AskepOMAdanOMSK
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Otitis media akut (OMA) adalah peradangan akut telinga tengah. Penyakit ini masih
merupakan masalah kesehatan khususnya pada anak-anak. Diperkirakan 70% anak
mengalami satu atau lebih episode otitis media menjelang usia 3 tahun. Penyakit ini terjadi
terutama pada anak dari baru lahir sampai umur sekitar 7 tahun, dan setelah itu insidennya
mulai berkurang
Otitis Media Supuratif Kronis (OMSK) adalah radang kronis mukosa telinga tengah dengan
perforasi membran timpani dan riwayat keluar sekret dari telinga tengah lebih dari 2 bulan
baik terus menerus maupun hilang timbul, sifat sekretnya mungkin serous, mukus atau
mukopurulen (Soepardi, 2001). Pada orang awam, penyakit ini lebih dikenal dengan
istilah congekan. Secara umum, prevalensi OMSK di Indonesia adalah 3,8% dan pasien
OMSK merupakan 25% dari pasien-pasien yang berobat di Poliklinik THT rumah sakit di
Indonesia (Aboet, 2007). Jumlah penderita ini kecil kemungkinan untuk berkurang bahkan
mungkin bertambah setiap tahunnya mengingat kondisi ekonomi yang masih buruk serta
kesadaran masyarakat akan kesehatan yang masih rendah. Akibatnya, banyak penderita yang
tidak tuntas dalam menjalani pengobatan bahkan ada yang menganggap bahwa penyakit ini
dapat sembuh dengan sendirinya.
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi dari OMA dan OMSK
2. Untuk mengetahui etiologi dari OMA dan OMSK
3. Untuk mengetahui patofisiologi dari OMA dan OMSK
4. Untuk mengetahui manifestasi klinis dari OMA dan OMSK
5. Untuk mengetahui penatalaksanaan dari OMA dan OMSK
6. Untuk mengetahui komplikasi dari OMA dan OMSK
7. Untuk mengetahui Asuhan Keperawatan dari OMA dan OMSK
BAB II
ISI
2.1 Pengertian
A. Otitis Media Akut (OMA)
Otitis media akut adalah infeksi akut telinga tengah. Penyebab utamanya adalah masuknya
bakteri patogenik kedalam telinga tengah yang normalnya steril ketika terdapat disfungsi tuba
eustakian, yaitu obstruksi yang disebabkan oleh infeksi saluran napas atas, inflamasi struktur
sekitarnya (sinusitis), atau oleh reaksi alergi (rhinitis alergi). Organism penyebabnya adalah
streptococcus pneumonia, hemophilus influenza, dan moraxella catarrhalis. Cara masuk
bacteria adalah melalui tuba eustakhian dari sekresi yang terkontaminasi dalam nasofaring.
(brunner & suddarth)
Otitis media akut sering terjadi akibat infeksi bakteri, biasanya oleh streptococcus
pneumonia, haemophilus influenza, atau staphylococcus aureus. Otitis akut juga dapat terjadi
akibat infeksi virus. Imaturitas system imun atau penyakit refluks gastroesofagus pada anak
kecil juga dapat menjadi penyebabnya. (M. William Schwartz).
Otitis media akut (OMA) adalah peradangan akut sebagian atau seluruh periosteum telinga
tengah (Kapita selekta kedokteran, 1999).
2.2 Etiologi
A. Otitis Media Akut
Organisme penyebabnya adalah streptococcus pneumonia, hemophilus influenza, dan
moraxella catarrhalis. Cara masuk bacteria adalah melalui tuba eustakhian dari sekresi yang
terkontaminasi dalam nasofaring. (brunner & suddarth)
B. Otitis Media Supuratif Kronik
Patogen tersering yang diisolasi dari telinga pasien dengan OMSK adalah P.aeruginosa dan S.
aureus. Bakteri anaerob juga sering ditemukan dalam penelitian. Jamur biasanya jarang
muncul kecuali bila terdapat super infeksi pada liang telinga. (Buchman,2003).
