Anda di halaman 1dari 30

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1. Tinjauan Pustaka

Penelitian mengenai ZoSS mengkaji kinerja ruas jalan, kecepatan kendaraan,


perilaku penyeberang jalan dan pengantar. Begitupun halnya dengan penelitian ini
menganalisis efektifitas kinerja ZoSS di Kabupaten Klaten dan Kabupaten Boyolali
dimana ZoSS tersebut berada pada fungsi jalan arteri sekunder mengacu pada
peraturan Direktorat Jenderal Perhubungan Darat Republik Indonesia. Penelitian
ini didasarkan pada SK 3236/AJ 403/DRJD/2006 tentang uji coba penerapan ZoSS
di 11 kota di Pulau Jawa. (Peraturan Ditjen HubDat, 2006)

Ismono Kusmaryono, dkk. (2010) melakukan penelitian mengenai persepsi para


pengguna fasilitas ZoSS. Penelitian yang dilakukan bertujuan mengevaluasi
efektivitas Zona Selamat Sekolah berdasarkan penggunanya, yaitu siswa, guru,
orang tua, dan pengantar atau pelaku perjalanan di sekitar sekolah. Metode
penelitian yang digunakan adalah wawancara kepada para pengguna Zona Selamat
Sekolah. Hasil dari penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa sebagian besar
siswa dari sekolah yang sudah disediakan atau dilengkapi fasilitas ZoSS masih
belum mengenal metode menyeberang Empat T, sebagian besar arti rambu
rambu yang dipasang tidak dipahami oleh pengguna fasilitas ZoSS, dan secara
umum efektivitas ZoSS menurut guru dan pengantar masih belum optimal.

Penelitian mengenai analisis tingkat evaluasi kinerja pada ZoSS juga dilakukan
oleh Titi Kurniati, dkk. (2010). Tujuan dari penelitian yang dilakukan adalah
mengevaluasi pelaksanaan ZoSS dimana untuk kota Padang diberlakukan tanpa ada
uji coba program atau studi awal. Metode penelitian yang digunakan mengacu pada
Peraturan No: SK 3236/AJ 403/DRJD/2006 tentang UJI COBA PENERAPAN
ZONA SELAMAT SEKOLAH. Analisa data dilakukan dengan statistik distribusi

6
normal (uji Z), dengan membandingkan nilai Zhitung dengan nilai Ztabel dengan
tingkat kesalahan 5% untuk kecepatan kendaraan, perilaku penyeberang, dan
perilaku pengantar. Hasil dari penelitian didapatkan bahwa program ZoSS di kota
Padang belum berjalan sesuai perencanaan. Hal itu tampak dari uji perilaku
penyeberang jalan dan pengantar serta uji kecepatan kendaraan di lokasi penelitian
menunjukkan siswa sekolah belum selamat meskipun ada ZoSS, kecuali ada
bantuan dari petugas polisi.

Jackrois Antros Sustrial Jon (2013) melakukan penelitian mengenai analisis tingkat
keselamatan pada ZoSS di Yogyakarta. Tujuan penelitian yang dilakukan adalah
mengevaluasi perilaku pemakai jalan dan kondisi arus lalu lintas pada daerah Zona
Selamat Sekolah dan mengetahui efektivitas tingkat pelayanan ZoSS serta
merekomendasikan fasilitas pejalan kaki yang sesuai. Metode penelitian yang
digunakan mengacu pada Peraturan No: SK 3236/AJ 403/DRJD/2006 tentang Uji
Coba Penerapan Zona Selamat Sekolah dan Direktorat Jenderal Bina Marga (1999)
tentang Pedoman Perencanaan Jalur Pejalan Kaki Pada Jalan Umum. Analisa data
dilakukan dengan statistik distribusi normal (uji Z), dengan membandingkan nilai
Zhitung dengan nilai Ztabel dengan tingkat kesalahan 5% untuk kecepatan kendaraan,
perilaku penyeberang, dan perilaku pengantar. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa tingkat pelayanan Zona Selamat Sekolah belum aman bagi siswa atau kinerja
ZoSS belum efektif. Fasilitas pejalan kaki yang direkomendasikan yaitu pelikan
dengan lapak tunggu di SD Kanisius Kalasan, SD N Sorogenen, dan SD N
Demakijo 1, sedangkan untuk SD N Percobaan 3, SD N Samirono 1, dan SMP N 1
pakem direkomendasikan pelican.

Angga Eka Perwira Putra (2013) melakukan penelitian mengenai kajian fasilitas
penyeberangan sekolah dengan menerapkan ZoSS studi kasus jalan raya bogor km
31 31,5 (SDN 1, SDN 3 Cisalak dan Sekolah Permata Bunda Cimanggis). Tujuan
penelitian yang dilakukan adalah mengkaji fasilitas penyeberangan dan penerapan
zona selamat sekolah dengan kondisi 2 sekolah yang berdekatan dan satu sekolah
lagi berjarak 200 m serta mengkaji aspek rambu rambu di area sekitar agar
meningkatkan keamanan dan kenyamanan bagi pengguna jalan. Metode penelitian

7
yang digunakan adalah dengan survei lokasi tinjauan ZoSS menggunakan alat
rekaman berupa kamera video untuk mendapatkan data primer dan wawancara
terhapa pihak pihak yang terlibat sebagai data sekunder. Hasil penelitian tingkat
layan ruas jalan tersebut dikategorikan dengan tingkat layan D yaitu arus mendekati
tidak stabil, kecepatan masih dapat dikendalikan, V/C masih dapat ditolerir dan
analisis kecepatan kendaraan, perilaku penyeberang serta perilaku pengantar
didapat Zhit < Ztabel yang artinya kinerja ZoSS belum berkeselamatan.

Nadra Mutiara Sari (2015) melakukan penelitian tinjauan kecepatan kendaraan


pada wilayah zona selamat sekolah (ZoSS) di kota Padang. Tujuan dari penelitian
tersebut adalah mengetahui kecepatan rata-rata kendaraan dan menentukan tingkat
pelanggaran kendaraan yang melintasi ZoSS. Metode penelitian yang digunakan
mengacu pada Peraturan No: SK 3236/AJ 403/DRJD/2006. Hasil yang didapat dari
penelitian ini adalah kecepatan kendaraan yang melewati wilayah ZoSS tidak sesuai
dengan kecepatan izin yaitu 33 km/jam dengan persentase rata-rata maksimum
tingkat pelanggaran pada wilayah ZoSS yaitu 96,5% pelanggaran, sedangkan
kecepatan rata-rata pada wilayah yang tidak memiliki ZoSS adalah 29 km/jam. Hal
tersebut menunjukkan bahwa pengguna kendaraan tidak peduli dengan adanya
wilayah ZoSS.

