sektor terkait; organisasi kemasyarakatan; Lembaga Swadaya

Masyarakat; Tokoh Masyarakat; tokoh agama; dll.


Di Puskesmas Beruntung Raya kegiatan ini hanya terbatas pada pertemuan

dengan lintas program sektor terkait seperti bagian pengelola gizi yang

dilakukan secara berkala setiap 6 bulan sekali.

27
3. Melatih kader kesehatan dan posyandu dalam mengenal tanda-tanda

pneumonia, pemberitahuan dan upaya pencegahannya.


Di Puskesmas Beruntung Jaya sendiri kegiatan ini masih belum rutin

dilakukan setiap tahunnya dikarenakan kendala dalam hal biaya.


4. Mendeteksi dini kasus-kasus pneumonia dan upaya pencegahan melalui

surveilans ISPA
Hal ini sudah dilakukan di kegiatan pelayanan puskesmas. Penemuan

penderita pasif dan aktif melalui proses sebagai berikut:

Menanyakan Balita yang batuk dan atau kesukaran bernapas


Melakukan pemeriksaan dengan melihat tarikan dinding dada bagian

bawah ke dalam (TDDK) dan hitung napas selama 1 menit.


Melakukan penentuan tanda bahaya sesuai golongan umur < 2 bulan dan 2

bulan - <5 tahun.


Melakukan klasifikasi Balita batuk dan atau kesukaran bernapas;

Pneumonia berat, pneumonia dan batuk bukan pneumonia.

5. Melakukan tatalaksana kasus pneumonia sedini mungkin.


Hal ini sudah dilakukan, semua pasien yang menderita pneumonia diberikan

antibiotik lini pertama sesuai dengan MTBS.


6. Merujuk kasus pneumonia berat ke RS
Perujukan kasus pneumonia berat ke RS sudah dilakukan oleh pihak

Puskesmas Beruntung Raya.

Grafik Jumlah Kasus Pneumonia Berat yang dirujuk pada tahun 2013

28
Jumlah Kasus Pneumonia Berat yang dirujuk pada tahun 2013
Jumlah Kasus Pneumonia Berat yang dirujuk

2 2

1 1 1 1

0 0 0

Sumber : Laporan Tahunan Puskesmas Beruntung Raya Tahun 2013


7. Melakukan kunjungan rumah pada kasus yang tidak melakukan kunjungan

ulang ke Puskesmas. Petugas kesehatan puskesmas Beruntung Raya Bagian

pengelolaan P2 ISPA bersama kader secara aktif menemukan penderita baru

dan penderita pneumonia yang seharusnya datang untuk kunjungan ulang 2

hari setelah berobat.

Grafik Kunjungan Rumah Penderita Pneumonia Tahun 2013

29
Kunjungan rumah penderita Pneumonia
Kunjungan rumah penderita Pneumonia

1 1 1 1 1

0 0 0 0 0

Sumber : Laporan Tahunan Puskesmas Beruntung Raya Tahun 2013

8. Melakukan pencatatan dan pelaporan bulanan


Hal ini sudah dilakukan oleh pihak puskesmas, semua data di rangkum tiap

bulannya, pendataan lengkap dan teratur. Data dibuat dalam bentuk Register

harian Pneumonia dan dilakukan pencatatan formulir laporan bulanan.


9. Menyajikan dan menganalisis data dalam bentuk peta, grafik, table dan lain-

lain.
Hasil laporan bulanan ditempel dan di sajikan dalam bentuk grafik untuk

memudahkan pembacaan hasil.


10. Melakukan evaluasi berkala pencapaian kinerja, dan pemecahan masalah yang

dihadapi.
Bahan untuk evaluasi sudah tersedia melalui data yang dikumpulkan oleh

petugas.
11. Menggunakan data tersebut untuk perencanaan program P2 ISPA di

Puskesmas
Dari data tersebut, maka pihak puskesmas bisa menetapkan POA (Plan Of

Action) untuk rencana berikutnya.

30
Berikut merupakan data dan grafik penemuan penderita ISPA di

Puskesmas Beruntung Raya Banjarmasin pada tahun 2013.


