Anda di halaman 1dari 33

MAKALAH FARMAKOTERAPI

Pneumonia, Sinusitis dan


Faringitis

Disusun Oleh:
Nama : Rima Nurlaila
NIM : 16.01.217
Kelas : Transfer A 2016

SEKOLAH TINGGI ILMU FARMASI


(STIFA MAKASSAR)
2017

PNEUMONIA
A. DEFINISI
Pneumonia adalah penyakit yang banyak terjadi
sepanjang sejarah manusia. Gejalanya digambarkan
oleh Hippocrates : Peripneumonia, dan afeksi pleuritis, hal-hal
berikut perlu diamati: Jika demam menjadi akut, dan jika sakit
dirasakan di salah satu sisi tubuh, atau di kedua sisi, dan jika
batuk timbul dan ludah yang berwarna kuning atau gelap, atau
sedikit, kering, dan kemerahan, atau berciri berbeda dari
biasanya... Apabila pneumonia mencapai puncaknya, keadaan
ini sulit diobati dan jika penderita tidak diobati, dan memburuk
jika penderita pneumonia juga menderita dyspnoea, dan urin
sedikit dan tajam, jika keringat keluar dari daerah sekitar leher
dan kepala, karena keringat tersebut adalah keringat yang
tidak sehat, karena diakibatkan oleh sesak napas, dan
kerasnya penyakit yang menyerang tangan bagian atas.
Namun, Hippocrates menyebut pneumonia sebagai penyakit
dinamai di zaman kuno. Dia juga melaporkan hasil dari
drainase bedah empiema. Maimonides melihat: Gejala
umumnya yang terjadi pada pneumonia dan tidak pernah tidak
terjadi adalah sebagai berikut: demam akut,
nyeri pleuritis seperti ditusuk, napas pendek dan terengah-
engah, denyut naik turun dan batuk. Gambaran klinis ini mirip
dengan yang ditemukan dalam buku teks modern, dan
mencerminkan luasnya pengetahuan medis dari Abad
Pertengahan hingga abad ke-19.
Secara kinis pneumonia didefinisikan sebagai suatu
peradangan paru yang disebabkan oleh mikroorganisme
(bakteri, virus, jamur, parasit). Pneumonia yang disebabkan
oleh Mycobacterium tuberculosis tidak termasuk. Sedangkan
peradangan paru yang disebabkan oleh nonmikroorganisme

2 | Page
(bahan kimia, radiasi, aspirasi bahan toksik, obat-obatan dan
lain-lain) disebut pneumonitis.
Pneumonia merupakan infeksi di ujung bronkhiol dan
alveoli yang dapat disebabkan oleh berbagai patogen seperti
bakteri, jamur, virus dan parasit. Pneumonia menjadi
penyebab kematian tertinggi pada balita dan bayi serta
menjadi penyebab penyakit umum terbanyak. Pneumonia
dapat terjadi sepanjang tahun dan dapat melanda semua usia.
Manifestasi klinik menjadi sangat berat pada pasien dengan
usia sangat muda, manula serta pada pasien dengan kondisi
kritis.

B. ETIOLOGI DAN PATOGENESIS


1. TANDA, DIAGNOSIS & PENYEBAB
Tanda serta gejala yang lazim dijumpai pada
pneumonia adalah demam, tachypnea, takikardia, batuk
yang produktif, serta
perubahan sputum baik dari jumlah maupun
karakteristiknya. Selain itu pasien akan merasa nyeri dada

3 | Page
seperti ditusuk pisau, inspirasi yang tertinggal pada
pengamatan naik-turunnya dada sebelah kanan pada saat
bernafas.
Mikroorganisme penyebab pneumonia meliputi:
bakteri, virus, mycoplasma, chlamydia dan jamur.
Pneumonia oleh karena virus banyak dijumpai pada pasien
immunocompromised, bayi dan anak. Virus-virus yang
menginfeksi adalah virus saluran napas seperti RSV,
Influenza type A, parainfluenza, adenovirus.
Ditinjau dari asal patogen, maka pneumonia dibagi
menjadi tiga macam yang berbeda penatalaksanaannya.
1. Community acquired pneumonia (CAP)
Merupakan pneumonia yang didapat di luar rumah
sakit atau panti jompo. Patogen umum yang biasa
menginfeksi adalah Streptococcus pneumonia, H.
influenzae, bakteri atypical, virus influenza, respiratory
syncytial virus (RSV). Pada anak-anak patogen yang
biasa dijumpai sedikit berbeda yaitu adanya keterlibatan
Mycoplasma pneumoniae, Chlamydia pneumoniae, di
samping bakteri pada pasien dewasa.
2. Nosokomial Pneumonia
Merupakan pneumonia yang didapat selama pasien
di rawat di rumah sakit. Patogen yang umum terlibat
adalah bakteri nosokomial yang resisten terhadap
antibiotika yang beredar di rumah sakit. Biasanya adalah
bakteri enterik golongan gram negatif batang seperti
E.coli, Klebsiella sp, Proteus sp. Pada pasien yang sudah
lebih dulu mendapat terapi cefalosporin generasi ke-tiga,
biasanya dijumpai bakteri enterik yang lebih bandel
seperti Citrobacter sp., Serratia sp., Enterobacter sp..
Pseudomonas aeruginosa merupakan pathogen yang

4 | Page
kurang umum dijumpai, namun sering dijumpai pada
pneumonia yang fulminan. Staphylococcus aureus
khususnya yang resisten terhadap methicilin seringkali
dijumpai pada pasien yang dirawat di ICU.

