Anda di halaman 1dari 6

Analisis Cekungan

Rifting

Cekungan merupakan suatu depresi yang terbentuk akibat adanya aktivitas tektonik.
Dasar dari cekungan sedimen pada umumnya merupakan batuan beku atau batuan metamorf
yang dikenal dengan istilah basement. Apabila lapisan yang terendapkan di atas basement
bertekstur kasar, maka dapat diinterpretasi geometri cekungan yang terjal atau biasanya
dibatasi oleh sesar. Oleh karena batas sesar yang memiliki kemiringan curam ini, isian
cekungan berupa batuan sedimen yang terendapkan bertekstur kasar. Dalam analisis
cekungan dikenal istilah rifting dan spreading. Rifting merupakan suatu proses dimana terjadi
pemekaran dan penipisan pada kerak benua (pada umumnya) membentuk suatu perpanjangan
cekungan sedimen; sedangkan spreading merupakan suatu proses dimana terjadi pemekaran
dan penipisan pada lantai samudera (pada umumnya). Perbedaannya adalah pada rifting
umumnya terdapat sesar-sesar normal berorientasi tegak lurus terhadap arah tegasan tektonik
terkecil yang berkembang di dalam cekungan. Terdapat enam penyebab terjadinya rifting
secara umum, yaitu :

Graben dan Half-Graben System

Proses pembentukan suatu cekungan tidak terhindar dari aktivitas tektonik yang mungkin
terjadi. Salah satunya adalah munculnya sesar-sesar yang terdapat di dalam cekungan, misal
sesar yang dapat diinterpretasi horst dan graben-nya hingga pada sistem yang hanya half-
graben. Adanya sesar normal yang terbentuk selama proses pemekaran atau rifting
membentuk bagian yang lebih tinggi (horst) dan bagian yang lebih rendah (graben). Pada
bagian yang lebih rendah mengalam subsiden sehingga dalam membentuk cekungan yang
kemudian terisi oleh material-material sedimen. Cekungan half-graben merupakan suatu
cekungan yang hanya dibatasi oleh satu bidang sesar normal, dimana bidang lainnya lebih
rendah (tidak membatasi).

Cekungan full-graben dan half-graben memiliki perbedaan dimana pada cekungan graben
memiliki lebih dari 1 source (2 sources) sedangkan cekungan half-graben diisi oleh 1 source.

Contoh Cekungan di Jawa Barat


Cekungan Bandung merupakan salah satu cekungan intra-mountain yang dibatasi oleh
sesar. Sedangkan Cekungan Ciranjang, Cianjur terletak di daerah Padalarang. Padalarang
membatasi Cekungan Ciranjang yangmana Padalarang tersusun dari batuan Formasi
Rajamandala berumur Oligosen-Miosen dan kemudian terisi oleh tektonik kuarter (salah
satunya berupa lava) dan dibatasi oleh Sesar Cimandiri. Di Padalarang terdapat dua formasi,
yaitu Formasi Rajamandala dan Formasi Citarum. Sesar Cimandiri yang membatasi cekungan
yang berkembang pada daerah ini berupa sesar naik dan sesar normal yang membentuk
cekungan di Cianjur (Cekungan Ciranjang). Selain itu, cekungan di Ciranjang juga dibatasi
oleh struktur dan bentukkan gunungapi kuarter. Cekungan yang berkembang di Bandung juga
dibatasi oleh struktur sesar dan bentukkan gunungapi. Berikut adalah gambaran bentukan
cekungan di Pulau Jawa :

Pengaruh Pembentukkan Cekungan

Apabila dip suatu lapisan bernilai 90o maka dapat diinterpretasikan bahwa kejadian atau
aktivitas tektonik yang terjadi pada lapisan tersebut akibat tektonik kompresional yang
menghasilkan sesar naik. Suatu cekungan dapat dibatasi oleh batuan sedimen maupun batuan
vulkanik. Cekungan yang dibatasi oleh batuan sedimen (non-vulkanik) salah satunya adalah
Cekungan Ombilin. Cekungan Ombilin merupakan cekungan struktural dimana isiannya
berupa batuan sedimen non-vulkanik. Berbeda studi kasus dengan Danau Toba di Sumatera
Utara yang memiliki isian berupa material vulkanik yang berlimpah. Di daerah Danau Toba,
ditemukan juga Danau Maninjau dan Danau Singkarak, namun kedua danau tersebut dikenal
dengan pull-apart basin (step-over), tetapi Danau Toba sendiri dikenal dengan sesar kepundan
gunungapi. Perbedaan ini terjadi karena pembentukkan Danau Toba yang diikuti dengan
aktivitas vulkanik.

