Abstract
Kota Makassar merupakan wilayah pesisir yang berdasarkan sejarah merupakan titik tumbuh
Kota Makassar yang memiliki berbagai kegiatan dan fungsi ruang yang beragam. Penelitian
ini mengidentifikasi karakteristik ruang kawasan pesisir sehingga dihasilkan suatu gambaran
pola atau bentuk ruang pesisir Kota Makassar. Variabel yang dibahas adalah karakteristik
fisik lingkungan, karakteristik permukiman, karakteristik jalan, sempadan pantai, dan jenis
vegetasi. Penelitian dilakukan di sepanjang pesisir Kota Makassar dibagi dalam 5 (lima) sub
kawasan yaitu: Delta Sungai Jeneberang, Pantai Losari, Pelabuhan Makassar, Pelabuhan
Paotere, dan Muara Sungai Tallo. Variabel dianalisis secara deskriptif untuk mengetahui
karakteristik pola ruang dan pengaruh laut terhadap pola ruang sehingga hasil dari
penelitian ini menunjukkan bahwa karakteristik pola ruang ditentukan oleh jenis aktivitas,
peruntukan lahan fisik lingkungan, pola permukiman, pola jalan yang dapat di tunjukkan
dengan skema pola ruang kawasan. Untuk Kawasan pesisir kota Makassar pola ruangan
dapat dibedakan yakni kawasan fungsi lindung (pada Delta Sungai Jeneberang dan Muara
Sungai Tallo) dan kawasan budidaya (Pantai Losari, Pelabuhan Makassar, Pelabuhan
Paotere).
PENDAHULUAN
Kota Makassar merupakan wilayah pesisir yang merupakan titik tumbuh kota Makassar, memiliki areal seluas
175,77 kilometer persegi dengan panjang pesisir mencapai 35,52 km (Perda Makassar 2005-2015), wilayah
pesisir kota Makassar menyediakan sumberdaya alam yang produktif baik sebagai sumber pangan, tambang
mineral dan energi, media komunikasi maupun kawasan rekreasi atau pariwisata. Hal tersebut mempunyai
konsekuensi bagi Pemerintah Kota Makassar dalam mengelola berbagai potensi yang ada khususnya wilayah
pesisir serta mengatasi kendala dan tantangan yang dihadapi.
Kendala di wilayah pesisir antara lain munculnya permukiman kumuh dan penggunaan lahan yang tidak sesuai
dengan rencana yang ada, tantangan yang dihadapi selanjutnya di masa yang akan datang agar dapat menjadikan
wilayah pesisir kota Makassar lebih tertata dengan pengelolaan lingkungan dalam wilayah pesisir sesuai dengan
konsep yang terencana, rasional, bertanggungjawab dengan kemampuan daya dukungnya dengan mengutamakan
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat serta memperhatikan kelestarian fungsi dan keseimbangan lingkungan
kawasan pesisir bagi pembangunan yang berkelanjutan (Sugandhy, 2001).
Lokasi penelitian sepanjang kawasan pesisir dibagi 5 (lima) zona, setiap zona memiliki karakteristik yang
berbeda, yaitu pada zona delta Sungai Jeneberang merupakan daerah pariwisata dan komersil yang kepadatan
penduduk saat ini masih rendah, zona Pantai Losari merupakan daerah perdagangan/jasa dan ruang terbuka
publik, zona Pelabuhan Makassar merupakan daerah pelabuhan dan perdagangan, zona Pelabuhan Paotere
merupakan daerah pelabuhan dan permukiman, zona Sungai Tallo sebagai daerah konservasi dan permukiman.
Pola Ruang
Adalah distribusi peruntukan ruang dalam suatu wilayah yang meliputi peruntukan ruang untuk fungsi lindung
dan peruntukan ruang untuk fungsi budidaya.
Adalah model atau bentuk penggunaan lahan seperti: perladangan, tegalan, hutan penghijauan, perkampungan
dan lain-lain. Secara umum lahan memiliki karakteristik yang membedakan dengan sumberdaya alam yang lain
(Kaiser, Godschalk, and Chapin, 1995) yaitu;
a. Lahan mempunyai sifat tertentu yang berbeda dengan sumberdaya yang lain, meliputi:
- lahan merupakan aset ekonomis, harganya tidak terpengaruh oleh penurunan nilai & waktu.
- jumlah lahan terbatas dan tidak dapat bertambah, kecuali melalui reklamasi.
- lahan secara fisik tidak dapat dipindahkan, sehingga lahan yang luas di suatu daerah merupakan keuntungan
bagi daerah tersebut yang tidak dapat dialihkan dan dimiliki oleh daerah lain.
b. Lahan mempunyai nilai dan harga.
c. Hak atas lahan dapat dimiliki dengan aturan tertentu.
