Anda di halaman 1dari 31

BAB II

TINJAUAN TEORI

A. KONSEP DASAR MEDIK


1. Definisi

a. Stroke, atau cedera serebrovaskuler (CVA) , adalah kehilangan fungsi


otak yang diakibatkan oleh berhentinya suplai darah kebagian otak
(KMB vol 3)
b. Stroke adalah suatu sindrom klinis dengan gejala berupa gangguan
fungsi otak secara fokal atau global yang dapat menimbulkan kematian
atau kelainan yang menetap lebih dari 24 jam, tanpa penyebab lain
kecuali gangguan vaskuler (WHO, 1983)
c. Suatu keadaan yang timbul karena terjadi gangguan peredaran darah
diotak yang menyebabkan terjadinya kematian jaringan otak sehingga
menyebabkan seseorang menderita kelumpuhan atau kematian
(Fransisca B. Baticaca: askep sistem persarafan)
d. Stroke iskemik adalah stroke yang disebabkan karena adanya hambatan
atau sumbatan pada pembuluh darah otak tertentu sehingga daerah otak
yang diperdarahi oleh pembuluh darah tersebut tidak mendapat pasokan
energy dan oksigen, sehingga pada akhirnya jaringan sel-sel otak di
daerah tersebut mati dan tidak berfungsi lagi.
Jadi, stroke iskemik adalah cedera neurovaskuler yang disebabkan oleh
interupsi atau terganggunya aliran darah ke otak yang diakibatkan oleh
sumbatan seperti: arterosklerosis, emboli dan thrombus sehingga
menyebabkan otak mengalami hipoksia lalu berlanjut menjadi iskemik
kemudian infark dan akibatnya otak mengalami penurunan bahkan
kehilangan fungsi otak.

2. Anatomi Fisiologi Sistem Saraf


a. Anatomi Otak

1
Berat otak manusia sekitar 1400 gram dan tersusun oleh kurang lebih
100 triliun neuron. Otak terdiri dari empat bagian besar yaitu serebrum
(otak besar), serebelum (otak kecil), brainsterm (batang otak), dan
diensefalon (Satyanegara, 1998). Serebrum terdiri dari dua hemisfer
serebri, korpus kolosum dan korteks serebri. Masing-masing hemisfer
serebri terdiri dari lobus frontalis yang merupakan area motorik primer
yang bertanggung jawab untuk gerakan-gerakan voluntar, lobur parietalis
yang berperanan pada kegiatan memproses dan mengintegrasi informasi
sensorik yang lebih tinggi tingkatnya, lobus temporalis yang merupakan
area sensorik untuk impuls pendengaran dan lobus oksipitalis yang
mengandung korteks penglihatan primer, menerima informasi penglihatan
dan menyadari sensasi warna. Serebelum terletak di dalam fosa kranii
posterior dan ditutupi oleh duramater yang menyerupai atap tenda yaitu
tentorium, yang memisahkannya dari bagian posterior serebrum. Fungsi
utamanya adalah sebagai pusat refleks yang mengkoordinasi dan
memperhalus gerakan otot, serta mengubah tonus dan kekuatan kontraksi
untuk mempertahankan keseimbangan sikap tubuh. Bagian-bagian batang
otak dari bawak ke atas adalah medula oblongata, pons dan mesensefalon
(otak tengah). Medula oblongata merupakan pusat refleks yang penting
untuk jantung, vasokonstriktor, pernafasan, bersin, batuk, menelan,
pengeluaran air liur dan muntah. Pons merupakan mata rantai penghubung
yang penting pada jaras kortikosereberalis yang menyatukan hemisfer
serebri dan serebelum. Mesensefalon merupakan bagian pendek dari
batang otak yang berisi aquedikus sylvius, beberapa traktus serabut saraf
asenden dan desenden dan pusat stimulus saraf pendengaran dan

2
penglihatan. Diensefalon di bagi empat wilayah yaitu talamus, subtalamus,
epitalamus dan hipotalamus. Talamus merupakan stasiun penerima dan
pengintegrasi subkortikal yang penting. Subtalamus fungsinya belum dapat
dimengerti sepenuhnya, tetapi lesi pada subtalamus akan menimbulkan
hemibalismus yang ditandai dengan gerakan kaki atau tangan yang
terhempas kuat pada satu sisi tubuh. Epitalamus berperanan pada beberapa
dorongan emosi dasar seseorang. Hipotalamus berkaitan dengan
pengaturan rangsangan dari sistem susunan saraf otonom perifer yang
menyertai ekspresi tingkah dan emosi.

b. Suplai daerah otak dan medulla spinalis

SSP (seperti juga jaringan tubuh lainnya) sangat bergantung pada

aliran darah yang memadai untuk nutrisi dan pembuangan sisa-sisa


metabolismenya. Suplai darah arteri keotak merupakan suatu jalinan
pembuluh-pembuluh darah yang bercabang-cabang, berhubungan erat satu
dengan yang lain sehingga dapat menjamin suplai darah yang adekuat
untuk sel. Suplai darah ini dijamin oleh dua pasang arteria, yaitu
arterivertebralis dan arteri carotis interna yang cabang-cabangnya
beranastomosis, membentuk sirkulus arteriosus serebri willisi. Aliran vena
otak tak selau parallel dengan suplai darah arteria; pembuluh dara vena
meninggalkan otak melalui sinus dura yang besar dan kembali ke sirkulasi
umum melalui vena jugularis interna. Arteri medulla spinalis dan sistem
vena paralel satu dengan yang lain dan mempunyai hubungan percabangan
yang luas untuk mencukupi suplai darah ke jaringan.
1) Suplai arteri karotis
Arteria karotis interna dan eksterna bercabang dari arteria
karotis komunis kira-kira setinggi tulang rawan tiroid. Arteria karotis
komunis kiri langsung bercabang dari arkus aorta, tetapi arteri karotis

3
komunis kanan berasal dari arteria brakiosefalika (merupakan sisa
arkus aorta kanan yang panjangnya 1 inci). Arteria karotis eksterna
memperdarahi wajah, tiroid. Lidah, dan faring. Cabang dari arteri
karotis eksterna yaitu arteria meningea media, mendarahi struktur-
struktur dalam didaerah wajah dan mengirimkan satu cabang yang
besar keduramater. Arteria karotis interna sedikit berdilatasi tepat
setelah percabangannya yang dinamakan sinus karotikus. Dalam sinus
karotikus terdapat ujung-ujung saraf khusus yang berespon terhadap
perubahan tekanan darah arteria, yang secara reflex mempertahankan
suplai darah ke otak dan tubuh.
Arteria karotis interna masuk kedalam tengkorak dan
bercabang kira-kira setinggi kiasma optikum, menjadi arteria serebri
anterior dan media. Arteria serebri media adalah lanjutan lansung dari
arteria karotis interna. Segera sesudah masuk kedalam ruang sub
arakhnoid dan sebelum bercabang-cabang, arteria karotis interna
mempercabangkan arteria oftalmika yang masuk kedalam orbita dan
mendarahi mata dan isi orbita lainnya, bagian-bagian hidung dan
sinus-sinus udara . bila cabang arteria karotis interna ini tersumbat
(misal, pada stroke) dapat mengakibatkan kebutaan monocular.
Arteria serebri anterior member suplai darah pada struktur-
struktur seperti nucleus kaudatus dan putamen ganglia basalis, bagian-
bagian dari kapsul interna dan korpus kalosum, dan bagian-bagian
(terutama medial). Lobus frontalis dan parietalis serebri, termasuk
korteks somestetik dan korteks motorik. Bila arteria serebri anterior
mengalami sumbatan pada cabang utamanya, akan terjadi hemiplegia
kontralateral yang lebih berat di bagian kaki dibandingkan bagian
tangan (ekstremitas bawah lebih terkena daripada ekstremitas atas).
Paralisis bilateral dan gangguan sensorik timbul bila terjadi sumbatan
total pada kedua arteria serebri anterior, tetapi pada keadaan inipun
ekstremitas bawah terkena lebih parah daripada ekstremitas atas.
Arteria serebri media menyuplai darah untuk bagian lobus
temporalis, parietalis dan frontalis korteks serebri dan membentuk
penyebaran pada permukaan lateral yang menyerupai kipas. Arteria

