Anda di halaman 1dari 12

REFERAT

RETINOPATI DIABETIKUM

Disusun Oleh:
Muhamad Shazwan Bin Sazali
11-2015-483

Pembimbing: dr.Indah Puspajaya, Sp.M

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Mata


Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
RS Imanuel Way Halim Bandar Lampung
Periode 27 Maret 2017 29 April 2017

PENDAHULUAN
1
Diabetes mellitus (DM) adalah penyakit kronik degeneratif tersering dengan angka
morbiditas dan mortalitas yang tinggi di dunia. World Health Organization (WHO)
melaporkan bahwa Indonesia berada di urutan keempat negara yang jumlah penyandang DM
terbanyak. Jumlah ini akan mencapai 21,3 juta pada tahun 2030. Retinopati diabetikum
adalah salah satu komplikasi mikrovaskular DM yang merupakan penyebab utama kebutaan
pada orang dewasa. Penelitian epidemiologis di Amerika, Australia, Eropa, dan Asia
melaporkan bahwa jumlah penderita retinopati diabetikum akan meningkat dari 100,8 juta
pada tahun 2010 menjadi 154,9 juta pada tahun 2030 dengan 30% di antaranya terancam
mengalami kebutaan. The DiabCare Asia 2008 Study melibatkan 1785 penderita DM pada 18
pusat kesehatan primer dan sekunder di Indonesia dan melaporkan bahwa 42% penderita DM
mengalami komplikasi retinopati, dan 6,4% di antaranya merupakan retinopati diabetikum
proliferatif. Risiko menderita retinopati diabetikum meningkat sebanding dengan semakin
lamanya seseorang menyandang DM. Faktor risiko lain untuk retinopati diabetikum adalah
ketergantungan insulin pada penyandang DM tipe II, nefropati, dan hipertensi. Sementara itu,
pubertas dan kehamilan dapat mempercepat progresivitas retinopati diabetikum. Kebutaan
akibat retinopati diabetikum menjadi masalah kesehatan yang diwaspadai di dunia karena
kebutaan akan menurunkan kualitas hidup dan produktivitas penderita yang akhirnya
menimbulkan beban sosial masyarakat. Masalah utama dalam penanganan retinopati
diabetikum adalah keterlambatan diagnosis karena sebagian besar penderita pada tahap awal
tidak mengalami gangguan penglihatan.1

PEMBAHASAN

2
Epidemiologi

Seiring meningkatnya jumlah penyandang DM, meningkat pula prevalensi retinopati


diabetikum dan risiko kebutaan akibatnya. Survei kesehatan di Amerika Serikat dari tahun
2005 hingga 2008 melibatkan penyandang DM menunjukkan 28,5% di antaranya didiagnosis
retinopati diabetikum dan 4,4% dengan retinopati diabetikum terancam buta. Prevalensi
retinopati diabetikum berbeda di negara lain melalui berbagai penelitian. Berdasarkan The
DiabCare Asia Study 2008, 42% penderita DM di Indonesia mengalami komplikasi
retinopati. Angka tersebut berbeda di berbagai daerah di Indonesia. Di RS M. Djamil Padang,
sekitar 50,7% pasien DM mengalami retinopati diabetikum, baik non proliferatif ataupun
proliferatif. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa gangguan retina akibat DM ini
berkaitan dengan lama penyakit DM yang diderita. Hampir semua penyandang DM tipe 1
akan mengalami retinopati diabetikum dengan berbagai derajat setelah 20 tahun dan 60%
pada DM tipe 2.2