Grafik Jumlah Penemuan Penderita Pneumonia Oleh Petugas
Kesehatan Tahun 2013

Jumlah Penemuan Penderita Pneumonia Oleh Petugas Kesehatan


Jumlah Penemuan penderita Pneumonia Oleh Petugas Kesehatan

15
12 12
10 10

5 5 5
3 3
2 2

Sumber : Laporan Tahunan Puskesmas Beruntung Raya Tahun 2013


Gambar Jumlah Penemuan Penderita Non-Pneumonia Oleh Petugas
Kesehatan Tahun 2013

Jumlah Penemuan Non Pneumonia Oleh Petugas Kesehatan


Jumlah Penemuan Non Pneumonia Oleh Petugas Kesehatan
231

184
155
147
120 125
112 114 117
109

71 78

Sumber : Laporan Tahunan Puskesmas Beruntung Raya Tahun 2013

31
Tabel kasus ISPA berdasarkan kelompok umur di Puskesmas Beruntung
Raya Tahun 2012
Pneumonia
Pneumonia Berat Non Pneumonia
Bulan < 1 th 1-4 th > 5 th < 1 th 1-4 th < 1 th 1-4 th > 5 th
Januari 2 2 0 0 0 24 17 101
Februari 1 6 0 1 1 21 24 94
Maret 1 2 2 0 0 16 14 116
April 2 5 0 0 0 22 18 98
Mei 2 0 0 0 0 18 19 100
Juni 1 2 0 0 0 17 13 98
Juli 1 3 1 0 0 35 21 111
Agustus 1 0 0 0 2 36 34 82
September 2 1 1 0 0 75 71 112
Oktober 2 3 0 0 0 36 38 106
November 0 6 0 0 0 24 17 101
Desember 4 1 3 0 0 24 27 140
Total 19 31 7 1 3 348 313 1259
Total
semua 57 4 1920
Sumber : Laporan Tahunan Puskesmas Beruntung Raya Tahun 2012
Tabel kasus ISPA berdasarkan kelompok umur di Puskesmas Beruntung
Raya Tahun 2013
Pneumonia

Pneumonia Berat Non Pneumonia


Bulan < 1 th 1-4 th > 5 th < 1 th 1-4 th < 1 th 1-4 th > 5 th
Januari 1 1 0 0 1 42 23 55
Februari 0 0 1 1 0 22 33 16
Maret 5 3 0 2 0 26 23 57
April 1 4 1 1 3 20 39 53
Mei 2 0 3 0 0 29 33 16
Juni 7 2 0 4 2 20 36 58
Juli 4 0 6 0 2 40 40 104
Agustus 2 3 2 0 5 48 42 27
September 0 0 1 0 0 68 23 64
Oktober 2 0 0 1 0 57 45 23
November 0 5 0 0 0 34 48 65
Desember 0 0 1 0 1 33 44 154
Total 24 18 15 9 14 439 429 692
Total 57 23 1563

32
semua
Sumber : Laporan Tahunan Puskesmas Beruntung Raya Tahun 2013
Grafik Kasus Pneumonia berdasarkan kelompok umur di Puskesmas
Beruntung Raya Tahun 2013

Kasus Pneumonia berdasarkan kelompok umur di Puskesmas Beruntung Raya Tahun 2013

< 1 th 1-4 th > 5 th

Sumber : Laporan Tahunan Puskesmas Beruntung Raya Tahun 2013

Grafik Kasus Pneumonia Berat berdasarkan kelompok umur di Puskesmas


Beruntung Raya Tahun 2013

33
kasus Pneumonia Berat berdasarkan kelompok umur di Puskesmas Beruntung Raya Tahun 2013

< 1 th 1-4 th

Sumber : Laporan Tahunan Puskesmas Beruntung Raya Tahun 2013

Grafik Kasus Non-Pneumonia berdasarkan kelompok umur di Puskesmas


Beruntung Raya Tahun 2013

Kasus Non-Pneumoniaberdasarkan kelompok umur di Puskesmas Beruntung Raya Tahun 2013

< 1 th
1-4 th
> 5 th

Sumber : Laporan Tahunan Puskesmas Beruntung Raya Tahun 2013


Target penemuan penderita pneumonia Balita adalah jumlah penderita

pneumonia Balita yang harus ditemukan/dicapai di suatu wilayah dalam 1 tahun

34
sesuai dengan kebijakan yang berlaku setiap tahun secara nasional. Pada

Puskesmas Beruntung Raya Kebijakan tahun 2013 target penemuan penderita

pneumonia balita adalah 90%. Jumlah penderita Pneumonia Balita diperkirakan

sekitar 10% dari jumlah penduduk yang ada di lingkungan Puskesmas. Jumlah

penduduk di wilayah kerja Puskesmas Beruntung Raya pada tahun 2013 adalah

8707 yang artinya jumlah penderita Pneumonia balita diperkirakan sekitar 10% x

8707 jiwa = 87 balita. Maka, target penemuan penderita pneumonia pada tahun

2013 adalah 90% x 87 balita = 78,3. Pada tahun 2013, jumlah penemuan penderita

pneumonia oleh petugas kesehatan adalah 84 kasus. Maka, pencapaian target

penemuan adalah 84/78,3 x 100% = 100,7%. Hal ini menunjukkan Puskesmas

Beruntung Raya telah melebihi pencapaian target sebesar 90%.