3. Pneumonia Aspirasi
Merupakan pneumonia yang diakibatkan aspirasi
sekret oropharyngeal dan cairan lambung. Pneumonia
jenis ini biasa didapat pada pasien dengan status mental
terdepresi, maupun pasien dengan gangguan refleks
menelan. Patogen yang menginfeksi pada Community
Acquired Aspiration Pneumoniae adalah kombinasi dari
flora mulut dan flora saluran napas atas, yakni meliputi
Streptococci anaerob. Sedangkan pada Nosocomial
Aspiration Pneumoniae bakteri yang lazim dijumpai
campuran antara Gram negatif batang + S. Aureus +
anaerob.
Pneumonia didiagnosis berdasarkan tanda klinik dan
gejala, hasil pemeriksaan laboratorium dan mikrobiologis,
evaluasi foto x-ray dada. Gambaran adanya infiltrate dari
foto x-ray merupakan standar yang memastikan diagnosis.
Hasil pemeriksaan laboratorium menunjukkan adanya
leukositosis dengan shift to the left. Sedangkan evaluasi
mikrobiologis dilaksanakan dengan memeriksa kultur
sputum (hati-hati menginterpretasikan hasil kultur, karena
ada kemungkinan terkontaminasi dengan koloni saluran
pernapasan bagian atas). Pemeriksaan mikrobiologis
lainnya yang lazim dipakai adalah kultur darah, khususnya
pada pasien dengan pneumonia yang fulminan, serta
pemeriksaan Gas Darah Arteri (Blood Gas Arterial) yang

5 | Page
akan menentukan keparahan dari pneumonia dan apakah
perlu-tidaknya dirawat di ICU.
2. FAKTOR RESIKO
a. Usia tua atau anak-anak
b. Merokok
c. Adanya penyakit paru yang menyertai
d. Infeksi Saluran Pernapasan yang disebabkan oleh
virus
e. Splenektomi (Pneumococcal Pneumonia)
f. Obstruksi Bronkhial
g. Immunocompromise atau mendapat obat
Immunosupressive seperti kortikosteroid
h. Perubahan kesadaran (predisposisi untuk pneumonia
aspirasi)

3. KOMPLIKASI
Komplikasi yang dihasilkan dari pneumonia antara lain
atelektasis yang dapat terjadi selama fase akut maupun
resolusi (penyembuhan). Area yang terinfeksi biasanya
bersih dengan batuk dan nafas dalam, namun akan
berubah menjadi fibrotik bila atelektasi menetap untuk
jangka waktu yang panjang. Abses paru juga merupakan
salah satu komplikasi pneumonia khususnya pada
pneumonia aspirasi. Selain itu efusi pleura juga dapat
terjadi akibat perubahan permeabilitas selaput paru
tersebut (pleura). Infiltrasi bakteri ke dalam pleura
menyebabkan infeksi sulit diatasi, sehingga memerlukan
bantuan aspirasi. Komplikasi berikutnya adalah bakterimia
akibat tidak teratasinya infeksi. Hal ini dapat terjadi pada
20-30% dari kasus.
C. PATOLOGI
Basil yang masuk bersama sekret bronkus ke dalam
alveoli menyebabkan reaksi radang berupa edema seluruh
alveoli disusul dengan infiltrasi sel-sel PMN dan diapedesis

6 | Page
eritrosit sehingga terjadi permulaan fagositosis sebelum
terbentuknya antibodi. Sel-sel PMN mendesak bakteri ke
permukaan alveoli dan dengan bantuan leukosit yang lain
melalui psedopodosis sitoplasmik mengelilingi bakteri tersebut
kemudian dimakan. Pada waktu terjadi peperangan antara
host dan bakteri maka akan tampak 4 zona pada daerah
parasitik terset yaitu :
1. Zona luar : alveoli yang tersisi dengan bakteri dan cairan
edema.
2. Zona permulaan konsolidasi : terdiri dari PMN dan beberapa
eksudasi sel darah merah.
3. Zona konsolidasi yang luas : daerah tempat terjadi
fagositosis yang aktif dengan jumlah PMN yang banyak.
4. Zona resolusie : daerah tempat terjadi resolusi dengan
banyak bakteri yang mati, leukosit dan alveolar makrofag.
Red hepatization ialah daerah perifer yang terdapat edema
dan perdarahan 'Gray hepatization' ialah konsolodasi yang
luas.

D. KLASIFIKASI
1. Berdasarkan klinis dan epideologis :
a. Pneumonia komuniti (community-acquired pneumonia)
b. Pneumonia nosokomial (hospital-acqiured pneumonia /
nosocomial pneumonia)
c. Pneumonia aspirasi
d. Pneumonia pada penderita Immunocompromised
pembagian ini penting untuk memudahkan
penatalaksanaan.
2. Berdasarkan bakteri penyebab :
a. Pneumonia bakterial / tipikal. Dapat terjadi pada semua
usia. Beberapa bakteri mempunyai tendensi menyerang
sesorang yang peka, misalnya Klebsiella pada penderita
alkoholik, Staphyllococcus pada penderita pasca infeksi
influenza.

7 | Page
b. Pneumonia atipikal, disebabkan Mycoplasma, Legionella
dan Chlamydia
c. Pneumonia virus
d. Pneumonia jamur sering merupakan infeksi sekunder.
Predileksi terutama pada penderita dengan daya tahan
lemah (immunocompromised)
3. Berdasarkan predileksi infeksi
a. Pneumonia lobaris. Sering pada pneumania bakterial,
jarang pada bayi dan orang tua. Pneumonia yang terjadi
pada satu lobus atau segmen kemungkinan sekunder
disebabkan oleh obstruksi bronkus misalnya : pada
aspirasi benda asing atau proses keganasan
b. Bronkopneumonia. Ditandai dengan bercak-bercak
infiltrat pada lapangan paru. Dapat disebabkan oleh
bakteria maupun virus. Sering pada bayi dan orang tua.
Jarang dihubungkan dengan obstruksi bronkus c.
c. Pneumonia interstisial

E. DIAGNOSIS
1. Gambaran klinis
a. Anamnesis
Gambaran klinik biasanya ditandai dengan demam,
menggigil, suhu tubuh meningkat dapat melebihi 400 C,
batuk dengan dahak mukoid atau purulen kadang-
kadang disertai darah, sesak napas dan nyeri dada.
b. Pemeriksaan fisik
Temuan pemeriksaan fisis dada tergantung dari luas
lesi di paru. Pada inspeksi dapat terlihat bagian yang
sakit tertinggal waktu bernapas, pasa palpasi fremitus
dapat mengeras, pada perkusi redup, pada auskultasi
terdengar suara napas bronkovesikuler sampai bronkial
yang mungkin disertai ronki basah halus, yang
kemudian menjadi ronki basah kasar pada stadium
resolusi.