Yang membedakan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya antara lain adalah
lokasi penelitian yang terdapat di ZoSS SMP N 2 Boyolali dan SMP N 2 Klaten,
fungsi jalan kedua lokasi yaitu arteri sekunder, tingkat kepercayaan 95 % atau
persen kelonggaran ketidaktelitian pada sampel 5% dan terdapat tambahan
variabel persepsi pengguna fasilitas ZoSS terhadap kinerja ZoSS.

8
2.2. Dasar Teori

2.2.1 ZoSS ( Zona Selamat Sekolah)


Pada sub bab ini akan menjelaskan deifnisi atau pengertian ZoSS dari berbagai
sumber, evaluasi kinerja ZoSS, tipe - tipe ZoSS, fasilitas yang terdapat di ZoSS,
dan prosedur pengadaan ZoSS.
2.2.1.1 Pengertian
Beberapa definisi ZoSS dari beberapa sumber diantaranya adalah sebagai berikut:
1. ZoSS adalah zona kecepatan berbasis waktu untuk mengatur kecepatan
kendaraan di sekitar lingkungan sekolah. (Peraturan Ditjen HubDat, 2006).
2. Menurut I Wayan Suweda (2009), ZoSS adalah zona untuk ruas jalan pada
lingkungan sekolah dengan kecepatan yang berbasis waktu untuk mengatur
kecepatan kendaraan di lingkungan sekolah dasar.
3. Menurut Ipak Neneng Mardiah Bukit (2014), ZoSS merupakan suatu sistem
manajemen transportasi yang mengatur pergerakan lalu lintas menjadi lebih
tertib dengan mengurangi kecepatan kendaraan yang melewati sekolah.
4. Menurut Nurul Hidayati (2012), ZoSS adalah zona kontrol kecepatan
berbasis waktu yang terdiri dari marka jalan, rambu lalu lintas, sinyal lalu
lintas opsional dan pita pengaduh.
Pada dasarnya semua sekolah berhak untuk menerapkan program ZoSS ini, namun
dalam pelaksanaannya perlu ditentukan prioritas sekolah mana yang harus
didahulukan antara lain :
a. Sekolah dengan situasi lalu lintas di sekitarnya yang membahayakan murid,
seperti volume lalu lintas tinggi serta kecepatan arus lalu lintas tinggi.

b. Sekolah dengan situasi kemacetan lalu lintas yang tinggi yang menyulitkan
anak untuk menyeberang, berjalan kaki, bersepeda maupun menjangkau
angkutan umum.

c. Sekolah yang sangat antusias dan didukung pihak swasta, masyarakat, dan
pemerintah untuk menjalankan program ZoSS.

9
2.2.1.2 Tipe ZoSS

Tipe jalan adalah tipe jalan yang menentukan jumlah lajur dan arah dalam satu
segmen jalan (Ditjen HubDat, 2006), meliputi :

- 2 lajur 1 arah (2/1)

- 2 lajur 2 arah tak terbagi (2/2UD)

- 4 lajur 2 arah tak terbagi (4/2UD)

- 4 lajur 2 arah terbagi (4/2D)

- 6 lajur 2 arah terbagi (6/2D)

Tipe ZoSS ditentukan berdasarkan tipe jalan, jumlah lajur, kecepatan rencana jalan,
dan jarak pandangan henti yang diperlukan. Berdasarkan tipe ZoSS dapat
ditentukan batas kecepatan ZoSS dan perlengkapan jalan yang dibutuhkan. Apabila
terdapat lebih dari 1 (satu) sekolah yang berdekatan (jarak < 80 meter) maka ZoSS
dapat digabungkan sesuai dengan kriteria panjang yang diperlukan.

Menurut Peraturan Dirjen HubDat No : 3236/AJ/403/DRJD/2006 bahwa kebutuhan


perlengkapan jalan berdasarkan ZoSS dapat dilihat pada Tabel 2.1.

10
Tabel 2.1 Kebutuhan Perlengkapan Jalan Berdasarkan ZoSS
Tipe Jalan Jarak Batas
Pandangan Kecepatan Batas Panjang
Henti (meter) Rencana Tipe ZoSS Kebutuhan Minimum Kebutuhan Tambahan
Kecepatan ZoSS(meter)
(km/jam) ZoSS
(km/jam)
Marka zoss, zebra cross, rambu-rambu lalu Pita pengaduh, APILL pelikan, APILL
lintas, marka jalan zigzag warna kuning, berkedip
50 - 85 >40, 60 25 2UD 25 150 pemandu penyeberang.
2 lajur tak
terbagi (2/2
UD) Marka zoss, zebra cross, rambu-rambu lalu Marka jalan zigzag warna kuning, pita
35 - 50 30 40 20 2UD 20 80 lintas, pemandu penyeberang. pengaduh, APILL pelikan,
Marka zoss, zebra cross, rambu-rambu lalu APILL pelikan, APILL berkedip
lintas, marka jalan zigzag warna kuning, pita
50 - 85 >40, 60 25 4UD 25 150
pengaduh, pemandu penyeberang
4 lajur tak
terbagi (4/2
Marka zoss, zebra cross, rambu-rambu lalu Pita pengaduh, APILL pelikan, APILL
UD)
lintas, marka jalan zigzag warna kuning, berkedip
35 - 50 30 40 20 4UD 20 80 pemandu penyeberang.
Marka zoss, zebra cross, rambu-rambu lalu APILL berkedip
lintas, marka jalan zigzag warna kuning, pita
50 - 85 >40, 60 25 4D 25 150
pengaduh, APILL pelikan, pemandu
penyeberang
4 lajur terbagi
(4/2 D)
Marka zoss, zebra cross, rambu-rambu lalu APILL pelikan, APILL berkedip
lintas, marka jalan zigzag warna kuning, pita
35 - 50 30 40 20 4D 20 80 pengaduh, pemandu penyeberang
>4 lajur dan/atau kecepatan >60 km/jam Perlu penyeberangan tidak sebidang
Sumber:Ditjen Hubdat,2006

11
2.2.1.3 Waktu Operasi ZoSS
Waktu operasi ZoSS direkomendasikan 2 jam di pagi hari dan 2 jam di siang hari,
antara pukul 6.00-8.00 pagi dan 12.00-14.00 di siang hari pada hari sekolah atau
dilaksanakan selama jam sekolah berlangsung, kecuali hari libur. Waktu operasi
ini dapat disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing sekolah.
Perpanjangan waktu operasi ZoSS dimungkinkan terjadi apabila terdapat jumlah
murid yang signifikan yang menyeberang jalan secara teratur sepanjang hari.
Waktu operasi ZoSS dinyatakan dengan papan tambahan pada rambu rambu lalu
lintas.

