Anda di halaman 1dari 15

TUGAS PKN

PELANGGARAN PELANGGARAN HAM

NAMA : NI KOMANG TRIA ASPINI KUMBARANI

KELAS : VIII B

NO :32

SMP NASIONAL DENPASAR

TAHUN PELAJARAN 2017

PELANGGARAN - PELANGGARAN HAM


. Pelanggaran hak asasi manusia merupakan suatu istilah yang merujuk pada
tindakan merampas atau menghancurkan hak-hak dasar manusia, seperti
hak hidup dan hak atas kebebasan. Meski demikian, tidak semua
pelanggaran yang berkaitan dengan hak dapat dikategorikan sebagai
pelanggaran HAM.

Ada bermacam-macam tindakan yang termasuk dalam pelanggaran HAM,


dan yang terberat di antaranya adalah pembunuhan dan pelecehan. Undang-
undang negara kita telah mengatur hal-hal yang berkaitan dengan
pengadilan terhadap pelanggaran HAM.

Undang-undang No. 39 Tahun 1999 menyatakan bahwa pelanggaran HAM


adalah segala tindakan yang dilakukan individu maupun kelompok, termasuk
aparat negara, baik disengaja maupun tidak yang dapat berakibat pada
pembatasan atau bahkan penghilangan hak asasi orang lain yang dilindungi
oleh undang-undang dan tidak mendapatkan atau dikhawatirkan tidak
mendapatkan penyelesaian hukum secara adil dan benar sesuai aturan
hukum yang berlaku.

FAKTOR FAKTOR PENYEBAB TERJADINYA PELANGGARAN


HAM

A. Faktor Internal

Faktor internal berarti adanya dorongan seseorang untuk melakukan pelanggaran HAM
yang berasal dari dalam diri pelaku pelanggaran HAM.

1. Ego yang tinggi dan selalu mementingkan diri sendiri.

Sikap egois dan mementingkan diri sendiri akan mengakibatkan seseorang lalai dari
kewajibannya dan selalu menuntut haknya dalam berbagai kepentingan. Sikap ini juga akan
menyebabkan seseorang memiliki hasrat yang besar untuk mencapai sesuatu yang
diinginkan. Karena sikap buruk tersebut, akhirnya bukan tidak mungkin seseorang akan
menghalalkan segala cara agar haknya terpenuhi walau caranya bisa melanggar hak orang
lain.

2. Kesadaran akan HAM rendah

Tingkat kesadaran masing-masing orang memang berbeda-beda. Ada yang sangat


menghargai HAM dan ada juga yang sangat mengabaikan adanya HAM tersebut.
Rendahnya kesadaran HAM akan mengakibatkan seorang pelanggar HAM berbuat
semena-mena kepada orang lain. Pelanggar tidak mau tahu bahwa orang lain juga
mempunyai hak asasi manusia yang harus dijaga dan dihormati.

Sikap ini tentu akan berakibat penyimpangan terhadap Hak asasi manusia. Semakin
rendah kesadaran HAM seseorang, makin besar pula sikap masa bodoh seseorang
terhadap HAM.

3. Kurangnya sikap toleransi

Sikap tidak toleran akan mengakibatkan munculnya rasa saling tidak menghormati dan
menghargai atas keberadaan orang lain. Seakan-akan kedudukan seseorang direndahkan
dan dilecehkan. Pada akhirnya sikap ini akan menjerumuskan seseorang untuk melakukan
diskriminasi pada orang lain.

B. Faktor Eksternal
Faktor Eksternal, yaitu faktor di luar diri manusia yang mendorong seseorang atau
sekelompok orang melakukan peanggaran HAM. Faktor-faktor ini diantaranya sebagai
berikut :

1. Penyalahgunaan kekuasaan

Kekuasaan di dunia ada banyak sekali. Kekuasaan ini ada di lingkungan keluarga, di
lingkungan masyarakat atau pun dilingkungan bangsa dan negara. Kekuasaan tidak selalu
mengarah pada kekuasaan pemerintah, namun dalam bentuk kekuasaan lain salah satunya
kekuasaan di sebuah perusahaan.