Patofisiologi
Hiperglikemia kronik mengawali perubahan patologis pada retinopati diabetikum dan
terjadi melalui beberapa jalur. Pertama, hiperglikemia memicu terbentuknya reactive oxygen
intermediates (ROIs) dan advanced glycation endproducts (AGEs). ROIs dan AGEs merusak
perisit dan endotel pembuluh darah serta merangsang pelepasan faktor vasoaktif seperti nitric
oxide (NO), prostasiklin, insulin-like growth factor-1 (IGF-1), dan endotelin yang akan
memperparah kerusakan.
Kedua, hiperglikemia kronik mengaktivasi jalur poliol yang meningkatkan glikosilasi
dan ekspresi aldose reduktase sehingga terjadi akumulasi sorbitol. Glikosilasi dan akumulasi
sorbitol kemudian mengakibatkan kerusakan endotel pembuluh darah dan disfungsi enzim
endotel.
Ketiga, hiperglikemia mengaktivasi transduksi sinyal intraseluler protein kinase C
(PKC). Vascular endothelial growth factor (VEGF) dan faktor pertumbuhan lain diaktivasi
oleh PKC. VEGF menstimulasi ekspresi intracellular adhesion molecule-1 (ICAM-1) yang
memicu terbentuknya ikatan antara leukosit dan endotel pembuluh darah. Ikatan tersebut
menyebabkan kerusakan sawar darah retina, serta trombosis dan oklusi kapiler retina.
Keseluruhan jalur tersebut menimbulkan gangguan sirkulasi, hipoksia, dan inflamasi pada
retina. Hipoksia menyebabkan ekspresi faktor angiogenik yang berlebihan sehingga
merangsang pembentukan pembuluh darah baru yang memiliki kelemahan pada membran

3
basalisnya, defisiensi taut kedap antarsel endotelnya, dan kekurangan jumlah perisit.
Akibatnya, terjadi kebocoran protein plasma dan perdarahan di dalam retina dan vitreous.3

Klasifikasi
Retinopati Diabetikum Non Proliferatif
Retinopati diabetikum non proliferatif (NPRD) atau background retinopathy
merupakan bentuk yang paling umum dijumpai. NPRD merupakan cerminan klinis
dari hiperpermeabilitas dan inkompetens pembuluh yang terkena. Disini perubahan
mikrovaskular pada retina terbatas pada lapisan retina (intraretinal), terikat ke kutub
posterior dan tidak melebihi membran internal. Karakteristik pada jenis ini adalah
dijumpainya mikroaneurisma multiple yang dibentuk oleh kapiler-kapiler yang
membentuk kantung-kantung kecil menonjol seperti titik-titik, vena retina mengalami
dilatasi dan berkelok-kelok, bercak perdarahan intraretinal. Perdarahan dapat terjadi
pada semua lapisan retina dan berbentuk nyala api karena lokasinya di dalam lapisan
serat saraf yang berorientasi horizontal. Sedangkan perdarahan bentuk titik-titik atau
bercak terletak di lapisan retina yang lebih dalam tempat sel-sel akson berorientasi
vertikal.
Retinopati diabetikum preproliferatif dan edema makula merupakan stadium
yang paling berat dari retinopati diabetikum non proliferatif. Pada keadaan ini
terdapat penyumbatan kapiler mikrovaskuler dan kebocoran plasma yang berlanjut,
disertai iskemik pada dinding retina (cotton wool spot, infark pada lapisan serabut
saraf). Hal ini menimbulkan area non perfusi yang luas dan kebocoran darah atau
plasma melalui endotel yang rusak. Ciri khas dari stadium ini adalah cotton wool spot,
blot haemorrage, intraretinal microvasculer abnormal (IRMA), dan rangkaian vena
yang seperti manik-manik. Bila satu dari keempatnya dijumpai ada kecendrungan
untuk menjadi progresif (retinopati diabetikum proliferatif), dan bila keempatnya
dijumpai maka beresiko untuk menjadi proliferatif dalam satu tahun. Edema makula
pada retinopati diabetikum non proliferatif merupakan penyebab tersering timbulnya
gangguan penglihatan.
Edema ini terutama disebabkan oleh rusaknya sawar retina-darah bagian
dalam pada endotel kapiler retina sehingga terjadi kebocoran cairan dan konstituen
plasma ke dalam retina dan sekitarnya. Edema ini dapat bersifat fokal dan difus.
Edema ini tampak sebagai retina yang menebal dan keruh disertai mikroaneurisma
dan eksudat intraretina sehingga terbentuk zona eksudat kuning kaya lemak bentuk

4
bundar disekitar mikroaneurisma dan paling sering berpusat dibagian temporal
makula.
Retinopati diabetikum non proliferatif dapat mempengaruhi fungsi penglihatan
melalui 2 mekanisme yaitu perubahan sedikit demi sedikit dari pada penutupan
kapiler intraretinal yang menyebabkan iskemik macular, dan peningkatan
permeabilitas pembuluh retina yang menyebabkan edema makular.4