4
ini merupakan sumber utama girus prasentralis dan postsentralis.
Korteks auditorius, somestetik, motorik dan pramotorik disuplai oleh
arteria ini seperti juga korteks asosiasi yang berkaitan dengan fungsi
integrasi yang lebih tinggi pada lobus sentralis tersebut. Arteria
serebri media yang tersumbat didekat percabangan kortokal utamanya
(pada trunkus arteria) dapa menimbulkan afasia berat bila yang
terkena hemisferium serebri dominan bahasa. Selain itu juga
mengakibatkan hilangnya sensasi posisi dan diskriminasi taktil dua
titik kontralateral serta hemiplegia kontralateral yang berat, terutama
ekstremitas atas dan wajah.
2) Suplai arteria Vertebrobasilaris
Arteria vertebralis kiri dan kanan berasal dari arteria subklavia sisi
yang sama. Arteria subklavia kanan merupakan cabang dari arteria
inominata, sedangkan arteri subklavia kiri merupaka cabang langsung
dari aorta. Arteri vertebralis memasuki tengkorak melalui foramen
magnum, setinggi perbatasan pons dan medula oblongata. Kedua
arteri bersatu membentuk arteria basilaris. Arteri basilaris terus
berjalan sampai setinggi otak tengah, dan di sini bercabang menjadi
dua membentuk sepasang arteri arteria serebri posterior. Cabang-
cabang sistem vertebrobasilaris ini mendarahi medulla oblongata ,
pons, serebelum, otak tengah, dan sebagian diensenfalon. Arteria
serebri posterior dan cabang-cabangnya mendarahi sebagian
diensenfalon, sebagian lobus oksipital dan temporalis, apparatus
koklearis, dan organ-organ vestibular. Korteks penglihatan primer
pada lobus oksipitalis diperdarahi oleh arteria kalkarina yang
merupakan cabang dari arteri serebri posterior. Arteri kalkarina yang
tersumbat akan menimbulkan hemianopsia homonym kontralateral.
Namun demikian macula dapat tetap utuh karena anastomosis arteria
serebri posterior dan media pada lobus oksipitalis.
3) Sirkulus Arteriosus Willisi
Meskipun arteria karotis interna vertebrobasilaris merupakan dua
sistem arteria terpisah yang mengalirkan darah keotak, tetapi
keduanya disatukan oleh pembuluh-pembuluh anastomosis yang

5
membentuk sirkulus arteriosus willisi. Arteria serebri posterior
dihubungkan dengan arteria serebri media (dan arteri serebri anterior)
lewat arteria komunikans posterior. Kedua arteria serebri anterior
dihubungkan oleh arteri komunikans anterior sehingga terbentuk
lingkaran yang lengkap. Normalnya, aliran darah dalam arteria
komunikans hanya sedikit. Arteria ini merupakan penyelamat bila
terjadi perubahan tekanan darah arteria yang dramatis. Percabangan
sistem karotis interna verterbrobasilaris juga mempunyai pembuluh
darah anastomosis.
4) Arteria-arteria konduksi dan penembus
Pada umumnya arteria serebri mampunyai fungsi konduksi atau
pemenbus. Arteria konduksi (arteria karotis interna, serebri anterior,
media dan posterior, arteria vertebrobasilarisdan cabang utamanya
arteria-arteria ini) membentuk suatu jalinan pembuluh yang luas
meliputi permukaan otak. Arteria penembus merupakan pembuluh
nutrisi yang berasal dari cabang-cabang arteria konduksi. Masuk
kedalam otak secara tegak lurus dan mengalirkan darah ke struktur-
struktur serebral bagian dalam seperti diensenfalon, ganglia basalis,
kapsula interna dan bagian-bagian otak tengah. Misalnya
arterialentikulostriata merupakan cabang penembus dari arteria serebri
media dan mengalirkan darah kekapsula interna dan bagian-bagian
ganglia basalis. Arteria-arteria kecil ini seringkali terlibat dalam
sindrom stroke. Penyumbatan atau rupture arteria lentikulostriata
dapat menganggu jaras motorik kapsula interna dan menyebabkan
paralisis.
5) Pembuluh darah medulla spinalis
Medulla spinalis menerima darah melalui cabang-cabang
arteria vertebralis (arteria spinalis anterior dan posterior dan cabang-
cabangnya) dan dari pembuluh-pembuluh segmental regional yang
berasal dari arteri torakalis dan abdominalis (arteria radikularis dan
cabang-cabangnya). Dari tempat percabangannya pada arteri
vertebralis disepanjang medulla, arteria spinalis anterior, dan posterior
akan berjalan turun ke medulla spinalis. Arteria segmental masuk

6
kebagian spinal SSP melalui foramina intravertebralis dan bercabang
menjadi pembuluh anterior dan posterior. Arteria-arteria ini
melingkari medulla spinalis dan membentuk fleksus vascular yang
beranastomosis luas pada permukaan medulla spinalis, serta
berhubungan dengan pembuluh-pembuluh sister vertebral. Cabang-
cabang dari pleksus vaskuler superficial ini kemudian menembus
medulla spinali dan mendarahi jaringan-jaringan yang ketaknya
dalam.
Aliran vena umumnya mengikuti pola distribusi arteria.
Beberapa vena medulla spinalis mempunyai katup, berbeda dengan
vena-vena otak dan sinus vena yang tidak mempunyai katup. Sistem
vascular medulla spinalis lansung berhubungan dengan sistem vena
otak.

3. KLASIFIKASI
a. Secara non hemoragik, stroke dapat dibagi berdasarkan manifestasi
klinik dan proses patologik (kausal):
1) Berdasarkan manifestasi klinik:
a) Serangan Iskemik Sepintas/Transient Ischemic Attack (TIA)
Gejala neurologik yang timbul akibat gangguan peredaran darah di
otak akan menghilang dalam waktu 24 jam.
b) Defisit Neurologik Iskemik Sepintas/Reversible Ischemic
Neurological Deficit (RIND)
Gejala neurologik yang timbul akan menghilang dalam waktu
lebih lama dari 24 jam, tapi tidak lebih dari seminggu.
c) Stroke Progresif (Progressive Stroke/Stroke In Evaluation)
Gejala neurologik makin lama makin berat.
d) Stroke komplet (Completed Stroke/Permanent Stroke)
Kelainan neurologik sudah menetap, dan tidak berkembang lagi.
2) Berdasarkan Kausal:
a) Stroke Trombotik
Stroke trombotik terjadi karena adanya penggumpalan pada
pembuluh darah di otak. Trombotik dapat terjadi pada pembuluh
darah yang besar dan pembuluh darah yang kecil. Pada pembuluh
darah besar trombotik terjadi akibat aterosklerosis yang diikuti
oleh terbentuknya gumpalan darah yang cepat. Selain itu,
trombotik juga diakibatkan oleh tingginya kadar kolesterol jahat

7
atau Low Density Lipoprotein (LDL). Sedangkan pada pembuluh
darah kecil, trombotik terjadi karena aliran darah ke pembuluh
darah arteri kecil terhalang. Ini terkait dengan hipertensi dan
merupakan indikator penyakit aterosklerosis.
b) Stroke Emboli/Non Trombotik
Stroke emboli terjadi karena adanya gumpalan dari jantung atau
lapisan lemak yang lepas. Sehingga, terjadi penyumbatan
pembuluh darah yang mengakibatkan darah tidak bisa mengaliri
oksigen dan nutrisi ke otak.

