Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
BAB I
PENDAHULUAN
Tumor usus halus jarang terjadi, sebaliknya tumor usus besar (kolon) atau
rectum relative umum. Adenokarsinoma dari usus besar dan rektum adalah
termasuk dalam tiga keganasan yang paling umum dijumpai sebagai kanker baru
dan penyebab kematian baik pada pria (setelah prostat dan paru-paru / bronkus)
dan wanita ( setelah payudara dan paru-paru / bronkus) di Amerika Serikat. 1
Diperkirakan bahwa pada tahun 2007, ada 112.340 kasus baru kanker usus besar
(55.290 pria dan 57.050 wanita) dan 41.420 kasus baru kanker rektal (23.840 pria
dan 17.580 wanita) didiagnosis. Pada tahun 2007, 52.180 orang Amerika (26.000
pria dan 26.180 wanita) diperkirakan meninggal akibat kanker kolorektal. Di
Amerika Serikat menempati urutan kedua untuk kanker organ visceral dan 20%
dari kematian karena penyakit kanker adalah akibat kanker kolorektal.1,2
Karsinoma kolorektal banyak terdapat di Eropa Barat, Amerika Utara. Di
Asia, banyak terdapat di Jepang, diduga karena perbedaan pola hidup dan
makanan. Beberapa faktor antara lain lingkungan, genetik dan immunologi
merupakan faktor predisposisi tumbuhnya kanker kolon, di samping bahan
karsinogen, bakteri dan virus. Menurut Petrek, lokasi keganasan kolorektal
terbanyak pada rektum (22%), rekto sigmoid (8%), sigmoid (20%), kolon
desenden (12%), flexura lienalis (8%), kolon tranversum (6%), flexura hepatika
(4%), kolon asenden (6%), cecum (12%),appendix (2%).2 Gejala klinik karsinoma
kolorektal tergantung dari lokasi tumor. Kanker cecum dan kolon asenden
biasanya tidak memberikan gejala obstruksi, sedangkan kanker rekto sigmoid
dapat menyumbat lumen atau berdarah. Lebih dari 156.000 orang terdiagnosa
setiap tahunnya, kira-kira setengah dari jumlah tersebut meninggal setiap
tahunnya, meskipun sekitar tiga dari empat pasien dapat diselamatkan dengan
diagnosis dini dan tindakan segera.1
BAB II
TUMOR KOLON
2.1 DEFINISI
Neoplasma adalah pertumbuhan baru (atau tumor) massa yang tidak
normal akibat proliferasi sel yang beradaptasi tanpa memiliki keuntungan dan
tujuan. Neoplasma terbagi atas jinak atau ganas. Neoplasma ganas disebut juga
sebagai kanker. Jika menyerang kolon, maka disebut kanker kolon, bila mengenai
di rektum, maka disebut kanker rektum. Bila mengenai kolon maupun rektum
maka disebut kanker kolorektal.3,4
sering di gaster dan colon, jarang pada oesophagus dan usus halus. Gejala
klinisnya adalah nyeri abdomen, diare, perdarahan, anorexia sehingga terjadi
penurunan berat badan, malabsorbsi, dan anemia. Remisi terjadi spontan atau
setelah pemberian terapi medikamentosa atau gastrectomy parsial.
