Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN

ANALISIS KARAKTERISTIK AIR

ALIRAN KALI BELIK

Kelompok I:

Ifah Silvi N 12/329948/TK/39149

Ria Nurulita 13/346574/TK/40529

Rahma El Walida 13/346679/TK/40570

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS GADJAH MADA

2016
BAB I

PENDAHULUAN

Kali belik merupakan sungai yang berada diantara padukuhan Karangwuni dan
Karanggayam. Sungai ini mengalir dari Hulu yang terletak di Karangwuni menuju
Karanggayam melewati lembah UGM.

Sungai ini dahulu merupakan sungai yang menjadi sumber air bersih warga, namun
seiring berjalannya waktu aliran air disungai ini tercemar oleh limbah rumah tangga dan
limbah industri yang ada disekitar aliran kali belik, selain itu, di hulu sungai pun mata air dari
kali belik sudah mati.

Pada kali ini kali belik dibagi menjadi 6 segmen yang kemudian akan di analisis
kualitas air nya pada tiap segmen di laboratorium. Untuk segmen satu adalah dari hulu kali
belik yakni di PDAM Karangwuni hingga Jembatan Kantong Parkir FKH UGM.
Gambar 1.1 Segmen 1 Kali Belik
Gambar 1.2 Input Limbah Segmen 1 Kali Belik
Gambar 1.3 Input Limbah Segmen 1 Kali Belik
Gambar 1.4 Input Limbah Segmen 1 Kali Belik
Gambar 1.5 Input Limbah Segmen 1 Kali Belik
Gambar 1.6 Lokasi Sampling Segmen 1
Gambar 1.7 Kondisi Lokasi Sampling
Gambar
1.8 Kondisi Hulu Segmen 1
Gambar 1.9 Kondisi Hilir Segmen 1
Dari data diatas dapat diketahui sebagai berikut:

1. Lokasi Hulu Segmen 1 : 70 45 58,34 LS ; 1100 22 59,52 BT


2. Lokasi Hilir Segmen 1 : 7 45' 58.06" LS ; 110 22' 58.46" BT
3. Lokasi Pengambilan Sampel : 70 45 40,7 LS ; 1100 23 4.1 BT
4. Jumlah titik input limbah kedalam aliran air sebanyak 48 titik
5. Tata guna lahan disekitar aliran pada daerah hulu terbilang masih banyak tanaman
hijau, mulai memasuki buangan limbah di titik ke 10 dan seterusnya menuju hilir
padat penduduk diakarenakan daerah tersebut merupakan daerah kos-kosan.

Analisis Tampang Segmen 1

Segmen 1 2 3
Panjang Lintasan (m) 1.5 1.5 1.5
Waktu Lintasan (s) 68 107 68
0.0220 0.014 0.0220
Kecepatan (m/s) 59 02 59
Luas Penampang 574.62 1418.1
(cm2) 6 1,396 48
Luas Penampang 0.0574 0.139 0.1418
(m2) 63 6 15
Luas Penampang
Total (m2) 0.3388821
0.0012 0.001 0.0031
Debit (m3/s) 68 96 28
Debit Total (m3/s) 0.0063529
Kecepatan Total
(m/s) 0.018746639
BAB 2

HASIL DAN PEMBAHASAN

2.1 pH

pH adalah derajat keasaman suatu zat. pH normal adalah 6-8. Air sungai dalam kondisi
alami yang belum tercemar biasanya memiliki rentangan pH 6,5-8,5. Karena pencemaran, pH
air dapat menjadi lebh rendh dari 6,5 atau lebih tinggi dari 8,5. Bahan-bahan organik biasanya
menyebakan kondisi air menjadi lebih asam. Kapur menyebabkan air menjadi lebih alkali
(basa). Jadi, perubhana pH air tergantung kepada bahan pencemarnya.

Dari hasil pengukuran, nilai pH sampel pada segmen 1 sebesar 6,6, dimana masih masuk
rentang baku mutu untuk pH antara 6,5-8,5. Hal ini menunjukkan dari segi pH, sampel pada
segmen 1 masih baik.