8 | Page
2. Pemeriksaan penunjang
a. Gambaran radiologis
Foto toraks (PA/lateral) merupakan pemeriksaan
penunjang utama untuk menegakkan diagnosis.
Gambaran radiologis dapat berupa infiltrat sampai
konsolidasi dengan " air broncogram", penyebab
bronkogenik dan interstisial serta gambaran kaviti. Foto
toraks saja tidak dapat secara khas menentukan
penyebab pneumonia, hanya merupakan petunjuk ke
arah diagnosis etiologi, misalnya gambaran pneumonia
lobaris tersering disebabkan oleh Steptococcus
pneumoniae, Pseudomonas aeruginosa sering
memperlihatkan infiltrat bilateral atau gambaran
bronkopneumonia sedangkan Klebsiela pneumonia
sering menunjukkan konsolidasi yang terjadi pada lobus
atas kanan meskipun dapat mengenai beberapa lobus.
b. Pemeriksaan labolatorium
Pada pemeriksaan labolatorium terdapat
peningkatan jumlah leukosit, biasanya lebih dari
10.000/ul kadang-kadang mencapai 30.000/ul, dan pada
hitungan jenis leukosit terdapat pergeseran ke kiri serta
terjadi peningkatan LED. Untuk menentukan diagnosis
etiologi diperlukan pemeriksaan dahak, kultur darah dan
serologi. Kultur darah dapat positif pada 20- 25%
penderita yang tidak diobati. Analisis gas darah
menunjukkan hipoksemia dan hikarbia, pada stadium
lanjut dapat terjadi asidosis respiratorik.
F. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan pneumonia yang disebabkan oleh
bakteri sama seperti infeksi pada umumnya yaitu dengan
pemberian antibiotika yang dimulai secara empiris dengan
antibiotika spektrum luas sambil menunggu hasil kultur.

9 | Page
Setelah bakteri pathogen diketahui, antibiotika diubah menjadi
antibiotika yang berspektrum sempit sesuai patogen.
Community-Acquired Pneumonia (CAP)
Terapi CAP dapat dilaksanakan secara rawat jalan. Namun
pada kasus yang berat pasien dirawat di rumah sakit dan
mendapat antibiotika parenteral. Pilihan antibiotika yang
disarankan pada pasien dewasa adalah golongan makrolida
atau doksisiklin atau fluoroquinolon terbaru. Namun untuk
dewasa muda yang berusia antara 17-40 tahun pilihan
doksisiklin lebih dianjurkan karena mencakup mikroorganisme
atypical yang mungkin menginfeksi. Untuk bakteri
Streptococcus pneumoniae yang resisten terhadap penicillin
direkomendasikan untuk terapi beralih ke derivat
fluoroquinolon terbaru. Sedangkan untuk CAP yang disebabkan
oleh aspirasi cairan lambung pilihan jatuh pada amoksisilin-
klavulanat.
Golongan makrolida yang dapat dipilih mulai dari
eritromisin, claritromisin serta azitromisin. Eritromisin
merupakan agen yang paling ekonomis, namun harus
diberikan 4 kali sehari. Azitromisin ditoleransi dengan baik,
efektif dan hanya diminum satu kali sehari selama 5 hari,
memberikan keuntungan bagi pasien. Sedangkan klaritromisin
merupakan alternatif lain bila pasien tidak dapat
menggunakan eritromisin, namun harus diberikan dua kali
sehari selama 10-14 hari.
Secara umum pemilihan antibiotik berdasarkan baktri
penyebab pneumonia dapat dilihat sebagai berikut :
7 Penisilin sensitif Streptococcus pneumonia (PSSP):
Golongan Penisilin
TMP-SMZ
Makrolid

10 | P a g e
Penisilin resisten Streptococcus pneumoniae (PRSP)
Betalaktam oral dosis tinggi (untuk rawat jalan)
Sefotaksim, Seftriakson dosis tinggi
Marolid baru dosis tinggi
Fluorokuinolon respirasi
Pseudomonas aeruginosa
Aminoglikosid
Seftazidim, Sefoperason, Sefepim
Tikarsilin, Piperasilin
Karbapenem : Meropenem, Imipenem
Siprofloksasin, Levofloksasin
Methicillin resistent Staphylococcus aureus (MRSA)
Vankomisin
Teikoplanin
Linezolid
Hemophilus influenzae
TMP-SMZ
Azitromisin
Sefalosporin gen. 2 atau 3
Fluorokuinolon respirasi
Legionella
Makrolid
Fluorokuinolon
Rifampisin 8
Mycoplasma pneumoniae
Doksisiklin
Makrolid
Fluorokuinolon
Chlamydia pneumoniae
Doksisikin
Makrolid
- Fluorokuinolon
G. TERAPI PENDUKUNG
Terapi pendukung pada pneumonia meliputi:

11 | P a g e
Pemberian oksigen yang dilembabkan pada pasien yang
menunjukkan tanda sesak, hipoksemia.
Bronkhodilator pada pasien dengan tanda bronkhospasme
Fisioterapi dada untuk membantu pengeluaran sputum
Nutrisi
Hidrasi yang cukup, bila perlu secara parenteral
Pemberian antipiretik pada pasien dengan demam
Nutrisi yang memadai.