Tata guna (land use) adalah pengaturan penggunaan tanah yang meliputi penggunaan permukaan bumi di daratan
dan penggunaan permukaan bumi di lautan (Jayadinata, 1999). Tata guna lahan kota adalah cermin tata kegiatan
kota, guna lahan memiliki kemungkinan yang besar untuk berubah-ubah baik luas ruang atau fungsi jalan dan
kegiatan seiring dengan sarana dan prasarana penggunaan aktivitas (Warpani, 1990 dalam Noorwahyuni, 2006).
Tanah dalam pengertian lahan adalah tanah yang sudah ada peruntukannya dan umumnya ada pemiliknya
perorangan maupun lembaga (Jayadinata, 1999).
Menurut UU No. 27 tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir &Pulau-pulau Kecil, Wilayah Pesisir adalah
daerah peralihan antara ekosistem darat & laut yang dipengaruhi oleh perubahan di darat & laut. Belum ada
kesepakatan dunia tentang berapa jarak batas wilayah pantai ke laut maupun ke darat, namun setiap negara
memberikan batasan wilayah pesisir sesuai tujuan pengelolaannya. Batas wilayah pantai yang digunakan adalah
batas administrasi daerah, batas wilayah politik negara, bentuk fisik pantai, unit-unit ekologi (arbitrary). Dalam
kesepakatan nasional, wilayah pesisir didefinisikan sebagai wilayah peralihan antara darat dan laut, mencakup
daerah yang masih terkena percikan air laut/pasang surut, ke arah laut meliputi daerah paparan benua. Dalam
proyek perencanaan dan evaluasi sumberdaya kelautan, batas wilayah pantai ke arah laut sesuai dengan peta
Lingkungan Pantai Indonesia (LPI) yang diterbitkan oleh Bakorsurtanal, sedang ke arah darat meliputi batas
administrasi seluruh desa pantai berdasarkan Departemen Dalam Negeri (Dahuri 2000).
Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan KEP.10/MEN/2002 tentang Pedoman Umum Perencanaan
Pengelolaan Pesisir Terpadu, Wilayah Pesisir didefinisikan sebagai wilayah peralihan antara ekosistem darat dan
laut yang saling berinteraksi, ke arah laut 12 mil dari garis pantai untuk propinsi dan sepertiga dari wilayah laut
(kewenangan propinsi) untuk kabupaten/kota dan ke arah darat batas administrasi kabupaten/kota.
Elemen yang menjadi satu kesatuan yang membentuk keseluruhan dari kawasan pantai, antara lain:
1. Pesisir (beach), adalah pantai yang tersusun oleh endapan pasir atau kerikil.
2. Tepian (shore), adalah mintakat diposisi muka air terendah dan posisi muka air tertinggi yang dapat dicapai.
3. Garis Tepi (shore line), adalah garis yang diperoleh dari hasil rata-rata pengukuran pasang surut, garis tepi
merupakan titik ikat nol terhadap ketinggian (altitude) di daratan.
4. Belakang Tepian (back shore), adalah bagian yang tidak dipengaruhi oleh air laut atau terletak antara tebing
pasir (dune) atau tebing laut (sea cliff) dengan muka tepian.
5. Lepas Pantai (off shore), adalah mintakat terhitung mulai dari posisi air surut terendah hingga laut lepas.
METODE PENELITIAN
Lokasi penelitian sepanjang kawasan pesisir Kota Makassar mulai dari muara Sungai Jenebarang sampai muara
Sungai Tallo dengan panjang pesisir 35,52 km (Perda Makassar 2005-2015). Kawasan penelitian di bagi 5 (lima)
zona yaitu: 1). Zona delta Sungai Jeneberang; 2). Zona Pantai Losari; 3). Zona Pelabuhan Makassar; 4). Zona
Pelabuhan Paotere; 5). Zona Muara Sungai Tallo.
Metode penelitian adalah penelitian deskriptif yang menggambarkan pola ruang tepian air Kota Makassar.
Penelitian ini membahas: 1). Karakteristik fisik lingkungan berupa: topografi kawasan; 2). Karakteristik
permukiman berupa: pola permukiman, orientasi bangunan, koefisien dasar bangunan (KDB), koefisien lantai
bangunan (KLB), dan jenis bangunan; 3) Prasarana jalan berupa: pola jalan dan kondisi jalan; 4). Sempadan
pantai; 5). Jenis Vegetasi yang ada pada kawasan penelitian; 6). Pengaruh eksistensi laut/pesisir terhadap pola
ruang di sekitar kawasan pesisir Kota Makassar berupa: pola permukiman dan pola Land use.
Teknik analisis yang digunakan: 1). Analisis deskriptif-kualitatif; 2). Analisis standar tentang peraturan
pembangunan wilayah pesisir; 3). Analisis Kuantitatif; 4). Analisis Figure Ground.