Penatalaksanaan dengan polipectomy untuk diagnosis dan terapi suportif.5
Sindroma Peutz-Jeghers
Dikarakteristikan dengan poliposis gastrointestinal yang menyeluruh dan
area pigmentasi pada mukokutan. Sindroma ini diturunkan melalui gen autosomal
dominan. Seluruh traktus gastrointestinal dapat terkena, namun paling sering di
usus halus. Onsetnya pada usia muda, antara 10-30 tahun. Gejala klinik berupa
muntah, perdarahan, nyeri abdomen. Pembedahan merupakan terapi konservatif
untuk mengatasi gejala sekunder akibat ulserasi polip, obstruksi atau
intussussepsi. Progresifitas ke arah keganasan jarang terjadi. Beberapa pasien
mempunyai kecenderungan timbulnya keganasan pada organ lain seperti
pankreas, payudara, dan ovarium.4,5
b. Polip hiperplastik
Merupakan polip kecil yang berdiameter kurang dari 5 mm yang berasal
dari epitel mukosa yang hiperplastik. Dikenal juga sebagai polip metaplastik. Tipe
ini merupakan polip colon yang paling sering. Polip hiperplastik sendiri adalah
non-neoplastik, namun sering ditemukan pada pasien carcinoma colon.
Etiologinya belum jelas, diduga karena infeksi virus. Umumnya polip ini tidak
bergejala, tetapi disarankan dilakukan polypectomy dan dibiopsi untuk diagnosis
histologik.5
c. Polip inflamasi
Tipe polip ini dapat singel atau multipel. Bila multipel, biasanya terdapat
inflammatory bowel disease. Polip sebaiknya dibuang dan diperiksa secara
patologis. Jika terdapat colitis ulseratif aktif maka harus diterapi.4,5
2. Polip neoplasik
a. Polip adenomatous
Neoplastik polip atau adenomatous polip berpotensial berdegenerasi
maligna dan berdasarkan WHO diklasifikasikan sebagai tubular adenoma,
tubulovillous adenoma dan villous adenoma. Tujuh puluh persen dari polip berupa
Adenoma Tubulovillosum
Merupakan bentuk campuran bentuk tubular dan villi, dapat juga berupa
struktur adenoma villosum yang mengandung struktur tubuler.Pada adenoma tipe
ini struktur villi berkisar antara 35-75 %.4
b. Sindroma Gardners
c. Sindroma Turcots
d. Penatalaksanaan3,5
2.3.2 Epidemiologi
Di dunia kanker kolon menduduki peringkat ketiga pada tingkat insiden
dan mortalitas. Pada tahun 2002 terdapat lebih dari 1 juta insiden kanker kolon
dengan tingkat mortalitas lebih dari 50%. 9,5% pria penderita kanker terkena
kanker kolon, sedangkan pada wanita angkanya mencapai 9,3% dari total jumlah
penderita kanker. Angka insiden tertinggi terdapat pada Eropa, Amerika, Australia
dan Selandia baru, sedangkan angka insiden terendah terdapat pada India,
Amerika Selatan dan Arab Israel. Didapatkan suatu hubungan yaitu 1) terdapat
perbedaan insiden pada pria dan wanita yang berusia lanjut, yang meningkat
seiring dengan usia 2) meningkatnya insiden kanker kolon seiring dengan
kepadatan penduduk 3) rendahnya insiden pada pria yang belum pernah
menikah.6,7
Kanker kolon merupakan salah satu dari lima kanker yang paling sering
terdapat pada pria maupun wanita. Di Indonesia terdapat kenaikan jumlah kasus
kanker kolon, data di Departemen Kesehatan didapati angka 1,8 per 100 ribu