Para pengusaha yang tidak memperdulikan hak-hak buruhnya jelas melanggar HAM. Dapat
kita simpulkan bahwa setiap kekuasaan yang disalahgunakan akan mendorong timbulnya
pelanggaran HAM.

2. Ketidaktegasan aparat penegak hukum

Aparat penegak hukum yang tidak tegas dan klemar-klemer akan mengakibatkan timbulnya
banyak pelanggaran HAM yang akan terjadi. Kasus pelanggaran HAM yang tidak
diselesaikan secara tuntas tentu menjadi pemicu aksi pelanggaran HAM lain yang mungkin
lebih merugikan.

Para pelanggar tidak akan merasa jera/kapok untuk melakukan hal serupa jika tidak diberi
hukuman setimpal sesuai perbuatan yang dilakukannya.

Aparat penegak hukum yang semena-mena dalam mengambil keputusan juga merupakan
bentuk pelanggaran HAM dan menjadi contoh tidak baik, hal ini juga dapat menjadi pemicu
terjadinya bentuk pelanggaran HAM lainnya.

3. Teknologi yang disalahgunakan

Majunya teknologi di jaman sekarang memberi dampak positif dan juga negatif. Salah satu
dampak positifnya kita dapat memperoleh informasi dengan mudah melalui internet.

Segudang manfaat yang ditawarkan dalam internet juga dapat dipergunakan oleh pelaku
kejahatan. Misalnya saja perampokan uang dalam ATM oleh sekumpulan Hacker atau bisa
juga penculikan seseorang melalui jejaring sosial.

Memang segala sesuatu yang menyimpang akan mengakibatkan hal yang buruk. Jika
teknologi tidak dipergunakan sesuai aturan maka yang terjadi adalah timbul bentuk
pelanggaran HAM.

Namun, secara tidak langsung juga kemajuan teknologi dapat berdampak negatif bagi
banyak orang. Seperti halnya sentra produksi pabrik yang mencemari lingkungan sehingga
kesehatan manusia terancam.

4. Kesenjangan sosial dan ekonomi yang tinggi

Ketidakseimbangan dan ketidakmerataan gaya hidup sudah mulai munjul di era saat ini.
Perbedaan tingkat kekayaan atau jabatan yang dimiliki seseorang menjadi pemicu
kesenjangan sosial dan ekonomi.

Jika dibiarkan, bukan tidak mungkin akan banyak terjadi pelanggaran HAM seperti
perampokan, perbudakan, pelecehan bahkan pembunuhan.
CONTOH CONTOH KASUS PELANGGARAN HAM

1. Peristiwa Trisakti dan Semanggi (1998)

Tragedi Trisakti terjadi pada 12 Mei 1998. Peristiwa ini berkaitan dengan gerakan di era reformasi
yang gencar disuarakan di tahun 1998. Gerakan tersebut dipicu oleh krisis moneter dan tindakan
KKN presiden Soeharto, sehingga para mahasiswa kemudian melakukan demo besar-besaran di
berbagai wilayah yang kemudian berujung dengan bentrok antara mahasiswa dengan aparat
kepolisian.

Tragedi ini mengakibatkan (4 mahasiswa meninggal dan puluhan lainnya luka-luka). Tragedi
Semanggi I terjadi pada 11-13 November 1998 (17 orang warga sipil meninggal) dan tragedi
Semanggi II pada 24 September 1999 (1 orang mahasiswa meninggal dan 217 orang luka-luka).

2. Kasus Marsinah (1993)

Kasus Marsinah terjadi pada 3-4 Mei 1993. Seorang pekerja dan aktivitas wanita PT Catur Putera
Surya Porong, Jatim.