4. ETIOLOGI
a. Faktor Predisposisi
1) Usia
Semakin bertambah tua usia, maka semakin tinggi pula resikonya.
Setelah berusia 55 tahun, resikonya berlipat ganda setiap kurun waktu
10 tahun. Dua pertiga dari semua serangan stroke terjadi pada orang
yang berusia 65 tahun. Hal ini juga dikaitkan dengan semakin
meurunnya elastisitas pembuluh darah dan terjadi pengerasan
pembuluh darah sehingga darah susah untuk melewati pembuluh
darah tersebut.
2) Genetik
Faktor genetik yang sangat berperan antara lain tekanan darah
tinggi, penyakit jantung, diabetes dan cacat pada bentuk pembuluh
darah. Gaya hidup dan pola suatu keluarga juga dapat mendukung
resiko stroke. Cacat pada bentuk pembuluh darah (cadasil) mungkin
merupakan faktor genetik yang paling berpengaruh dibandingkan
faktor resiko stroke yang lain.
3) Ras dan Etnik
Orang amerika keturunan spanyol dan indian mempunyai
resiko stroke dan tingkat kematian yang mirip dengan orang Amerika
kulit putih. Pada orang asia-amerika resiko stroke dan kematian juga
mirip dengan orang amerika kulit putih, walau orang asia di jepang,
cina dan negara lain di timur jauh memeiliki risiko stroke dan tingkat
kematian yang lebih tinggi daripada orang amerika kulit putih. Ini

8
menandakan bahwa lingkungan dan gaya hidup memegang peranan
penting dalam resiko stroke.
a) Faktor Presipitasi
1) Hipertensi
Hipertensi (tekanan darah tinggi) merupakan faktor resiko
utama yang menyebabkan pengerasan dan penyumbatan arteri.
Penderita hipertensi memiliki faktor resiko stroke 4 hingga 6 kali lipat
dibandingkan orang yang tanpa hipertensi dan sekitar 40 hingga 90
persen pasien stroke ternyata menderita hipertensi sebelum terkena
stroke.
2) Penyakit jantung
Penyakit jantung terutama atrial fibrilation, yakni penyakit
jantung dengan denyit jantung yang tidak teraturdibilik kiri atas.
Denyut jantung di atrium kiri ini mencapai empat kali lebih cepat
dibandingkan dibagian-bagian lain jantung. Ini menyebabkan aliran
jantung tidak teratur dan secara insidentil terjadi pembentukan
gumpalan darah. Gumpalan-gumpalan inilah yang kemudian dapat
mencapai otak dan menyebabkan stroke.
3) Diabetes Mellitus
Penderita diabetes memiliki resiko tiga kali lipat terkena
stroke dan mencapai tingkat tertinggi pada usia 50-60 tahun. Setelah
itu, resiko tersebut akan menurun. Namun, ada faktor penyebab lain
yang dapat memperbesar resiko stroke karena sekitar 40 persen
penderita diebetas pada umumnya juga menghidap hipertensi.
4) Kolesterol
Penelitian menunjukkan bahwa makanan kaya lemak jenuh
dan kolesterol seperti daging, telur dan produk susu dapat
meningkatkan kadar kolesterol dalam tubuh dan berpengaruh pada
resiko aterosklerosis dan penebalan pembuluh darah. Kadar kolesterol
diatas 240 mg/dl sudah berbahaya dan menempatkan seseorang pada
resiko terkena penyakit jantung dan stroke.

5. PATOFISIOLOGI
Setiap kondisi yang menyebabkan perubahan perfusi darah pada otak
akan menyebabkan keadaan hipoksia. Hipoksia yang berlangsung lama
akan menyebabkan iskemik otak. Iskemik yang terjadi dalam waktu yang

9
singkat kurang dari 10-15 menit dapat menyebabkan defisit sementara dan
bukan defisit permanen. Sedangkan iskemik yang terjadi dalam waktu
lama dapat menyebabkan sel mati permanen dan mengakibatkan infark
pada otak.
Setiap defisit fokal permanen akan bergantung pada daerah otak mana
yang terkena. Daerah otak yang terkena akan menggambarkan pembuluh
darah otak yang terkena. Pembuluh darah yang paling sering mengalami
iskemik adalah arteri serebral tengah dan arteri karotis interna.defisit fokal
permanen dapat tidak diketahui jika klien pertama kali mengalami iskemik
otak total yang dapat teratasi. Jika aliran darah ke tiap bagian otak
terhambat karena trombus atau emboli, maka mulai terjadi kekurangan
suplai oksigen kejaringan otak. Kekurangan oksigen dalam satu menit
dapat menunjukkan gejala yang dapat pulih seperti kehilangan kesadaran.
Sedangkan kehilangan oksigen dalam waktu yang lebih lama
menyebabkan nekrosisi mikroskopik neuron-neuron. Area yang
mengalami nekrosis disebut infark,
Gangguan peredaran darah otak akan menimbulkan gangguan pada
metabolisme pada sel-sel neuron, dimana sel-sel neuron tidak mampu
menyimpan glikogen sehingga kebutuhan metebolisme terganggu dari
glukosa dan oksigen yang terdapat pada arteri-arteri yang menuju otak.
Peredaran intrakranial termasuk perdarahan kedalam ruang subarakhnoid
atau kedalam jaringan otak sendiri. Hipertensi mengakibatkan timbulnya
penebalan dan degeneratif pembuluh darah yang dapat menyebabkan
rupturnya pembuluh darah arteri serebral sehingga perdarahan menyebar
cepat dan menimbulkan perubahan setempat serta iritasi pada pembuluh
darah otak.
Perdarahan biasanya berhenti karena pembentukan trombus oleh
fibrin trombosit dan oleh tekanan jaringan. Setelah 3 minggu, darah mulai
direabsorbsi. Ruptur ulangan merupakan risiko serius yang terjadi sekitar
7-10 hari setelah perdarahan pertama. Ruptur ulangan menyebabkan
terhentinya aliran darah ke bagian tertentu, menimbulkan iskemik fokal,
dan infark jaringan otak. Hal tersebut dapat menimbulkan gegar otak dan
kehilangan kesadaran, peningkatan tekanan cairan serebrospinal (CSS),

10
dan menyebabkan gesekan otak (otak terbelah sepanjang serabut).
Perdarahan mengisi ventrikel atai hematoma yang merusak jaringan otak.
Perubahan sirkulasi CSS, obstruksi vena, adanya edema dapat
meningkatkan tekanan intrakranial yang membahayakan jiwa dengan
cepat. Peningkatan tekanan intrakranial yang tidak diobati mengakibatkan
herniasi unkus atau serebellum. Disamping itu, terjadi bradikardia,
hipertensi sistemik, dan gangguan pernapasan. Darah merupakan bagian
yang merusak dan bila terjadi hemodialisa, darah dapat mengiritasi
meningen dan otak. Vasoaktif yang dilepas mendorong spasme arteri yang
berakibat menurunnya perfusi serebral. Spasme serebri atau vasospasme
biasa terjadi pada hari ke-4 sampai ke-10 setelah terjadinya perdarahandan
menyebabkan kontriksi arteri otak.vasospasme merupakan komplikasi
yang mengakibatkan terjadinya penurunan fokal neurologis, iskemik otak
dan infark.