penduduk. Sejak tahun 1994-2003, terdapat 372 keganasan kolorektal yang datang
berobat ke RS Kanker Dharmais (RSKD). Berdasarkan data rekam medik hanya
didapatkan 247 penderita dengan catatan lengkap, terdiri dari 203 (54,57%) pria
dan 169 (43,45%) wanita berusia antara 20-71 tahun.4,6
1. Kelainan di kolon
a. Polip
Polip telah diketahui potensial untuk menjadi kanker kolorektal. Evolusi
dari kanker itu sendiri merupakan sebuah proses yang bertahap, dimana proses
dimulai dari hiperplasia sel mukosa, pembentukan adenoma, perkembangan dari
kolitis. Risiko kumulatif adalah 2% pada 10 tahun, 8% pada 20 tahun, dan 18%
pada 30 tahun. Pendekatan yang direkomendasikan untuk seseorang dengan risiko
tinggi dari kanker kolorektal pada ulseratif kolitis dengan mengunakan
kolonoskopi untuk menentukan kebutuhan akan total proktokolektomi pada pasien
dengan kolitis yang durasinya lebih dari 8 tahun.8
- Penyakit Crohns
Pasien yang menderita penyakit crohns mempunyai risiko tinggi untuk
menderita kanker kolorektal tetapi masih kurang jika dibandingkan dengan
ulseratif kolitis. Keseluruhan insiden dari kanker yang muncul pada penyakit
crohns sekitar 20%. Pasien dengan striktur kolon mempunyai insiden yang tinggi
dari adenokarsinoma pada tempat yang terjadi fibrosis. Telah dilaporkan juga
bahwa squamous sel kanker dan adenokarsinoma meningkat pada fistula kronik
pasien dengan crohns disease.8
2. Faktor Genetik
a. Riwayat Keluarga
Sekitar 15% dari seluruh kanker kolon muncul pada pasien dengan
riwayat kanker kolorektal pada keluarga terdekat. Seseorang dengan keluarga
terdekat yang mempunyai kanker kolorektal mempunyai kemungkinan untuk
menderita kanker kolorektal dua kali lebih tinggi bila dibandingkan dengan
seseorang yang tidak memiliki riwayat kanker kolorektal pada keluarganya.7
b. Herediter Kanker Kolorektal
Abnormalitas genetik terlihat mampu memediasi progresi dari normal
menuju mukosa kolon yang maligna. Sekitar setengah dari seluruh karsinoma dan
adenokarsinoma yang besar berhubungan dengan mutasi. Langkah yang paling
penting dalam menegakkan diagnosa dari sindrom kanker herediter yaitu riwayat
kanker pada keluarga. Mutasi sangat jarang terlihat pada adenoma yang lebih
kecil dari 1 cm. Allelic deletion dari 17p ditunjukkan pada dari seluruh kanker
kolon, dan deletion dari 5q ditunjukkan lebih dari 1/3 dari karsinoma kolon dan
adenoma yang besar. Dua sindrom yang utama dan beberapa varian yang utama
dari sindrom ini menyebabkan kanker kolorektal telah dikenali karakternya. Dua
sindrom ini, dimana mempunyai predisposisi menuju kanker kolorektal memiliki
mekanisme yang berbeda, yaitu familial adenomatous polyposis (FAP) dan
hereditary non polyposis colorectal cancer (HNPCC).7,8
3. Diet
Masyarakat yang diet tinggi lemak, tinggi kalori, daging dan diet rendah
serat berkemungkinan besar untuk menderita kanker kolorektal pada kebanyakan
penelitian, meskipun terdapat juga penelitian yang tidak menunjukkan adanya
hubungan antara serat dan kanker kolorektal.