2.2.1.4 Fasilitas Perlengkapan Jalan Pada ZoSS


Fasilitas yang terdapat pada ZoSS adalah :

1. Marka yang berbunyi ZONA SELAMAT SEKOLAH adalah marka berupa


kata kata sebagai pelengkap rambu batas kecepatan ZoSS. Aturan marka
tulisan ZONA SELAMAT SEKOLAH dapat disajikan pada Gambar 2.1.

150 cm
60 cm

100 cm
15 cm
150 cm
510 cm
100 cm

150 cm

Sumber : Ditjen Hubdat, 2006

Gambar 2.1 Ukuran Huruf Zona Selamat Sekolah

2. Marka TENGOK KANAN - KIRI adalah marka berupa kata kata pada tepi
zebra cross yang dimaksudkan agar penyeberang khususnya penyeberang
anak anak memperhatikan arah datangnya kendaraan sebelum
menyeberang. Aturan mengenai marka TENGOK KANAN KIRI dapat
ditampilkan pada Gambar 2.2.

12
Sumber : Ditjen Hubdat,2006

Gambar 2.2 Ukuran Huruf Tengok Kanan dan Kiri

3. Tanda permukaan jalan larangan untuk parkir (marka zig - zag warna
kuning ) yang dipasang sepanjang sisi ZoSS. Penampakan marka zig zag
warna kuning dapat dilihat pada Gambar 2.3.

Sumber : Ditjen Hubdat, 2006

Gambar 2.3 Marka Jalan Zig Zag Warna Kuning Pada ZoSS

4. Pita penggaduh, dapat dipasang untuk meningkatkan kewaspadaan. Sesuai


Lampiran 7 KM 3 Tahun 1994 tentang Alat Pengendali dan Pengaman
Pemakai Jalan, pita penggaduh dipasang pada jarak 50 meter dari awal
ZoSS dengan ketinggian 1 (satu) centimeter. Aturan mengenai pita
penggaduh pada ZoSS disajikan pada Gambar 2.4.

13
50 cm

5,4 cm

7,4 cm

Sumber : Ditjen Hubdat, 2006

Gambar 2.4 Pita Pengaduh Pada ZoSS

5. Rambu rambu lalulintas, sebagai pelengkap dan untuk membantu dalam


petunjuk jalan. Rambu rambu lalulintas pada ZoSS dijelaskan pada
Gambar 2.5.

Sumber : Ditjen Hubdat, 2006


Gambar 2.5 Rambu-rambu lalu lintas pada ZoSS

14
2.2.2. Pejalan Kaki
Definisi pejalan kaki menurut beberapa pendapat :
1. Direktorat Jenderal Perhubungan Darat (1999), menyatakan bahwa pejalan
kaki merupakan salah satu bentuk transportasi yang penting di daerah
perkotaan.
2. Keputusan Direktur Jendral Perhubungan Darat SK.43/AJ 007/DRJD/97
(Ditjen Hubdat, 2006) menyatakan Pejalan kaki adalah orang yang
melakukan kegiatan berjalan kaki dan merupakan salah satu unsur
pengguna jalan.
3. Menurut Peraturan Pemerintah No 43 (1993) bahwa Pejalan kaki harus
berjalan pada bagian jalan yang telah diperuntukan baginya, atau pada
bagian jalan yang paling kiri apabila tidak terdapat bagian jalan yang
diperuntukan bagi pejalan kaki.
4. Menurut Angga Eka Perwira P (2013), menyatakan pejalan kaki adalah
istilah dalam transportasi yang digunakan untuk menjelaskan orang yang
berjalan di lintasan pejalan kaki baik di pinggir jalan, trotoar, lintasan
khusus bagi pejalan kaki ataupun menyeberang jalan.
Menurut Direktorat Jenderal Perhubungan Darat (1999) pejalan kaki terdiri dari:
a. Mereka yang keluar dari tempat parkir mobil menuju ke tempat tujuan
b. Mereka yang menuju atau turun dari angkutan umum sebagian besar masih
memerlukan kegiatan berjalan kaki
c. Mereka yang melakukan perjalanan kurang dari 1 kilometer, sebagian
besar dilakukan dengan berjalan kaki

2.2.2.1 Keragaman Pejalan Kaki


Keragaman pejalan kaki dibagi menjadi 3 dengan kondisi fisik yang mendapat
perhatian khusus (Dewar R, 1992), yaitu :
a. Penyeberang yang cacat fisik
Adalah pengguna jalan/penyeberang yang mempunyai keterbatasan fisik,
oleh karena itu perlu diberikan fasilitas khusus.
b. Penyeberang anak-anak
Adalah penyeberang pada usia anak-anak (0-12 tahun) yang sering terjadi
kecelakaan dibanding dengan golongan lainnya.

15
c. Penyeberang usia lanjut
Penyeberang usia lanjut lebih cenderung mengalami kecelakaan daripada
usia yang lainnya disebabkan oleh penurunan kemampuan fisik dan
membutuhkan waktu yang lebih lama untuk menyeberang ( karena faktor
usia).
2.2.2.2 Hak Pejalan Kaki
Di dalam undang - undang, pejalan kaki juga mempunyai hak karena mereka
mempunyai perlindungan melalui Undang Undang Nomor 22 tahun 2009 tentang
Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Pada pasal 131 berbunyi Pejalan Kaki berhak
atas ketersediaan fasilitas pendukung yang berupa trotoar, tempat penyeberangan,
dan fasilitas lain. Pejalan Kaki berhak mendapatkan prioritas pada saat
menyeberang jalan di penyeberangan.
Pejalan kaki mempunyai hak istimewa sehingga kecelakaan lalu lintas yang
menyebabkan hilangnya nyawa pejalan kaki itu harus dikurangi. Perlu adanya
fasilitas yang mengutamakan keselamatan dan keamanan untuk para pejalan kaki
sehingga mereka dapat terhindar dari kasus kecelakaan lalu lintas.