6. MANIFESTASI KLINIS

Tanda dan gejala seseorang terkena stroe sangat beragam dan berbeda-
beda antara satu individu dengan individu yang lainnya. Perbedaan ini
dikarenakan perbadaan otak manusia yang sangat kompleks.setiap daerah
diotak mempunyai fungsi berbeda-beda. Ada yang mengatur gerakan,
pancaindera, perasaan, kognitif dan lain-lain. Tanda dan gejala dari stroke
pada daerah mana yang mengalami kerusakan diotak. Gejala stroke non
hemoragik yang timbul akibat gangguan peredaran darah di otak bergantung
pada berat ringannya gangguan pembuluh darah dan lokasi tempat gangguan
peredaran darah terjadi, maka gejala-gejala tersebut adalah:

a. Gejala akibat penyumbatan arteri karotis interna.

1) Buta mendadak (amaurosis fugaks).


2) Ketidakmampuan untuk berbicara atau mengerti bahasa lisan
(disfasia)bila gangguan terletak pada sisi dominan.
3) Kelumpuhan pada sisi tubuh yang berlawanan (hemiparesis
kontralateral) dan dapat disertai sindrom Horner pada sisi sumbatan.
b. Gejala akibat penyumbatan arteri serebri anterior.
1) Hemiparesis kontralateral dengan kelumpuhan tungkai lebih menonjol.

11
2) Gangguan mental.
3) Gangguan sensibilitas pada tungkai yang lumpuh.
4) Ketidakmampuan dalam mengendalikan buang air.
5) Bisa terjadi kejang-kejang.
c. Gejala akibat penyumbatan arteri serebri media.
1) Bila sumbatan di pangkal arteri, terjadi kelumpuhan yang lebih ringan.
Bila tidak di pangkal maka lengan lebih menonjol.
2) Gangguan saraf perasa pada satu sisi tubuh.
3) Hilangnya kemampuan dalam berbahasa (aphasia).
d. Gejala akibat penyumbatan sistem vertebrobasilar.
1) Kelumpuhan di satu sampai keempat ekstremitas.
2) Meningkatnya refleks tendon.
3) Gangguan dalam koordinasi gerakan tubuh.
4) Gejala-gejala sereblum seperti gemetar pada tangan (tremor), kepala
berputar (vertigo).
5) Ketidakmampuan untuk menelan (disfagia).
6) Gangguan motoris pada lidah, mulut, rahang dan pita suara sehingga
pasien sulit bicara (disatria).
7) Kehilangan kesadaran sepintas (sinkop), penurunan kesadaran secara
lengkap (strupor), koma, pusing, gangguan daya ingat, kehilangan
daya ingat terhadap lingkungan (disorientasi).
8) Gangguan penglihatan, sepert penglihatan ganda (diplopia), gerakan
arah bola mata yang tidak dikehendaki (nistagmus), penurunan
kelopak mata (ptosis), kurangnya daya gerak mata, kebutaan setengah
lapang pandang pada belahan kanan atau kiri kedua mata (hemianopia
homonim).
9) Gangguan pendengaran.
10) Rasa kaku di wajah, mulut atau lidah.
e. Gejala akibat penyumbatan arteri serebri posterior
1) Koma
2) Hemiparesis kontra lateral.
3) Ketidakmampuan membaca (aleksia).
4) Kelumpuhan saraf kranialis ketiga.
f. Gejala akibat gangguan fungsi luhur
1) Aphasia yaitu hilangnya kemampuan dalam berbahasa. Aphasia dibagi
dua yaitu, Aphasia motorik adalah ketidakmampuan untuk berbicara,
mengeluarkan isi pikiran melalui perkataannya sendiri, sementara
kemampuannya untuk mengerti bicara orang lain tetap baik. Aphasia
sensorik adalah ketidakmampuan untuk mengerti pembicaraan orang
lain, namun masih mampu mengeluarkan perkataan dengan lancar,

12
walau sebagian diantaranya tidak memiliki arti, tergantung dari
luasnya kerusakan otak.
2) Alexia adalah hilangnya kemampuan membaca karena kerusakan
otak. Dibedakan dari Dyslexia (yang memang ada secara kongenital),
yaitu Verbal alexia adalah ketidakmampuan membaca kata, tetapi
dapat membaca huruf. Lateral alexia adalah ketidakmampuan
membaca huruf, tetapi masih dapat membaca kata. Jika terjadi
ketidakmampuan keduanya disebut Global alexia.
3) Agraphia adalah hilangnya kemampuan menulis akibat adanya
kerusakan otak.
4) Acalculia adalah hilangnya kemampuan berhitung dan mengenal
angka setelah terjadinya kerusakan otak.
5) Right-Left Disorientation & Agnosia jari (Body Image) adalah
sejumlah tingkat kemampuan yang sangat kompleks, seperti
penamaan, melakukan gerakan yang sesuai dengan perintah atau
menirukan gerakan-gerakan tertentu. Kelainan ini sering bersamaan
dengan Agnosia jari (dapat dilihat dari disuruh menyebutkan nama jari
yang disentuh sementara penderita tidak boleh melihat jarinya).
6) Hemi spatial neglect (Viso spatial agnosia) adalah hilangnya
kemampuan melaksanakan bermacam perintah yang berhubungan
dengan ruang.
7) Syndrome Lobus Frontal, ini berhubungan dengan tingkah laku akibat
kerusakan pada kortex motor dan premotor dari hemisphere dominan
yang menyebabkan terjadinya gangguan bicara.
8) Amnesia adalah gangguan mengingat yang dapat terjadi pada trauma
capitis, infeksi virus, stroke, anoxia dan pasca operasi pengangkatan
massa di otak.
9) Dementia adalah hilangnya fungsi intelektual yang mencakup sejumlah
kemampuan.

7. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Angiografi cerebral
Membantu menentukan penyebab dari stroke secara spesifik seperti
perdarahan arteriovena atau adanya rupture dan untuk mencari sumber
pendarahan seperti aneurisme/ malformasi vaskuler,dan obstruksi arteri.
b. CT scan

13
Pemerikasaan ini memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi
hematoma, adanya jaringan otak yang infark atau iskemia dan posisinya
secara pasti. Hasi pemerikasaan biasannya didapatkan hirpedens fokal,
kadang pemadatan terlihat di ventrikel atau menyebar kepermukaan otak.
c. USG Doppler
Untuk mengidentifikasi adanya penyakit arteriovena(masalah system
karotis)
d. EEG
Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat masalah yang timbul dan
dampak dari jaringan yang infark sehingga menurunnya impuls listrik
dalam jaringan otak.
e. Sinar X tengkorak: menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal
daerah yang berlawanan dari massa yang meluas, kalsifikasi karotis
interna terdapat pada thrombosis serebral.
f. Pemeriksaan kimia darah: pada stroke akut dapat terjadi hiperglikemia.
Gula darah dapat mencapai 250 mg di dalam serum.
g. Pemeriksaan mata (optalmuskopi) menunjukkan tanda-tanda tekanan
darah tinggi dan pengapuran arteri.
h. MRI: Menunjukkan daerah infark, perdarahan , malformasi arteriovena
(MAV)