Ada dua hipotesis yang menjelaskan mekanisme hubungan antara diet dan
resiko kanker kolorektal. Teori pertama adalah pengakumulasian bukti
epidemiologi untuk asosiasi antara resistensi insulin dengan adenoma dan kanker
kolorektal. Mekanismenya adalah menkonsumsi diet yang berenergi tinggi
mengakibatkan perkembangan resistensi insulin diikuti dengan peningkatan level
insulin, trigliserida dan asam lemak tak jenuh pada sirkulasi. Faktor sirkulasi ini
mengarah pada sel epitel kolon untuk menstimulus proliferasi dan juga
memperlihatkan interaksi oksigen reaktif. Pemaparan jangka panjang hal tersebut
dapat meningkatkan pembentukan kanker kolorektal. Hipotesis kedua adalah
identifikasi berkelanjutan dari agen yang secara signifikan menghambat
karsinogenesis kolon secara experimental. Dari pengamatan tersebut dapat
disimpulkan mekanismenya, yaitu hilangnya fungsi pertahanan lokal epitel
disebabkan kegagalan diferensiasi dari daerah yang lemah akibat terpapar toksin
yang tak dapat dikenali dan adanya respon inflamasi fokal, karakteristik ini
didapat dari bukti teraktifasinya enzim COX-2 dan stres oksidatif dengan
lepasnya mediator oksigen reaktif. Hasil dari proliferasi fokal dan mutagenesis
dapat meningkatkan resiko terjadinya adenoma dan aberrant crypt foci. Proses ini
dapat dihambat dengan (a) demulsi yang dapat memperbaiki permukaan lumen
kolon; (b) agen anti-inflamasi; atau (c) anti-oksidan. Kedua mekanisme tersebut,
misalnya resistensi insulin yang berperan melalui tubuh dan kegagalan pertahanan
fokal epitel yang berperan secara lokal, dapat menjelaskan hubungan antara diet
dan resiko kanker kolorektal.6,7
4. Gaya Hidup
Pria dan wanita yang merokok kurang dari 20 tahun mempunyai risiko tiga
kali untuk memiliki adenokarsinoma yang kecil, tapi tidak untuk yang besar.
Sedangkan merokok lebih dari 20 tahun berhubungan dengan risiko dua setengah
kali untuk menderita adenoma yang berukuran besar. Pemakaian alkohol juga
menunjukkan hubungan dengan meningkatnya risiko kanker kolorektal.6
Pada berbagai penelitian telah menunjukkan hubungan antara aktifitas,
obesitas dan asupan energi dengan kanker kolorektal. Pada percobaan terhadap
2.3.4 Letak
Sekitar 75% carcinoma colorectal ditemukan di rectosigmoid.2,7
Letak ` Persentase
Colon transversum 10
Colon descendens 15
Rectosigmoid 50
2.3.4 Klasifikasi
Sistem Dukes
Pada kanker stadium IIa, sel kanker telah menyebar melewati dinding
kolon dan rektum dan mungkin telah menyebar ke jaringan sekitar. Kanker belum
menyebar ke limfonodi terdekat (T3, N0, M0). Pada stadium IIb, sel kanker
telah menyebar melewati kolon atau rektum. Kanker belum menyebar ke
limfpnodi terdekat (T4, N0, M0).5
Pada stadium IIIb, sel kanker telah tumbuh melewati dinding saluran
cerna atau organ sekitar dan terdapat pada satu sampai tiga limfonodi, tetapi
belum menyebar ke bagian tubuh yang lain (T3 atau T4, N1, M0).5
Pada stadium IV, sel kanker telah metastasis ke bagian distal tubuh,
seperti hati dan paru-paru (semua T, semua N, M1)7
Sistem TNM
Stadiu T N M Dukes
m Stadium
I Tis N0 M0 A
T1 N0 M0
T2 N0 M0
II T3 N0 M0 B
T4 N0 M0
III Any T N1 M0 C
Any T N2, M0
N3
IV Any T Any N M1
2.3.6 Patologi
Secara makroskopis terdapat 3 tipe carcinoma colorectal. Tipe polipoid
atau vegetatif tumbuh menonjol ke dalam lumen usus., berbentuk bunga kol dan
terutama ditemukan di caecum dan colon ascendens. Tipe skirus mengakibatkan
penyempitan sehingga terjadi stenosis dan gejala obstruksi, terutama ditemukan di
colon descendens, sigmoid dan rectum. Bentuk ulceratif terjadi karena nekrosis di
bagian sentral, terdapat di rectum. Pada tahap lebih lanjut, sebagian besar
carcinoma colon dapat mengalami ulserasi dan menjadi ulcus maligna.2,7
2.3.7 Patofisiologi
Secara umumnya dinyatakan bahwa untuk perkembangan karsinoma kolon
merupakan interaksi anatara faktor lingkungan dan genetik. Faktor lingkungan
multiple beraksi terhadap predisposisi genetik atau defek yang didapat dan
berkembang menjadi karsinoma kolon. Evolusi dari kanker itu sendiri merupakan
sebuah proses yang bertahap, dimana proses dimulai dari hiperplasia sel mukosa,
adenoma formation, perkembangan dari displasia menuju transformasi maligna
dan invasif kanker. Aktifasi onkogen, inaktifasi tumor supresi gen, dan
kromosomal deletion memungkinkan perkembangan dari formasi adenoma,
perkembangan dan peningkatan displasia dan invasif karsinoma.6
Ada tiga kelompok utama gen yang terlibat dalam regulasi pertumbuhan
sel yaitu proto-onkogen, gen penekan tumor (Tumor Suppresor Gene = TSG), dan
gen gatekeeper. Proto-onkogen menstimulasi dan meregulasi pertumbuhan dan
pembelahan sel. TSG menghambat pertumbuhan sel atau menginduksi apoptosis
(kematian sel yang terprogram). Kelompok gen ini dikenal sebagai anti-onkogen,
karena berfungsi melakukan kontrol negatif (penekanan) pada pertumbuhan sel.