Gambar 1 Retinopati Diabetikum Non Proliferatif


http://hkuelcn.med.hku.hk/diabetic-retinopathy/

Retinopati Diabetikum Proliferatif


Retinopati diabetikum proliferatif merupakan penyulit mata yang paling parah
pada Diabetes Melitus. Pada jenis ini iskemia retina yang progresif akhirnya
merangsang pembentukan pembuluh-pembuluh halus (neovaskularisasi) yang sering
terletak pada permukaan diskus dan di tepi posterior zona perifer. Di samping itu
neovaskularisasi iris atau rubeosis iridis juga dapat terjadi. Pembuluh-pembuluh baru
yang rapuh berproliferasi dan menjadi meninggi apabila korpus vitreum mulai
berkontraksi menjauhi retina dan darah keluar dari pembuluh tersebut maka akan
terjadi perdarahan massif dan dapat timbul penurunan penglihatan mendadak.
Disamping itu jaringan neovaskularisasi yang meninggi ini dapat mengalami
fibrosis dan membentuk pita-pita fibrovaskular rapat yang menarik retina dan
menimbulkan kontaksi terus-menerus pada korpus vitreum. Ini dapat menyebabkan
pelepasan retina akibat traksi progresif atau apabila terjadi robekan retina, terjadi
ablasio retina regmatogenosa. Pelepasan retina dapat didahului atau ditutupi oleh

5
perdarahan korpus vitreum. Apabila kontraksi korpus vitreum telah sempurna dimata
tersebut, maka retinopati diabetikum proliferatif cenderung masuk ke stadium
involusional atau burnet-out.4

Tabel 1 Sistem Klasifikasi Retinopati Diabetikum Berdasarkan Early Treatment Diabetic Retinopathy Study1

Klasifikasi Retinopati Tanda Pada Pemeriksaan Mata


Diabetikum

Derajat 1 Tidak terdapat retinopati diabetikum

Derajat 2 Hanya terdapat mikroaneurisma

Derajat 3 Retinopati diabetikum non-proliferatif derajat


ringan-sedang yang ditandai oleh mikroaneurisma
dan satu atau lebih tanda:
Venous loops
Perdarahan
Hard exudates
Soft exudates
Intraretinal microvascular abnormalities (IRMA)
Venous beading

Derajat 4 Retinopati diabetikum non-proliferatif derajat


sedang-berat yang ditandai oleh:
Perdarahan derajat sedang-berat
Mikroaneurisma
IRMA

Derajat 5 Retinopati diabetikum proliferatif yang ditandai


oleh neovaskularisasi dan perdarahan vitreous

Gambar 2 Retinopati Diabetikum Proliferatif

6
http://www.vision-and-eye-health.com/retinopathy-treatment.html

Gambar 3 Klasifikasi Retinopati Diabetikum


http://www.newhealthguide.org/Pdr.html

Gejala dan Tanda


Sebagian besar penderita retinopati diabetikum, pada tahap awal tidak mengalami
gejala penurunan tajam penglihatan. Apabila telah terjadi kerusakan sawar darah retina, dapat
ditemukan mikroaneurisma, eksudat lipid dan protein, edema, serta perdarahan intraretina.
Selanjutnya, terjadi oklusi kapiler retina yang mengakibatkan kegagalan perfusi di lapisan
serabut saraf retina sehingga terjadi hambatan transportasi aksonal. Hambatan transportasi
tersebut menimbulkan akumulasi debris akson yang tampak sebagai gambaran soft exudates
pada pemeriksaan oftalmoskopi. Kelainan tersebut merupakan tanda retinopati diabetikum
nonproliferatif. Hipoksia akibat oklusi akan merangsang pembentukan pembuluh darah baru
dan ini merupakan tanda patognomonik retinopati diabetikum proliferatif. Kebutaan pada

7
DM dapat terjadi akibat edema hebat pada makula, perdarahan masif intravitreous, atau
ablasio retina traksional.1
Gejala subjektif yang dapat ditemui dapat berupa4:
Kesulitan membaca
Penglihatan kabur
Penglihatan tiba-tiba menurun pada satu mata
Melihat lingkaran-lingkaran cahaya
Melihat bintik gelap & cahaya kelap-kelip