8. PENATALAKSANAAN

Waktu merupakan hal terpenting dalam penatalaksanaan stroke non

hemoragik yang di perlukan pengobatan sedini mungkin, karena jeda terapi

dari stroke hanya 3-6 jam. Penatalaksanaan yang cepat, tepat dan cermat

memegang peranan besar dalam menentukan hasil akhir pengobatan.

a. Prinsip penatalaksanaan stroke non hemoragik

a) Memulihkan iskemik akut yang sedang berlangsung (3-6 jam pertama)

menggunakan trombolisis dengan rt-PA (recombinan tissue-

plasminogen activator). Ini hanya boleh di berikan dengan waktu

14
onset <3 jam dan hasil CT scan normal, tetapi obat ini sangat mahal

dan hanya dapat di lakukan di rumah sakit yang fasilitasnya lengkap.

b) Mencegah perburukan neurologis dengan jeda waktu sampai 72 jam

yang diantaranya yaitu :

1) Edema yang progresif dan pembengkakan akibat infark. Terapi

dengan manitol dan hindari cairan hipotonik.

2) Ekstensi teritori infark, terapinya dengan heparin yang dapat

mencegah trombosis yang progresif dan optimalisasi volume dan

tekanan darah yang dapat menyerupai kegagalan perfusi.

3) Konversi hemoragis, msalah ini dapat di lihat dari CT scan, tiga

faktor utama adalah usia lanjut, ukuran infark yang besar, dan

hipertensi akut, ini tak boleh di beri antikoagulan selama 43-72 jam

pertama, bila ada hipertensi beri obat antihipertensi.

c) Mencegah stroke berulang dini dalam 30 hari sejak onset gejala stroke

terapi dengan heparin.

b. Protokol penatalaksanaan stroke non hemoragik akut

a) Pertimbangan rt-PA intravena 0,9 mg/kgBB (dosis maksimum 90 mg)

10% di berikan bolus intravena sisanya diberikan per drip dalam wakti

1 jam jika onset di pastikan <3 jam dan hasil CT scan tidak

memperlihatkan infrak yang luas.

b) Pemantauan irama jantung untuk pasien dengan aritmia jantung atau

iskemia miokard, bila terdapat fibrilasi atrium respons cepat maka

15
dapat diberikan digoksin 0,125-0,5 mg intravena atau verapamil 5-10

mg intravena atau amiodaron 200 mg drips dalam 12 jam.

c) Tekanan darah tidak boleh cepat-cepat diturunkan sebab dapat

memperluas infrak dan perburukan neurologis. Pedoman

penatalaksanaan hipertensi bila terdapat salah satu hal berikut :

1) Hipertensi diobati jika terdapat kegawat daruratan hipertensi

neurologis seperti, iskemia miokard akut, edema paru kardiogenik,

hipertensi maligna (retinopati), nefropati hipertensif, diseksi aorta.

2) Hipertensi diobati jika tekanan darah sangat tinggi pada tiga kali

pengukuran selang 15 menit dimana sistolik >220 mmHg, diastolik

>120 mmHg, tekanan arteri rata-rata >140 mmHg.

3) Pasien adalah kandidat trombolisis intravena dengan rt-PA dimana

tekanan darah sistolik >180 mmHg dan diastolik >110 mmHg.

Dengan obat-obat antihipertensi labetalol, ACE, nifedipin.

Nifedifin sublingual harus dipantau ketat setiap 15 menit karena

penurunan darahnya sangat drastis. Pengobatan lain jika tekanan darah

masih sulit di turunkan maka harus diberikan nitroprusid intravena, 50

mg/250 ml dekstrosa 5% dalam air (200 mg/ml) dengan kecepatan 3

ml/jam (10 mg/menit) dan dititrasi sampai tekanan darah yang di

inginkan. Alternatif lain dapat diberikan nitrogliserin drip 10-20

mg/menit, bila di jumpai tekanan darah yang rendah pada stroke maka

harus di naikkan dengan dopamin atau debutamin drips.

16
d) Pertimbangkan observasi di unit rawat intensif pada pasien dengan

tanda klinis atau radiologis adanya infrak yang masif, kesadaran

menurun, gangguan pernafasan atau stroke dalam evolusi.

e) Pertimbangkan konsul ke bedah saraf untuk infrak yang luas.

f) Pertimbangkan sken resonasi magnetik pada pasien dengan stroke

vetebrobasiler atau sirkulasi posterior atau infrak yang tidak nyata pada

CT scan.

g) Pertimbangkan pemberian heparin intravena di mulai dosis 800

unit/jam, 20.000 unit dalam 500 ml salin normal dengan kecepatan 20

ml/jam, sampai masa tromboplastin parsial mendekati 1,5 kontrol pada

kondisi :

1) Kemungkinan besar stroke kardioemboli

2) TIA atau infrak karena stenosis arteri karotis

3) Stroke dalam evolusi

4) Diseksi arteri

5) Trombosis sinus dura

Heparin merupakan kontraindikasi relatif pada infrak yang luas.

Pasien stroke non hemoragik dengan infrak miokard baru, fibrilasi

atrium, penyakit katup jantung atau trombus intrakardiak harus diberikan

antikoagulan oral (warfarin) sampai minimal satu tahun.

Perawatan umum untuk mempertahankan kenyamanan dan jalan

nafas yang adekuat sangatlah penting. Pastikan pasien bisa menelan

dengan aman dan jaga pasien agar tetap mendapat hidrasi dan nutrisi.

Menelan harus di nilai (perhatikan saat pasien mencoba untuk minum,

17
dan jika terdapat kesulitan cairan harus di berikan melalui selang

lambung atau intravena. Beberapa obat telah terbukti bermanfaat untuk

pengobatan penyakit serebrovaskular, obat-obatan ini dapat

dikelompokkan atas tiga kelompok yaitu obat antikoagulansia,

penghambat trombosit dan trombolitika.


a)
Antikoagulansia adalah zat yang dapat mencegah pembekuan darah

dan di gunakan pada keadaan dimana terdapat kecenderungan darah

untuk membeku. Obat yang termasuk golongan ini yaitu heparin dan

kumarin.
b)
Penghambat trombosit adalah obat yang dapat menghambat agregasi

trombosit sehingga menyebabkan terhambatnya pembentukan

trombus yang terutama sering ditemukan pada sistem arteri. Obat

yang termasuk golongan ini adalah aspirin, dipiridamol, tiklopidin,

idobufen, epoprostenol, clopidogrel.


c)
Trombolitika juga disebut fimbrinolitika berkhasiat melarutkan

trombus diberikan 3 jam setelah infark otak, jika lebih dari itu dapat

menyebabkan perdarahan otak, obat yang termasuk golongan ini

adalah streptokinase, alteplase, urokinase, dan reteplase.28

Pengobatan juga di tujukan untuk pencegahan dan pengobatan

komplikasi yang muncul sesuai kebutuhan. Sebagian besar pasien stroke

perlu melakukan pengontrolan perkembangn kesehatan di rumah sakit

kembali, di samping melakukan pemulihan dan rehabilitasi sendiri di

rumah dengan bantuan anggota keluarga dan ahli terapi. Penelitian yang

dilakukan Sri Andriani (2008) terhadap 281 pasien stroke di Rumah Sakit

18
Haji Medan di dapatkan 60% berobat jalan, 23,8% meninggal dan

sisanya pulang atas permintaan sendiri.