Peristiwa ini berawal dari aksi mogok yang dilakukan oleh Marsinah dan buruh PT CPS. Mereka
menuntun kepastian pada perusahaan yang telah melakukan PHK mereka tanpa alasan. Setelah
aksi demo tersebut, Marsinah malah ditemukan tewas 5 hari kemudian. Ia tewas di kawasan hutan
Wilangan, Nganjuk dalam kondisi mengenaskan dan diduga menjadi korban pelanggaran HAM
berupa penculikan, penganiayaan dan pembunuhan. Penyelidikan masih belum menemukan titik
terang hingga sekarang.

3. Aksi Bom Bali 2002


Peristiwa ini terjadi pada tahun 2002. Sebuah bom diledakkan di kawasan Legian Kuta, Bali oleh
sekelompok jaringan teroris.

Kepanikan sempat melanda di penjuru Nusantara akibat peristiwa ini. Aksi bom bali ini juga banyak
memicu tindakan terorisme di kemudian hari.

Peristiwa bom bali menjadi salah satu aksi terorisme terbesar di Indonesia. Akibat peristiwa ini,
sebanyak ratusan orang meninggal dunia, mulai dari turis asing hingga warga lokal yang ada di
sekitar lokasi.

4. Peristiwa Tanjung Priok (1984)

Kasus tanjung Priok terjadi tahun 1984 antara aparat dengan warga sekitar yang berawal dari
masalah SARA dan unsur politis.

Peristiwa ini dipicu oleh warga sekitar yang melakukan demonstrasi pada pemerintah dan aparat
yang hendak melakukan pemindahan makam keramat Mbah Priok. Para warga yang menolak dan
marah kemudian melakukan unjuk rasa, hingga memicu bentrok antara warga dengan anggota
polisi dan TNI.

Dalam peristiwa ini diduga terjadi pelanggaran HAM dimana terdapat ratusan korban meninggal
dunia akibat kekerasan dan penembakan.

5. Kasus Penganiayaan Wartawan Udin (1996)

Kasus penganiayaan dan terbunuhnya Wartawan Udin (Fuad Muhammad Syafruddin)terjadi di


yogyakarta 16 Agustus 1996. Sebelum kejadian ini, Udin kerap menulis artikel kritis tentang
kebijakan pemerintah Orde Baru dan militer. Ia menjadi wartawan di Bernas sejak 1986. Udin adalah
seorang wartawan dari harian Bernas yang diduga diculik, dianiaya oleh orang tak dikenal dan
akhirnya ditemukan sudah tewas.
6. Kasus Pembunuhan Munir (2004)

Munir Said Thalib adalah aktifis HAM yang pernah menangani kasus-kasus pelanggaran HAM.
Munir lahir di Malang, tanggal 8 Desember 1965. Munir meninggal pada tanggal 7 September 2004
di dalam pesawat Garuda Indonesia ketika ia sedang melakukan perjalanan menuju Amsterdam,
Belanda. Spekulasi mulai bermunculan, banyak berita yang mengabarkan bahwa Munir meninggal
di pesawat karena dibunuh, serangan jantung bahkan diracuni. Namun, sebagian orang percaya
bahwa Munir meninggal karena diracuni dengan Arsenikum di makanan atau minumannya saat di
dalam pesawat.

Kasus ini sampai sekarang masih belum ada titik jelas, bahkan kasus ini telah diajukan ke Amnesty
Internasional dan tengah diproses. Pada tahun 2005, Pollycarpus Budihari Priyanto selaku Pilot
Garuda Indonesia dijatuhi hukuman 14 tahun penjara karena terbukti bahwa ia merupakan
tersangka dari kasus pembunuhan Munir, karena dengan sengaja ia menaruh Arsenik di makanan
Munir dan meninggal di pesawat.

7. Pembantaian Santa Cruz (1991)

Kasus ini masuk dalam catatan kasus pelanggaran HAM di Indonesia, yaitu pembantaian yang
dilakukan oleh militer atau anggota TNI dengan menembak warga sipil di Pemakaman Santa Cruz,
Dili, Timor-Timur pada tanggal 12 November 1991. Kebanyakan warga sipil yang sedang menghadiri
pemakaman rekannya di Pemakaman Santa Cruz ditembak oleh anggota militer Indonesia. Puluhan
demonstran yang kebanyakkan mahasiswa dan warga sipil mengalami luka-luka dan bahkan ada
yang meninggal. Banyak orang menilai bahwa kasus ini murni pembunuhan yang dilakukan oleh
anggota TNI dengan melakukan agresi ke Dili, dan merupakan aksi untuk menyatakan Timor-Timur
ingin keluar dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan membentuk negara sendiri.