2.3 Patofisiologi
A. Otitis Media Akut
Otitis media akut sering terjadi akibat infeksi bakteri, biasanya oleh streptococcus
pneumonia, haemophilus influenza, atau staphylococcus aureus. Otitis media akut juga dapat
terjadi akibat infeksi virus. Imaturitas system imun atau penyakit refluks gastroesofagus pada
anak kecil juga dapat menjadi penyebabnya. Otitis media akut terjadi ketika tuba eustachius
yang secara normal mengalirkan sekresi telinga tengah ke tenggorokan menjadi tersumbat
atau penuh sehingga menyebabkan penimbunan sekresi telinga tengah dan cairan. Ketika tuba
eusthacius terbuka kembali, tekanan ditelinga yang mengalami kongesti tersebut dapat
menarik sekresi hidung yang terkontaminasi melalui tuba eustachius untuk masuk ketelinga
tengah sehingga terjadi infeksi. (buku saku patofisiologi nelson)
B. Otitis Media Supuratif Kronik
Otitis media akut dengan perforasi membran tympani menjadi otitis media supuratif kronis
apabila prosesnya sudah lebih dari 2 bulan bila proses infeksi kurang dari 2 bulan disebut
otitis media supuratif sub akut, beberapa faktor yan menyebabkan OMA menjadi OMSK
ialah terapi yang terlambat diberikan, terapi yang tidak adekuat, virulensi kuman tinggi, daya
tahan tubuh pasien rendah (gizi kurang), letak higiene buruk. (Soepardi, Arsyad, E., 1998)
2.4 Manifestasi Klinis
A. Otitis Media Akut
a. Karakteristik bayi adalah tidak dapat melokasi infeksi
b. Otitis media biasanya mengikuti infeksi saluran napas atas dengan karakteristik :
Nyeri ditelinga yang terkena
Pada bayi atau toddler : demam, rewel, dan menarik-narik telinga.
Kongesti nasal
Iritabilitas
Batuk
Anoreksia
Muntah
Diare
c. Bayi akan menunjukan nyeri dengan menangis dan menggaruk atau menarik telinga yang
sakit. Anak-anak lebih besar akan mengekspresikan keluhan nyeri telinga secara verbal
d. Pemeiksaan dengan otoskopik memperlihatkan :
1) Membrane timpani yang eriema atau tertekan : penonjolan membrane timpani tanpa tanda
yang terlihat jelas, termasuk tidak adanya reflex terhadap cahaya dan hilangnya mobilitas
membrane timpani
2) Secret purulen
(Muscari, Mary E)
2.6 Penatalaksanaan
A. Otitis Media Akut
Diagnosis dengan penatalaksanaan nyeri dengan asetaminofen atau analgesic lain
direkomendasikan untuk otitis media akut
Otitis media akut biasanya diobati dengan antibiotic walaupun periode menunggu dengan
waspada mungkin tepat. Episode berulang otitis media akut dapat menyebabkan pemasangan
slang timpanostomi sebagai upaya untuk mencegah infeksi diwaktu yang akan dating
Otitis eksterna diobati dengan tetes anti inflamasi, tetes anti mikroba, atau keduanya
(buku saku ptofisiologi corwin)
Penatalaksanaan keperawatan
1. Kaji anak terhadap demam dan tingkat nyeri, dan kaji adanya komplikasi yang mungkin
terjadi.
2. Berikan obat sesuai indikasi. Terapi antibiotic, biasanya amoksisilin, masih merupakan
standar pengobatan OMA
3. Turunkan demam dengan memberikan antipiretik sesuai indikasi dan lepas pakaian anak
yang berlebihan. Berhati-hati untuk mencegah anak dari menggigil.
4. Redakan nyeri dengan memberikan analgesic sesuai indikasi, tawarkan makan lunak untuk
membantu anak mengurangi mengunyah makanan, dan berikan kompres panas atau hangat
local pada telinga yang sakit
5. Fasilitasi drainase dengan membaringkan anak pada posisi telinga yang sakit
6. Cegah kerusakan kulit dengan menjaga telinga eksternal kering dan bersih.
7. Berikan perawatan praoperatif dan pascaoperatif, jika diperlukan. Adakalanya myringotomy
(insisi pada bagian inferior posterior membrane timpani) mungkin diperlukan untuk
mengalirkan eksudat dan melepaskan tekanan. Tymplanoplasty ventilating tubes atau
pressure equalizing tubes dapat dimasukan kedalam telinga tengah untuk membentuk saluran
pendengaran buatan dengan tekanan yang seimbang pada kedua sisi membrane timpani.
