Oleh :
DIAN FITHRIA
150070300011073
Kelompok 14
Oleh :
DIAN FITHRIA
150070300011073
1.1. DEFINISI
Chronic Kidney Disease (CKD) adalah salah satu penyakit renal tahap
akhir.CKD merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan
irreversible.Dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan
metabolisme dan keseimbangan cairan elektrolit yang menyebabkan uremia atau
retensi urea dan sampah nitrogenlain dalam darah (Smeltzer dan Bare, 2001).
Gagal ginjal kronik (GGK) biasanya akibat akhir dari kehilangan fungsi
ginjal lanjut secara bertahap (Doenges, 1999; 626). Gagal ginjal kronis atau
penyakit renal tahap akhir (ESRD) merupakan gangguan fungsi renal yang
progresif dan irreversible dimana kemampuan tubuh gagal untuk
mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan
elektrolit,menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam
darah). (Brunner & Suddarth, 2001; 1448). Gagal ginjal kronik merupakan
perkembangan gagal ginjal yang progresif dan lambat,biasanya berlangsung
beberapa tahun. (Price, 1992; 812).
1.2 ETIOLOGI
Dibawah ini ada beberapa penyebab CKD menurut Price dan Wilson
(2006) diantaranya adalah tubula intestinal, penyakit peradangan, penyakit
vaskuler hipertensif, gangguan jaringan ikat, gangguan kongenital dan herediter,
penyakit metabolik, nefropati toksik, nefropati obsruktif. Beberapa contoh dari
golongan penyakit tersebut adalah :
1. Penyakit infeksi tubulointerstinal seperti pielo nefritis kronik dan refluks
nefropati.
2. Penyakit peradangan seperti glomerulonefritis.
3. Penyakit vaskular seperti hipertensi, nefrosklerosis benigna, nefrosklerosis
maligna, dan stenosis arteria renalis.
4. Gangguan jaringan ikat seperti Lupus eritematosus sistemik, poliarteritis
nodosa, dan seklerosis sistemik progresif.
5. Gangguan kongenital dan herediter seperti penyakit ginjal polikistik, dan
asidosis tubulus ginjal.
6. Penyakit metabolik seperti diabetes militus, gout, dan hiperparatiroidisme,
serta amiloidosis.
7. Nefropati toksik seperti penyalah gunaan analgetik, dan nefropati timah.
8. Nefropati obstruktif seperti traktus urinarius bagian atas yang terdiri dari
batu, neoplasma, fibrosis retroperitoneal. Traktus urinarius bagian bawah
yang terdiri dari hipertropi prostat, setriktur uretra, anomali congenital leher
vesika urinaria dan uretra.
Sedangkan penyebab PGK menurut National Kidney Foundation / NKF (2010)
adalah
1. Diabetes militus dan Hipertensi
Dua penyebab utama penyakit ginjal kronis diabetes dan tekanan darah
tinggi.Diabetes militus terjadi ketika gula darah terlalu tinggi, menyebabkan
kerusakan pada banyak organ dan otot dalam tubuh, termasuk ginjal dan
jantung, serta pembuluh darah, saraf, dan mata.Tekanan darah tinggi atau
hipertensi, terjadi ketika tekanan darah meningkat pada dinding pembuluh
darah.Jika tidak dikontrol dengan baik, tekanan darah tinggi bisa menjadi
penyebab serangan jantung, stroke dan PGK.
2. Glomerulonefritis
Glomerulonefritis menyebabkan peradangan dan kerusakan unit
penyaringan ginjal, merupakan penyebab ketiga yang paling sering terjadi
pada penyakit ginjal kronis.
3. Polikistik Ginjal
Polikistik ginjal merupakan penyakit ginjal bawaan sejak lahir. Keadaan ini
mengakibatkan kista pada ginjal yang akan merusak jaringan disekitarnya.
4. Lupus.
Penyakit ini dalam ilmu kedokteran disebut Systemic Lupus Erythematosus
(SLE), yaitu ketika penyakit ini sudah menyerang seluruh tubuh atau sistem
internal manusia.