Gen p53 merupakan salah satu dari TSG yang menyandi protein dengan berat
molekul 53 kDa. Gen p53 juga berfungsi mendeteksi kerusakan DNA,
menginduksi reparasi DNA. Gen gatekeeper berfungsi mempertahankan integritas
genomik dengan mendeteksi kesalahan pada genom dan memperbaikinya. Mutasi
pada gen-gen ini karena berbagai faktor membuka peluang terbentuknya kanker. 5,9
Pada keadaan normal, pertumbuhan sel akan terjadi sesuai dengan
kebutuhan melalui siklus sel normal yang dikendalikan secara terpadu oleh fungsi
proto-onkogen, TSG, dan gen gatekeeper secara seimbang. Jika terjadi
ketidakseimbangan fungsi ketiga gen ini, atau salah satu tidak berfungsi dengan
baik karena mutasi, maka keadaan ini akan menyebabkan penyimpangan siklus
sel. Pertumbuhan sel tidak normal pada proses terbentuknya kanker dapat terjadi
melalui tiga mekanisme, yaitu perpendekan waktu siklus sel, sehingga akan
menghasilkan lebih banyak sel dalam satuan waktu, penurunan jumlah kematian
sel akibat gangguan proses apoptosis, dan masuknya kembali populasi sel yang
tidak aktif berproliferasi ke dalam siklus proliferasi. Gabungan mutasi dari ketiga
kelompok gen ini akan menyebabkan kelainan siklus sel, yang sering terjadi
adalah mutasi gen yang berperan dalam mekanisme kontrol sehingga tidak
berfungsi baik, akibatnya sel akan berkembang tanpa kontrol (yang sering terjadi
pada manusia adalah mutasi gen p53). Akhirnya akan terjadi pertumbuhan sel
yang tidak diperlukan, tanpa kendali dan karsinogenesis dimulai.9
makroskopis sering tidak tampak pada feses tetapi dapat mendeteksi tes darah
samar. Pasien dapat mengeluh ketidaknyamanan pada kuadran kanan perut setelah
makan dan sering salah diagnosa dengan penyakit gastrointestinal dan kandung
empedu. Jarang sekali terjadi obstruksi dan gangguan berkemih.7
Tumor dari kolon kiri dan rectum dapat secara gradual mengoklusi
lumen yang menyebabkan gangguan pola defekasi yaitu konstipasi atau defekasi
dengan tenesmi. Kolon kiri memiliki lumen yang lebih kecil dari yang kanan dan
konsistensi feses ialah semisolid. Makin ke distal letak tumor feses makin
menitips atau seperti kotoran kambing atau lebih cair di sertai darah dan lendir.