8. Peristiwa 27 Juli (1996)

Peristiwa ini disebabkan oleh para pendukung Megawati Soekarno Putri yang menyerbu dan
mengambil alih kantor DPP PDI di Jakarta Pusat pada tanggal 27 Juli 1996. Massa mulai melempari
dengan batu dan bentrok, ditambah lagi kepolisian dan anggota TNI dan ABRI datang berserta
Pansernya.

Kerusuhan meluas sampai ke jalan-jalan, massa mulai merusak bangunan dan rambu-rambu lalu-
lintas. Dikabarkan lima orang meninggal dunia, puluhan orang (sipil maupun aparat) mengalami
luka-luka dan sebagian ditahan. Menurut Komnas Hak Asasi Manusia, dalam peristiwa ini telah
terbukti terjadinya pelanggaran HAM.
9. Kasus Dukun Santet di Banyuwangi (1998)

Peristiwa beserta pembunuhan ini terjadi pada tahun 1998. Pada saat itu di Banyuwangi lagi hangat-
hangatnya terjadi praktek dukun santet di desa-desa mereka. Warga sekitar yang berjumlah banyak
mulai melakukan kerusuhan berupa penangkapan dan pembunuhan terhadap orang yang dituduh
sebagai dukun santet. Sejumlah orang yang dituduh dukun santet dibunuh, ada yang dipancung,
dibacok bahkan dibakar hidup-hidup. Tentu saja polisi bersama anggota TNI dan ABRI tidak tinggal
diam, mereka menyelamatkan orang yang dituduh dukun santet yang masih selamat dari amukan
warga.

10. Pelanggaran HAM di Daerah Operasi Militer (DOM), Aceh

Peristiwa ini telah menimbulkan bentuk bentuk pelanggaran HAM terhadap penduduk sipil yang
berupa penyiksaan, penganiayaan, dan pemerkosaan yang berulang-ulang dengan pola yang sama.
Kasus-kasus dari berbagai bentuk tindakan kekerasan yang dialami perempuan yang terjadi dari
ratusan kekerasan seputar diberlakukannya Daerah Operasi Militer selama ini tidak pernah
terungkap.

Ada beberapa alasan yang menyebabkan informasi ini tidak diketahui oleh masyarakat luas dan
dunia
internasional seperti :
Korban pemerkosaan terutama di Aceh, sering dianggap aib dan memalukan.
Akibatnya korban atau keluarga selalu berusaha untuk menutupi kejadian
tersebut.
Adanya ancaman dari pelaku untuk tidak "mengungkap" kejadian tersebut
kepada orang lain, karena pelakunya aparat yang sedang bertugas di daerah
tersebut, membuat korban/keluarga selalu berada dalam kondisi diintimidasi.
Penderitaan dan trauma yang dialami oleh korban sangat mendalam, sehingga
sangat sulit bagi korban untuk menceritakan pengalaman buruknya, apalagi
kepada orang yang tidak terlalu dikenalnya.
Adanya ancaman dari pihak-pihak tertentu terhadap orang ataupun LSM yang
mendampingi korban.
11. Pembantaian Rawagede
Pembantaian Rawagede merupakan pelanggaran HAM yang terjadi penembakan dan pembunuhan
penduduk kampung Rawagede (sekarang Desa Balongsari, Rawamerta, Karawang, Jawa Barat)
oleh tentara Belanda tanggal 9 Desember 1945 bersamaan dengan Agresi Militer Belanda I.
Akibatnya puluhan warga sipil terbunuh oleh tentara Belanda yang kebanyakan dibunuh tanpa
alasan yang jelas. Tanggal 14 September 2011, Pengadilan Den Haaq menyatakan pemerintah
Belanda bersalah dan harus bertanggung jawab dengan membayar ganti rugi kepada para keluarga
korban pembantaian Rawagede.