SINUSITIS

1. KONSEP DASAR PENYAKIT


A. DEFINISI
Sinusitis adalah radang pada rongga hidung (A. K
Muda Ahmad, 2003)
Sinusitis adalah radang mukosa sinus paranasal
sesuai anatomi sinus yang terkena, dapat dibagi
menjadi sinusitis maksila, sinusitis etmoid,
sinusitis frontal, dan sinusitis sphenoid (Soepardi,
2001)
Sinusitis adalah radang sinus yang ada disekitar
hidung, dapat berupa sinusitis maksilaris atau
frontalis sinusitis dapat berlangsung akut maupun
kronik. Dapat mengenai anak yang sudah besar.
Pada sinusitis paranasal sudah berkembang pada
anak umur 6-11 tahun (Ngstiya, 1997)
Sinusitis adalah suatu proses peradangan pada
mukosa atau selaput lendir sinus paranasal
(Budisanto, 2009)
Sinusitis adalah radang sinus paranasal. Bila
terjadi pada beberapa sinus disebut multisinusitis,
yang paling sering terkena adalah sinus maksila

12 | P a g e
kemudian etmoid, frontal dan sphenoid (Mansjoer,
1999)
Sinusitis adalah sebagai inflamasi/peradangan
pada satu atau lebih dari sinus paranasal
(Charlene J, 2001)
Jadi, dapat disimpulkan sinusitis adalah suatu
inflamasi atau peradangan yang menyerang sinus
paranasal yang menyebabkan radang pada rongga
hidung.

B. ETIOLOGI
Berbagai faktor infeksius dan nonifeksius dapat
memberikan kontribusi dalam terjadinya obstruksi akut
ostia sinus atau gangguan pengeluaran cairan oleh silia
yang akhirnya menyebabkan sinusitis. Penyebab
nonifeksius antara lain adalah rinitis alergika,
barotrauma, atau iritan kimia. Penyakit seperti tumor
nasal atau tumor sinus (squamous cell carcinoma), dan
juga penyakit granulomatus (Wegeners

13 | P a g e
granulomatosis atau rhinoskleroma) juga dapat
menyebabkan obstruksi ostia sinus, sedangkan konsisi
yang menyebabkan perubahan kandungan sekret
mukus (fibrosis kistik) dapat menyebabkan sinusitis
dengan mengganggu pengeluaran mukus.
Beberapa faktor etiologi dan predisposisi antara lain
ISPA akibat virus, bermacam rhinitis terutama rhinitis
alergi, rhinitis hormonal pada wanita hamil, polip
hidung, kelainan anatomi seperti deviasi septum atau
hipertrofi konka, sumbatan komplek Ostio-maetal (KOM),
infeksi tonsil, infeksi gigi, kelainan imunologik,
diskinesia silia seperti pada sindroma Kartagener, dan
diluar negri adalah penyakit fibrostik kistik.
Pada anak-anak, hipertrofi adenoid merupakan faktor
penting penyebab sinusitis sehingga perlu diadakan
adenoidektomi untuk menghilangkan sumbatan dan
menyembuhkan rinosinusitisnya. Hipertrofi adenoid
dapat didiagnosa dengan foto polos leher posisi lateral.
Faktor lain yang berpengaruh adalah lingkungan
berpolusi, udara dingin dan kering serta kebiasaan
merokok. Sinusitis Dentogen terjadi karena penjalaran
infeksi dari gigi geraham atas.
Kuman penyebab:
- Streptococcus pneumonia
- Hamophilus influenza
- Steptococcus viridians
- Staphylococcus aureus
- Branchamella catarhatis
1. SINUSITIS AKUT

14 | P a g e
Penyebabnya dapat virus, bakteri, atau jamur.
Menurut Gluckman, kuman penyebab sinusitis akut
tersering adalah Streptococcus pneumoniae dan
Haemophilus influenzae yang ditemukan pada 70%
kasus.
Dapat disebabkan rinitis akut; infeksi faring, seperti
faringitis, adenoiditis, tonsilitis akut; infeksi gigi molar
M1, M2, M3 atas, serta premolar P1, P2; berenang dan
menyelam; trauma; dan barotrauma.
Faktor predisposisi obstruksi mekanik, seperti deviasi
septum, benda asing di hidung, tumor, atau polip. Juga
rinitis alergi, rinitis kronik, polusi lingkungan, udara
dingin dan kering.

2. SINUSITIS KRONIK
Polusi bahan kimia, alergi, dan defisiensi imunologik
menyebabkan silia rusak, sehingga terjadi perubahan
mukosa hidung. Perubahan ini mempermudah terjadinya
infeksi. Terdapat edema konka yang mengganggu
drainase sekret, sehingga silia rusak, dan seterusnya.
Jika pengobatan pada sinusitis akut tidak adekuat, maka
akan terjadi infeksi kronik
C. PATOFISIOLOGI
Timbulnya Pembengkakan di kompleks osteomeatal,
selaput permukaan yang berhadapan akan segera
menyempit hingga bertemu, sehingga silia tidak dapat
bergerak untuk mengeluarkan sekret. Gangguan
penyerapan dan aliran udara di dalam sinus,
menyebabkan juga silia menjadi kurang aktif dan lendir
yang diproduksi oleh selaput permukaan sinus akan

15 | P a g e
menjadi lebih kental dan menjadi mudah untuk bakteri
timbul dan berkembang biak.
Bila sumbatan terus-menerus berlangsung akan
terjadi kurangnya oksigen dan hambatan lendir, hal ini
menyebabkan tumbuhnya bakteri anaerob, selanjutnya
terjadi perubahan jaringan Pembengkakan menjadi lebih
hipertrofi hingga pembentukan polip atau kista .
D. GEJALA KLINIS
1. SINUSITIS MAKSILA AKUT
Gejala : Demam, pusing, ingus kental di hidung,
hidung tersumbat, nyeri pada pipi terutama sore hari,
ingus mengalir ke nasofaring, kental kadang-kadang
berbau dan bercampur darah.
2. SINUSITIS ETMOID AKUT
Gejala : ingus kental di hidung dan nasofaring, nyeri
di antara dua mata, dan pusing.
3. SINUSITIS FRONTAL AKUT
Gejala : demam,sakit kepala yang hebat pada siang
hari,tetapi berkurang setelah sore hari, ingus kental dan
penciuman berkurang.