8. Berikan penyuluhan pada pasien dan keluarga.
a. Jelaskan dosis, teknik pemberian, dan kemungkinan efek samping obat.
b. Tekankan pentingnya menyelesaikan seluruh bagian pengobatan antibiotic.
c. Identifikasi tanda-tanda kehilangan pendengaran dan menekankan pentingnya uji audiologik,
jika diperlukan.
d. Diskusikan tindakan-tindakan pencegahan, seperti member anak posisi tegak pada waktu
makan, mengembus udara dengan perlahan, meniup, dan mengunyah permen karet tanpa
gula.
e. Tekankan perlunya untuk merawat tindak lanjut setelah menyelesaikan terapi antibiotic
untuk memeriksa adanya infeksi persisten.
(Muscari, Mary E)
Terapi OMSK tidak jarang memerlukan waktu lama, serta harus berulang-ulang. Sekret yang
keluar tidak cepat kering atau selalu kambuh lagi, keadaan ini antara lain disebabkan oleh
satu atau beberapa keadaan :
1. Adanya perforasi membran timpani yang permanen, sehingga telinga tengah berhubungan
dengan dunia luar.
2. Terdapat sumber infeksi di faring, nasofaring, hidung dan sinus paranasal.
3. Sudah terbentuk jaringan patologik yang ireversibel dalam rongga mastoid.
4. Gizi dan higiene yang kurang.
4. Miringoplasti
Operasi ini merupakan jenis timpanoplasti yang paling ringan, dikenal juga dengan nama
timpanoplasti tipe I, rekonstruksi hanya dilakukan pada membran timpani. Tujuan operasi
ialah untuk mencegah berulangnya infeksi telinga tengah pada OMSK tipe benigna dengan
perforasi yang menetap.
5. Timpanoplasti
Operasi ini dikerjakan pada OMSK tipe benigna dengan kerusakan yang lebih berat atau
OMSK tipe benigna yang tidak bisa ditenangkan dengan pengobatan medikamentosa. Tujuan
operasi ialah untuk menyembuhkan penyakit serta memperbaiki pendengaran.
(Soepardi, Arsyad, 1997 55-57)
2.7 Komplikasi
A. Otitis Media Akut
Kehilangan Pendengaran
Perforasi MT
Mastoiditis
Kolesteatoma
Petrositis
Paralisis saraf cranial
Labirintitis
Meningitis
Abses ekstradural/subdural/intracranial
Ensefalitis
Thrombosis sinus lateralis
Hidrosefalus otitis
(Schwartz, M. William)
DO:
Klien dan keluarga klien
terlihat cemas dan takut
3. Diagnosa keperawatan
1) Nyeri berhubungan dengan proses inflamasi
Tujuan : nyeri yang dirasakan klien berkurang atau terkendali
Kriteria hasil:
a. Klien mengatakan nyerinya berkurang/ terkendali
b. Klien mengikuti regimen resep pengobatan
c. Klien dapat mendemonstrasikan penggunakan tekhnik relaksasi dan distraksi
Intervensi:
a. Kaji letak, karakteristik, onset, frekuensi dan kualitas nyeri
b. Observasi adanya tanda nonverbal klien terhadap nyeri (spt meringis, bagaimana klien
memegang bagian tubuhnya, kontraksi otot, dll)
c. Monitor TTV klien
d. Kaji ulang pengalaman klien mengenai nyeri dan metode yang dapat atau tidak dapat
digunakan dalam mengontrol nyeri
e. Berikan lingkungan yang tenang
f. Bujuk klien untuk mengekspresikan secara verbal mengenai nyerinya
g. Ajarkan klien teknik relaksasi dan distraksi
h. Anjurkan klien untuk beristirahat dengan periode yang adekuat
i. Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian analgesic dan antibiotic dalam mengatasi
inflamasi
2) Gangguan persepsi sensori auditori berhubungan dengan perubahan sensori persepsi
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 724 jam Gangguan persepsi sensori
(audiotory) pada pasien dapat teratasi
Kriteria hasil :
a. Tidak terdapat otorrhoe yg purulent pada pasien.
b. Tidak terdapat cairan dari dan di telinga pasien.
c. Telinga tampak bersih.
Intervensi :
a. Monitor TTV ( S, N, RR, TD ) tiap 8 jam.
b. Lakukan irigasi telinga dengan air hangat.
c. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat tetes telinga.
d. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian antibiotika.
3) Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan gangguan pendengaran
Tujuan:
a. Mengkaji bagaimana klien memanajemen komunikasi dan potensi kesulitan dalam
komunikasi
b. Meningkatkan kemampuan komunikasi klien
c. Mempromosikan komunikasi yang optimal
Kriteria hasil :
a. Klien secara verbal mengatakan mengerti mengenai kesulitan dalam berkomunikasi dan
rencana dalam penanganan masalah
b. Klien tahu metode komunikasi yang dapat digunakan
c. Klien dapat mendemonstasikan comunikasi verbal dan non verbal
Intervensi:
a. kaji faktor lingkungan yang dapat ebrdampak pada kemampuan komunikasi (lingkungan
yang ribut, gangguan pendengaran)
b. bina hubungan saling percaya dan dengarkan dengan hati-hati ungkapan perasaan klien
terhadap kondisinya
c. lakukan komunikasi yang sederhana, gunakan semua mode yang dapat membantu dalam
proses komunikasi seperti gambar atau tulisan
d. Minimalkan diskusi yang negatif terhadap klien dengan gangguan pendengaran. Hal ini dapat
disalah artikan oleh klien
e. pertahankan keadaan lingkungan yang tenang, bicara tidak terburu-buru. Berikan waktu
untuk klien merespon
f. pertahankan kontak mata ketika melakukan komunikasi
4) Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang penatalaksanaan
OMA yang tepat.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan Pengetahuan
pasien tentang penatalaksanaan OMA meningkat
Kriteria hasil :
a. Pasien menyatakan paham dengan informasi yang disampaikan perawat
b. Pasien mampu mendemonstrasikan prosedur pencegahan dan pengobatan dengan tepat.
Intervensi :
a. Kaji tingkat pengetahuan pasien
b. Berikan informasi berkenaan dengan kebutuhan pasien
c. Susun bersama hasil yang diharapkan dalam bentuk kecil dan realistik untuk memberikan
gambaran pada pasien tentang keberhasilan
d. Beri upaya penguatan pada pasien
e. Gunakan bahasa yang mudah dipahami
f. Beri kesempatan pada pasien untuk bertanya
g. Dapatkan umpan balik selama diskusi dengan pasien
h. Pertahankan kontak mata selama diskusi dengan pasien
i. Berikan informasi langkah demi langkah dan lakukan demonstrasi ulang bila mengajarkan
prosedur
j. Beri pujian atau reinforcement positif pada klien
5) Cemas berhubungan dengan nyeri yan esmakin hebat
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 24 jam diharapkan Kecemasan
pasien berkurang / hilang
Kriteria hasil :
a. Pasien dan keluarga tidak cemas
b. Keluarga mau menemani pasien
Intervensi :
a. Berikan informasi kepada klien seputar kondisinya dan gangguanyang dialami.
b. Diskusikan dengan klien mengenai kemungkinan kemajuan darifungsi pendengarannya
untuk mempertahankan harapan kliendalam berkomunikasi.
c. Berikan informasi mengenai kelompok yang juga pernahmengalami gangguan seperti yang
dialami klien untuk memberikandukungan kepada klien.
d. Berikan informasi mengenai sumber-sumber dan alat-lat yang tersedia yang dapat membantu
klien.
B. Otitis Media Supuratif Kronik
1. Pengkajian
1. Kaji riwayat infeksi telinga dan pengobatan
2. Kaji drainage telinga, keutuhan membran timpani
3. Kaji penurunan / tuli pendengaran
4. Kaji daerah mastoid
2. Analisa Data
3. Diagnosa keperawatan
1) Nyeri berhubungan dengan proses inflamasi
Tujuan : nyeri yang dirasakan klien berkurang atau terkendali
Kriteria hasil:
a. Klien mengatakan nyerinya berkurang/ terkendali
b. Klien mengikuti regimen resep pengobatan
c. Klien dapat mendemonstrasikan penggunakan tekhnik relaksasi dan distraksi
Intervensi:
a. Kaji letak, karakteristik, onset, frekuensi dan kualitas nyeri
b. Observasi adanya tanda nonverbal klien terhadap nyeri (spt meringis, bagaimana klien
memegang bagian tubuhnya, kontraksi otot, dll)
c. Monitor TTV klien
d. Kaji ulang pengalaman klien mengenai nyeri dan metode yang dapat atau tidak dapat
digunakan dalam mengontrol nyeri
e. Berikan lingkungan yang tenang
f. Bujuk klien untuk mengekspresikan secara verbal mengenai nyerinya
g. Ajarkan klien teknik relaksasi dan distraksi
h. Anjurkan klien untuk beristirahat dengan periode yang adekuat
i. Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian analgesic dan antibiotic dalam mengatasi
inflamasi
2) Perubahan persepsi dan sensori berhubungan dengan Infeksi di telinga tengah, obstruksi oleh
cairan telinga, kerusakan di organ pendengaran
Tujuan : Mempertahankan kebersihan dan kemampuan mendengar klien
Kriteria hasil :
a. Kemampuan mendengar klien dapat dipertahankan
b. Telinga klien bersih
Intervensi:
a. Identifikasi alasan yang mendasari gangguan persepsi pada klien, catat faktor yang
berhubungan.