Program P2 ISPA di Puskesmas Beruntung Raya telah berjalan cukup baik.

Hal ini dapat dilihat dari hasil penghitungan diatas bahwa program P2 ISPA telah

memenuhi target yang telah ditentukan. Berjalan cukup baiknya program P2 ISPA

di Puskesmas Beruntung Raya menunjukkan manajemen yang baik dari

Puskesmas Beruntung Raya dalam menjalankan program P2 ISPA di wilayah

kerjanya. Manajemen program P2 ISPA di puskesmas Purna Sakti Basirih antara

lain telah didukung dengan adanya :

1) Pedoman nasional Program P2 ISPA dan petunjuk petunjuk

teknisnya.
2) Pedoman Tatalaksana Penderita ISPA pada Balita (termasuk modul

MTBS).
3) Modul Pelatihan Manajemen Program P2 ISPA
4) Bagan Tatalaksana Penderita ISPA
5) Buku Pedoman Tatalaksana Kasus ISPA Balita di Sarana Kesehatan

35
Rujukan
6) Simulasi (Exercise) untuk meningkatkan kerjasama lintas

sektor/penguatan kemitraan.
7) Penyediaan, pemanfaatan, pemeliharaan logistik, serta

pemantauan keadaan logistik.

BAB IV

ANALISIS MASALAH UPAYA PERBAIKAN GIZI

4.1 Analisis SWOT

1.1 Kekuatan (Strength).

a. Kegiatan Penyuluhan tentang ISPA yang rutin dilakukan setiap 3 bulan

sekali akan menambah pengetahuan terutama ibu yang memiliki anak

balita tentang bahaya ISPA.

b. Tersedianya obat-obatan yang cukup lengkap dapat membantu dalam

penatalaksanaan ISPA secara dini.

c. Banyaknya kader kesehatan yang aktif yang dimiliki di semua Posyandu

dan Puskesmas memudahkan masyarakat untuk konsultasi kesehatan dan

kader dapat memberikan informasi dan penyuluhan tentang ISPA.

d. Adanya posyandu dapat memudahkan dalam penemuan kasus pneumonia

dan melacak adanya faktor resiko pada balita.

e. Adanya PONED pada Puskesmas memudahkan dalam pendataan bayi

baru lahir.

36
f. Adanya 1 set pedoman pengendalian ISPA yang lengkap sehingga

memudahkan dalam melaksanakan program P2 ISPA.

1.2 Kelemahan (Weakness)

a. Puskesmas memiliki data yang kurang lengkap sehingga pihak puskesmas

akan lebih sulit dalam menetapkan POA (Plan Of Action) untuk rencana

berikutnya.

b. Masih tingginya kasus ISPA di wilayah kerja Puskesmas Beruntung Raya,

yaitu sebesar 1563 kasus.

c. Angka kesakitan ISPA bukan Pneumonia pada usia 0-4 tahun dan 5

tahun yang masih tinggi di wilayah kerja Puskesmas Beruntung Raya.

d. ARI sound timer masih terbatas yaitu hanya 1 buah alat yang berfungsi

baik di Puskesmas Beruntung Raya, sedangkan jumlah alat yang

diperlukan di setiap UPK minimal 3 buah.

e. Kurang terlatihnya kader kesehatan dan posyandu dalam mengenal tanda-

tanda pneumonia, pemberitahuan dan upaya pencegahannya.

f. Belum meratanya tempat penyuluhan tentang pentingnya mengetahui

tentang penyakit ISPA. Penyuluhan masih dilakukan hanya di terbatas di

Puskesmas dan Posyandu.

g. Kurangnya koordinasi dengan Lurah, RT dan RW dalam upaya

penanggulangan faktor risiko.

37
1.3 Kesempatan (Oppurtunity)

a. Adanya Mesjid dan beberapa Musholla serta Kantor Lurah di wilayah

kerja Puskesmas Beruntung Raya dapat dijadikan sebagai tempat

penyuluhan agar dapat mencakup masyarakat yang lebih luas.


b. Jumlah penduduk usia produktif yang cukup banyak dapat dijadikan

sumber kaderisasi posyandu yang potensial


c. Lahan sekitar puskesmas yang masih hijau mengurangi polusi yang

meningkatkan angka kejadian ISPA.


d. Kepala Puskesmas Beruntung Raya yang juga menjabat sebagai ketua

RW di kelurahan Tanjung Pagar dapat mempermudah untuk kerjasama

lintas sektoral di wilayah kerja puskesmas.


e. Tingkat Partisipasi warga dalam program Puskesmas cukup baik.