Tenesmi merupakan gejala yang biasa di dapatkan pada karsinoma rectum. Selain
itu Pada kanker rektum, gejala utama yang terjadi ialah hematokezia.
Perdarahan seringkali terjadi persisten. Darah dapat tercampur dengan feses atau
mukus. Pada pasien dengan perdarahan rektal pada usia pertengahan atau tua,
walaupun ada hemoroid, kanker tetap harus dipikirkan.7
Gambaran klinis tumor saecum dan kolon ascendens tidak khas.
Dyspepsia, kelemahan umum, penurunana berat badan dan anemia merupakan
gejala yang umum. Oleh karena itu penderita sering datang dengan keadaan yang
menyedihkan. Gejala akut dari pasien biasanya adalah obstruksi atau perforasi,
sehingga jika ditemukan pasien usia lanjut dengan gejala obstruksi, maka
kemungkinan besar penyebabnya adalah kanker. Obstruksi total muncul pada <
10% pasien dengan kanker kolon, tetapi hal ini adalah sebuah keadaan darurat
yang membutuhkan penegakan diagnosis secara cepat dan penanganan bedah.
Pasien dengan total obstruksi mungkin mengeluh tidak bisa flatus atau buang air
besar, kram perut dan perut yang menegang. Jika obstruksi tersebut tidak
mendapat terapi maka akan terjadi iskemia dan nekrosis kolon, lebih jauh lagi
nekrosis akan menyebabkan peritonitis dan sepsis. Perforasi juga dapat terjadi
pada tumor primer, dan hal ini dapat disalah artikan sebagai akut divertikulosis.
Perforasi juga bisa terjadi pada vesika urinaria atau vagina dan dapat
menunjukkan tanda tanda pneumaturia dan fecaluria. Metastasis ke hepar dapat
menyebabkan pruritus dan jaundice, dan yang sangat disayangkan hal ini biasanya
merupakan gejala pertama kali yang muncul dari kanker kolon.8
Secara garis besar gejala pada tumor colon terbagi menjadi tiga, yaitu
gejala local, gejala sistemik, dan gejala peyebaran (metastasis):7,8
1. Gejala lokal
2.3.9 Diagnosis
Anamnesis
Anamnesis yang cermat sering dapat menentukan diagnosis. Gejala dan
tanda yang sering ditemukan pada kelainan kolon adalah dyspepsia, hematokezia,
anemia, bemjolan, dan obstruksi. Yang perlu ditanyakan adalah perubahan pola
defekasi, frekuensi dan konsitensi tinja.8
Pemeriksaan Fisik9
Rectal toucher untuk menilai :
Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium
a. Pemeriksaan darah samar pada faeces
Digunakan untuk tes skrining pada tumor colorectal yang asimptomatik,
pada individu dengan risiko sedang. Efikasi tes ini berdeasarkan tes serial karena
kebanyakan carcinoma colorectal berdarah secara intermiten. Tes ini merupakan
tes nonspesifik untuk peroxidase yang terkandung dalam haemoglobin.
Perdarahan traktus gastrointestinal akan memberikan hasil positif. Beberapa
makanan (daging, beberapa buah dan sayuran, dan viamin C) dapat memberikan
false positif, sehingga pasien sebaiknya diet selama 2-3 hari sebelum tes. Tes ini
dapat ditingkatkan spesifik dan sensitivitasnya dengan menggunakan
immunochemical. Hasil positif pada tes ini sebaiknya dilanjutkan dengan
pemeriksaan colonoskopi.8
c. Tumor marker
Tumor marker seperti CEA, CA 19-9, dan CA-50 digunakan untuk pasien
carcinoma colorectal. Carcinoembrionic antigen (CEA) yang paling umum
digunakan, sedangkan CA 19-9 dan CA-50 tidak rutin digunakan. CEA dapat
meningkat pada 60-90% pasien dengan carcinoma colorectal. Namun CEA bukan
merupakan tes skrining yang efektif untuk keganasan. CEA tidak spesifik karena
dapat meningkat juga pada pasien dengan carcinoma selain carcinoma colorectal.