Sesar yang berkembang di Pulau Sumatera paling besar adalah Sesar Semangko yang
membentang dari Aceh bagian utara hingga Lampung bagian selatan, bahkan mencapai
perairan Selat Sunda. Sesar yang berkembang tersebut merupakan sesar dekstral yang
kemudian pergerakkannya menyebabkan terbentuknya cekungan local atau pull-apart basin.
Selain sesar dekstral juga berkembang sesar-sesar lain seperti sesar naik atau normal di
beberapa wilayah Pulau Sumatera.

Flower structure merupakan salah satu struktur yang berupa suatu geometri pemekaran
yang terbentuk pada zona sesar strike-slip dalam skala lebih besar atau sesar transform.
Flower structure merupakan struktur penyerta dimana patahan tersebut bergabung di bawah
atau ke dalam membentuk suatu untaian menuju basement. Positif atau negatif suatu flower
structure bergantung pada hanging wallnya, apabila ke arah atas (+) dan ke arah bawah (-).

Suatu cekungan dapat terbentuk akibat 3 pengaruh utama, yaitu :

a) Adanya fractural akibat pembebanan dari lapisan diatasnya atau akibat aktivitas tektonik.
b) Adanya subsidene.
c) Adanya batas oleh sesar.

Cekungan terbentuk karena adanya pengaruh aktivitas tektonik (struktur) dan aktivitas
vulkanik (gunungapi). Indonesia dikenal sebagai negara dengan sebutan triple junction
karena terletak pada pertemuan antara tiga lempeng, yaitu Lempeng Eurasia, Lempeng Indo-
Australia, dan Lempeng Samudera Pasifik. Tiga batas lempeng secara umum adalah Ridge
(R), Trench (T), Tranform Fault (F), dimana triple junction dapat berupa RRR (ridge-ridge-
ridge) atau TTF (trench-trench transform fault), dan sebagainya.

Contoh studi kasus adalah di Laut Merah terjadi spreading, sedangkan di Sungai Nil
terjadi rifting. Pada spreading yang terjadi di Laut Merah, kecepatan divergen lebih rendah
dibandingkan yang lain atau disebut juga dengan istilah aulakogen atau perekahan yang
gagal. Contoh lain di Indonesia adalah di Selat Makassar dimana terdapat rifting dan selat ini
telah ada dari Miosen hingga resen (sekarang).

Berikut merupakan tabel kaitan antara pembentukkan cekungan dengan aktivitas tektonik
berupa pergerakkan tektonik lempeng :

Pada kolom oceanic crust baris 1 dan 2 terdapat perbedaan. Perbedaan material sedimen
klastik pada gambar kolom oceanic crust baris 1 dan 2 adalah pada gambar baris 2 ditemukan
fosil radiolaria yang menunjukkan bahwa terdapat lingkungan pengendapan laut dalam dan
menunjukkan adanya aktivitas magmatisma vulkanik laut dalam.

Latar belakang tektonik suatu wilayah dapat dilihat dari kondisi stratigrafi, komposisi
batuan, dan umur batuan. Setiap cekungan terbentuk karena adanya aktivitas tektonik yang
menyebabkan terjadinya sesar vertikal atau dip-slip fault dengan proses yang berbeda-beda.
Tetapi selain dip-slip fault, strike-slip fault juga dapat membentuk cekungan berupa pull-apart
basin apabila bidang sesar transform tersebut mengalami rifting.

Passive Margin

Representasi skematik dari beberapa cekungan yang terbentuk secara tektonik.


(Dickinson dan Yarborough, 1976; Kingston, Dishroon, dan William, 1983; Mitchel dan
Reading, 1986; Einsele, 1992; Ingersoll dan Busby, 1995.)
Passive margin merupakan suatu tepian samudera yang tidak ditemukan batas lempeng
dan adanya suatu aktivitas tektonik. Passive margin memiliki batas-batas kontinen pasif dan
merupakan suatu daerah dengan akumulasi sedimen yang tebal. Daerah passive margin
merupakan salah satu daerah yang banyak diincar oleh perusahaan-perusahaan migas karena
berpotensi sebagai tempat terakumumlasinya hidrokarbon.

Di Papua ditemukan fold-thrust belt dan struktur kompleks lain yang berkembang.
Struktur di Papua itu sendiri masih berpolemik, belum jelas karena sangat kompleks. Di
Indonesia bagian timur juga merupakan daerah uplift spektakuler dimana terdapat net
structure.