Kebanyakan morbiditas dan mortilitas stroke berkaitan dengan

komplikasi non neurologis yang dapat di minimalkan dengan perawatan

umum, komplikasi-komplikasi tersebut yaitu

a) Kekurangan nutrisi, bila pasien sadar dan tidak memiliki risiko

aspirasi maka dapat dilakukan pemberian makanan secara oral,

tetapi jika pasien tidak sadar atau memiliki risiko aspirasi beri

makanan secara enteral melalui pipa nasoduodenal ukuran kecil

dalam 24 jam pertama setelah onset stroke.

b) Hipovolemia, dapat di koreksi dengan kristaloid isotonis. Cairan

hipotonis (dekstrosa 5% dalam air, larutan NaCl 0,45 %) dapat

memperberat edema serebri dan harus di hindari.

c) Hiperglikemi dan hipoglikemi, ini dapat lakukan terapi setiap 6

jam selama 3-5 hari sejak onset stoke :

1) < 50 mg/dl : dekstrosa 40% 50 ml bolus intravena

2) 50-100 mg/dl : dekstrosa 5 % dalam NaCl 0,9 %, 500 ml dalam

6 jam

3) 100-200 mg/dl: pengobatan (-), NaCl 0,9 % atau Ringer laktat

4) 200-250 mg/dl: insulin 4 unit intravena

5) 250-300 mg/dl : insulin 8 unit intravena

6) 300-350 mg/dl : insulin 12 unit intravena

7) 350-400 mg/dl : insulin 16 unit intravena

19
8) > 400 mg/dl : insulin 20 unit intravena

d) Atelektasis paru, dapat di cegah dengan fisioterapi dada setiap 4

jam

e) Dekubitus, dicegah dengan perubahan posisi tubuh setiap 2 jam,

kontraktur dilakukan latihan gerakan sendi anggota badan secara

pasif 4 kali sehari, pemendekan tendo achiles di lakukan splin

tumit untuk mempertahankan pergelangan kaki dalam posisi

dorsofleksi.

f) Defisit sensorik, kognitif, memori, bahasa, emosi serta

visuospasial harus di lakukan neurorestorasi dini

g) Trombosis vena dalam, di cegah dengan pemberian heparin 5000

unit atau fraksiparin 0,3 cc setiap 12 jam selama 5-10 hari.

h) Infeksi vesika, pembentukan batu, gangguan sfingter vesika

biasanya di karenakan pemasangan kateter urin menetap, latihan

vesika harus segera di lakukan sedini mungkin bila pasien sudah

sadar.

9. KOMPLIKASI
Komplikasi dari penyakit hemoragic stroke yaitu:
a. Gagal Napas
Dalam keadaan tidak sadar, jalan napas harus cepat dipertahankan. Salah
satu gejala dari stroke adalah penurunan kesadaran, yang dapat
mengakibatkan obsrtuksi jalan napas karena epiglottis dan lidah
mungkin rileks, yang menyumbat orofaring sehiungga terjadi gagal
napas.
b. Distritmia jantung
Adanya embolisme serebral akan menyumbat aliran darah keotak dan
selanjutnya menurunkan aliran darah serebral. Otak akan memicu

20
jantung untuk memompa darah keotak sesuai dengan kebutuhan, yang
mengakibatkan terjadinya distritmia jantung
c. Herniasi otak
Apabila terjadi iskemik otak yang luas maka akan menyebabkan edema
serebri yang akan mengakibatkan terjadi pergeseran otak
d. Malnutrisi
Salah satu manifestasi klinik dari stroke adalah disfagia (sulit menelan).
Hal ini akan mengakibatkan anoreksia sehingga asupan yang masuk
kedalam tubuh berkurang yang akan menimbulkan malnutrisi.
e. Dekubitus
Dekubitus karena penderita mengalami kelumpuhan dan kehilangan
persaannya. Dekubitus selalu menjadi ancaman khususnya di daerah
bokong, panggul, pergelangan kaki, tumit bahkan telinga.

21
B. KONSEP DASAR KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
a. Identifikasi
a) Pasien
Nama inisial
Umur
Jenis Kelamin
Status Perkawinan
Jumlah anak
Agama/suku
Warga Negara
Bahasa yang digunakan
Pendidikan
Pekerjaan
Alamat rumah
b) Penanggung jawab
Nama
Umur
Alamat
Hubungan dengan pasien
b. Data medic
Diagnosa medic
Saat masuk : Susp NHS
Saat pengkajian : NHS(Non Hemoragic Stroke)
c. Keadaan umum
d. Pengkajian Pola Kesehatan
a) Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan
DS: Adanya riwayat penyakit hipertensi, penyakit jantung pada
keluarga, stroke, kecanduan alkohol dan merokok.
DO: Hipertensi arterial (dapat ditemukan atau terjadi pada cedera
serebrovaskular) sehubungan dengan adanya embolisme.

b) Pola nutrisi metabolic


DS: Nafsu makan hilang, mual muntah selama fase akut (Peningkatak
TIK), kehilangan sensasi (rasa kecap) pada lidah, pipi dan
tenggorokan, disfagia, adanya riwayat diabetes, peningkatn
lemak dalam darah.
DO: Kesulitan menelan, Obesitas (faktor resiko) tidak dapat
memenuhi kebutuhan sendiri, kehilangan BB 20%.
c) Pola eliminasi
DS: Perubahan pola berkemih, seperti inkontinensia urine, anuria,
distensi abdomen, bising usus negatif (ileus paralitik)
d) Pola aktivitas dan latihan

22
DS: Merasa kesulitan melakukan aktifitas karena kelemahan,
kehilangan sensasi atau paralisis (hemiplegia), merasa mudah
lelah, susah untuk beristirahat (nyeri/kejang otot)
DO: Gangguan tonus otot (flaksid, spastic), paralitik (hemiplegia) dan
terjadi kelemahan umum dan gangguan tingkat kesadaran.
e) Pola tidur dan istirahat
DS: Susah untuk beristirahat (nyeri)
DO: Gelisah saat tidur
f) Pola persepsi sensorik dan kognitif
DS: Sinkope/ pusing, sakit kepala, kelemahan/kesemutan, lumpuh.
Penglihatan menurun seperti buta total, kehilangan daya lihat
sebagian, penglihatan ganda atau gangguan lain
DO: Status mental/tingkat kesadaran, pada wajah terjadi paralisis atau
parese, afasia( gangguan atau kehilangan bahasa), kehilangan
kemampuan menggunakan motorik saat pasien ingin
menggerakkan.