1.4 Ancaman (Threat)

a. Rendahnya tingkat pendidikan di masyarakat sehingga secara langsung

dan tidak langsung mempengaruhi tingkat kesehatan masyarakat.


b. Masih banyaknya jumlah guru yang merokok di sekolah dan warga yang

merokok di lingkungan rumah akan meningkatkan angka kejadian ISPA

terutama pada balita dan anak-anak.

c. Kepadatan penduduk yang cukup tinggi yaitu 8707 Jiwa/Km 2, sehingga

penularan ISPA cukup mudah.


d. Banyaknya Batra di wilayah kerja Puskesmas Beruntung Raya

menyebabkan banyak warga yang lebih memilih untuk berobat di Batra

dibandingkan di Puskesmas.

38
4.2 Masalah
1. Mengapa Kasus ISPA masih tinggi?
2. Mengapa Angka kesakitan ISPA bukan Pneumonia pada usia 0-4 tahun dan

5 tahun yang masih tinggi di wilayah kerja Puskesmas Beruntung Raya ?


3. Mengapa masih banyak guru yang merokok di sekolah dan warga yang

merokok di lingkungan rumah?

4.3 Pemecahan Masalah

Strategi SO

1. Untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang bahaya ISPA

dilakukan penyuluhan oleh petugas kesehatan. Penyuluhan tidak hanya

memanfaatkan fasilitas kesehatan yang ada seperti Puskesmas, Pustu,

Posyandu dan Poskesdes, tetapi juga mulai memanfaatkan fasilitas umum

seperti masjid, musholla atau kantor lurah. Penyuluhan dilakukan dengan

sasaran utama (primer) ibu-ibu yang memiliki anak balita.


2. Meningkatkan kesehatan masyarakat melalui pencegahan faktor risiko

morbiditas ISPA yaitu melalui peningkatan gizi, imunisasi, memberikan

penyuluhan (edukasi) pada para ibu dan mengurangi tingkat polusi udara.
3. Mengintensifkan program posyandu dan mengoptimalkan kinerja petugas

kesehatan dalam penemuan kasus pneumonia.


4. Pembekalan dan pelatihan bagi para kader tentang pemberian informasi

secara benar tentang ISPA kepada orangtua.

Strategi WO

1. Memperbaiki sistem pendataan

39
2. Meningkatkan kualitas dan kuantitas SDM tenaga gizi di Puskesmas

sehingga bisa mengoptimalkan penyuluhan dan konseling.


3. Bekerjasama dengan pihak koordinasi dengan Lurah, RT dan RW dalam

upaya penanggulangan faktor risiko.


4. Memanfaatkan Mesjid dan beberapa Musholla serta Kantor Lurah di

wilayah kerja Puskesmas Beruntung Raya dapat dijadikan sebagai tempat

penyuluhan agar dapat mencakup masyarakat yang lebih luas.


5. Menambah jumlah alat ARI Sound Timer sebanyak 2 buah.

Strategi ST

1. Melakukan survei kepada masyarakat untuk menilai tingkat pengetahuan

tentang ISPA.
2. Meningkatkan kegiatan-kegiatan promosi kesehatan, terutama tentang

bahaya merokok serta dampaknya untuk kesehatan masyarakat.


3. Menggalakkan program Keluarga Berencana (KB) bagi usia produktif.

Strategi WT

1. Mengajak keterlibatan tokoh masyakat atau organisasi masyarakt setempat

dalam mendukung program pengendalian ISPA.


2. Mengadakan penyuluhan rutin serta mengevaluasi dan memperbaiki

program P2 ISPA yang sudah ada.

40
BAB V

P ENUTUP

A. Kesimpulan

Puskesmas Beruntung Raya berada di Kecamatan Banjarmasin Selatan

Kota Banjarmasin dengan wilayah kerja sebanyak 1 Kelurahan yaitu Kelurahan

Tanjung Pagar.Dengan Luas Wilayah 315 Ha wilayah kerja Puskesmas Beruntung

Raya memiliki jumlah penduduk sebanyak 8707 jiwa.

Puskesmas Beruntung Raya sekarang telah memiliki unit-unit kegiatan

yang masing-masing unit tersebut memiliki program kesehatan tersendiri dan

41
masing-masing unit yang telah melaksanakan program tersebut. Hasil kegiatan

pada umumnya mengalami peningkatan dibanding tahun lalu dan beberapa

kegiatan telah memenuhi target.

42

Anda mungkin juga menyukai