b. Perhatikan faktor resiko yang dapat menyebabkan terganggunya kemampuan persepsi sensori
klien (gangguan telinga tengah).
c. Kurangi stimulus atau keributan seperti alaram, sinyal monitor, kebisingan alat, jika bisa.
d. Ajarkan klien perawatan telinga yang sesuai indikasi.
e. Diskusikan rejimen pengobatan
f. Perbaiki cara komunikasi dengan bicara pelan didekat klien dan tidak berteriak- teriak.
3) Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan gangguan pendengaran
Tujuan:
a. Mengkaji bagaimana klien memanajemen komunikasi dan potensi kesulitan dalam
komunikasi
b. Meningkatkan kemampuan komunikasi klien
c. Mempromosikan komunikasi yang optimal
Kriteria hasil :
a. Klien secara verbal mengatakan mengerti mengenai kesulitan dalam berkomunikasi dan
rencana dalam penanganan masalah
b. Klien tahu metode komunikasi yang dapat digunakan
c. Klien dapat mendemonstasikan comunikasi verbal dan non verbal
Intervensi:
a. kaji faktor lingkungan yang dapat ebrdampak pada kemampuan komunikasi (lingkungan
yang ribut, gangguan pendengaran)
b. bina hubungan saling percaya dan dengarkan dengan hati-hati ungkapan perasaan klien
terhadap kondisinya
c. lakukan komunikasi yang sederhana, gunakan semua mode yang dapat membantu dalam
proses komunikasi seperti gambar atau tulisan
d. Minimalkan diskusi yang negatif terhadap klien dengan gangguan pendengaran. Hal ini dapat
disalah artikan oleh klien
e. pertahankan keadaan lingkungan yang tenang, bicara tidak terburu-buru. Berikan waktu
untuk klien merespon
f. pertahankan kontak mata ketika melakukan komunikasi
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Otitis media akut adalah infeksi akut telinga tengah. Penyebab utamanya adalah
masuknya bakteri patogenik kedalam telinga tengah yang normalnya steril ketika terdapat
disfungsi tuba eustakian, yaitu obstruksi yang disebabkan oleh infeksi saluran napas atas,
inflamasi struktur sekitarnya (sinusitis), atau oleh reaksi alergi (rhinitis alergi). Organism
penyebabnya adalah streptococcus pneumonia, hemophilus influenza, dan moraxella
catarrhalis. Cara masuk bacteria adalah melalui tuba eustakhian dari sekresi yang
terkontaminasi dalam nasofaring. (brunner & suddarth)
Otitis media superatif kronika (OMSK) atau otitis media perforata (OMP) adalah infeksi kronis
di telinga tengah dengan perforasi membran timpani dan sekret yang keluar dari telinga tengah terus
menerus atau hilang timbul. Sekret mungkin encer atau kental, bening atau berupa nanah.
(Soepadi, Arsyad, E., 1998)
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
Ilmu Kesehatan Anak Nelson. Vol. 2 / editor, Richard E. Behman, Jakarta : EGC, 2000
http://eprints.uns.ac.id/3459/1/174730501201111381.pdf
Soepardi, Arsyad, E., 1998, Buku Ajar Ilmu Penyakit Telinga-Hidung-Tenggorokan, FKUI, Jakarta.
Efiaty Arsyad, S, Nurbaiti Iskandar, Buku Ajar Ilmu Penyakit Telinga Hidung Tenggorokan, Edisi III,
FKUI,1997.