4. SINUSITIS SPHENOID AKUT


Gejala : nyeri di bola mata, sakit kepala, ingus di
nasofaring
5. SINUSITIS KRONIS
Gejala: pilek yang sering kambuh, ingus kental dan
kadang-kadang berbau,selalu terdapat ingus di
tenggorok, terdapat gejala di organ lain misalnya

16 | P a g e
rematik, nefritis, bronchitis , bronkiektasis , batuk
kering, dan sering demam.
Keluhan sinusitis kronis tidak khas sehingga sulit
didiagnosa. Gejalanya sakit kepala kronik, post nasal
drip, batuk kronik, gangguan tenggorokan, gangguan
telinga akibat sumbatan kronik muara tuba Eustachius,
gangguan ke paru seperti bronchitis (sino-bronkitis),
bronkiektasis dan yang penting adalah serangan asma
yang meningkat dan sulit diobati. Pada anak, mukopus
yang tertelan dapat menyebabkan gastroenteritis.
6. SINUSITIS AKUT
Penderita mula-mula mengeluh hidung tersumbat (pilek-
pilek), sumbatan bertambah berat dan disertai nyeri
atau rasa tekanan pada muka dan ingus purulent , yang
sering kali turun ke tenggorokan (post nasal drip). Dapat
disertai gejala sistemik seperti demam dan lesu.
Keluhan nyeri atau rasa tekanan di daerah sinus yang
terkena merupakan ciri khas sinusitis akut, serta
kadang-kadang nyeri juga terasa di tempat lain (referred
pain). Nyeri pipi menandakan sinusitis maksila, nyeri
diantara atau di belakang ke dua bola mata
menandakan sinusitis etmoid, nyeri di dahi atau seluruh
kepala menandakan sinusitis frontal. Pada sinusitis
sfenoid, nyeri dirasakan di vertex, oksipital, belakang
bola mata dan daerah mastoid. Pada sinusitis maksila
kadang-kadang dan nyeri alih ke gigi dan telinga.

Gejala lain adalah sakit kepala, hipoosmia atau anosmia,


halitosis , post-nasal drip yang menyebabkan batuk dan
sesak pada anak. Pada pemeriksaan, penderita tampak

17 | P a g e
mengeluarkan air mata, lidah kotor, dan sukar menutup
mulut. Suhu badan tinggi. Vestibulum hidung tampak
merah dan terdapat ekskoriasis. Selaput lender hidung
tampak bengkak dan sering terlihat nanah cair dari
meatus medius mengalir kebelakang diatas konka
inferior dan terus ke dalam ruang belakang hidung.
Gambaran tadi merupakan petunjuk bagi dokter untuk
membuat diagnosa sinusitis akut. Diagnosa dipastikan
dengan beberapa pemeriksaan:
- Biakan hapusan hidung
- Radiologi sinus paranasalis
- Jumlah leukosit dan laju endap darah.

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Rinoskopi anterior
Tampak mukosa konka hiperemis, kavum nasi sempit,
dan edema. Pada sinusitis maksila, sinusitis frontal dan
sinusitis ethmoid anterior tampak mukopus atau nanah
di meatus medius, sedangkan pada sinusitis ethmoid
posterior dan sinusitis sfenoid nanah tampak keluar dari
meatus superior.
2. Rinoskopi posterior : Tampak mukopus di nasofaring
(post nasal drip).
3. Dentogen : Caries gigi (PM1,PM2,M1)
4. Transiluminasi (diaphanoscopia)
Sinus yang sakit akan menjadi suram atau gelap.
Pemeriksaan transiluminasi bermakna bila salah satu
sisi sinus yang sakit, sehingga tampak lebih suram
dibanding sisi yang normal.

18 | P a g e
5. Foto sinus paranasalis
Pemeriksaan radiologik yang dibuat ialah Posisi Waters,
Posteroanterior dan Lateral. Akan tampak
perselubungan atau penebalan mukosa atau batas
cairan udara (air fluid level) pada sinus yang sakit. Posisi
Waters adalah untuk memproyeksikan tulang petrosus
supaya terletak di bawah antrum maksila, yakni dengan
cara menengadahkan kepala pasien sedemikian rupa
sehingga dagu menyentuh permukaan meja. Posisi ini
terutama untuk melihat adanya kelainan di sinus
maksila, frontal dan etmoid. Posisi Posteroanterior untuk
menilai sinus frontal dan posisi lateral untuk menilai
sinus frontal, sphenoid dan etmoid.
6. Pemeriksaan CT Scan
Pemeriksaan CT-Scan merupakan cara terbaik untuk
memperlihatkan sifat dan sumber masalah pada
sinusitis dengan komplikasi. CT-Scan pada sinusitis
akan tampak : penebalan mukosa, air fluid level,
perselubungan homogen atau tidak homogen pada
satu atau lebih sinus paranasal, penebalan dinding
sinus dengan sklerotik (pada kasus-kasus kronik).
Hal-hal yang mungkin ditemukan pada pemeriksaan
CT-Scan:
- Kista retensi yang luas, bentuknya konveks
(bundar), licin, homogen, pada pemeriksaan CT-
Scan tidak mengalami ehans. Kadang sukar
membedakannya dengan polip yang terinfeksi,
bila kista ini makin lama makin besar dapat
menyebabkan gambaran air-fluid level.

19 | P a g e
- Polip yang mengisi ruang sinus
- Polip antrokoanal
- Massa pada cavum nasi yang menyumbat sinus
- Mukokel, penekanan, atrofi dan erosi tulang yang
berangsur-angsur oleh massa jaringan lunak
mukokel yang membesar dan gambaran pada CT
Scan sebagai perluasan yang berdensitas rendah
dan kadang-kadang pengapuran perifer.
7. Pemeriksaan di setiap sinus
- Sinusitis maksila akut
Pemeriksaan rongga hidung akan tampak ingus
kental yang kadang-kadang dapat terlihat berasal
dari meatus medius mukosa hidung. Mukosa
hidung tampak membengkak (edema) dan merah
(hiperemis). Pada pemeriksaan tenggorok,
terdapat ingus kental di nasofaring.
Pada pemeriksaan di kamar gelap, dengan
memasukkan lampu kedalam mulut dan
ditekankan ke langit-langit, akan tampak pada
sinus maksila yang normal gambar bulan sabit di
bawah mata. Pada kelainan sinus maksila gambar
bulan sabit itu kurang terang atau tidak tampak.
Untuk diagnosis diperlukan foto rontgen. Akan
terlihat perselubungan di sinus maksila, dapat
sebelah (unilateral), dapat juga kedua belah
(bilateral).
- Sinusitis etmoid akut
Pemeriksaan rongga hidung, terdapat ingus
kental, mukosa hidung edema dan hiperemis. Foto