PF Neurologi
1) Penilaian Fungsi Luhur
(a) Pemeriksaan tingkat kesadaran
Penilaian kualitatif
Composmentis
Apatis
Somnolens
Spoor
Spoor-comatus
Coma
Penilaian Kuantitatif : Glasgow Coma Scale
Respon motorik
Respon verbal
Respon pembukaan mata
(b) Penilaian Orientasi
Orientasi orang : tanyakan namanya, usia, kerja, kapan
lahir,kenal dengan orang disekitarnya
Orientasi tempat : tanyakan sekarang dimana, apa nama
tempat ini, dikota mana berada.
Orientasi waktu : tanyakan hari apa sekarang, tanggal
berapa, bulan apa, tahun berapa
(c) Pemeriksaan Afasia

23
Kelancaran bicara : bicara spontan, lancar tidak
tertegun untuk mencari kata yang diinginkan
Pemahaman bahasa lisan : ajak pasien bercakap-cakap
dan nilai pemahamannya terhadap kalimat. Minta
pasien melakukan apa yang kita perintahkan mulai dari
yang sederhana sampai yang sulit
Repetisi : mintalah pasien untuk mengulang apa yang
kita ucapkan mulai dari kata hingga kalimat
Menamai : mintalah pasien untuk menyebutkan dengan
cepat dan tepat nama objek yang kita tunjukkan
Membaca
menulis
(d) pemeriksaan Agnosia
agnosia visual : minta pasien menyebutkan nama objek
yang kita perlihatkan padanya
agnosia jari : minta pasien menutup mata, pemeriksa
meraba salah atu jari. Suruh pasien membuka mata dan
menunjukkan jari yang tadi diraba pemeriksa. Cara
lain: pemeriksa menyebutkan nama jari dan suruh
pasien menunjukkannya pada pemeriksa tunjukkan
jari manis saya
agnosia taktil : minta pasien menutup mata, tempatkan
digenggamannya suatu benda, dengan jalan meraba,
suruh pasien menyebutkan nama benda tersebut
(e) pemeriksaan memori
Memori segera : minta pasien untuk mengulangi angka-
angka yang disebutkan pemeriksa, dimulai dari 2 angka,
kemudian 3 angka, dan seterusnya.
Memori baru jangka pendek : sama dengan pemeriksaan
orientasi
Kemampuan mempelajari hal baru : minta pasien
menghapal 4 kata yang tidak berhubungan yang diucapkan
pemeriksa (cokelat, jujur, mawar, lengan). Selang 20-30
menit kemudian minta pasien mengulang 4 kata tadi

24
Memori visual : minta pasien melihat pemeriksa
menyembunyikan 5 benda kecil disekitar pasien. Selang 5
menit kemudian pasien ditanyai benda apa yang
disembunyikan dan dimana lokasinya.
2) Pemeriksaan Fungsi Motorik
(1) Penilaian terhadap ketangkasan gerakan volunter
Gerakan pada sendi bahu
Mintalah pada pasien untuk melakukan gerakan
pada sendi bahu yang meliputi : abduksi, adduksi,
elevasi, fleksi-ekstensi, endorotasi-eksorotasi.
Perhatikan apakan pasien dapat melakukan gerakan-
gerakan tersebut dengan mudah (bebas), dapat
melakukan tapi tidak sempurna, misalnya
melakukan abduksi tetapi tidak mencapai 90 derajat
(bebas terbatas), atau tidak dapat melakukan gerakan
sama sekali.
Gerakan pada sendi siku :
Mintalah pasien untuk melakukan gerakan pada sendi
siku yaitu: fleksi-ekstensi, pronasi-supinasi.
Perhatikan apakah gerakannya bebas, bebas terbatas
atau terbatas
Gerakan pada sendi tangan:
Mintalah pasien untuk melakukan gerkan pada sendi
tangan : yaitu fleksi-ekstensi, pronasi-supinasi.
Perhatikan apakah gerakannya bebas, bebas terbatas
atau terbatas
Gerakan jari-jari tangan :
Mintalah pasien untuk mengepalkan tangan, abduksi-
adduksi ibu jari
Perhatikan apakan gerakannya bebas,bebas terbatas
atau bebas
Gerakan pada sendi panggul
Mintalah pasien untuk melakukan gerakan pada sendi
panggul yang meliputi : fleksi-ekstensi, abduksi-
adduksi, endorotasi-eksorotasi
Gerakan pada sendi lutut :

25
Mintalah pasien untuk melakukan gerakan pada sendi
lutut yang meliputi : fleksi-ekstensi, endorotasi-
eksorotasi
Gerakan pada sendi kaki
Mintalah pasien untuk melakukan gerakan pada
sendi kaki yang meliputi : dorsofleksi-plantar
fleksi, inverse-eversi.
(2) Penilaian tonus otot
Memeriksa tonus otot bahu :
Pemeriksa menggerakkan sendi bahu seperti abduksi-
adduksi dan elevasi, kemudian merasakan adanya
tahanan pada m. deltoideus. Nilai tahanan tersebut
apakan normal,meningkat atau menurun
Tonus yang meningkat berarti bahwa pemeriksa
mendapat kesulitan untuk menggerakkan sendi bahu.
Jika tonus otot hilang, maka pemeriksa tidak
merasakan tahanan
Memeriksa tonus otot pada lengan atas
Pemeriksa menggerakkan sendi siku secara pasif, yaitu
fleksi dan ekstensi berulang-ulang dan merasakan
adanya tahanan pada otot-otot dilengan atas dan
nilailah tahanan tersebut apakah normal, meningkat
atau menurun
Jika tonus otot meningkat maka pemeriksa mendapat
kesulitan untuk memfleksikan dan mengekstensikan
lengan. Jika tonus otot hilang, maka pemeriksa tidak
merasakan tahanan.
Memeriksa tonus otot pada lengan bawah :
Pemeriksa menggerakkan tangan pasien secara pasif
(pronasi-supinasi) dan merasakan adanya tahanan pada
otot-otot dilengan bawah dan nilailah tahanan tersebut
apakah normal, meningkat atau menurun.
Memeriksa tonus otot pada tangan :
Pemeriksa memfleksikan dan mengekstensikan jari-jari
tangan pasien (menggenggam dan membuka) dan

26
meraskan adakah tahanan pada otot tangan, apakah
normal, meningkat atau menurun
Memeriksa tonus otot pada pinggul
Pemeriksa memfleksikan dan mengekstensikan kaki
pasien pada articulation coxae dan merasakan tahanan
pada otot-otot pinggul, apakah normal, meningkat, atau
menurun
Memeriksa tonus otot pada paha :
Pemeriksa memfleksikan dan mengekstensikan kaki
pasien pada sendi lutut dan merasakan tahanan pada
otot paha (m. quadriceps femoris), apakah normal,
meningkat atau menurun
Memeriksa tonus otot pada betis :
Pemeriksa melakukan dorsofleksi dan plantar-fleksi
secara pasif pada kaki pasien dan merasakan adanya
tahanan pada otot betis (m. gastrocnemius), apakah
normal, meningkat atau menurun
Memeriksa tonus otot pada kaki
Pemeriksa memfleksikan dan mengekstensikan jari
kaki pasein dan merasakan adanya tahanan pada otot
kaki (dorsum dan plantar pedis), apakah normal,
meningkat atau menurun.
3) Pemeriksaan Fungsi Sensorik
(1) Pemeriksaan Sensasi Taktil (raba)
Alat berupa sikat halus, kain, tissue, bulu, sentuhan kulit
menggunakan ujung jari dengan sangat lembut. Rangsangan
tidak boleh sampai menekan daerah subkutis. Intentitas
rangsang boleh sedikit dipertanjam pada daerah-daerah telapak
yang berkulit tebal. Seorang pemeriksa yang menghendaki
jawaban rangsang akan meminta pasien menjawab ya dan
tidak jika merasakan atau tidak merasakan adanya rangsang,
mintalah pula pasien menyebutkan lokasi-lokasi masing-
masing rangsang, dan mintalah pasien untuk meyebutkan
perbedaan lokasi rangsang antara 2 titik
(2) Pemeriksaan nyeri superficial