5. Adanya sumbatan karena tumor, batu ginjal atau sumbatan karena ada
pembesaran kelenjar prostat pada pria
1.3. KLASIFIKASI
Gagal ginjal kronik dibagi 3 stadium :
1. Stadium 1 : penurunan cadangan ginjal, pada stadium kadar kreatinin serum
normal dan penderita asimptomatik.
2. Stadium 2 : insufisiensi ginjal, dimana lebihb dari 75 % jaringan telah rusak,
Blood Urea Nitrogen ( BUN ) meningkat, dan kreatinin serum meningkat.
3. Stadium 3 : gagal ginjal stadium akhir atau uremia.
Menurut Suwitra (2006) dan Kydney Organizazion (2007) tahapan CKD
dapat ditunjukan dari laju filtrasi glomerulus (LFG), adalah sebagai berikut :
1. Tahap I adalah kerusakan ginjal dengan LFG normal atatu meningkat > 90
ml/menit/1,73 m2.
2. Tahap II adalah kerusakan ginjal dengan penurunan LFG ringan yaitu 60- 89
ml/menit/1,73 m2.
3. Tahap III adalah kerusakan ginjal dengan penurunan LFG sedang yaitu 30-
59 ml/menit/1,73 m2.
4. Tahap IV adalah kerusakan ginjal dengan penurunan LFG berat yaitu 15- 29
ml/menit/1,73 m2.
5. Tahap V adalah gagal ginjal dengan LFG < 15 ml/menit/1,73 m2.
Untuk menilai GFR ( Glomelular Filtration Rate ) / CCT ( Clearance
Creatinin Test ) dapat digunakan dengan rumus:
1.4. PATOFISIOLOGI
Terlampir
Manifestasi klinik menurut (Smeltzer, 2001 : 1449) antara lain : hipertensi, (akibat
retensi cairan dan natrium dari aktivitas sistem renin - angiotensin aldosteron),
gagal jantung kongestif dan udem pulmoner (akibat cairan berlebihan) dan
perikarditis (akibat iriotasi pada lapisan perikardial oleh toksik, pruritis, anoreksia,
mual, muntah, dan cegukan, kedutan otot, kejang, perubahan tingkat kesadaran,
tidak mampu berkonsentrasi).
2. Pemeriksaan radiologi
a) Ultrasono grafi ginjal digunakan untuk menentukan ukuran ginjal dan
adanya masa , kista, obtruksi pada saluran perkemihan bagian atas.
b) Biopsi Ginjal dilakukan secara endoskopik untuk menentukan sel jaringan
untuk diagnosis histologis.
c) Endoskopi ginjal dilakukan untuk menentukan pelvis ginjal.
d) EKG mungkin abnormal menunjukkan ketidakseimbangan elektrolit dan
asam basa
e) KUB foto digunakan untuk menunjukkan ukuran ginjal / ureter / kandung
kemih dan adanya obtruksi (batu).
f) Arteriogram ginjal adalah mengkaji sirkulasi ginjal dan megidentifikasi
ekstravaskuler, massa.
g) Pielogram retrograd untuk menunjukkan abormalitas pelvis ginjal.
h) Sistouretrogram adalah berkemih untuk menunjukkan ukuran kandung
kemih, refluk kedalam ureter, dan retensi.
i) Pada pasien CKD pasien mendapat batasan diit yang sangat ketat dengan
diit tinggi kalori dan rendah karbohidrat. Serta dilakukan pembatasan yang
sangat ketat pula pada asupan cairan yaitu antara 500-800 ml/hari.
j) Pada terapi medis untuk tingkat awal dapat diberikan terapi obat anti
hipertensi, obat diuretik, dan atrapit yang berguna sebagai pengontol pada
penyakit DM, sampai selanjutnya nanti akan dilakukan dialisis dan
transplantasi.
1.7. KOMPLIKASI
Seperti penyakit kronis dan lama lainnya, penderita CKD akan mengalami
beberapa komplikasi. Komplikasi dari CKD menurut Smeltzer dan Bare (2001)
serta Suwitra (2006) antara lain adalah :
1. Hiper kalemi akibat penurunan sekresi asidosis metabolik, kata bolisme, dan
masukan diit berlebih.