20 | P a g e
roentgen, akan terdapat perselubungan di sinus
etmoid.
- Sinusitis frontal akut
Pemeriksaan rongga hidung, ingus di meatus
medius. Pada pemeriksaan di kamar gelap,
dengan meletakkan lampu di sudut mata bagian
dalam, akan tampak bentuk sinus frontal di dahi
yang terang pada orang normal, dan kurang
terang atau gelap pada sinusitis akut atau kronis.
Pemeriksaan radiologik, tampak pada foto
roentgen daerah sinus frontal berselubung.
- Sinusitis sfenoid akut
Pemeriksaan rongga hidung, tampak ingus atau
krusta serta foto rontgen.
6. PENATALAKSAAN
Diberikan terapi medika mentosa berupa antibiotik selama
10-14 hari, namun dapat diperpanjang sampai semua
gejala hilang. Antibiotik dipilih yang mencakup
anerob,seperti penisilin V. Klidamisin atau augmentin
merupakan pilihan yang tepat bila penisilin tidak efektif.
Jika dalam 48-72 jam tidak ada perbaikan klinis diganti
dengan antibiotik untuk kuman yang menghasilkan beta
laktamase, yaitu amoksisilin atau ampisilin dikombinasikan
dengan asam klavulanat. Steroid nasal topikal seperti
beklometason berguna sebagai antiinflamasi dan
antialergi. Diberikan pula dekongestan untuk
memperlancar drainase sinus. Dapat diberikan sistemik
maupun topikal. Khusus yang topikal harus dibatasi selama
5 hari untuk menghindari terjadinya rinitis medika
mentosa. Bila perlu, diberikan analgesik untuk

21 | P a g e
menghilangkan nyeri; mukolitik untuk mengencerkan
sekret, meningkatkan kerja silia, dan merangsang
pemecahan fibrin. Bila perlu dilakukan diatermi. Diatermi
dilakukan dengan sinar gelombang pendek sebanyak 5-6
kali pada daerah yang sakit untuk memperbaiki
vaskularisasi sinus. Jika belum membaik, dilakukan
pencucian sinus. Terapi radikal dilakukan dengan
mengangkat mukosa yang patologik dan membuat
drainase sinus yang terkena. Untuk sinus maksila dilakukan
operasi cald well-luc, sedangkan untuk sinus etmoid
dilakukan edmoidektomi dari intranasal atu ekstra nasal.
Pada sinusitis frontal dilakukan secara intra nasal atau
ekstra nasal (operasi killian). Drainase sinus sfenoid
dilakukan secara intranasal.

FARINGITIS

A. latar belakang

Faringitis dalam bahasa latin; pharyngitis), adalah suatu


penyakit peradangan yang menyerang tenggerokan atau faring
yang disebabkan oleh bakteri dan virus tertentu. Kadang juga
disebut radang tenggerokan.

Faringitis akut adalah suatu penyakit peradangan


tenggorok (faring) yang sifatnya akut (mendadak dan cepat
memberat). Umum disebut radang tenggorok. Radang ini
menyeran lapisan mukosa (selaput lendit) dan sub mukosa
faring .

Disebut faringitis kronis bila radangnya sudah berlangsung


dalam waktu lama dan biasanya tidak disertai gejala yang berat.

22 | P a g e
Anatomi dari faringitis sendiri adalah Faring suatu kantong
fibromuskulur yang bentuknya seperti corong, yang besar
dibagian atas dan sempit dibagian bawah. Kantong ini dimulai
dari dasar tengkorak terus menyambung keesofagus setinggi
servikal keenam. Keatas faring berhubungan dengan rongga
hidung melalui koana, kedepan berhubungan dengan rongga
mulut melalui ismus orofaring, sedangkan dengan laring dibawah
berhubungan melaui aditus laring dan kebawah berhubungan
esofagus. Panjang diding posterior fharing pada orang dewasa
kurang lebih 14 cm, bagian ini merupakan bagian diding faring
yang terpanjang, diding faring dibentuk oleh (dari dalam keluar)
selaput lendir, fasia faringo basiler, pembungkus otot dan
sebagian fasia buko faringeal.

Faring terbagi atas nasofharing,orofaring dan laringofaring


(hipofaring). Unsur-unsur faring meliputi mukosa, palut lendir
(mucousblanked) dan otot. Bentik mukosa faring berfariasi,
tergantung letaknya. Pada nasofaring karena fungsinya untuk
respirasi, maka mukosanya bersilia, sedangkan epitelnya torak
berlapis yang menganbung sel goblet dibagian bawahnya, yaitu
oroparing dan laringo faring, karena fungsinya untuk saluran
cerna, epitelnya gepeng berlapis dan tidak bersilia. Disepanjang
faring datap ditemukan banyak sel jaring limpoid yang terletak
dala rangkaian jaringan ikat yang termasuk dalam sistem
retikuloendotelial. Oleh karena itu faring dapat disebut juga
daerah pertahanan tubuh terdepan.

Daerah nasofaring dilalui oleh udara pernafasan yang


diisap oleh hidung. Dibagian atas, nasofaring ditutupi oleh palut
lendir yang terletak diatas silia dan bergerak sesuai dengan arah
gerak silia kebelakang. Palut lendir ini berfungsi untuk
mmenagkap partikel kotoran yang terbawah oleh udara yang

23 | P a g e
diisap, palut ini mengandung enzim eliezozyme yang penting
untuk proteksi.