LEMBAGA LEMBAGA NEGARA YANG BERHUBUNGAN


TENTANG HAM

a. Komnas HAM
Komisi Nasional (Komnas) HAM pada awalnya dibentuk dengan Keppres Nomor 50 Tahun 1993.
Pembentukan komisi ini merupakan jawaban terhadap tuntutan masyarakat maupun tekanan dunia
internasional tentang perlunya penegakan hak asasi manusia di Indonesia. Kemudian dengan lahirnya
UURI Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, yang didalamnya mengatur tentang Komnas
HAM ( Bab VIII, pasal 75 s/d. 99) maka Komnas HAM yang terbentuk dengan Kepres tersebut harus
menyesuaikan dengan UURI Nomor 39 Tahun 1999. Komnas HAM bertujuan:

1) membantu pengembangan kondisi yang kondusif bagi pelaksanaan hak asasi manusia.
2) meningkatkan perlindungan dan penegakan hak asasi manusia guna berkembangnya pribadi manusia
Indonesia seutuhnya dan kemampuan berpartisipasi dalam berbagai bidang kehidupan.

Untuk melaksanakan tujuan tersebut, Komnas HAM melaksanakan fungsi sebagai berikut :

1) Fungsi pengkajian dan penelitian.

Untuk melaksanakan fungsi ini, Komnas HAM berwenang antara lain:

a) melakukan pengkajian dan penelitian berbagai instrumen internasional dengan tujuan memberikan
saran - saran mengenai kemungkinan aksesi dan atau ratifikasi.
b) melakukan pengkajian dan penelitian berbagai peraturan perundang-undangan untuk memberikan
rekomendasi mengenai pembentukan, perubahan dan pencabutan peraturan perundang-undangan yang
berkaitan dengan hak asasi manusia.

2) Fungsi penyuluhan.

Dalam rangka pelaksanaan fungsi ini, Komnas HAM berwenang:

a) menyebarluaskan wawasan mengenai hak asasi manusia kepada masyarakat Indonesia.


b) meningkatkan kesadaran masyarakat tentang hak asasi manusia melalui lembaga pendidikan formal
dan non formal serta berbagai kalangan lainnya.
c) kerjasama dengan organisasi, lembaga atau pihak lain baik tingkat nasional, regional, maupun
internasional dalam bidang hak asasi manusia.

3) Fungsi pemantauan.

Fungsi ini mencakup kewenangan antara lain:

a) pengamatan pelaksanaan hak asasi manusia dan penyusunan laporan hasil pengamatan tersebut.
b) penyelidikan dan pemeriksaan terhadap peristiwa yang timbul dalam masyarakat yang patut diduga
terdapat pelanggaran hak asasi manusia.
c) pemanggilan kepada pihak pengadu atau korban maupun pihak yang diadukan untuk dimintai atau
didengar keterangannya.
d) pemanggilan saksi untuk dimintai dan didengar kesaksiannya, dan kepada saksi pengadu diminta
menyerahkan bukti yang diperlukan.
e) peninjauan di tempat kejadian dan tempat lainnya yang dianggap perlu.
f) pemanggilan terhadap pihak terkait untuk memberikan keterangan secara tertulis atau menyerahkan
dokumen yang diperlukan sesuai dengan aslinya dengan persetujuan Ketua Pengadilan.
g) pemeriksaan setempat terhadap rumah, pekarangan, bangunan dan tempat lainnya yang diduduki
atau dimiliki pihak tertentu dengan persetujuan Ketua Pengadilan.
h) pemberian pendapat berdasarkan persetujuan Ketua Pengadilan terhadap perkara tertentu yang
sedang dalam proses peradilan, bilamana dalam perkara tersebut terdapat pelanggaran hak asasi
manusia dalam masalah publik dan acara pemeriksaan oleh pengadilan yang kemudian pendapat
Komnas HAM tersebut wajib diberitahukan oleh hakim kepada para pihak.