Pemeriksaan antigen karsinoembrionik (CEA) dapat juga dilakukan, meskipun
antigen karsinoembrionik mungkin bukan indicator yang dapat dipercaya dalam
mendiagnosa kanker kolon karena tidak semua lesi menyekresi CEA.
Pemeriksaan menunjukkan bahwa kadar CEA dapat dipercaya dalam diagnosis
prediksi. Pada eksisi tumor komplet, kadar CEA yang meningkat harus kembali ke
normal dalam 48 jam. Peningkatan CEA pada tanggal selanjutnya menunjukkan
kekambuhan.9
d. Tes serum
Pemeriksaan fungsi hepar seperti alkali fosfatase, SGPT, SGOT, SGGT, dan
LDH dapat memprediksi kemungkinan metastasis ke hepar.
2. Endoskopi
a. Rectosigmoidoskopi
3. Pencitraan
a. X-ray foto polos dan colon in loop
X-ray foto polos dan colon in loop memiliki peranan penting dalam
mengevaluasi pasien yang diduga menderita carcinoma colorectal. Foto polos
abdomen (supine, tegak, dan LLD) berguna untuk mendeteksi pola gas usus yang
menunjukkan adanya obstruksi. Colon in loop berguna untuk mengevaluasi gejala
obstruktif. Colon in loop dengan double contrast sensitif untuk mendeteksi massa
yang berdiameter lebih besar dari 1 cm. Deteksi massa yang kecil sangat sulit,
sehingga colonoscopy lebih disukai untuk mengevaluasi massa colon yang
nonobstruksi.9
b. CT scan
e. PET
Positron Emmision Tomography (PET) digunakan untuk pencitraan
jaringan dengan kadar glikolisis anaerob yang tinggi seperti pada tumor ganas.
PET digunakan sebagai tambahan pemeriksaan CT scan dalam staging carcinoma
colorectal dan dapat digunakan untuk membedakan kanker rekuren dengan
fibrosis.8
f. Endorectal ultrasound
Endorectal ultrasound digunakan untuk mengevaluasi kedalaman invasi
carcinoma recti. Dinding rectum yang normal terdiri atas 5 lapisan. Ultrasound
dapat membedakan tumor jinak dari tumor invasif berdasarkan integritas lapiasan
submukosa. Ultrasound dapat membedakan tumor superficial T1-T2 dengan
tumor yang lebih dalam T3-T4. Keakurasian ultrasound dalam mendeteksi
kedalamam invasi tumor intramural berkisar antara 81-94%. Ultrasound juga
dapat mendeteksi pembesaran nodus limfatikus perirectal, yang menunjukkan
metastasis ke nodus limfatikus, dimana keakurasiannnya adalah 58-83%.
Ultrasound juga dapat digunakan untuk mendeteksi rekurensi lokal setelah
pembedahan.9
4. Biopsi
Biopsi dilakukan melalui endoskopi. Hasil patologi dari biopsi dapat
mendeskripsikan tipe sel dan gradasi tumor. Tipe sel yang paling sering didapat
pada carcinoma colorectal adalah adenocarcinoma (95%).
2.3.10 Penatalaksanaan
A. Pembedahan
Pembedahan adalah satu satunya cara yang telah secara luas diterima
sebagai penanganan kuratif untuk kanker kolon. Pembedahan kuratif harus
mengeksisi dengan batas yang luas dan maksimal regional lymphadenektomi
sementara mempertahankan fungsi dari kolon sebisanya. Tumor yang
menyebabkan obstruksi pada kolon kiri dapat ditangani dengan dekompresi.