Otot faring tersusun dalam lapisan melingkar (sirkuler) dan


memanjang (logitudinal). Otot-otot yang sirkuler terdiri dari
muskulus konstriptor faring superior, media dan inferior. Otot-
otot ini terletak disebelah luar, berbentuk kipas dengan tiap
baguian bawahnya menututp sebagian otot bagia atasnya dari
belakang, kerja otot kostriktor untuk mengecilakan lumen faring.
Otot-otot ini dipersarafi nervus fagus. Otot-otot yang logitudinal
adalah muskulus stilofharing dan moskulus palato faring.
Moskulus stilofaring gunanya untuk melebarkan faring dan
menarik rahang, sedangkan moskulus paloto faring
mempertemukan ismus oroparing dan menaikkan bagian bawah
faring dan laring. Jadi kedua otot ini bekerja sebagai elepator.
Kerja kedua otot ini penting pada waktu menelan. Moskulus
stiofaring dipersaraf.mv i oleh nervus IX sedangkan moskulus
palato faring dipersarafi oleh nervus V (rusmajono, et. Al, 2001).

1. Pengertian

a. Faringitis dalam bahasa latin; pharyngitis), adalah


suatu penyakit peradangan yang menyerang
tenggerokan atau faring yang disebabkan oleh bakteri
dan virus tertentu. Kadang juga disebut radang
tenggerokan.(Wikipedia.com)

24 | P a g e
b. Faringitis adalah infeksi pada faring yang disebabkan
oleh virus dan bakteri, yang ditandai oleh adanya nyeri
tenggrokan, faring eksudat dan hiperemis, demam,
pembesaran limfonodi leher dan malaise. (Vincent,
2004)

c. Faringitis adalah imflamasi febris yang disebabkan


oleh infeksi virus yang tak terkomplikasi biasanya akan
menghilang dalam 3 sampai 10 setelah awitan.

2. Epidemiologi

Faringitis terjadi pada semua umur dan tidak


dipengaruhi jenis kelamin, tetapi frekuensi yang paling tinggi
terjadi pada anak-anak. Faringitis akut jarang ditemukan
pada usia dibawah 1 tahun. Insedensi meningkat dan
mencapai puncaknya pada usia 4-7 tahun, tetapi tetap
berlanjut sepanjang akhir masa nak-anak dan kehidupan
dewasa. Kematian akibat faringitis jarang terjadi, tetapi
dapat terjadi sebagai hasil dari komplikasi penyakit ini.

3. Etiologi

1. Faringitis bisa disebabkan oleh virus maupun


bakteri. Kebanyakan disebabkan oleh virus, termasuk
virus penyebab common cold, flu, adenovirus,
mononukleosis atau HIV. Bakteri yang menyebabkan
faringitis adalah streptokokus grup A,
korinebakterium, arkanobakterium, Neisseria
gonorrhoeae atau Chlamydia pneumoniae.

2. Virus, 80 % sakit tenggorokan disebabkan oleh


virus, dapat menyebabkan demam

25 | P a g e
3. Batuk dan pilek. Dimana batuk dan lendir (ingus)
dapat membuat tenggorokan teriritasi.
4. Virus coxsackie (hand, foot, and mouth disease).
5. Alergi. Alergi dapat menyebabkan iritasi
tenggorokan ringan yang bersifat kronis (menetap).
6. Bakteri streptokokus, dipastikan dengan Kultur
tenggorok. Tes ini umumnya dilakukan di laboratorium
menggunakan hasil usap tenggorok pasien. Dapat
ditemukan gejala klasik dari kuman streptokokus
seperti nyeri hebat saat menelan, terlihat bintik-bintik
putih, muntah muntah, bernanah pada kelenjar
amandelnya, disertai pembesaran kelenjar amandel.

Faringitis juga bisa timbul akibat iritasi debu kering,


meroko, alergi, trauma tenggorok (misalnya akibat tindakan
intubsi), penyakit refluks asam lambung, jamur, menelan
racun, tumor.

4. Tanda Dan Gejala

Yang sering muncul pada faring adalah:

1. Nyeri tenggorok dan nyeri menelan

2. Tonsil menjadi berwarna merah danmembengkak

3. Mukosa yang melapisi faring mengalami peradangan


berat atau ringan dan tertutup oleh selaput yang
berwarna keputihan atau mengeluarkan pus (nanah).

4. Demam.

5. Pembesaran kelenjar getah bening di leher.

26 | P a g e
Setelah bakteri atau virus mencapai sistemik maka gejala
gelaja sistemik akan muncul :

1. Lesu dan lemah, nyeri pada sendi sendi otot, tidak


nafsu makan dan nyeri pada telinga

2. Peningkatan jumlah sel darah putih

5. Patofisiologi

penularan terjadi melalui droplet, kuman menginfiltrasi


lapisan epitel kemudian bila epitel terkikis maka jaringan
limpoid superficial bereaksi terjadi pembendungan radang
dengan infiltrasi leukosit polimorfonuklear. Pada stadium
awal terdapat hiperemi, kemudian oedem dan sekresi yang
meningkat. Eksudat mula-mula serosa tapi menjadi menebal
dan cenderung menjadi kering dan dapat melekat pada
dinding faring. Dengan hiperemi pembuluh diding darah
menjadi lebar. Bentuk sumbatan yang berwarana kuning,
putih,atau abu-abu terdapat pada folikel atau
jaringanlimpoid. Tampak bahwa folikel limpoid dan bercak-
bercak pada dinding faring posterior atau terletak lebih
kelateralmenjadi meradang dan membengkaksehingga
timbul radang pada tenggorokan atau faringitis.

6. Klasifikasi

Berdasarkan lama berlangsungnya

Faringitis akut, adalah radang tenggorokan yang


disebabkan oleh virus dan bakteri yaitu streptkokus grup A
dengan tanda dan gejala mukosa dan tonsil masih
berwarna merah, malaise, nyeri tenggerokan dan kadang

27 | P a g e
disertai demam dan batuk. Faringitis ini terjadi masih baru,
belum berlangsung lama.
Faringitis kronik, radang tenggorokan yang sudah
berlangsung dalam waktu yang lama, biasanya tidak
disertai nyeri menelan, cuma terasa ada sesuatu yang
menjanggal ditenggerokan. Faringitis kronik umumnya
terjadi pada individu dewasa yang bekerja atau tinggal
dalam lingkunga yang berdebu, menggunakan suara yang
berlebihan, menderita batuk kronik, dan kebiasaaan
mengkomsumsi alkohl dan tembakau.faringitis kronik
dibagi menjadi 3 yaitu :

1. Faringitis hipertropi ditandai dengan penebalan umum


dan kogesti membrane mukosa.