2. Prikarditis, efusi perikardial, dan tamponad jantung akibat retensi produk
sampah uremik dan dialisis yang tidak adekuat.
3. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi sistem rennin
angiotensin aldosteron
4. Anemia akibat penurunan eritropoitin.
5. Penyakit tulang serta klasifikasi metabolik akibat retensi fosfat, kadar
kalsium serum yang rendah, metabolisme vitamin D yang abnormal dan
peningkatan kadar alumunium akibat peningkatan nitrogen dan ion
anorganik.
6. Uremia akibat peningkatan kadar uream dalam tubuh.
7. Gagal jantung akibat peningkatan kerja jantung yang berlebian.
8. Malnutrisi karena anoreksia, mual, dan muntah.
9. Hiperparatiroid, Hiperkalemia, dan Hiperfosfatemia.
1.8. PENATALAKSANAAN
1. Terapi konservatif
Tujuan dari terapi konservatif adalah mencegah memburuknya faal ginjal
secara progresif, meringankan keluhan-keluhan akibat akumulasi toksin
azotemia, memperbaiki metabolisme secara optimal dan memelihara
keseimbangan cairan dan elektrolit (Sukandar, 2006).
a. Peranan diet
Terapi diet rendah protein (DRP) menguntungkan untuk mencegah atau
mengurangi toksin azotemia, tetapi untuk jangka lama dapat merugikan
terutama gangguan keseimbangan negatif nitrogen.
b. Kebutuhan jumlah kalori
Kebutuhan jumlah kalori (sumber energi) untuk GGK harus adekuat
dengan tujuan utama, yaitu mempertahankan keseimbangan positif
nitrogen, memelihara status nutrisi dan memelihara status gizi.
c. Kebutuhan cairan
Bila ureum serum > 150 mg% kebutuhan cairan harus adekuat supaya
jumlah diuresis mencapai 2 L per hari.
d. Kebutuhan elektrolit dan mineral
Kebutuhan jumlah mineral dan elektrolit bersifat individual tergantung dari
LFG dan penyakit ginjal dasar (underlying renal disease).
2. Terapi simtomatik
a. Asidosis metabolik
Asidosis metabolik harus dikoreksi karena meningkatkan serum kalium
(hiperkalemia).Untuk mencegah dan mengobati asidosis metabolik
dapat diberikan suplemen alkali. Terapi alkali (sodium bicarbonat)
harus segera diberikan intravena bila pH 7,35 atau serum bikarbonat
20 mEq/L.
b. Anemia
Transfusi darah misalnya Paked Red Cell (PRC) merupakan salah satu
pilihan terapi alternatif, murah, dan efektif.Terapi pemberian transfusi
darah harus hati-hati karena dapat menyebabkan kematian mendadak.
c. Keluhan gastrointestinal
Anoreksi, cegukan, mual dan muntah, merupakan keluhan yang sering
dijumpai pada GGK.Keluhan gastrointestinal ini merupakan keluhan
utama (chief complaint) dari GGK. Keluhan gastrointestinal yang lain
adalah ulserasi mukosa mulai dari mulut sampai anus. Tindakan yang
harus dilakukan yaitu program terapi dialisis adekuat dan obat-obatan
simtomatik.
d. Kelainan kulit
Tindakan yang diberikan harus tergantung dengan jenis keluhan kulit.
e. Kelainan neuromuskular
Beberapa terapi pilihan yang dapat dilakukan yaitu terapi hemodialisis
reguler yang adekuat, medikamentosa atau operasi subtotal
paratiroidektomi.
f. Hipertensi
Pemberian obat-obatan anti hipertensi.
g. Kelainan sistem kardiovaskular
Tindakan yang diberikan tergantung dari kelainan kardiovaskular yang
diderita.
3. Terapi pengganti ginjal
Terapi pengganti ginjal dilakukan pada penyakit ginjal kronik stadium 5, yaitu
pada LFG kurang dari 15 ml/menit.Terapi tersebut dapat berupa hemodialisis,
dialisis peritoneal, dan transplantasi ginjal (Suwitra, 2006dalam Alamang 2012).
a. Hemodialisis
Tindakan terapi dialisis tidak boleh terlambat untuk mencegah gejala toksik
azotemia, dan malnutrisi. Tetapi terapi dialisis tidak boleh terlalu cepat pada
pasien GGK yang belum tahap akhir akan memperburuk faal ginjal (LFG).