2.2.2.3 Karakteristik Pejalan Kaki


Penyeberang jalan dan pengguna fasilitas ZoSS adalah pejalan kaki yang memiliki
hak untuk diberikan kebebasan dalam menggunakan fasilitas jalan. Pejalan kaki
mempunyai karakteristik masing masing jika dibedakan menurut umurnya.
Karakteristik pejalan kaki setiap orang berbeda beda. Menurut AASHTO (2004)
karakteristik pejalan kaki dapat dikelompokkan berdasarkan umur. Tabel 2.2
menunjukkan tentang karakteristik pejalan kaki berdasarkan umur yang dimulai
dengan umur 0 4 tahun sampai 65 tahun keatas.

16
Tabel 2.2 Karakteristik Pejalan Kaki Berdasarkan Umur
Usia Karakteristik
(Tahun)

0-4 Belajar untuk berjalan, membutuhkan pengawasan dari orang dewasa, mengembangkan
kemampuan melihat dan kemampuan persepsi.

5-8 Meningkatnya kemandirian, namun masih membutuhkan pengawasan, kurang dalam


menterjemahkan suatu persepsi.
9-12 Rentan terhadap persimpangan karena sering berlari secara tiba-tiba/ tergesa-gesa,
pengambilan keputusan yang gegabah.
14-18 Meningkatnya kesadaran tentang lingkungan lalu lintas, pengambilan keputusan yang
cenderung gegabah.
19-40 Aktif, sangat berhati-hati terhadap lalu lintas.

41-65 Menurunnya kemampuan refleks.

65+ Kesulitan jika menyeberang jalan, penglihatan yang kurang baik, sulit mendengar kendaraan
yang mendekat dari belakang, mempunyai tingkat kematian yang tinggi jika tertabrak atau
terjadi kecelakaan.

Sumber : AASHTO, 2004

2.2.3. Jalan

Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan,
termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu
lintas, yang berada pada permukaan tanah, di atas permukaan tanah, di bawah
permukaan tanah dan/atau air, serta di atas permukaan air, kecuali jalan kereta api,
jalan lori dan jalan kabel (Ditjen Hubdat, 2007).
Menurut Sukirman (1999), jalan berdasarkan fungsinya dapat dibedakan menjadi
3 yaitu :
1. Jalan arteri, adalah jalan yang melayani angkutan utama dengan ciri-ciri
perjalanan jarak jauh, kecepatan rata-rata tinggi dan jumlah jalan masuk
dibatasi secara efisien.
2. Jalan kolektor, adalah jalan yang melayani angkutan pengumpul
(pembagian) dengan cirri-ciri perjalanan jarak sedang, kecepatan rata-rata
sedang, dan jumlah jalan masuk dibatasi.

17
3. Jalan lokal, adalah jalan yang melayani angkutan setempat dengan ciri-ciri
perjalanan dekat, kecepatan rata-rata rendah dan jumlah jalan masuk tidak
dibatasi.
Jalan mempunyai suatu sistem jaringan yang mengikat dan menghubungkan
ppusat-pusat pertumbuhan wilayah yang berbeda dalam pengaruh pelayanan
(Arief Rudianto, 2003). Menurut peranan pelayanan jasa dsitribusi, sistem jaringan
jalan terdiri dari :
1. Sistem jaringan jalan primer adalah sistem jaringan jalan dengan peranan
pelayanan jasa distribusi untuk pengembangan semua wilayah ditingkat
nasional dengan semua simpul jasa distribusi yang kemudian berwujud
moda.
2. Sistem jaringan jalan sekunder adalah system jaringan jalan dengan
peranan pelayanan jasa distribusi untuk masyarakat di dalam kota.

2.2.4. Karakteristik Lalu Lintas

Dalam perencanaan dan operasional sistem angkutan, karakteristik lalu lintas akan
selalu mencerminkan sifat aliran kendaraan dan penumpang secara kualitatif dan
kuantitatif. Karakteristik itu timbul karena adanya interaksi antara pengemudi
kendaraan dan semua fasilitas dan pelayanan lalu lintas yang muncul. Ada 2
parameter yang ada pada karakteristik lalu lintas yaitu parameter volume lalu lintas
dan parameter kecepatan kendaraan.

2.2.4.1 Volume Lalu Lintas

Volume lalu lintas adalah jumlah yang lewat pada suatu titik pengamatan atau
pada suatu ruas jalan selama periode atau waktu teretentu. Jumlah gerakan yang
dihitung dapat meliputi hanya tiap macam masa lalu lintas saja, seperti pejalan
kaki, mobil, bus atau kelompok campuran moda. Volume lalu lintas adalah satuan
pengukur jumlah arus lalu lintas yang ditunjukkan oleh umlah kendaraan yang
melewati suatu titik pengamatan dalam satu satuan waktu baik dalam hari, jam,
dan menit (Sukirman,1999). Sedangkan yang dimaksud dengan volume lalu lintas
adalah jumlah lalu lintas yang melewati satu titik atau tampang melintang jalan
dalam satu satuan waktu tertentu, yang diukur dan dinyatakan dalam satuan
kendaraan per satuan waktu. (R.A Bukhari, dkk 1997)

18
Untuk mengetahui kinerja ruas jalan yang ditinjau maka perlu adanya analisis
volume lalu lintas dan analisis kapasaitas jalan. Jenis kendaraan (smp) yang
melintasi ZoSS dikelompokkan menjadi :
a. Sepeda Motor
b. Kendaraan ringan : sedan, jeep, kijang, minibus, angkot dan
pick up
c. Kendaraan berat : bus besar/ standar, truk besar, truk sedang

Cara menentukan volume lalu lintas dengan menghitung secara langsung pada
jalan yang bersangkutan jumlah kendaraan atau arus yang lewat dengan batasan
waktu tertentu dan komposisi lalu lintas yang bervariasi. Tiap tiap kendaraan di
konversikan ke dalam satuan mobil penumpang / SMP (MKJI, 1997).
Survey arus lalu lintas bertujuan untuk mencatat setiap kendaraan yang lewat
(melewati suatu garis tertentu) sehingga diperoleh informasi mengenai
(Malkamah, 1994) :
1. Volume lalu litas tiap pergerakan.
2. Faktor untuk memprediksi volume lalu lintas di masa datang.
3. Pola arus lalu lintas.
4. Komposisi kendaraan dalam lalu lintas.