2. Faringitis atrpi kemungkinan merupakan tahap lanjut


dari jenis pertama (membrane tipis, keputihan ,licin,
dan pada waktunya berkerut).

3. Faringitis granular kronik terjadi pembengkakan folikel


limpe pada dinding faring.

Berdasarkan agen penyebab :

Faringitis virus

1. Biasanya tidak ditemukan nanah ditenggorokan.

2. Demam ringan tau tanpa demam.

3. Jumlah sel darah putih normal atau agak meningkat.

4. Kelenjar getah bening normal atau sedikit


membengkak.

5. Tes apus tenggorokan member hasil negative

28 | P a g e
6. Untuk strep throat pada biakan dilaboratorium tidak
tumbuh bakteri,

Faringitis bakteri

1. Biasanya ditemukan nanah dutenggorokan.

2. Demam ringan sampai sedang.

3. Jumlah sel darah putih meningkat ringan sampai sedang.

4. Kelenjar getah bening mengalami pembengkakan ringan


sampai sedang.

5. Ter apus tenggorokan meberikan hasil positif.

6. Bakteri tumbuh pada biakan dilaboratorium.

8. Tindakan pengobatan.

a. Untuk faringitis virus penanganan dilakukan dengan


memberikan aspirin atau asetaminofen cairan dan
istiraha baring. Kmpikasi seperti sinutitis atau
pneumonia biasanya disebabkan oleh bakteri Karena
danya nekrosis epitel yang disebabkan oleh virus
sehingga untuk mengatasi komplikasi ini dicadangkan
untuk menggunakan antibiotka.

b. Untuk feringitis bakteri paling bail diobati dengan


pemberian penisilin G sebanyak 200.000-250.000 unit,
3-4 kali sehari selama 10 hari, pemberian obat ini
biasanya akan menghasilkan respon klinis yang cepat
dengan terjadinya suhu badan dalam waktu 24 jam..
erritrimisisn atau klindamisin merupakan obat alin

29 | P a g e
dengan hasil memuaskan jika penderita alergi terhadap
penisilin. Jika penderita menderita neyri tenggerokan
yang sangat hebat, selain terpi obat pemberian
kompres panas atau dingin pada leher dapat
membantu meringankan nyeri. Berkumur-kumur
dengan larutan garam hangat dapat pula meringankan
gejala nyeri tenggorokan dan hal ini dapat disarankan
pada anak-anak yang lebih besar untuk dapat bekerja
sama

9. Komplikasi

1. Otitis media purulenta bakterialis

Daerah telinga tengah normalnya adalah steril.


Bakteri masuk melalui tube eustacius akibat
kontaminasi sekresi dalam nasofaring.

2. Abses Peritonsiler

Sumber infeksi berasal dari penjalaran


faringitis/tonsilitis akut yang mengalami supurasi,
menembus kapsul tonsil.

3. Glomerulus Akut

Infeksi Streptokokus pada daerah faring masuk ke


peredaran darah, masuk ke ginjal. Proses autoimun
kuman streptokokus yang nefritogen dalam tubuh
meimbulkan bahan autoimun yang merusak
glomerulus.

4. Demam Reumatik

30 | P a g e
Infeksi streptoceal yang awalnya ditandai dengan
luka pada tenggorok akan menyebabkan peradangan
dan pembentukan jaringan parut pada katup-katup
jantung, terutama pada katup mitral dan aorta.

5. Sinusitis

Sinusitis adalah radang sinus yang ada disekitar


hidung dapat berupa sinusitis maksilaris / frontalis.
Sinusitis maksilaris disebabkan oleh komplikasi
peradangan jalan napas bagian atas (salah satunya
faringitis), dibantu oleh adanya faktor predisposisi.
Penyakit ini dapat disebabkan oleh kuman tunggal
dan dapat juga campuran seperti streptokokus,
pneumokokus, hemophilus influenza dan kleb siella
pneumoniae.

6. Meningitis

Infeksi bakteri padadaerah faring yang masuk ke


peredaran darah, kemudian masuk ke meningen
dapat menyebabkan meningitis. Akan tetapi
komplikasi meningitis akibat faringitis jarang terjadi.

31 | P a g e
DAFTAR PUSTAKA

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2005. Pharmaceutical Care


Untuk Penyakit Infeksi Saluran Pernapasan. Direktorat Bina Farmasi
Komunitas dan Klinik. Jakarta

Perhimopunan Dokter Paru Indonesia. 2003. Pneumonia Komuniti.


Pedoman Diagnosis dan Penatalaksaan di Indonesia.
Doenges, M. G. Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3 EGC, Jakarta
2000
Soepardi Efiaty Arsyad, Dkk, 2007, edisi 6, Buku ajar ilmu keperawatan
telingahidung tenggorokan kepala dan leher, Jakarta : Balai
Penerbit FKUI
Pracy R., Dkk., 1989, Pelajaran Ringkas Telinga Hidung Dan Tenggorok,
Jakarta:Gramedia Ilmukeperawatan.com
Ramali, Ahmad dkk, 2003, Kamus Kedokteran Arti dan Keterangan Istilah,
Jakarta:Djambatan

32 | P a g e
Herawati, Sri. 2003. Buku ajar ilmu telinga hidung tenggorokan untuk
mahasiswa fakultas kedokteran gigi. Jakarta: EGC
Smeltzer, Suzanne C. 2001.Buku ajar keperawatan medical-bedah
Brunner & Suddarth. Ed 8. Jakarta: EGC
Soepardi, Efianty Arshad, et. al. 1997. Buku ajar ilmu penyakit TELINGA-
HIDUNG-TENGGOROKAN. Jakarta: FKUI
Mansjoer, Arif. Et al. 2002. Kapita Selekta Kedokteran Jilib 1. Edisi 3.
Jakarta : Media Aesculapius FKUI

33 | P a g e

Anda mungkin juga menyukai