Indikasi tindakan terapi dialisis, yaitu indikasi absolut dan indikasi
elektif.Beberapa yang termasuk dalam indikasi absolut, yaitu perikarditis,
ensefalopati/neuropati azotemik, bendungan paru dan kelebihan cairan yang
tidak responsif dengan diuretik, hipertensi refrakter, muntah persisten, dan
Blood Uremic Nitrogen (BUN) > 120 mg% dan kreatinin > 10 mg%. Indikasi
elektif, yaitu LFG antara 5 dan 8 mL/menit/1,73m, mual, anoreksia, muntah,
dan astenia berat.
Hemodialisis di Indonesia dimulai pada tahun 1970 dan sampai sekarang
telah dilaksanakan di banyak rumah sakit rujukan.Umumnya dipergunakan
ginjal buatan yang kompartemen darahnya adalah kapiler-kapiler selaput
semipermiabel (hollow fibre kidney).Kualitas hidup yang diperoleh cukup baik
dan panjang umur yang tertinggi sampai sekarang 14 tahun.Kendala yang
ada adalah biaya yang mahal.
b. Dialisis peritoneal (DP)
Akhir-akhir ini sudah populer Continuous Ambulatory Peritoneal Dialysis
(CAPD) di pusat ginjal di luar negeri dan di Indonesia. Indikasi medik CAPD,
yaitu pasien anak-anak dan orang tua (umur lebih dari 65 tahun), pasien-
pasien yang telah menderita penyakit sistem kardiovaskular, pasienpasien
yang cenderung akan mengalami perdarahan bila dilakukan hemodialisis,
kesulitan pembuatan AV shunting, pasien dengan stroke, pasien GGT (gagal
ginjal terminal) dengan residual urin masih cukup, dan pasien nefropati
diabetik disertai co-morbidity dan co-mortality. Indikasi non-medik, yaitu
keinginan pasien sendiri, tingkat intelektual tinggi untuk melakukan sendiri
(mandiri), dan di daerah yang jauh dari pusat ginjal.
b. Transplantasi ginjal
Transplantasi ginjal merupakan terapi pengganti ginjal (anatomi dan faal).
Pertimbangan program transplantasi ginjal, yaitu:
1. Cangkok ginjal (kidney transplant) dapat mengambil alih seluruh (100%)
faal ginjal, sedangkan hemodialisis hanya mengambil alih 70-80% faal
ginjal alamiah
2. Kualitas hidup normal kembali
3. Masa hidup (survival rate) lebih lama
4. Komplikasi (biasanya dapat diantisipasi) terutama berhubungan dengan
obat imunosupresif untuk mencegah reaksi penolakan
5. Biaya lebih murah dan dapat dibatasi
2. LAPORAN PENDAHULUAN HIPOALBUMIN
2.1. DEFINISI
Hipoalbuminemia adalah kadar albumin yang rendah/dibawah nilai
normal atau keadaan dimana kadar albumin serum < 3,5 g/dL (Muhammad
Sjaifullah Noer, Ninik Soemyarso, 2006 dan Diagnose-Me.com,
2007). Hipoalbuminemia mencerminkan pasokan asam amino yang tidak
memadai dari protein, sehingga mengganggu sintesis albumin serta protein lain
oleh hati (Murray, dkk, 2003).
2.2. ETIOLOGI
Menurut Iwan S. Handoko (2005), Adhe Hariani (2005) dan Baron (1995)
hipoalbuminemia adalah suatu masalah umum yang terjadi pada pasien.