Pada umumnya volume lalu lintas dinyatakan dalam kendaraan / jam atau smp /
jam. Satuan untuk Emp pada masing masing tipe jalan dan arus lalu lintas dua
arah disajikan pada Tabel 2.3.
Tabel 2.3 Emp untuk jalan 2/2 UD dan 4/2 UD
Emp
Arus lalu lintas total dua
Tipe jalan: MC
arah
jalan tak terbagi HV Lebar jalur lalu lintas Wc (m)
(kend/jam)
<6 >6
Dua-lajur tak terbagi (2/2 0 1,3 0,5 0,40
UD) > 1800 1,2 0,35 0,25
Empat-lajur tak terbagi 0 1,3 0,40
(4/2 UD) > 3700 1,2 0,25
Sumber :MKJI (1997)

19
keterangan :

emp = Ekivalensi mobil penumpang

HV = Kendaraan berat ; MC = Sepeda motor

2.2.4.2 Kecepatan Lalu Lintas

Kecepatan adalah waktu yang dibutuhkan kendaraan untuk melalui suatu jalur
tertentu yang sering diukur dalam satuan jarak per satuan waktu yang dinyatakan
dalam kilometer per jam (km/jam). T.K Sendow, dkk (2013), kecepatan adalah rata
rata jarak yang dapat ditempuh suatu kendaraan pada suatu ruas jalan dalam satu
satuan waktu. Kecepatan merupakan hal pokok dalam lalu lintas karena merupakan
unsur utama dalam suatu perencanaan rekayasa lalu lintas. Besarnya kecepatan
berkaitan dengan jarak dan waktu untuk berpindah dari tempat satu ke tempat
lainnya. Selain itu hal hal yang mempengaruhi kecepatan lalu lintas adalah
kepadatan lalu lintas, kenyamanan dan murah atau mahalnya biaya selama
perjalanan.
Kecepatan dapat dirumuskan sebagai berikut :
V= s/t (2.1)
Dengan,
V adalah Kecepatan kendaraan (km/jam)
S adalah Jarak yang dialami masing masing kendaraan (km)
T adalah waktu yang diperlukan untuk menempuh dari masing masing
kendaraan (jam)
Kecepatan merupakan salah satu parameter arus lalu lintas, dalam hal ini
dibedakan menjadi :
a. Kecepatan rata-rata waktu (Time Mean Speed) yaitu rata-rata dari
kecepatan kendaraan yang melalui salah satu titik pada jalan dalam suatu
interval waktu tertentu.
b. Kecepatan rata-rata ruang (Space Mean Speed) yaitu kecepatan rata-rata
kendaraan yang didapat dengan membagi jumlah jarak yang ditempuh
dengan jumlah waktu yang dibutuhkan.
c. Spot speed yaitu kecepatan yang diukur pada saat kendaraan melintas suatu
titik dijalan.

20
2.2.4.3 Kapasitas Jalan

MKJI (1997) kapasitas di definikan sebagai arus maksimum melalui suatu titik di
jalan yang dapat dipertahankan per satuan jam pada kondisi tertentu. Untuk jalan
dua lajur dua arah, kapasitas ditentukan untuk arus dua arah, tetapi untuk jalan
dengan banyak lajur, arus dipisahkan per arah dan kapasitas ditentukan per lajur.
Dari sumber MKJI 1997, tentang Kapasitas Dasar Jalan Perkotaan disajikan pada
tabel 2.4 berikut :
Tabel 2.4 Kapasitas Dasar Jalan Perkotaan
Tipe jalan Kapasitas Dasar Catatan
(smp/jam)

Empat lajur terbagi atau 1650 Per lajur


jalan satu arah

Empat lajur tak terbagi 1500 Per lajur


Dua lajur tak terbagi 2900 Total dua arah

Sumber : MKJI (1997)

Untuk rumus yang digunakan guna menentukan besarnya kapasitas pelayanan


jalan berdasarkan MKJI 1997 adalah sebagai berikut :
C = Co x FCw x FCsp x FCsf x FCcs smp/jam........(2.2)
Dimana, C = Kapasitas jalan (smp/jam/arah)
Co = Kapasitas dasar (smp/jam)
FCw = Faktor penyesuaian lebar jalur lalu lintas
FCsp = Faktor penyesuain pemisah arah
FCsf = Faktor penyesuaian hambatan samping
FCcs = Faktor penyesuaian ukuran kota
Kapasitas dasar (Co) menurut pedoman MKJI (1997) disajikan pada Tabel 2.5.

Tabel 2.5 Kapasitas Dasar (CO)


Tipe Jalan Kapasitas Dasar (smp/jam) Catatan
Empat-lajur terbagi atau
1650 Per lajur
jalan satu-arah
Empat-lajur tak-terbagi 1500 Per lajur
Dua-lajur tak-terbagi 2900 Total kedua arah
Sumber: MKJI, 1997

21
Faktor penyesuaian akibat Lebar Jalur Lalulintas (Fcw) disajikan pada Tabel 2.6.

Tabel 2.6 Faktor Penyesuaian akibat Lebar Jalur Lalu Lintas (FCW)
Tipe jalan Lebar efektif jalur lalu lintas (m) FCW
Empat-lajur terbagi Per lajur
atau jalan satu-arah 3,00 0,92
3,25 0,96
3,50 1,00
3,75 1,04
4,00 1,08
Empat-lajur tak-terbagi Per lajur
3,00 0,91
3,25 0,95
3,50 1,00
3,75 1,05
4,00 1,09
Dua-lajur tak-terbagi Total dua arah
5 0,56
6 0,87
7 1,00
8 1,14
9 1,25
10 1,29
11 1,34
Sumber: MKJI, 1997

Faktor penyesuaian akibat pemisah arah (FCsp) disajikan pada Tabel 2.7.