2.2 EC atau DHL

EC (Electrical Conductivity) dikenal juga sebagai DHL (Daya Hantar Listrik) yaitu
kemampuan air untuk menghantarkan arus listrik yang merupakan fungsi dari konsentrasi
larutan (air) termasuk di dalamnya total valensi ion yang terlarut serta tingkat ion yang dapat
bergerak dalam air. Nilai EC merupakan parameter yang menunjukkan konsentrasi ion air
nutrisi. Semakin banyak ion yang terlarut, maka semakin tinggi pula nilai EC air nutrisi
tersebut. Satuan dari DHL yang digunakan adalah Ms/cm (mili Siemens per centi meter) atau
S/cm (micro Siemens per centi meter).

Dari hasil pengukuran, nilai EC sample pada segmen 1 sebesar 763 S/cm. Jika
dibandingkan dengan sample pada segmen lainnya, maka nilai EC pada segmen 1 termasuk
nilai tertinggi kedua setelah nilai EC pada segmen 2. Hal ini menunjukkan bahwa jumlah ion
yang terlarut pada sample segmen 1 cukup tinggi dibandingkan dengan yang lainnya.

2.3 BAU

Bau merupakan parameter fisik dari analisis air limbah. Bau dalam air sulit dinyatakan
dalam skala karena banyak ragamnya. Kriteria bau misalnya berbau busuk, anyir, lumpur,
minyak dan sebagainya. Kandungan bahan organik yang berlebihan dalam air limbah maupun
air sungai dapat menyebabkan bau busuk. Bau busuk ini muncul karena adanya proses
pembusukan bahan organik oleh bakteri dengan menggunakan oksigen terlarut.

Pengamatan bau pada segmen 1 dilakukan di laboratorium setelah pengambilan sampel.


Dan dilakukan 1 minggu setelah pengambilan sampel. Dari hasil pengamatan pada segmen
satu didapatkan bau air yang busuk dan sangat menyengat.

Dari hasil pengamatan dapat disimpulkan bahwa pada segmen satu banyak terkandung
bahan organik dan bakteri yang menyebabkan timbulnya bau busuk yang menyengat. Bau
busuk ini berasal dari gas NH3 dan H2S yang merupakan hasil proses penguraian bahan
organik lanjutan oleh bakteri anaerob.

2.4 TDS (Total Dissolved Solids)

Nilai TDS menunjukkan jumlah kandungan zat padat terlarut yang terdapat di dalam air.
Padatan tersebut dapat berasal dari mineral, garam, maupun zat pencemar. Semakin rendah
nilai TDS, maka kualitas air akan semakin baik.

Penyebab utama terjadinya TDS adalah bahan anorganik berupa ion-ion yang umum
dijumpai di perairan. Sebagai contoh air buangan sering mengandung molekul sabun,
deterjen dan surfaktan yang larut air, misalnya pada air buangan rumah tangga dan industri
pencucian. Banyak zat terlarut yang tidak diinginkan dalam air. Mineral, gas, zat organik
yang terlarut mungkin menghasilkan warna, rasa dan bau yang secara estetis tidak
menyenangkan. Beberapa zat kimia mungkin bersifat racun, dan beberapa zat organik terlarut
bersifat karsinogen. Cukup sering, dua atau lebih zat terlarut khususnya zat terlarut dan
anggota golongan halogen akan bergabung membentuk senyawa yang bersifat lebih dapat
diterima daripada bentuk tunggalnya (Misnani, 2010).
Dari hasil pengukuran, nilai TDS sampel pada segmen 1 adalah sebesar 372 mg/L,
memenuhi baku mutu karena kurang dari 1000 mg/L yang disyaratkan oleh PermenKes no.
416 tahun 1990 untuk persyaratan kualitas air bersih.
2.5 Kekeruhan

Kekeruhan/Turbiditas merupakan pengukuran optik dari hamburan sinar yang dihasilkan


karena interaksi antara sinar yang diberikan dengan partikel suspensi yang terdispersi dalam
larutan. Partikel-partikel suspensi tersebut dapat berupa lempung alga, material organik,
mikroorganisme, material koloid, dan sebagainya. Menurut Saidar,et.al (2002),
Kekeruhan/turbiditas adalah banyaknya jumlah partikel tersuspensi molekul besar sekalipun
seperti tannin dan lignin di dalam air.

