REFARAT - Gangguan Depresi
REFARAT - Gangguan Depresi
Disusun Oleh :
Halaman
Daftar isi 1
0
BAB. I PENDAHULUAN 2
BAB. II PEMBAHASAN 3
2.1 Definisi 3
2.2 Epidemiologi 3
2.3 Etiologi dan Patogenesis 4
2.4 Klasifikasi 6
2.5 Gambaran klinis 8
2.5 Diagnosis 10
2.6 Diagnosis banding 11
2.7 Penatalaksanaan 12
2.8 Prognosis 14
BAB. III Penutup 16
Daftar Pustaka 17
BAB I
PENDAHULUAN
1
Istilah kelainan afektif mencakup penyakit-penyakit dengan gangguan
afek (mood) sebagai gejala primer, sedangkan semua gejala lain bersifat sekunder.
Afek bisa terus menerus depresi atau gembira (dalam mania) dan kedua episode in
i bisa timbul pada orang yang sama, karena itu dinamai psikosis manik -
depresif.1
Penyakit dengan hanya satu jenis serangan disebut unipolar, dan jika
episode manik dan depresif keduanya ada disebut bipolar. Mood merupakan
subjektivitas peresapan emosi yang dialami dan dapat diutarakan oleh pasien dan
terpantau oleh orang lain.1
Pasien dalam keadaan mood terdepresi memperlihatkan kehilangan energi
dan minat, merasa bersalah, sulit berkonsentrasi, hilangnya nafsu makan, berpikir
mati atau bunuh diri. Tanda dan gejala lain termasuk perubahan dalam tingkat
aktivitas, kemampuan kognitif, bicara dan fungsi vegetative (termasuk tidur,
aktivitas seksualdan ritme biologik yang lain). Gangguan ini hampir selalu
menghasilkan hendaya (handicap) interpersonal, sosial dan fungsi pekerjaan.1
Depresi merupakan gangguan mental yang sering terjadi di tengah
masyarakat. Berawal dari stres yang tidak diatasi, maka seseorang bisa jatuh ke
fase depresi. Penyakit ini kerapdiabaikan karena dianggap bisa hilang sendiri
tanpa pengobatan. Padahal, depresi yang tidakditerapi dengan baik bisa berakhir
dengan bunuh diri.1,2
Depresi merupakan salah satu gangguan psikiatrik yang sering ditemukan
dengan prevalensi seumur hidup adalah kira kira 15%. Pada pengamatan yang
universal terlepas darikultur atau negara prevalensi gangguan depresi berat pada
wanita dua kali lebih besar dari pria. Pada umumnya onset untuk gangguan
depresi berat adalah pada usia 20-50 tahun, namun yang paling sering adalah pada
usia 40 tahun. Depresi berat juga sering terjadi pada orang yang tidak
menikah dan bercerai atau berpisah.1,2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi
2
Depresi merupakan satu masa terganggunya fungsi manusia yang berkaitan
dengan alam perasaan yang sedih dan gejala penyertanya, termasuk pada perubahan pola
tidur dan nafsu makan, psikomotor, konsentrasi, anhedonia, kelelahan, rasa putus
asa dan tak berdaya, serta gagasan bunuh diri. (ilmu kedokteran jiwa
darurat kaplan) 1
2.2 Epidemiologi
1. Insiden dan prevalensi
Gangguan depresi berat, paling sering terjadi dengan prevalensi seumur
hidup sekitar 15 persen. Perempuan dapat mencapai 25 persen.Sekitar 10 persen
di perawatan primer dan 15 persen dirawat rumah sakit.2,3
2. Jenis kelamin
Perempuan dua kali lipat lebih besar dibanding laki laki. Diduga adanya
perbedaan hormon, pengaruh melahirkan, perbedaan stressor psikososial antara
laki laki dan perempuan.2,3
3. Usia
Ratarata usia sekitar 40 tahunan, hampir 50 persen awitan diantara usia
2050 tahun. Gangguan depresi berat dapat timbul pada masa anak atau lanjut
usia. Data terkini menunjukkan, gangguan depresi berat diusia kurang dari 20
tahun mungkin berhubungan dengan meningkatnya pengguna alkohol dan
penyalahgunaan zat dalam kelompok usia tersebut.2,3
4. Status perkawinan
Paling sering terjadi pada orang yang tidak mempunyai hubungan