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan funduskopi direk bermanfaat untuk menilai saraf optik, retina, makula
dan pembuluh darah di kutub posterior mata. Sebelum pemeriksaan dilakukan, pasien diminta
untuk melepaskan kaca mata atau lensa kontak, kemudian mata yang akan diperiksa ditetesi
midriatikum. Pemeriksa harus menyampaikan kepada pasien bahwa ia akan merasa silau dan
kurang nyaman setelah ditetesi obat tersebut.Risiko glaukoma akut sudut tertutup merupakan
kontraindikasi pemberian midriatikum.
Pemeriksaan funduskopi direk dilakukan di ruangan yang cukup gelap. Pasien duduk
berhadapan sama tinggi dengan pemeriksa dan diminta untuk memakukan (fiksasi)
pandangannya pada satu titik jauh. Pemeriksa kemudian mengatur oftalmoskop pada 0 dioptri
dan ukuran aperture yang sesuai. Mata kanan pasien diperiksa dengan mata kanan
pemeriksa dan oftalmoskop dipegang di tangan kanan.
Mula-mula pemeriksaan dilakukan pada jarak 50 cm untuk menilai refleks retina yang
berwarna merah jingga dan koroid. Selanjutnya, pemeriksaan dilakukan pada jarak 2 hingga
3cm dengan mengikuti pembuluh darah ke arah medial untuk menilai tampilan tepi dan
warna diskus optik, dan melihat cup-disc ratio. Diskus optik yang normal berbatas tegas,disc
berwarna merah muda dengan cup berwarna kuning, sedangkan cup-disc ratio <0,3. Pasien
lalu diminta melihat ke delapan arah mata angin untuk menilai retina. Mikroaneurisma,
eksudat, perdarahan, dan neovaskularisasi merupakan tanda utama retinopati diabetikum.
Terakhir, pasien diminta melihat langsung ke cahaya oftalmoskop agar pemeriksa dapat
menilai makula. Edema makula dan eksudat adalah tanda khas makulopati diabetikum.
Di pelayanan primer pemeriksaan fundus photography berperanan sebagai
pemeriksaan penapis. Apabila pada pemeriksaan ditemukan edema makula, retinopati
diabetikum nonproliferatif derajat berat dan retinopati diabetikum proliferati fmaka harus
dilanjutkan dengan pemeriksaan mata lengkap oleh dokter spesialis mata. Pemeriksaan mata

8
lengkap oleh dokter spesialis mata terdiri dari pemeriksaan visus, tekanan bola mata, slit-
lamp biomicroscopy, gonioskop, funduskopi dan stereoscopic fundus photography dengan
pemberian midriatikum sebelum pemeriksaan. Pemeriksaan dapat dilanjutkan dengan optical
coherence tomography (OCT) dan ocular ultrasonography bila perlu. OCT memberikan
gambaran penampang aksial untuk menemukan kelainan yang sulit terdeteksi oleh
pemeriksaan lain dan menilai edema makula serta responsnya terhadap terapi. Ocular
ultrasonography bermanfaat untuk evaluasi retina bila visualisasinya terhalang oleh
perdarahan vitreous atau kekeruhan media refraksi.1

Tatalaksana
Prinsip penanganan retinopati diabetikum adalah pencegahan penurunan penglihatan
lebih jauh dengan fotokoagulasi laser retina. Syaratnya ialah tepat waktu dan memadai
sehingga perlu dilakukan deteksi dini.
Sebagian besar kebutaan akibat retinopati diabetikum dapat dicegah dengan
fotokoagulasi laser yang dilaksanakan tepat waktu dan memadai. Kenyataannya sebagian
besar penderita datang terlambat sehingga waktu ideal untuk fotokoagulasi sudah terlewat,
contohnya pasien datang dengan retinopati yang sudah stadium lanjut, dengan ketajaman
penglihatan yang sudah sangat rendah atau bahkan sudah dalam glaukoma neovaskular.
Fotokoagulasi laser untuk retinopati diabetikum ada 3 jenis yaitu fokal, grid (kisi) dan
panretinal. Fotokoagulasi fokal ditujukan langsung pada daerah mikroaneurisma atau
kebocoran kapiler yang lokal bertujuan untuk mengurangi atau menghilangkan edema
makula. Fotokoagulasi grid merupakan tindakan laser berbentuk kisi mengelilingi daerah
edema retina akibat kebocoran kapiler yang difus.
Fotokoagulasi panretina untuk mencegah terbentuknya zat zat vasoaktif terutama
vascular endothelial growth factor (VGEF) dan menghilangkannya, sehingga dapat
mencegah timbulnya serta mengakibatkan regresi pembuluh darah baru. Sebenarnya,
neovaskularisasi inilah komplikasi yang paling ditakuti karena dapat menyebabkan glaukoma
atau pendarahan viterus. Fotokoagulasi pada retinopati yang dilakukan tepat waktu serta
diberikan secara adekuat dapat mengurangi kebutaan sampai 90%. Apabila terjadi keadaaan
yang lebih parah, seperti terjadinya pendarahan vitreus masif atau ablasi retina tarikan, maka
dilakukan tindakan bedah berupa vitrektomi. Vitrektomi pada retinopati diabetikum
proliferatif dengan pendarahan vitreus minimal hanya bermanfaat untuk mata yang telah
menjalani fotokoagulasi panretinal dan memiliki pembuluhpembuluh darah baru yang telah
mengalami fibrosis. Mata dengan ablatio retina tidak memerlukan vitrektomi hingga