Kekeruhan dalam ekosistem perairan berpengaruh terhadap kandungan oksigen pada


perairan tersebut. Hal ini disebabkan oleh intensitas cahaya matahari yang masuk ke dalam
perairan menjadi terbatas sehingga tumbuhan/phytoplankton tidak dapat melakukan proses
fotosintesis untuk menghasilkan oksigen. Selain itu, kekurangan oksigen juga berpengaruh
terhadap kelangsungan hidup mahluk hidup yang membutuhkan oksigen dalam perairan
tersebut.

Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 82 Tahun 2001 tentang


Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air, dinyatakan bahwa kadar warna
maksimum yang diperbolehkan untuk Baku Mutu Klas I adalah sebesar 100 NTU. Dari hasil
pengukuran, nilai kekeruhan sample pada segmen 1 sebesar 6,02 NTU. Hal ini menunjukkan
bahwa nilai kekeruhan sample pada segmen 1 masih memenuhi baku mutu klas I.

2.6 Dissolved Oksigen/Oksigen Terlarut (DO)

Oksigen terlarut adalah jumlah oksigen dalam miligram yang terdapat dalam satu liter
air. Menurut Sugiharto (1987), Oksigen terlarut adalah banyaknya oksigen yang terkandung
didalam air dan diukur dalam satuan mg/l atau ppm. Oksigen terlarut umumnya berasal dari
difusi udara melalui permukaan air, aliran air masuk, air hujan, dan hasil dari proses
fotosintesis plankton atau tumbuhan air.

Oksigen memegang peranan penting dalam indikator kualitas perairan karena berperan
dalam proses oksidasi dan reduksi bahan organik dan anorganik. Peranan oksigen sangat
penting untuk membantu mengurangi beban pencemaran pada perairan secara alami maupun
secara perlakuan aerobik yang ditujukan untuk menjernihkan air buangan industri dan rumah
tangga.
Kandungan oksigen terlarut (DO) minimun adalah 2 ppm dalam keadaan normal dan
tidak tercemar oleh senyawa beracun (toksik). Kandungan oksigen terlarut minimum ini
sudah cukup mendukung kehidupan organisme. Idealnya, kandungan oksigen terlarut tidak
boleh kurang dari 1,7 ppm.

Pada percobaan kali ini diperoleh kandungan DO pada segmen 1 sebesar 1,7 mg/l yang
dimana termasuk dalam ambang batas minimal kondisi ideal. Hal ini bisa terjadi karena
banyaknya kandungan bahan organik dan anorganik yang ada pada air. Selain itu rendahnya
nilai DO ini juga diakibatkan karena lokasi pengambilan sampling dekat dengan titik saluran
drainase jalan.

2.7 Angka KMnO4

Angka KMnO4 menyatakan besaran kandungan zat organik pada air. Semakin besar
angka KMnO4, maka semakin tinggi kandungan zat organik pada air tersebut.

Adanya bahan-bahan organik dalam air erat hubungannya dengan terjadinya perubahan sifat
fisik dari air, terutama dengan timbulnya warna, bau dan rasa dan kekeruhan yang tidak
diinginkan. Adanya zat organik dalam air dapat diketahui dengan menentukan angka
permanganatnya. Walaupun KmnO4 sebagai oksidator yang dipakai tidak dapat mengoksidasi
semua zat organik yang ada, namun cara ini sangat praktis dan cepat pengerjaanya. Standar
kandungan bahan organik dalam air-minum menurut Dep. Kes. R.I. maksimal yang
diperbolehkan adalah 10 mg/L. Pengaruh terhadap kesehatan yang dapat ditimbulkan oleh
penyimpangan terhadap standar ini adalah timbulnya bau yang tidak sedap pada air minum, dan
dapat menyebabkan sakit perut (Sutrisno, 2006)

Pada percobaan, diperoleh angka KMnO4 sebesar 52,14 mg/L dimana angka tersebut
melebihi baku mutu yang disyaratkan yakni 10 mg/L. Hal ini disebabkan karena banyaknya
buangan limbah terutama limbah rumah tangga disekitar lokasi sampling yang mempengaruhi
angka KMnO4.