4) Fungsi mediasi.

Dalam melaksanakan fungsi mediasi Komnas HAM berwenang untuk melakukan :

a) perdamaian kedua belah pihak.


b) penyelesaian perkara melalui cara konsultasi, negosiasi, konsiliasi, dan penilaian ahli.
c) pemberian saran kepada para pihak untuk menyelesaikan sengketa melalui pengadilan.
d) penyampaian rekomendasi atas sesuatu kasus pelanggaran hak asasi manusia kepada Pemerintah
untuk ditindaklanjuti penyelesaiannya.
e) penyampaian rekomendasi atas suatu kasus pelanggaran hak asasi manusia kepada DPR RI untuk
ditindaklanjuti.

Bagi setiap orang dan atau kelompok yang memiliki alasan kuat bahwa hak asasinya telah dilanggar
dapat mengajukan laporan dan pengaduan lisan atau tertulis pada Komnas HAM. Pengaduan hanya
akan dilayani apabila disertai dengan identitas pengadu yang benar dan keterangan atau bukti awal yang
jelas tentang materi yang diadukan.

b. Pengadilan HAM
Pengadilan HAM merupakan pengadilan khusus yang berada di lingkungan peradilan umum dan
berkedudukan di daerah kabupaten atau kota. Pengadilan HAM merupakan pengadilan khusus terhadap
pelanggaran HAM berat yang meliputi kejahatan genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan (UURI
Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM).

Kejahatan genosida adalah setiap perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk menghancurkan atau
memusnahkan seluruh atau sebagian kelompk bangsa, ras, kelompok, etnis, dan agama. Cara yang
dilakukan dalam kejahatan genosida, misalnya ; membunuh, tindakan yang mengakibatkan penderitaan
fisik atau mental, menciptakan kondisi yang berakibat kemusnahan fisik, memaksa tindakan yang
bertujuan mencegah kelahiran, memindahkan secara paksa anak-anak dari kelompok tertentu ke
kelompok lain.

Sedangkan yang dimaksud kejahatan terhadap kemanusiaan adalah salah satu perbuatan yang
dilakukan sebagai bagian dari serangan yang meluas atau sistematik yang diketahuinya bahwa serangan
tersebut ditujukan secara langsung terhadap penduduk sipil. Kejahatan terhadap kemanusiaan misalnya:

1) pembunuhan, pemusnahan, perbudakan, penyiksaan;


2) pengusiran atau pemindahan penduduk secara paksa;
3) perampasan kemerdekaan atau perampasan kemerdekaan fisik lain secara sewenang-wenang yang
melanggar ketentuan pokok hukum internasional;
!supportLists]-->4) perkosaan, perbudakan seksual, pelacuran secara paksa, pemaksaan kehamilan,
pemandulan atau sterilisasi secara paksa atau bentuk-bentuk kekerasan seksual lain yang setara;
5) penganiayaan terhadap suatu kelompok tertentu atau perkumpulan yang didasari persamaan paham
politik, ras, kebangsaan, etnis, budaya, agama, jenis kelamin, atau alasan lain yang diakui secara
universal sebagai hal yang dilarang menurut hukum internasional;
6) penghilangan orang secara paksa (penangkapan, penahanan, atau penculikan disertai penolakan
pengakuan melakukan tindakan tersebut dan pemberian informasi tentang nasib dan keberadaan korban
dengan maksud melepaskan dari perlindungan hukum dalam waktu yang panjang);

7) kejahatan apartheid (penindasan dan dominasi oleh suatu kelompok ras atas kelompok ras atau
kelompok lain dan dilakukan dengan maksud untuk mempertahan peraturan pemerintah yang sedang
berkuasa atau rezim).