Rifting Kaitan Dengan Sedimen

Pada zona rifting terendapkan lapisan-lapisan sedimen dengan tahapan proses terbagi
menjadi 3, yaitu sedimen pre-rift, sedimen syn-rift, dan sedimen post-rift. Sedimen pre-rift
merupakan sedimen yang terendapkan pada saat sesar-sesar normal yang mengontrol
terjadinya rifting belum aktif. Sedimen syn-rift merupakan sedimen yang terendapkan pada
saat rifting berlangsung (sesar-sesar normal aktif). Sedimen post-rift merupakan sedimen
yang terendapkan pada saat sesar-sesar normal yang mengontrol terjadinya rifting tidak aktif
lagi. Jadi urut-urutan pembentukan sedimen pada daerah yang pernah mengalami rifting
adalah pre-rift, syn-rift, dan post-rift.

Deposenter dan Paleohigh

Sedimen deposenter adalah bagian dari cekungan yang mengandung batuan sedimen
dengan ketebalan maksimum. Sedangkan sedimen paleohigh merupakan sedimen yang
menumpang di atas tinggian tanpa ditutupi sedimen darat. Microplate Sunda dahulu
merupakan suatu tinggian, namun sekarang terbagi menjadi 2, yaitu tinggian dan rendahan.
Awal terbentuknya microplate sunda apabila dilihat dari stratigrafinya, dimana stratigrafi
Jawa Barat yang paling tua adalah Formasi Walat dan Formasi Bayah (darat). Di microplate
sunda, bayah terdapat di sepanjang tepi sunda microplate yang merupakan batas daratan dan
laut. Tidak ada formasi yang ekuivalen atau memiliki umur yang sama dengan bayah. Selain
itu, terjadi erosi di daerah tinggian sehingga cekungan berada di selatan microplate sunda.
Pada saat Formasi Talang Akar terbentuk pada Oligosen-Miosen, di Jawa Barat, lapisan yang
terendapkan di atas bayah sudah merupakan endapan laut dalam atau baru mulai marine, oleh
sebab itu terdapat Laut Jawa.

Planar Ekstensional Fault

Cekungan yang terbentuk akibat struktur terbagi menjadi 2, yaitu sesar non-rotasional dan
rotasional. Pada penampang seismik, sesar rotasional dicerminkan oleh ketidaksamaan tebal
lapisan dalam suatu formasi, contohnya di wilayah Indonesia berumur Paleosen. Sesar
rotasional itu sendiri terbagi menjadi beberapa tipe. Salah satunya adalah totational listric
fault yang contohnya dapat dilihat di Delta Mahakam dan rotational planar fault yang dapat
dilihat di cekungan Jawa Barat bagian Utara yang merupakan subcekungan dari cekungan
foreland.

Listric Fault

a) Listric Ektensional Fault

Listric ekstensional fault dicirikan oleh bidang sesar yang melengkung (curve), semakin
ke arah atas, bidang sesarnya semakin tegak sedangkan ke arah bawah semakin melandai
bahkan dapat horisontal. Ciri lain dari sesar ini adalah dijumpainya roll-over anticline dengan
bagian puncak umumnya disertai oleh amblasan (collapse graben). Sesar ini dapat berdiri
sendiri misalnya pada basal detachment atau dapat pula berpasangan seperti di dalam
imbricated system.

b) Linked Listric Fault System

Gibbs (1984) memodifikasi klasifikasi listric fault ke dalam system duplex dan
imbricated fan system. Penamaan Duplex (dalam hal ini extensional duplexes) di dalam
system sesar normal terjadi apabila riders/sheet dilingkupi oleh bidang sesar. Apabila system
duplex ini berkembang di bagian bawah (tepat di atas floor fault sesar utama) dapat
dinamakan sebagai roof fault. Selanjutnya Imbricated system terjadi apabila sheet/riders
terbentuk relative saling sejajar. riders/sheet di dalam ekstensional fault terbentuk di bagian
hanging wall dan dia dapat terbentuk akibat sesar sekunder yang sifatnya dapat antithetic
(istilah lain untuk sejumlah sesar antithetic adalah counter fan) atau synthetic terhadap sesar
utamanya. Baik antithetic maupun synthetic fault dapat terbentuk secara berurutan
(propagation sequence) dan pola struktur ini dapat membentuk roll over.
Tectonic Inversion

Tectonic inversion merupakan pembalikkan tektonik, dimana saat awal terjadinya


pengendapan pada suatu cekungan, aliran material endapan menuju cekungan melengkung ke
bawah mengikuti geometri cekungan. Namun pada tectonic inversion, material sedimen atau
sedimentasi melengkung ke atas karena adanya tectonic inversion.

Anda mungkin juga menyukai