27
Alat yang digunakan dalam pemeriksaan ini berupa jarum jahit
biasa, jarum yang mempunyai 2 ujung tumpul dan tajam, atau
jarum dalam hammer-reflex; rangsang elektris atau rangsang
panas tidak dianjurkan.
(3) Pemeriksaan sensasi suhu
Prinsip dasar mengenai alat yang digunakan untuk
pemeriksaan sensasi suhu adalah tabung yang diisi dengan air
panas dan air dingin. Tabung logam lebih diutamakan daripada
kaca karena logam merupakan konduktor yang lebih baik dari
kaca. Sensasi dingin memerlukan air bersuhu 5-10 C dan
sensasi panas menggunakan air bersuhu 40-50 C. kurang dari 5
C atau lebih dari 45 C akan menimbulkan nyeri.
(4) Pemeriksaan gerak dan posisi
Cara pemeriksaan adalah dengan menempatkan jari yang
diperiksa dalam posisi tertentu sewaktu pasien menutup mata;
kemudian jari yang sama pada tangan lain disuruh menirukan
sebagaimana posisi yang ditetapkan pemeriksa pada jari tangan
yang sebelumnya, dengan tujuan untuk mendapatkan respon
pasien atas persepsinya terhadap gerak, kekuatan, rentang
pergerakan, sudut minimal ia dapat rasakan dan kemampuan
pasien menyebutkan lokasi atas jari-jarinya.
(5) Pemeriksaan sensai getar
Getarkan garpu tala dan tempatkan jari-jari garpu tala sesegera
mungkin di are tulang (maleolus lateral/medial, tibia, sacrum,
spina iliaca anterior superior, processus spinosus vertebra,
sternum, klavikula, processus styloideus radius/ulna, dan
persendian kaki.
(6) Pemeriksaan sensai tekan
Sembarang benda tumpul, bisa juga digunakan ujung jari.
Pasien dalam posisi terlentang, mata tertutup kemudian
tekankan benda tumpul pada otot atau tendon. Lalu tantakan
pad apasien, adakah tekanan yang dirasakan dan kemudian
minta pasien menyebutkan lokasinya.
(7) Pemeriksaan nyeri tekan

28
Pemeriksaan ini tidak membutuhkan peralatan khusus. Benda
tumpul, bisa juga digunakan ujung jari. Massa otot, tendon
atau saraf superficial diperiksa dengan menekankan ujung jari-
jari dengan menjepit. Pasien akan ditanya, adakan nyeri tekan
yang dirasakan; jawaban harus dibandingkan dengan intensitas
pemeriksa.
4) Pemeriksaan reflek fisiologis
(1) Reflex biceps
Pasien dalam keadaan duduk dan relaks, lengan pasien haru
relaks dan sedikit ditekuk/fleksi pada siku dengan telapak
tangan mengarah kebawah, letakkan ibu jari pemeriksa untuk
menekan tendon biceps pasien, dengan menggunakan palu
reflex, pukul ibu jari anda untuk memunculkan reflex biceps.
Reaksi pertama adalah kontraksi dari otot biceps dan kemudian
fleksi pada siku dan menimbulkan gerakan supinasi.
(2) Refleks triceps
Pasien dalam keadaan rileks, letakkan lengan pasien pada
lengan/ tangan pemeriksa, posisi pasien sama seperti saat
pemeriksaan reflex biceps, saat lengan pasien sudah benar-
benar relaks pukul tendon triceps yang melalui fossa olecranii,
reaksinya adalah kontraksi otot triceps dan sedikit terhentak.
(3) Refleks patella/quadriceps
Pasien duduk dengan posisi tungkai menggantung, lakukan
palpasi pada sisi kanan dan dan sisi kiri tendon patella, tahan
daerah distal paha dengan menggunakan satu tangan,
sedangkan tangan yang lain memukul tendon patella lalu akan
ada kontraksi otot quadriceps dan pemeriksa dapat melihat
gerakan tiba-tiba dari tungkai bagian bawah.
(4) Refleks Achilles
Pasien diminta untuk duduk dengan satu tungkai menggantung
atau berbaring dengan posisi supine atau berdiri dengan
bertumpu pada lutut dimana bagian bawah tungkai dan kaki
berada di luar meja pemeriksaan, tegangkan tendon Achilles
dengan cara menahan kaki di posisi dorsofleksi kemudian

29
pukul tendon Achilles dengan ringan dan cepat untuk
memunculkan reflex Achilles, yaitu fleksikaki yang tiba-tiba
5) Pemeriksaan Refleks Patologis
(1) Refleks Hoffman dan trimmer
Dilakukan dengan ekstensi jari tengan pasien. Reflex Hoffman
diperiksa dengan cara melakukan petikan pada kuku jari
tengah. Reflex Hoffman-trommer positif juka timbul gerakan
fleksi pada ibu jari, jari telunjuk, dan jari-jari lainnya.
(2) Reflex babinski
Goreskan ujung palu reflex pada telapak kaki pasien. Goresan
dimulai pada tumit menuju keatas dengan menyusuri bagian
lateral telapak kaki, kemudian setelah sampai pada pangkal
kelingking, goresan dibelokkan ke medial sampai akhir pada
pangkal jempol kaki. Reflex babinski positif jika ada respon
dorsofleksi ibu jari yang disertai pemekaran jari-jari yang lain
(3) Refleks chaddock
Dilakukan goresan dengan ujung palu reflex pada kulit
dibawah maleolus eksternus. Goresan dilakukan dari atas ke
bawah (dari proksimal ke distal)
(4) Refleks Oppenheim
Dengan menggunakan jempol dan jari telunjuk pemeriksa,
tulang tibia pasien diurut dari atas kebawah. Reflex
Oppenheim positif jika ada respon dorsofleksi ibu jari kaki
yang disertai pemekaran jari-jari yang lain.
(5) Refleks Gordon
Dilakukan pemijatan pada otot betis pasien. Reflex Gordon
positif jika ada respon dorsofleksi ibu jari yang disertai
pemekaran dari jari-jari yang lain.
(6) Refleks Schaefer
Dilakukan pemijatan pada tendon Achilles penderita. Refleks
Schaefer positif jika ada respon dorsofleksi ibu jari yang
disertai memekaran jari-jari yang lain.
(7) Refleks rossolimo-mendel bechterew
Reflex rossolimo diperiksa degan cara melakukan ketukan palu
refleks pada telapak kaki di daerah basis jari-jari pasien dan
reflex mendel-bechterew diperiksa dengan menggunakan palu
reflex pada daerah dorsum pedis basis jari-jari kaki pasien.

30
Refleks rossolimo mendel bechterew positif jika timbul fleksi
plantar jari-jari kaki nomor 2 sampai 5.
g) Pola persepsi dan konsep diri
DS: Perasaan tidak berdaya, perasaan putus asa
DO: Emosi yang labil dan ketidaksiapan untuk marah, sedih, dan
gembira, kesulitan untuk mengekspresikan diri
h) Pola peran dan hubungan dengan sesame
DS: Masalah bicara, ketidakmampuan untuk berkomunikasi
i) Pola mekanisme stress dan koping
DS: Perasaan tidak berdaya, perasaan putus asa.
DO: Emosi yang stabil dan ketidaksiapan untuk marah.

2. Diagnosa keperawatan
a. Ketidakefektifan perfusi cerebral b.d gangguan aliran arteri dan vena
b. Gangguan mobilitas fisik b.d kerusakan neurovascular
c. Gangguan komunikasi verbal b.d kerusakan pada area bicara (afasia),
penurunan sirkulasi keotak
d. Ketidakseimangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d kelemahan otot
dalam mengunyah dan menelan
e. Resiko Injuri b.d adanya penyakit akut :stroke

31

Anda mungkin juga menyukai