Hipoalbuminemia dapat disebabkan olehmasukan protein yang rendah,
pencernaan atau absorbsi protein yang tak adekuat dan peningkatan kehilangan
protein yang dapat ditemukan pada pasien dengan kondisi medis kronis dan
akut:
1. Kurang Energi Protein,
2. Kanker,
3. Peritonitis,
4. Luka bakar,
5. Sepsis,
6. Luka akibat Pre dan Post pembedahan (penurunan albumin plasma yang
terjadi setelah trauma),
7. Penyakit hati akut yang berat atau penyakit hati kronis (sintesa albumin
menurun),
8. Penyakit ginjal (hemodialisa),
9. Penyakit saluran cerna kronik,
10. Radang atau Infeksi tertentu (akut dan kronis),
11. Diabetes mellitus dengan gangren, dan
12. TBC paru.
2.3. MANIFESTASI KLINIK
1. Ascites - akumulasi cairan di rongga perut;
2. dapat menyebabkan sesak napas.Hal ini menunjukkan akumulasi efusi
pleura dan pengembangan edema paru;
3. suara hati akan dinonaktifkan;hilangnya
4. nafsu makan;
5. kelemahan.
2.5. PENATALAKSANAAN
1. Therapi diet
Tujuan utama terapi diet hipoalbuminemia adalah meningkatkan dan
mempertahankan status gizi dalam hal ini kadar serum albumin serta mencegah
seminimal mungkin penurunan kadar albumin untuk mencegah komplikasi.
Kebutuhan energi pada hipoalbuminemia diupayakan terpenuhi karena apabila
asupan energi kurang dari kebutuhan maka bisa terjadi pembongkaran protein
tubuh untuk diubah menjadi sumber energi sehingga beresiko memperburuk
kondisi hopoalbuminemia. Oleh karena itu pada pasien-pasien hypoalbumin
khususnya dan pasien bedah pada umumnya di RSUP Dr Kariadi diberikan diet
TKTP, kalau perlu diberikan ekstra putih telur, ekstra ikan gabus, dan atau MPT.
Modisco merupakan singkatan dari Modified Dried Skimmed Milk and
Coconut.Modisco pertama kali dtemukan oleh May dan Whitehead pada tahun
1973.Modisco merupakan makanan atau minuman bergizi tinggi yang pertama
kali dicobakan pada anak-anak yang mengalami gangguan gizi berat di Uganda
(Afrika) dengan hasil yang memuaskan.Manfaat modisco yang paling utama
adalah untuk mengatasi gizi buruk pada manusia dengan cepat dan
mudah.Karena modisco mempunyai kandungan kalori yang tinggi serta mudah
dicerna oleh usus manusia.Modisco juga dapat membantu mempercepat
penyembuhan penyakit sehingga biaya pengobatan menjadi lebih ringan
(Sudiana & Acep, 2005).
2. Therapi Medis
Pasien-pasien yang rentan terhadap malnutrisi, terutama yang terkait
dengan hipoalbumin seperti kasus-kasus di atas dari team medis diberikan
transfusi FFP dan atau human albumin. Untuk pemberian kedua transfusi
tersebut pada kasus yang kadar albumin dalam darah 2,5 gr/dl (Hill, 2000).
Namun kedua therapi medis tersebut perlu beberapa pertimbangan antara lain :
pertimbangan harga yang cukup mahal, tidak mudah untuk mendapatkannya
khususnya untuk pasien dengan status kelas III / jamkesmas.
3. Peran Perawat Dalam Therapi Hypoalbumin
Pemberian therapi pada pasien hypoalbumin baik therapi medis maupun
therapi diet, perawat terlibat dalam mengoptimalkan pemberian therapi tersebut
sesuai dengan peran dan fungsinya sebagai perawat diantaranya: sebagai
conselor, educator, kolaborator, dan advocator. Karena perawat merupakan
petugas kesehatan yang selalu berada di samping pasien 24 jam, sehingga baik
buruknya kondisi / status keshatan pasien perawatlah yang pertama kali
mengetahui baru kemudian dilanjutkan kolaborasi dengan pihak terkait (medis,
gizi, fisiotherapi, dll).
Dalam pemberian therapi hypoalbumin peran perawat sangat penting
diantaranya: memberikan KIE pada pasien dan keluarga tentang therapi
hypoalbumin, memonitor distribusi instrumen / suplemen sampai ke pasien dan
benar-benar dikonsumsi pasien dengan benar .Setelah yakin suplemen
dikonsumsi pasien dengan benar, kemudian dilanjutkan peran perawat untuk
mengevaluasi baik secara klinis maupun biokimia. Salah satu indikator
keberhasilan pemberian therapi diet hypoalbumin adalah meningkatnya kadar
serum albumin dalam darah yang akan mempercepat proses penyembuhan
penyakit dan kepulangan pasien sehingga akan memperpendek LOS.