Pelabuhan Makassar mempunyai panjang dermaga 2.500 m dengan kedalaman 18 m, dilengkapi fasilitas seperti
gedung perkantoran luas 2.171 m2.. Ruang tunggu penumpang, pergudangan luas 4000 m2 berkapasitas 1.600
orang. Pelabuhan Makassar dapat dicapai melalui jalan utama yakni jalan Nusantara yang dibedakan atas dua
yaitu jalan Nusantara lebar 8 m dan Jalan Nusantara Baru dengan lebar 12 m terdiri dari 2 ruas jalan (Gambar 4).
Kawasan Muara
Pantai Pelabuhan Pelabuhan Muara
Delta Sungai
Pola Losari Makassar Paotere Sungai Tallo
Jeneberang
Gambar
Kawasan Muara
Pantai Pelabuhan Pelabuhan Muara
Delta Sungai
Pola Losari Makassar Paotere Sungai Tallo
Jeneberang
Bambu, ketapang
Kelapa, pisang, Palem, kelapa, Beringin dan
Jenis Vegetasi gelondongan, mangrove
palem tanaman hias rumput
palem
Peta Land Use dan Pola Permukiman Sub Kawasan Delta Sungai Jeneberang
Peta Land Use dan Pola Permukiman Sub Kawasan Pantai Losari
Peta Land Use dan Pola Permukiman Sub Kawasan Pelabuhan Makassar
SIMPULAN
Pola ruang merupakan distribusi peruntukan ruang dalam suatu wilayah yang meliputi peruntukan ruang untuk
fungsi lindung dan peruntukan ruang untuk fungsi budidaya.
a. Peruntukan ruang di Kawasan Delta Sungai Jeneberang difungsikan sebagai kawasan budidaya dan kawasan
lindung. Untuk fungsi budidaya berada di pesisir pantai berupa ruang terbuka publik & permukiman. Untuk
fungsi lindung pada Benteng Sombaopu berupa kawasan bersejarah. Pola permukiman terpencar & tidak
teratur, KDB 90%-100%, KLB 0,6-3, pola jalan linear, sempadan pantai untuk ruang terbuka publik.
b. Peruntukan ruang di Kawasan Pantai Losari difungsikan sebagai kawasan budidaya. Pada pesisir pantai untuk
ruang terbuka publik berupa anjungan dan perdagangan/jasa berupa rumah makan, hotel, salon, ruko, dll. Pola
permukiman linear mengikuti pantai dan jalan, KDB 90%-100%, pola jalan grid.
c. Peruntukan ruang di Kawasan Pelabuhan Makassar difungsikan sebagai kawasan budidaya. Terdapat dermaga
yang dilengkapi ruang terbuka berupa tempat parkir, perdagangan/jasa berupa ruko, travel, penginapan/hotel,
rumah makan, dll. Pola permukiman terpusat teratur, orientasi bangunan ke jalan, KDB 90%-100%, pola jalan
grid, sempadan pantai difungsikan untuk dermaga.
d. Peruntukan ruang di Kawasan Pelabuhan Paotere difungsikan kawasan budidaya. Terdapat dermaga
dilengkapi ruang terbuka berupa tempat parkir, permukiman nelayan, perdagangan/jasa berupa ruko,
pelelangan ikan, penginapan/hotel, rumah makan, dll. Pola permukiman linear terpusat, pola permukiman di
atas air tidak teratur, orientasi ke laut, KDB 100%, kepadatan penduduk tinggi, pola jalan tidak teratur.
e. Peruntukan ruang di Kawasan muara Sungai Tallo difungsikan sbg kawasan budidaya dan kawasan lindung.
Fungsi lindung di muara Sungai Tallo berupa kawasan konservasi hutan mangrove, dan kawasan bersejarah
berupa makan Raja Tallo. Fungsi budidaya berupa permukiman & perindustrian. Pola permukiman terpusat
tidak teratur, KDB 90%-100%, pola jalan tidak teratur, sempadan pantai untuk permukiman.
DAFTAR PUSTAKA
Adisasmita, R. 2005. Pembangunan Ekonomi Perkotaan. Graha Ilmu, Yogyakarta.
Djayadinata, J.T. 1999. Tata Guna Tanah dalam Perencanaan Pedesaan Perkotaan dan Wilayah, Edisi Ketiga.
ITB Bandung.
Hadi Sabari Yunus, 1999. Struktur Tata Ruang Kota. Pustaka Pelajar, Yogyakarta.
Harwijaya, M. & P.B Triton, 2007. Pedoman Penulisan Ilmiah Proposal dan Penelitian, Teguh Publisher.
Sevilla,Consuelo G et. al .1993. Pengantar Metode Penelitian. Universitas Indonesia, Jakarta.
Hasni, 2008. Hukum Penataan Ruang dan Penatagunaan Tanah dalam konteks UUPA-UUPR-UUPLH Jakarta.
Dahuri Rokhiman. 2001. Pengelolaan Sumber Daya Pesisir dan Lautan Secara Terpadu. Pradnya Paramita.
Undang-Undang No. 27 Tahun 2007 Tentang Kawasan Pesisir.