Pengadilan HAM bertugas dan berwenang memeriksa dan memutus perkara pelanggaran HAM yang
berat. Pengadilan HAM juga berwenang memeriksa dan memutus perkara pelanggaran HAM yang berat
yang dilakukan di luar batas territorial wilayah negara RI oleh Warga Negara Indonesia (WNI). Disamping
itu juga dikenal Pengadilan HAM Ad Hoc, yang diberi kewenangan untuk mengadili pelanggaran HAM
berat yang terjadi sebelum di undangkannya UURI Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM. Oleh
karena itu pelanggaran HAM berat tidak mengenal kadaluwarsa. Dengan kata lain adanya Pengadilan
HAM Ad Hoc merupakan pemberlakuan asas retroactive (berlaku surut) terhadap pelanggaran HAM
berat.

c. Komisi Nasional Perlindungan Anak dan


Komisi Perlindungan Anak Indonesia
Komisi National Perlindungan Anak (KNPA) ini lahir berawal dari gerakan nasional perlindungan anak
yang sebenarnya telah dimulai sejak tahun 1997. Kemudian pada era reformasi, tanggung jawab untuk
memberikan perlindungan anak diserahkan kepada masyarakat.

Tugas KNPA melakukan perlindungan anak dari perlakuan, misalnya: diskriminasi, eksploitasi, baik
ekonomi maupun seksual, penelantaraan, kekejaman, kekerasan, penganiayaan, ketidakadilan dan
perlakuan salah yang lain. KNPA juga yang mendorong lahirnya UURI Nomor 23 Tahun 2002 Tentang
Perlindungan Anak.

Disamping KNPA juga dikenal KPAI (Komisi Perlindungan Anak Indonesia). KPAI dibentuk berdasarkan
amanat pasal 76 UU RI Nomor 23 Tahun 2002. Komisi Perlindungan Anak Indonesia bertugas :
a. melakukan sosialisasi seluruh ketentuan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan
perlin-dungan anak
b. mengumpulkan data dan informasi, menerima penga-duan masyarakat, melakukan penelaahan,
pemantauan, evaluasi, dan pengawasan terhadap penyelenggaraan perlindungan anak.
c. memberikan laporan, saran, masukan, dan pertimbangan kepada Presiden dalam rangka perlindungan
anak.
Misalnya untuk tugas memberikan masukan kepada Presiden/pemerintah KPAI meminta pemerintah
segera membuat undang undang larangan merokok bagi anak atau setidak-tidaknya memasukan pasal
larangan merokok bagi anak dalam UU Kesehatan (yang sedang dalam proses amandemen) dan atau
UU Kesejahteraan Sosial (yang sedang dalam proses pembuatan). KPAI sangat prihatin karena jumlah
anak yang merokok cenderung semakin meningkat. KPAI menunjukan data perkembangan anak yang
merokok dari tahun 20012004 sebagai berikut:

1) Jumlah perokok pemula usia 5-9 tahun meningkat 400% (dari 0,89% menjadi 1,8 %);
2) Perokok usia 10-14 tahun naik 21 % (dari 9,5 % menjadi 11,5 %);
3) Perokok usia 15-19 tahun naik menjadi 63,9% ;

KPAI juga mencatat konsumsi rokok tahun 2006 mencapai 230 milyar batang padahal tahun 1970 baru
33 milyar, akibatnya 43 juta anak terancam penyakit mematikan (Wawancara Ketua KPAI dengan RCTI
tanggal 15 Februari 2008)

d. Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap


Perempuan
Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan dibentuk berdasarkan Keppres Nomor 181 Tahun
1998. Dasar pertimbangan pembentukan Komisi Nasional ini adalah sebagai upaya mencegah terjadinya
dan menghapus segala bentuk kekerasan terhadap perempuan. Komisi Nasional ini bersifat independen
dan bertujuan:

a. menyebarluaskan pemahaman tentang bentuk kekerasan terhadap perempuan.


b. mengembangkan kondisi yang kondusif bagi penghapusan bentuk kekerasan terhadap perempuan.
c. Meningkatkan upaya pencegahan dan penanggulangan segala bentuk kekerasan terhadap
perempuan dan hak asasi perempuan.

