Anda di halaman 1dari 8

Bab I

PENDAHULUAN

Peternakan adalah usaha dan upaya praktis


mengembangbiakkan dan membudidayakan hewan yang
dijadikan binatang ternak. Hal penting dalam suatu
kegiatan usaha peternakan dan harus dimiliki peternak
adalah ketrampilan beternak itu sendiri yang di beberapa
negara-negara maju sudah menjadi suatu seni tersendiri.
Dalam usaha untuk peningkatan produksi ternak
babi maka pengetahuan dan pemahaman masalah
dilapangan sangat dibutuhkan untuk membantu peternak
secara teknis maupun sosial dalam pemeliharaan untuk
pengembangan usaha peternakan mereka menuju
peningkatan dan pertumbuhan ekonomi.
Sistem peternakan diperkirakan telah ada sejak
9.000 SM, dimulai dengan domestikasi anjing, kambing,
dan domba. Peternakan semakin berkembang pada masa
Neolitikum, yaitu masa ketika manusia mulai tinggal
menetap dalam sebuah perkampungan. Pada masa ini,
manusia mulai memanfaatkan susu dan wool dari domba
dan kambing. Sebelumnya hanya diambil dagingnya
saja.
Kemudian manusia memelihara juga sapi dan
kerbau untuk diambil kulit dan susunya serta
memanfaatkan tenaganya untuk membajak tanah.
Manusia mengembangkan juga peternakan kuda, babi,
unta, dan lain-lain. Di negara-negara tertentu terdapat
hukum yang tegas mengenai perlakuan terhadap
binatang ternak.
Studi tentang hewan ternak secara luas dapat
dibagi dalam dua kategori, yakni Ilmu Ternak dan Ilmu
Produksi Ternak. Ilmu ternak adalah studi tentang
perilaku ternak dan fungsi fisiologis, seperti pencernaan
dan reproduksi. Sedangkan, studi tentang peternakan dan
sistem pertanian dikenal sebagai Ilmu produksi ternak
yang mencakup aspek sosial, ekonomi, dan politik;
kepemilikan tanah, sistem pertanian terintegrasi, dan
penggunaan lahan terpadu.

In an effort to increase the production of pigs, the consultants and


field extension is needed to help farmers with technical means, and
also socially appropriate farm economy
Babi telah menjadi bagian dari mayoritas budaya
manusia, bahkan sejak sebelum mereka menjadi hewan
piaraan. Catatan arkeologi menunjukkan bahwa awal
domestikasi ternak ini berlangsung di Asia barat daya
pada 9.000 tahun yang lalu. Pada 6.000 7.000 tahun
yang lalu, babi domestikasi telah menyebar ke Suriah,
Sudan, dan Mesir, kemudian ke arah barat ke Yunani dan
Tenggara Eropa, lalu menyebar ke Eropa Barat (Porter,
1993). Sementara itu domestikasi berlangsung juga di
Asia Timur. Bukti arkeologi menunjukkan bahwa babi
telah dipelihara di China selama 7.000 tahun (Porter,
1993).
Pada awal peradaban sudah banyak orang yang
memasukkan daging babi dalam menu makanannya
setelah hewan ini mengalami domestikasi. Terkecuali
orang Yahudi dan Muslim yang oleh budaya maupun
agama melarang mengkonsumsi daging babi. Penjelajah
Eropa membawa serta babi ketika mereka menempati
dan menetap di Dunia Baru. Babi ini kemudian dijadikan
bibit di Dunia Baru untuk dikembangbiakkan dan
menjadi bahan makanan di Amerika Utara. Usaha
domestikasi dan pengembangbiakan hewan sebagai
sumber pangan ini memberikan pengaruh yang sangat
penting.
Globalisasi industri ternak babi telah
menyebabkan perubahan besar produksi babi secara
internasional pada dekade terakhir, dan perubahan-
perubahan tersebut mungkin akan terus berlanjut.
Penurunan hambatan peraturan perdagangan
internasional menyebabkan negara-negara yang kurang
kompetitif semakin tertekan oleh dominasi impor dari
negara-negara yang lebih efisien dalam biaya produksi.
Jelas bahwa negara-negara yang memiliki efisiensi
sangat tinggi itu akan segera mendominasi dunia pasaran
ternak babi. Peternakan babi yang tidak efisien di
negara-negara maju semakin menghilang dengan
semakin meningkatnya globalisasi industri ternak ini.
Akan tetapi di negara yang industri ternak babinya
kurang kompetitif masih dilindungi oleh subsidi internal,
tarif dan pembatasan perdagangan non-tarif, serta
diferensiasi pasar dan status penyakit.
Secara global didunia data menunjukkan bahwa daging
babi lebih banyak dikonsumsi dibandingkan dengan
daging lainnya, dimana pada tahun 1998 perbandingan
jumlah konsumsi daging babi dari jumlah total konsumsi
daging adalah: 39%, daging sapi: 26,5% dan daging
unggas: 28%.
Konsumsi daging babi dunia meningkat 34-88
juta ton per tahun antara tahun 1970 dan 1999. Ekspansi
populasi dunia menjadi kontributor terbesar atas
peningkatan konsumsi daging babi. Selain itu, rata-rata
konsumsi per kapita juga meningkat 10-14,3 kg/tahun
sampai tahun 2000. Akan tetapi konsumsi daging babi
sangat bervariasi di antara negara-negara dan wilayah,
misalnya di banyak negara Afrika konsumsi per kapita
pada tahun 1998 berkisar antara 2 kg/tahun, sementara di
Jerman dan Spanyol 60 kg/tahun. Pada tahun yang sama
konsumsi di Amerika Serikat adalah 30,7 kg, di Brazil
9,3 kg, dan di Australia 18,8 kg per tahun. Pada periode
yang sama konsumsi daging sapi seluruh dunia tetap
relatif stabil pada 9-10 kg/tahun. Sedangkan konsumsi
daging unggas meningkat 4,4-10,4 kg/tahun.
Analisis konsumsi daging global menunjukkan
bahwa daging unggas menjadi pesaing terbesar dalam
peningkatan konsumsi per kapita. Namun demikian,
potensi besar peningkatan konsumsi daging babi sebagai
pilihan sumber protein hewani lebih tersebar di banyak
bagian dunia.
Dengan semakin effisiennya produksi daging
babi, yakni dengan semakin rendahnya biaya produksi
melalui promosi kualitas dan kemampuan memenuhi
kebutuhan pasar spesifik produk-produk khusus, maka
diharapkan konsumsi daging babi di seluruh dunia akan
meningkat.
Disadari sepenuhnya bahwa untuk konsumsi
daging asal ternak babi di Indonesia tidak signifikan
karena mayoritas penduduk yang ada bukan
pengkonsumsi daging babi. Akan tetapi untuk kondisi
wilayah Indonesia bagian Timur maka konsumsi daging
babi cukup signifikan walaupun diawal tahun 2000
2010 kenaikan harga daging babi cenderung meningkat
namun permintaan konsumen daging babi tetap tinggi.
Sementara peluang untuk membuka pasaran dengan
negara-negara Asia Tenggara pesisir lautan Pasifik cukup
memiliki prospek yang positif. Dengan demikian maka
prospek pengembangan usaha peternakan babi masih
memiliki peluang usaha yang sangat menjanjikan
disamping untuk memenuhi kebutuhan pasaran lokal
juga untuk membuka peluang pasaran Asia Tenggara
yang secara geografis dan geo strategis sangat baik.

Anda mungkin juga menyukai