Tabel 2.7 Faktor Penyesuaian akibat Pemisah Arah (FCSP)


Pemisahan arah SP %-% 50-50 55-45 60-40 65-35 70-30
FCSP Dua lajur 2/2 1,00 0,97 0,94 0,91 0,88
Empat lajur 1,00 0,985 0,97 0,955 0,94
4/2
Sumber: MKJI, 1997

22
Faktor penyesuaian akibat hambatan samping (FCsf) jalan dengan kerb dan jalan
dengan bahu disajikan pada Tabel 2.8 dan Tabel 2.9.

Tabel 2.8 Faktor Penyesuaian akibat Hambatan Samping (FCSF), jalan dengan
kerb
FCSF
Kelas hambatan
Tipe jalan Lebar bahu (Ws)
samping
< 0.5 1.0 1.5 > 2.0
4/2 D VL 0,96 0,98 1,01 1,03
L 0,94 0,97 1,00 1,02
M 0,92 0,95 0,98 1,00
H 0,88 0,92 0.95 0,98
VH 0,84 0,88 0,92 0,96
4/2 UD VL 0,96 0,99 1,01 1,03
L 0,94 0,97 1,00 1,02
M 0,92 0,95 0,98 1,00
H 0,87 0,91 0,94 0,98
VH 0,80 0,86 0,90 0,95
2/2 UD VL 0,94 0,96 0,99 1.01
Atau L 0,92 0,94 0,97 1,00
jalan satu-arah M 0,89 0,92 0,95 0,98
H 0,82 0,86 0,90 0,95
VH 0,73 0,79 0,85 0,91
Sumber: MKJI, 1997

23
Tabel 2.9 Faktor Penyesuaian akibat Hambatan Samping (FCSF), jalan
dengan bahu
FCSF
Kelas hambatan
Tipe jalan Lebar bahu (Ws)
samping
< 0.5 1.0 1.5 > 2.0
4/2 D VL 0,96 0,98 1,01 1,03
L 0,94 0,97 1,00 1,02
M 0,92 0,95 0,98 1,00
H 0,88 0,92 0.95 0,98
VH 0,84 0,88 0,92 0,96
4/2 UD VL 0,96 0,99 1,01 1,03
L 0,94 0,97 1,00 1,02
M 0,92 0,95 0,98 1,00
H 0,87 0,91 0,94 0,98
VH 0,80 0,86 0,90 0,95
2/2 UD VL 0,94 0,96 0,99 1.01
atau L 0,92 0,94 0,97 1,00
jalan satu-arah M 0,89 0,92 0,95 0,98
H 0,82 0,86 0,90 0,95
VH 0,73 0,79 0,85 0,91
Sumber: MKJI, 1997

dimana : VL = Sangat rendah H = Tinggi


L = Rendah VH = Sangat Tinggi
M = Sedang

Tabel 2.10 menunjukkan besarnya nilai faktor penyesuaian untuk ukuran kota.
Tabel 2.10 Faktor Penyesuaian ukuran kota
Ukuran kota (Juta penduduk) Faktor penyesuaian untuk ukuran
kota
< 0,1 0,86
0,1 0,5 0,90
0,5 1,0 0,94
1,0 3,0 1,00
> 3,0 1,04
Sumber: MKJI, 1997

24
2.2.4.4 Derajad Kejenuhan

Tingkat pelayanan suatu ruas jalan atau yang biasa disebut Derajat Kejenuhan
menurut MKJI 1997, dapat dihitung dengan menggunakan rumus :
DS = V/C...........................................................................................................(2.3)
Dengan :
DS = Derajat Kejenuhan
V = Volume Lalu Lintas (smp)
C = Kapasitas Jalan

2.2.4.5 Kecepatan Arus Bebas

Untuk mengetahui kinerja kecepatan suatu ruas jalan maka perlu dilakukan
perhitungan kecepatan arus bebas pada jalan tersebut. Kecepatan arus bebas (FV)
suatu ruas jalan dihitung dengan menggunakan rumus berikut :
FV = (FV O + FV W) x FFV SF x FFV CS.................................................................. (2.4)
dimana :

FV = Kecepatan arus bebas kendaraan pada kondisi lapangan

(km/jm)

FVO = Kecepatan arus bebas dasar kendaraan (km/jam)

FFW = Faktor penyesuaian lebar efektif jalur lalu lintas (km/jam)

FFVSF = Faktor penyesuaian kondisi hambatan samping

FFVCS = Faktor penyesuaian ukuran kota

Besaran nilai FV O, FV W, FFV SF, FFVCS dan FFV RC dapat ditentukan nilainya
berdasarkan Tabel 2.11 sampai dengan Tabel 2.15.

25
Tabel 2.11 Kecepatan Arus Bebas Dasar(FVO)

Kecepatan Arus

Tipe Jalan Sepeda


Kendaraan Kendaraan
motor Rata-rata
ringan (LV) berat (HV)
(MC)
Enam lajur
terbagi(6/2D) atau tiga 61 52 48 57
lajur satu arah (3/1)

Empat lajur
terbagi(4/2D) atau dua 57 50 47
55
lajur satu arah (2/1 )

Empat lajur tak terbagi


53 46 43 51
(4/2UD)

Dua lajur tak terbagi


44 40 40 42
(2/2UD)

Sumber: MKJI, 1997

26
Tabel 2.12 Penyesuaian Kecepatan Arus Bebas Akibat Lebar Jalur Lalulintas
FFW

Tipe jalan Lebar jalur lalu lintas FFW (km/jam)


efektif (Wc)(m)

Perlajur
Empat lajur terbagi
3 -4
atau jalan satu arah
3,25 -2
3,5 0
3,75 2
4 4
Perlajur
Empat lajur tak terbagi
3 -4
3,25 -2
3,5 0
3,75 2
4 4
Total
Dua lajur tak terbagi
5 -9,5
6 -3
7 0
8 3
9 4
10 6
11 7
Sumber: MKJI, 1997

27
Tabel 2.13 Penyesuaian Kecepatan Arus Bebas Akibat Hambatan Samping
(FFVSF), Jalan Dengan Bahu

Faktor penyesuaian untuk hambatan samping


dan lebar bahu
Kelas Hambatan
Tipe jalan
Samping Lebar bahu efektif rata-rata Ws (m)