2.8 Klorida

Klorida (Cl-) adalah salah satu senyawa umum yang terdapat dalam perairan alam.
Senyawa-senyawa klorida tersebut mengalamai proses disosiasi dalam air membentuk ion.
Ion klorida pada dasarnya mempunyai pengaruh kecil terhadap sifat-sifat kimia dan biologi
perairan. Kation dari garam-garam klorida dalam air terdapat dalam keadaan mudah larut. Ion
klorida secara umum tidak membentuk senyawa kompleks yang kuat dengan ion-ion logam.
Ion ini juga tidak dapat dioksidasi dalam keadaan normal dan tidak bersifat toksik. Tetapi
kelebihan garam klorida dapat menyebabkan penurunan kualitas air. Oleh karena itu sangat
penting dilakukan analisa terhada klorida, karena kelebihan klorida dalam air menyebabkan
pembentukan noda berwarna putih di pinggiran badan air (Achmad, 2004).

Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 82 Tahun 2001 tentang


Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air, dinyatakan bahwa kadar klorida
maksimum yang diperbolehkan untuk Baku Mutu Klas I adalah sebesar 600 mg/L. Dari hasil
pengukuran, nilai klorida sample pada segmen 1 adalah 47,02 mg/L. Hal ini menunjukkan
bahwa nilai klorida sample pada segmen 1 masih memenuhi baku mutu klas I.

2.9 Fluorida (F)

Fluorida pada umumnya ditemukan di alam sebagai garam fluorida. Fluorida merupakan
zat yang sangat bersifat elektromagnetik. Keberadaan fluorida dalam air berasal dari
degradasi mineral persenyawaan fluorida dan ada dalam air tanah.

Kandungan fluorida dalam air dapat meningkat oleh adanya kegiatan manusia seperti
fluoridasi pada air, pembuangan limbah dan pengaruh dari kegiatan industri.

Menurut batasan yang dikeluarkan oleh World Health Organization (WHO) tahun 1985
bahwa ion fluorida memmiliki efek menguntungkan apabila kadarnya sekitar 0,7 mg/l, tapi
sangat berbahaya apabila ebih dari 1,5 mg/l.

Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 82 Tahun 2001 tetang pengelolaan
kualitas air dan pengendalian pencemaran air, dinyatakan bahwa kadar fluorida sebagai
parameter kimia inorganik maksimum yang diperbolehkan adalah 1,5 mg/l.

Pada segmen 1 ini diketahui jumlah fluorida sebanyak 0,85 mg/l tergolong masih dalam
rentang batas aman dan status mutu air bisa dikategorikan kelas 2 ke bawah. Hal ini
menunjukan bahwa limbah yang dibuang ke air masih pada ambang batas aman untuk
kategori kandungan fluoridanya.
2.10 Kesadahan Kalsium (Ca)

Salah satu parameter kimia dalam persyaratan kualitas air adalah jumlah kandungan unsur
Ca2+ dan Mg2+ dalam air yang keberadaannya biasa disebut kesadahan air.

Penyebab air menjadi sadah adalah karena adanya ion-ion Ca2+ dan Mg2+ atau dapat juga
disebabkan karena adanya ion-ion lain dari polyvalent metal (logam bervalensi banyak)
seperti Al, Fe, Mn, Sr dan Zn dalam bentuk garam sulfat, klorida dan bikarbonat dalam
jumlah kecil (O-Fish, 1003).

Kesadahan merupakan kemampuan air untuk membentuk busa apabila dicampur dengan
sabun. Karena penyebab dominan kesadahan adalah Ca2+ dan Mg2+, khususnya Ca2+, maka
arti kesadahan dibatasi sebagi sifat/karakteristik air yang menggambarkan konsentrasi jumlah
dari ion Ca2+ dan Mg2+, yang dinyatakan sebagai CaCO3 (Giwakara, 2006 dalam Ihsan,
2011)

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 416/Menkes/Per/IX/1990, tentang


Syarat-Syarat Kualitas Air Bersih, menyatakan bahwa kadar maksimum kesadahan (CaCO3)
yang diperbolehkan yaitu 500 mg/lt.

Pada segmen 1 diketahui nilai kesadahan Ca sebesar 31,42 mg/l dan kesadahan total
sebesar 120,45 mg/l. Angka ini tergolong jauh dari ambang batas yang ditetapkan oleh
Menteri Kesehatan sehingga masih terbilang memasuki baku mutu.

2.11 Kesadahan Total CaCO3

Salah satu parameter kimia dalam persyaratan kualitas air adalah jumlah kandungan unsur
Ca2+ dan Mg2+ dalam air yang keberadaannya biasa disebut kesadahan air.