Dalam rangka mewujudkan tujuan di atas, Komisi Nasional ini memiliki kegiatan sebagai berikut:

1) penyebarluasan pemahaman, pencegahan, penanggulangan, penghapusan segala bentuk kekerasan


terhadap perempuan.
2) pengkajian dan penelitian terhadap berbagai instrumen PBB mengenai perlindungan hak asasi
manusia terhadap perempuan.
3) pemantauan dan penelitian segala bentuk kekerasan terhadap perempuan dan memberikan
pendapat, saran dan pertimbangan kepada pemerintah.
4) penyebarluasan hasil pemantauan dan penelitian atas terjadinya kekerasan terhadap perempuan
kepada masyarakat.
5) pelaksanaan kerjasama regional dan internasional dalam upaya pencegahan dan penanggulangan
kekerasan terhadap perempuan.

e. Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi


Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi dibentuk berdasarkan UURI Nomor 27 Tahun 2004 tentang Komisi
Kebenaran dan Rekonsiliasi. Keberadan Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) untuk :

1) Memberikan alternatif penyelesaian pelanggaran HAM berat di luar Pengadilan HAM ketika
penyelesaian pelanggaran HAM berat lewat pengadilan HAM dan pengadilan HAM Ad Hoc mengalami
kebuntuan;
2) Sarana mediasi antara pelaku dengan korban pelanggaran HAM berat untuk menyelesaikan di luar
pengadilan HAM.
Dengan demikian diharapkan masalah pelanggaran HAM berat dapat diselesaikan, sebab kalau tidak
dapat diselesaikan maka akan menjadi ganjalan bagi upaya menciptakan rasa keadilan dan kebenaran
dalam masyarakat. Apabila rasa keadilan dan keinginan masyarakat untuk mengungkap kebenaran dapat
diwujudkan, maka akan dapat diwujudkan rekonsiliasi (perdamaian/perukunan kembali). Rekonsiliasi ini
penting agar kehidupan berbangsa dan bernegara dapat dihindarkan dari konflik dan dendam sejarah
yang berkepanjangan antar sesama anak bangsa. Perdamaian sesama anak bangsa merupakan modal
utama untuk membangun bangsa dan negara ini ke arah kemajuan dalam segala bidang.

f. LSM Pro-demokrasi dan HAM


Di samping lembaga penegakan hak asasi manusia yang dibentuk oleh pemerintah, masyarakat juga
mendirikan berbagai lembaga HAM. Lembaga HAM bentukan masyarakat terutama dalam bentuk LSM
(Lembaga Swadaya Masyarakat) atau NGO (Non Governmental Organization) yang programnya
berfokus pada upaya pengembangan kehidupan yang demokratis (demokratisasi) dan pengembangan
HAM. LSM ini sering disebut sebagai LSM Prodemokrasi dan HAM. Yang termasuk LSM ini antara lain
YLBHI (Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia), Kontras (Komisi untuk Orang Hilang dan Korban
Tindak Kekerasan), Elsam (Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat), PBHI (Perhimpunan Bantuan
Hukum dan Hak Asasi Indonesia).

LSM yang menangani berbagai aspek HAM, sesuai dengan minat dan kemampuannya sendiri pada
umumnya terbentuk sebelum didirikannya Komnas HAM. Dalam pelaksanaan perlindungan dan
penegakkan HAM, LSM tampak merupakan mitra kerja Komnas HAM. Misalnya, LSM mendampingi para
korban pelanggaran HAM ke Komnas HAM.

Di berbagai daerah-pun kini telah berkembang pesat LSM dengan minat pada aspek HAM dan demokrasi
maupun aspek kehidupan yang lain. Misalnya di Yogyakarta terdapat kurang lebih 22 LSM. LSM di
daerah Yogyakarta ada yang merupakan cabang dari LSM Pusat (Nasional) juga ada yang berdiri sendiri.
TUGAS PKN
PELANGGARAN PELANGGARAN HAM

NAMA : NI KADEK DWIK ASPINI KUMBAYANTI

KELAS : VIII C

NO : 9
SMP NASIONAL DENPASAR

TAHUN PELAJARAN 2017

Anda mungkin juga menyukai