0,5 m 1,0 m 1,5 m 2m


Sangat Rendah 1,02 1,03 1,03 1,04
Empat lajur
Rendah 0,98 1,00 1,02 1,03
terbagi 4/2D
Sedang 0,94 0,97 1,00 1,02
Tinggi 0,89 0,93 0,96 0,99
Sangat Tinggi 0,84 0,88 0,92 0,96
Sangat Rendah 1,02 1,03 1,03 1,04
Empat lajur tak
Rendah 0,98 1,00 1,02 1,03
terbagi 4/2UD
Sedang 0,93 0,96 0,99 1,02
Tinggi 0,87 0,91 0,94 0,98
Sangat Tinggi 0,80 0,86 0,90 0,95
Sangat Rendah 1,00 1,01 1,01 1,01
Dua lajur tak
Rendah 0,96 0,98 0,99 1,00
terbagi 2/2UD
Sedang 0,91 0,93 0,96 0,99
atau jalan satu
Tinggi 0,82 0,86 0,90 0,95
arah
Sangat Tinggi 0,73 0,79 0,85 0,91
Sumber: MKJI, 1997

28
Tabel 2.14 Penyesuaian Kecepatan Arus Bebas Akibat Hambatan Samping
(FFVSF), Jalan Dengan Kerb

Faktor penyesuaian untuk hambatan samping


dan jarak kereb-penghalang
Kelas Hambatan
Tipe jalan
Samping Lebar bahu efektif rata-rata Wg (m)

0,5 m 1,0 m 1,5 m 2m


Sangat Rendah 1,00 1,01 1,01 1,02
Empat lajur
Rendah 0,97 0,98 0,99 1,00
terbagi 4/2D
Sedang 0,93 0,95 0,97 0,99
Tinggi 0,87 0,90 0,93 0,96
Sangat Tinggi 0,81 0,85 0,88 0,92
Sangat Rendah 1,00 1,01 1,01 1,02
Empat lajur tak
Rendah 0,96 0,98 0,99 1,00
terbagi 4/2UD
Sedang 0,91 0,93 0,96 0,98
Tinggi 0,84 0,87 0,90 0,94
Sangat Tinggi 0,77 0,81 0,85 0,90
Sangat Rendah 0,98 0,99 099 1,00
Dua lajur tak
Rendah 0,93 0,95 0,96 0,98
terbagi 2/2UD
Sedang 0,87 0,89 0,92 0,95
atau jalan satu
Tinggi 0,78 0,81 0,84 0,88
arah
Sangat Tinggi 0,68 0,72 0,77 0,82
Sumber: MKJI, 1997

Tabel 2.15 Penyesuaian Kecepatan Arus Bebas Akibat Ukuran Kota (FFVRC)
Ukuran kota (Juta penduduk) Faktor penyesuaian untuk ukuran
kota
< 0,1 0,90
0,1 0,5 0,93
0,5 1,0 0,95
1,0 3,0 1,00
> 3,0 1,03
Sumber: MKJI, 1997

29
2.2.4.6 Tingkat Pelayanan Jalan
Lis Ayu Widari, dkk (2015) menerangkan bahwa tingkat pelayanan jalan
merupakan suatu ukuran kualitatif dari suatu ruas jalan sebagai rangkuman dari
berbagai faktor, yang meliputi kecepatan, waktu tempuh perjalanan, gangguan lalu
lintas dan hambatan lainnya, kebebasan bergerak, kenyamanan, keamanan, murah
atau mahalnya biaya perjalanan. Berdasarkan pertimbangan maka di pilihlah
kecepatan operasional kendaraan dan angka perbandingan antara volume dengan
kapasitas sebagai factor yang paling menentukan dalam usaha untuk mengevaluasi
tingkat pelayanan jalan. Dalam penelitian ini tingkat pelayanan jalan ditentukan
berdasarkan hubungan antara kecepatan (V) dengan angka perbandingan antara
volume dan kapasitas jalan (V/C). Klasifikasi kualitas pelayanan jalan disajikan
pada Tabel 2.16.

Tabel 2.16 Klasifikasi Kualitas Pelayanan Jalan


V/C Tingkat pelayanan Keterangan

Arus lancar, volume


0 0,2 A
rendah,kecepatan tinggi

Arus stabil, volume sesuai


0.,2 0,45 B untuk jalan luar kota,
kecepatan terbatas

Arus stabil, volume sesuai


0,45 0,7 C untuk jalan kota kecepatan
di pengaruhi oleh lalu lintas

Mendekati arus tidak stabil,


0,7 0,85 D
kecepatan rendah

Mendekati arus tidak stabil,


0,85 1 E volume pada mendekati
kapasitas, kecepatan rendah

Arus terhambat, kecepatan


F rendah, volume diatas
> 1,00
kapasitas, banyak berhenti

Sumber : MKJI, 1997

30
2.2.5 Analisis Statistik Yang Digunakan Untuk Analisa Kinerja ZoSS
Menurut Ditjen Perhubungan Darat No: SK 3236/AJ 403/DRJD/2006 tentang Uji
Coba Penerapan ZoSS bahwa terdapat 3 parameter dalam merencanakan suatu
ZoSS dengan menggunakan uji statistik Z adalah sebagai berikut :

1. Analisis kecepatan kendaraan

Kecepatan kendaraan sesaat pada ZoSS Kecepatan adalah waktu yang dibutuhkan
kendaraan untuk melalui suatu jalur tertentu yang sering diukur dalam satuan jarak
per satuan waktu yang dinyatakan dalam kilometer per jam (km/jam). Menurut
Ditjen Perhubungan Darat SK 3236/AJ 403/DRJD/2006 tentang Uji Coba
Penerapan ZoSS, analisis kecepatan dari data hasil survei dilakukan dengan uji
statistik Z sebagai berikut :

20
Z hit= ..............................................................................................................(2.5)


=
......................................................................................................(2.6)

2
()
= ...........................................................................................(2.7)
1

Dimana,
Sd = Standar deviasi
Xi = Kecepatan
= Kecepatan rata-rata
n = Jumlah Sampel
Untuk kepercayaan 95%, didapat nilai Ztabel = 1,645. Nilai Zhit dibandingkan
dengan Ztabel, maka kesimpulan yang didapat :

Zhit < Ztabel maka jalan di sekolah tersebut sudah selamat dengan tingkat
kesalahan 5%

Zhit > Ztabel maka jalan di sekolah tersebut belum selamat dengan tingkat
kesalahan 5%

31
2. Analisis karakteristik perilaku pengantar

Menurut Ditjen Perhubungan Darat No: SK 3236/AJ 403/DRJD/2006 tentang Uji


Coba Penerapan ZoSS, halhal yang harus diperhatikan untuk mengetahui
karakteristik pengantar meliputi :

a. Posisi kendaraan pengantar,


b. Lokasi berhenti, dan
c. Naik / turun anak dari kendaraan.