Penyebab air menjadi sadah adalah karena adanya ion-ion Ca2+ dan Mg2+ atau dapat juga
disebabkan karena adanya ion-ion lain dari polyvalent metal (logam bervalensi banyak)
seperti Al, Fe, Mn, Sr dan Zn dalam bentuk garam sulfat, klorida dan bikarbonat dalam
jumlah kecil (O-Fish, 1003).

Kesadahan merupakan kemampuan air untuk membentuk busa apabila dicampur dengan
sabun. Karena penyebab dominan kesadahan adalah Ca2+ dan Mg2+, khususnya Ca2+, maka
arti kesadahan dibatasi sebagi sifat/karakteristik air yang menggambarkan konsentrasi jumlah
dari ion Ca2+ dan Mg2+, yang dinyatakan sebagai CaCO3 (Giwakara, 2006 dalam Ihsan,
2011)

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 416/Menkes/Per/IX/1990, tentang


Syarat-Syarat Kualitas Air Bersih, menyatakan bahwa kadar maksimum kesadahan (CaCO3)
yang diperbolehkan yaitu 500 mg/lt.

Pada segmen 1 diketahui nilai kesadahan total sebesar 120,45 mg/l. Angka ini tergolong
jauh dari ambang batas yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan sehingga masih terbilang
memasuki baku mutu.

2.12 Kesadahan Magnesium (Mg)

Salah satu parameter kimia dalam persyaratan kualitas air adalah jumlah kandungan unsur
Ca2+ dan Mg2+ dalam air yang keberadaannya biasa disebut kesadahan air.

Penyebab air menjadi sadah adalah karena adanya ion-ion Ca2+ dan Mg2+ atau dapat juga
disebabkan karena adanya ion-ion lain dari polyvalent metal (logam bervalensi banyak)
seperti Al, Fe, Mn, Sr dan Zn dalam bentuk garam sulfat, klorida dan bikarbonat dalam
jumlah kecil (O-Fish, 1003).

Kesadahan merupakan kemampuan air untuk membentuk busa apabila dicampur dengan
sabun. Karena penyebab dominan kesadahan adalah Ca2+ dan Mg2+, khususnya Ca2+, maka
arti kesadahan dibatasi sebagi sifat/karakteristik air yang menggambarkan konsentrasi jumlah
dari ion Ca2+ dan Mg2+, yang dinyatakan sebagai CaCO3 (Giwakara, 2006 dalam Ihsan,
2011)

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 416/Menkes/Per/IX/1990, tentang


Syarat-Syarat Kualitas Air Bersih, menyatakan bahwa kadar maksimum kesadahan (CaCO3)
yang diperbolehkan yaitu 500 mg/lt.

Pada segmen 1 diketahui nilai kesadahan Mg sebesar 10,6 mg/l dan kesadahan total
sebesar 120,45 mg/l. Angka ini tergolong jauh dari ambang batas yang ditetapkan oleh
Menteri Kesehatan sehingga masih terbilang memasuki baku mutu.
DAFTAR PUSTAKA

Kompasiana. 2011. Kesadahan dalam Air Tanah. Online :


http://www.kompasiana.com/multa12/kesadahan-dalam-air-
tanah_55101c09a333119837ba7df4. Diakses pada tanggal 30 November 2016

O-fish. 2003. Parameter Air. Online : http://www.o-fish.com/parameter_air.htm. Diakses


pada tanggal 30 November 2016

Nusa Idaman Said dan Ruliasih. Penghilangan Kesadahan Di Dalam Air Minum

Peraturan Menteri Kesehatan. 1990. PERMENKES RI No.146/MENKES/PER/XI/1990


Tentang Syarat-syarat dan Pengawasan Kualitas Air. Jakarta. Menteri Kesehatan Republik
Indonesia.

Peraturan Pemerintah. 2001. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 82 tahun 2001
Tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air. Presiden Republik
Indonesia.

Oseana, Volume XXX, Nomor 3, 2005:21 26. Oksigen Terlarut (DO) dan Kebutuhan
Oksgen Biologi (BOD) Sebagai Salah Satu Indikator untuk Menentukan Kualitas Perairan

Gede Agus Beni Widana dkk. 2014. Analisis Ion Fluorida (F) dalam Air Minum Kemasan,
PAM dan Mata Air di Wilayah Kecamatan Buleleng Bali. Surakarta.

Anda mungkin juga menyukai