3. LAPORAN PENDAHULUAN HEMODIALISA
3.1. DEFINISI
Dialisis menghilangkan nitrogen sebagai produk limbah, mengoreksi
elektrolit, air, dan kelainan asam-basa yang berhubungan dengan gagal
ginjal.Dialisis tidak memperbaiki kelainan endokrin karena gagal ginjal, atau
mencegah komplikasi kardiovaskular. Proses dialysis membutuhkan membran
semipermeabel yang akan membersihkan bagian air dengan berat molekul kecil
(zat terlarut), tetap tidak untuk molekul besar (misalnya protein).
Hemodialisa didefinisikan sebagai pergerakan larutan dan air dari darah
pasien melewati membran semipermiabel (dialyzer) ke dalam dialysate.Dialyzer
juga dapat dipergunakan untuk memindahkan sebagian besar volume
cairan.Pemindahan ini dilakukan melalui ultrafiltrasi dimana tekanan hidrostatik
menyebabkan aliran yang besar dari air plasma (dengan perbandingan sedikit
larutan) melalui membran. Dengan memperbesar jalan masuk pada vaskuler,
antikoagulansi dan produksi dialyzer yang dapat dipercaya dan efisien,
hemodialisa telah menjadi metode yang dominan dalam pengobatan gagal ginjal
akut dan kronik di Amerika Serikat dan dunia
Dialyzer atau ginjal buatan memiliki dua bagian, satu bagian untuk darah
dan bagian lain untuk cairan dialysate.Di dalam dialyzer antara darah dan dialisat
tidak bercampur jadi satu tetapi dipisahkan oleh membran atau selaput tipis.Sel-
sel darah, protein dan hal penting lainnya tetap dalam darah karena mempunyai
ukuran molekul yang besar sehingga tidak bisa melewati membran.Produk
limbah yang lebih kecil seperti urea, kreatinin dan cairan bisa melalui membran
dan dibuang.Sehingga darah yang banyak mengandung sisa produk limbah bisa
bersih kembali (National Kidney Foundation / NKF, 2006).
Proses hemodialisis yang terjadi didalam membran semipermiabel terbagi
menjadi tiga proses yaitu osmosis, difusi dan ultrafiltrasi (Curtis, Roshto &
Roshto, 2008). Osmosis adalah proses perpindahan zat terlarut dari bagian yang
berkonsentrasi rendah kearah konsentrasi yang lebih tinggi. Difusi adalah proses
perpindahan zat terlarut dari konsentrasi tinggi kearah konsentrasi yang rendah.
Sedangkan ultrafiltrasi adalah perpindahan cairan karena ada tekanan dalam
membran dialyzer yaitu dari tekanan tinggi kearah yang lebih rendah (Curtis,
Roshto.,& Roshto, 2008)
3.2. TUJUAN HEMODIALISA
Hemodialisis tidak mengatasi gangguan kardiovaskuler dan endokrin
pada penderita PGK. Tindakan hemodialisis bertujuan untuk membersihkan
nitrogen sebagai sampah hasil metabolisme, membuang kelebihan cairan,
mengoreksi elektrolit dan memperbaiki gangguan keseimbangan basa pada
penderita PGK (Levy, dkk., 2004). Tujuan utama tindakan hemodialisis adalah
mengembalikan keseimbangan cairan intraseluler dan ekstraseluler yang
terganggu akibat dari fungsi ginjal yang rusak (Himmelfarb & Ikizler, 2010)
d) Pengkajian fisik
1) Penampilan / keadaan umum.
Lemah, aktifitas dibantu, terjadi penurunan sensifitas nyeri.Kesadaran pasien
dari compos mentis sampai coma.
2) Tanda-tanda vital.
Tekanan darah naik, respirasi riet naik, dan terjadi dispnea, nadi meningkat
dan reguler.