Tumor yang menyebabkan perforasi membutuhkan eksisi dari tumor primer dan
proksimal kolostomi, diikuti dengan reanastomosis dan closure dari kolostomi.9
B. Penyinaran (Radioterapi)
Terapi radiasi merupakan penanganan kanker dengan menggunakan x-ray
berenergi tinggi untuk membunuh sel kanker. Terdapat dua cara pemberian terapi
radiasi, yaitu dengan eksternal radiasi dan internal radiasi. Pemilihan cara radiasi
diberikan tergantung pada tipe dan stadium dari kanker.
Eksternal radiasi (external beam therapy) merupakan penanganan dimana
radiasi tingkat tinggi secara tepat diarahkan pada sel kanker. Sejak radiasi
digunakan untuk membunuh sel kanker, maka dibutuhkan pelindung khusus untuk
melindungi jaringan yang sehat disekitarnya. Terapi radiasi tidak menyakitkan dan
pemberian radiasi hanya berlangsung beberapa menit. 8
Internal radiasi (brachytherapy, implant radiation) menggunakan radiasi
yang diberikan ke dalam tubuh sedekat mungkin pada sel kanker. Substansi yang
menghasilkan radiasi disebut radioisotop, bisa dimasukkan dengan cara oral,
parenteral atau implant langsung pada tumor. Internal radiasi memberikan tingkat
radiasi yang lebih tinggi dengan waktu yang relatif singkat bila dibandingkan
dengan eksternal radiasi, dan beberapa penanganan internal radiasi secara
sementara menetap didalam tubuh.8
C. Kemoterapi
Kemoterapi sangat efektif digunakan ketika kehadiran tumor sangat sedikit
dan fraksi dari sel maligna yang berada pada fase pertumbuhan banyak. Obat
kemoterapi bisa dipakai sebagai single agen atau dengan kombinasi, contoh : 5-
fluorouracil (5FU), 5FU + levamisole, 5FU + leucovorin. Pemakaian secara
kombinasi dari obat kemoterapi tersebut berhubungan dengan peningkatan
survival ketika diberikan post operatif kepada pasien tanpa penyakit penyerta.
Terapi 5FU + levamisole menurunkan rekurensi dari kanker hingga 39%,
menurunkan kematian akibat kanker hingga 32%.8
2.3.11 Prognosis
Prognosis tergantung dari ada tidaknya metastasis jauh, yaitu k1asifikasi
tumor dan tingkat keganasan sel tumor. Berikut merupakan pembagian prognosis
dari karsinoma kolorektal berdasarkan klasifikasi dari Dukes :5,7
Klasifikasi Dukes
Dukes A Terbatas pada mukosa Tidak ada Angka harapan hidup 5 tahun
>90%
Dukes B1 Sampai stratum muscularis propia Tidak didapatkan invasi
limfonodi Angka harapan hidup 5 tahun 70-85%
Dukes B2 Menembus stratum muscularis propia Tidak didapatkan invasi
limfonodi Angka harapan hidup 5 tahun 55-65%
Dukes C1 Sampai stratum muscularis propia Terdapat invasi pada
limfonodi terdekat Angka harapan hidup 5 tahun 45-55%
Dukes C2 Menembus stratum muscularis propia Terdapat invasi pada
limfonodi jauh Angka harapan hidup 5 tahun 20-30%
Dukes D Metastase jauh Tidak dapat dipakai Angka harapan hidup 5 tahun
<1%>
Prognosis hidup setelah 5 tahun dengan klasifikasi TNM
Stadium I, 72%
Stadium II, 54%
Stadium III, 39%
Stadium IV, 7%
BAB III
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
5. Brunicardi, Andersen, Billiar, Dunn, Hunter, Pollock. Colon, Rectum and Anus
In Schwartzs Principles of Surgery, 9th ed. 2010. USA : McGraw-Hill. P
1996-2012
6. Cuschieri, Grace, Darzi, Borley, Rowley. Disorders of the Colon and Rectum.
In Clinical Surgery, 2nd ed. 2003.USA : Blackwell Publishing. P 416-20.