9
pelepasan telah mengenai fovea. Ablatio retina regmatogenosa sebagai komplikasi retinopati
diabetikum proliferatif mebutuhkan vitrektomi segera.5

Deteksi Dini
Pada tahun 2010, The American Diabetes Association menetapkan beberapa
rekomendasi pemeriksaan untuk deteksi dini retinopati diabetikum. Pertama, orang dewasa
dan anak berusia lebih dari 10 tahun yang menderita DM tipe I harus menjalani pemeriksaan
mata lengkap oleh dokter spesialis mata dalam waktu lima tahun setelah diagnosis DM
ditegakkan.
Kedua, penderita DM tipe II harus menjalani pemeriksaan mata lengkap oleh dokter
spesialis mata segera setelah didiagnosis DM. Ketiga, pemeriksaan mata penderita DM tipe I
dan II harus dilakukan secara rutin setiap tahun oleh dokter spesialis mata. Keempat,
frekuensi pemeriksaan mata dapat dikurangi apabila satu atau lebih hasil pemeriksaan
menunjukkan hasil normal dan dapat ditingkatkan apabila ditemukan tanda retinopati
progresif.
Kelima, perempuan hamil dengan DM harus menjalani pemeriksaan mata rutin sejak
trimester pertama sampai dengan satu tahun setelah persalinan karena risiko terjadinya
dan/atau perburukan retinopati diabetikum meningkat, dan ia harus menerima penjelasan
menyeluruh tentang risiko tersebut.1

Prognosis
Pada mata yang mengalami edema macular dan iskemik yang bermakna akan
memiliki prognosa yang lebih jelek dengan atau tanpa terapi laser, daripada mata dengan
edema dan perfusi yang relatif baik.

PENUTUP

Kesimpulan
Retinopati diabetikum merupakan komplikasi mikrovaskular DM yang menjadi antara
penyebab utama kebutaan. Keterlambatan diagnosis DM dan tidak adanya gejala pada awal
perjalanan penyakit menyebabkan sebagian besar kasus retinopati diabetikum tidak terdeteksi
hingga terjadi kebutaan. Deteksi dini, pengendalian faktor risiko, dan terapi yang memadai

10
merupakan kunci utama tata laksana retinopati diabetikum. Dua dari tiga hal tersebut dapat
dilaksanakan di pelayanan kesehatan primer sehingga peranan optimal dokter umum sangat
diperlukan dalam tata laksana retinopati diabetikum.

DAFTAR PUSTAKA

1. Sitompul R. Retinopati Diabetik. Journal of the Indonesian Medical Association.


2011;61(8):337-341.
2. Nasution K. Deteksi Dini Retinopati Diabetik di Pelayanan Primer Indonesia,
Mungkinkah. Journal of the Indonesian Medical Association. 2011;61(8):307-309.
3. Westerfeld CB, Miller JW. Neovascularization in diabetic retinopathy. Ocular disease:
mechanisms and management. USA: Saunders; 2010. p. 514-7.
4. Rahmawaty R. Diabetik Retinopati [Internet]. 1st ed. Medan: Universitas Sumatera
Utara; 2007 [cited 8 April 2017]. Available from:
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/1898/1/rodiah.pdf
5. Eva PR, Whitcher JP. Vaughan & asbury oftalmologi umum. Edisi 17. Jakarta: EGC;
2009. h. 1903.

11
12

Anda mungkin juga menyukai