3) Antropometri.
Penurunan berat badan selama 6 bulan terahir karena kekurangan nutrisi,
atau terjadi peningkatan berat badan karena kelebian cairan.
4) Kepala.
Rambut kotor, mata kuning / kotor, telinga kotor dan terdapat kotoran telinga,
hidung kotor dan terdapat kotoran hidung, mulut bau ureum, bibir kering dan
pecah-pecah, mukosa mulut pucat dan lidah kotor.
5) Leher dan tenggorok.
Peningkatan kelenjar tiroid, terdapat pembesaran tiroid pada leher
6) Dada
Dispnea sampai pada edema pulmonal, dada berdebar-debar. Terdapat otot
bantu napas, pergerakan dada tidak simetris, terdengar suara tambahan
pada paru (rongkhi basah), terdapat pembesaran jantung, terdapat suara
tambahan pada jantung.
7) Abdomen.
Terjadi peningkatan nyeri, penurunan pristaltik, turgor jelek, perut buncit.
8) Genital.
Kelemahan dalam libido, genetalia kotor, ejakulasi dini, impotensi, terdapat
ulkus.
9) Ekstremitas.
Kelemahan fisik, aktifitas pasien dibantu, terjadi edema, pengeroposan
tulang, dan Capillary Refil lebih dari 1 detik
10) Kulit.
Turgor jelek, terjadi edema, kulit jadi hitam, kulit bersisik dan mengkilat /
uremia, dan terjadi perikarditis.
2. Diagnose
Menurut Doenges (1999) dan Lynda Juall (2000), diagnosa keperawatan
yang muncul pada pasien CKD adalah:
a) Kelebihan volume cairan
b) Penurunan curah jantung
c) Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit
d) Perubahan nutrisi
e) Perubahan pola nafas
f) Gangguan perfusi jaringan
g) Intoleransi aktivitas
h) kurang pengetahuan tentang tindakan medis
i) resti terjadinya infeksi
3. Rencana keperawatan
a) Penurunan curah jantung berhubungan dengan beban jantung yang
meningkat
Tujuan: Penurunan curah jantung tidak terjadi
Kriteria hasil : mempertahankan curah jantung dengan bukti tekanan darah
dan frekuensi jantung dalam batas normal, nadi perifer kuat dan sama
dengan waktu pengisian kapiler
Intervensi:
1) Auskultasi bunyi jantung dan paru
R: Adanya takikardia frekuensi jantung tidak teratur
2) Kaji adanya hipertensi
R: Hipertensi dapat terjadi karena gangguan pada system aldosteron-renin-
angiotensin (disebabkan oleh disfungsi ginjal)
3) Selidiki keluhan nyeri dada, perhatikanlokasi, rediasi, beratnya (skala 0-10)
R: HT dan GGK dapat menyebabkan nyeri
4) Kaji tingkat aktivitas, respon terhadap aktivitas
R: Kelelahan dapat menyertai GGK juga anemia
b) Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan edema
sekunder : volume cairan tidak seimbang oleh karena retensi Na dan H2O)
Tujuan: Mempertahankan berat tubuh ideal tanpa kelebihan cairan
Kriteria hasil: tidak ada edema, keseimbangan antara input dan output
Intervensi:
1) Kaji status cairan dengan menimbang BB perhari, keseimbangan masukan
dan haluaran, turgor kulit tanda-tanda vital
2) Batasi masukan cairan
R: Pembatasan cairan akn menentukan BB ideal, haluaran urin, dan respon
terhadap terapi
3) Jelaskan pada pasien dan keluarga tentang pembatasan cairan
R: Pemahaman meningkatkan kerjasama pasien dan keluarga dalam
pembatasan cairan
4) Anjurkan pasien / ajari pasien untuk mencatat penggunaan cairan terutama
pemasukan dan haluaran
R: Untuk mengetahui keseimbangan input dan output
Vasokonstriksi arteriol
Peningkatan aldosteron
Kelebihan cairan di
alveoli pertukaran O2tidak
maksimal Cairan yang ter retensi
masuk secara bebas ke
interstisiil edema perifer
Ketidakseimbangan antara
kebutuhan tubuh dengan
intake