0,5
Z hit =
................................................................................................(2.8)
0,5

=

........................................................................................(2.9)
Keterangan:
Skor = posisi kendaraan + lokasi berhenti + naik / turun anak dari
kendaraan
= Skor rerata
n = Jumlah Sampel
z = Nilai Uji

Untuk tingkat kepercayaan 95%, maka akan didapat nilai Ztabel = 1,645. Nilai Zhit
dibandingkan dengan Ztabel, maka kesimpulan yang didapat :

Zhit > Ztabel Perilaku pengantar di sekolah tersebut sudah selamat dengan
tingkat kesalahan 5%

Zhit < Ztabel Perilaku pengantar di sekolah tersebut belum selamat dengan
tingkat kesalahan 5%

3. Analisis perilaku penyeberang saat menyeberang jalan

Metode analisis karakteristik penyeberang jalan yang digunakan adalah sesuai


dengan Surat Keputusan Ditjen Perhubungan Darat No: SK 3236/AJ
403/DRJD/2006 tentang Uji Coba Penerapan ZoSS. Pada metode ini digunakan
cara acak sederhana dengan waktu pengambilan saat masuk dan pulang sekolah.
Jumlah sampel pada masing-masing sekolah adalah minimal 10% dari jumlah
siswa di sekolah tersebut. Ada 4 (empat) kriteria atau 7 (tujuh) perilaku yang akan

32
dinilai terhadap karakter siswa dalam menyeberang jalan, yaitu :

a. prosedur baku cara menyeberang / 4T ( tunggu sejenak, tengok kanan,


tengok kiri, tengok kanan lagi),
b. cara menyeberang (berjalan atau berlari),
c. fasitas yang digunakan ( dengan zoos atau tanpa fasilitas),
d. status penyeberang (mandiri atau tidak mandiri).

Analisis data penyeberang jalan dilakukan dengan menggunakan statistik uji


normal, yaitu:

0,5
Z hit =
............................................................................................(2.10)
(1)

Keterangan:
Skor = prosedur baku cara menyeberang + cara menyeberang + fasilitas
yang digunakan + status penyeberang
= Skor rerata
n = Jumlah Sampel
z = Nilai Uji

Dimana untuk tingkat kepercayaan 95%, maka akan didapat nilai Ztabel = 1,645.
Nilai Zhit dibandingkan dengan Ztabel, maka kesimpulan yang didapat :

Zhit Ztabel Perilaku pejalan kaki di sekolah tersebut sudah selamat dengan
tingkat kesalahan 5%

Zhit < Ztabel Perilaku pejalan kaki di sekolah tersebut belum selamat dengan
tingkat kesalahan 5%

2.2.6 Kuisioner
Menurut Widodo (2004) kuisioner merupakan daftar pertanyaan yang dibuat
berdasarkan dari variabel penelitian yang harus direspon oleh responden. Menurut
Mardialis (2008) kuisioner adalah teknik pengumpulan data melalui formulir
formulir yang berisi pertanyaan pertanyaan yang diajukan secara tertulis kepada
seseorang atau sekumpulan orang untuk mendapatkan jawaban atau tanggapan dan
informasi yang diperlukan oleh peneliti. Nasution (2004) berpendapat bahwa
kuisioner dapat dibagi menurut sifat jawaban yang diinginkan yaitu:

33
1. Kuisioner tertutup
Kuisioner tertutup terdiri atas pertanyaan atau pernyataan dengan sejumlah
jawaban tertentu sebagai pilihan.
2. Kuisioner terbuka
Kuisioner terbuka memberi kesempatan penuh memberikan jawaban
menurut apa yang dirasa perlu oleh respoden.
3. Kombinasi kuisioner terbuka dan tertutup
Kombinasi kuisioner terbuka dan tertutup memberikan kesempatankepada
responden memberi jawaban di luar jawaban yang tersedia.

2.2.7 Teknik Sampling


Teknik sampling adalah merupakan teknik pengambilan sampel. Teknik sampling
adalah cara untuk menentukan sampel yang jumlahnya sesuai dengan ukuran
sampel yang akan dijadikan sumber data sebenarnya, dengan memperhatikan sifat
sifat dan penyebaran populasi agar diperoleh sampel yang representatif. Untuk
menentukan sampel yang akan digunakan dalam penelitian, terdapat berbagai
teknik sampling yang digunakan. Secara skematis, teknik sampling ditunjukkan
pada gambar 2.6.

Teknik Sampling

Probability Sampling Non Probability


Sampling

1. Simple random sampling 1. Sampling sistematis

2. Proportionate stratified 2. Sampling kuota


random sampling
3. Sampling aksidental
3. Disproportionate
stratified random 4. Purposive sampling
sampling
5. Sampling jenuh
4. Area (Cluster) sampling
(sampling menurut 6. Snowball sampling
daerah)

Gambar 2.6 Diagram Teknik Sampling

34
2.2.7.1 Proportionate Stratified Random Sampling

Menurut Sugiyono (2001) proportionate stratified random sampling digunakan


bila populasi mempunyai anggota/unsur yang tidak homogen dan berstrata secara
proporsional. Misalnya : suatu organisasi yang mempunyai pegawai dari dari
berbagai latar belakang pendidikan, maka populasi pegawai itu berstrata. Sebagai
contoh jumlah pegawai lulusan S1 = 70, S2 = 25, SMK =450, SMP = 200, SD =
300. Jumlah sampel yang harus diambil strata pendidikan tersebut yang diambil
secara proporsional jumlah sampel.

2.2.7.2 Perhitungan Sampel

Perhitungan jumlah sampel dilakukan dengan menggunakan persamaan Slovin.


Untuk menentukan jumlah sampel dapat menggunakan rumus Slovin,yaitu:


= .................................................................................................(2.11)
1+ 2

Dimana :
n = ukuran sampel
N = ukuran populasi
e = persen kelonggaran ketidaktelitian
(Sumber : Sevilla, 2007)

35

Anda mungkin juga menyukai