interpersonal yang erat atau pada mereka yang bercerai atau pisah. Wanita yang tidak
menikah memiliki kecenderungan lebih rendah untuk menderita depresi
3
dibandingkan dengan yang menikah namun hal ini berbanding terbalik untuk laki
laki.2,3
2. Faktor Genetik
Data genetik dengan kuat menyatakan bahwa suatu faktor penting didalam
perkembangan gangguan mood adalah genetika. Tetapi, pola penurunan genetika
adalah jelas melalui mekanisme yang kompleks, bukan saja tidak mungkin untuk
menyingkirkan efek psikososial tetapi faktor non genetik kemungkinan
4
memainkan peranan kausatif dalam perkembangan gangguan mood pada sekurangnya
beberapa orang. Penelitian keluarga telah menemukan bahwa kemugkinan
menderita suatu gangguan mood menurun saat derajat hubungan kekeluargaan
melebar. Sebagai contoh, sanak saudara derajat kedua (sepupu) lebih kecil
kemungkinannya menderita daripada sanak saudara derajat pertama (kakak).4,5
Peneltian adopsi juga telah menunjukkan bahwa orang tua biologisd ari
anak adopsi dengan gangguan mood mempunyai suatu prevalensi gangguan mood yang serupa
dengan orang tua anak penderita gangguan mood yang tidak diadopsi.4,5
3. Faktor Psikososial
Peristiwa kehidupan dan stress lingkungan, suatu pengamatan klinis yang
telah lama direplikasi bahwa peristiwa kehidupan yang menyebabkan stress lebih
sering mendahului episode pertama gangguan mood daripada episode selanjutnya,
hubungan tersebut telah dilaporkan untuk pasien dengan gangguan depresi berat.
Data yang paling mendukung menyatakan bahwa peristiwa kehidupan paling
berhubungan dengan perkembangan depresi selanjutnya adalah kehilangan orang
tua sebelum usia 11 tahun.4,5
Stressor lingkungan yang paling berhubungan dengan onset satu episode
depresi adalah kehilangan pasangan. Beberapa artikel teoritik dan dari
banyak laporan, mempermasalahkan hubungan fungsi keluarga dan onset dalam
perjalanan gangguan depresi berat. Selain itu, derajat psikopatologi didalam
keluarga mungkin mempengaruhi kecepatan pemulihan, kembalinya gejala
dan penyesuaian pasca pemulihan.4,5
2.4 Klasifikasi
Berikut adalah pembagian dari episode depresif :
1) Episode depresif ringan (F32.0)
Suasana perasaan mood yang depresif, kehilangan minat dan kesenangan, dan mudah
menjadi lelah biasanya dipandang sebagai gejala depresi yang paling khas;
5
sekurang-kurangnya dua dari ini, ditambah sekurang-kurangnya dua gejala
lazim di atas harus ada untuk menegakkan diagnosis pasti. Tidak boleh ada gejala
yang berat di antaranya. Lamanya seluruh episode berlansung ialah sekurang-
kurangnya sekitar 2 minggu.6,7
Individu yang mengalami episode depresif ringan biasanya resah tentang
gejalanya dan agak sukar baginya untuk meneruskan pekerjaan biasa dan
kegiatan social, namun mungkin ia tidak akan berhenti berfungsi sama
sekali.6,7
2) Episode depresif sedang (F32.1)
Sekurang-kurangnya harus ada 2 dari 3 gejala yang paling khas yang ditentukan
untuk episode depresif ringan, ditambah sekurang-kurangnya tiga (dan
sebaiknya empat) gejala lainnya. Beberapa gejala mungkin tampil amat
menyolok, namun ini tidak esensial apabila secara keseluruhan ada cukup banyak
variasi gejalanya. Lamanya seluruh episode berlangsung minimal sekitar 2
minggu.6,7
Individu dengan episode depresif taraf; sedang biasanya menghadapi
kesulitan nyata untuk meneruskan kegiatan sosial, pekerjaan dan urusan
rumah tangga.6,7
3) Episode depresif berat tanpa gejala psikotik (F32.2)
Pada episode depresif berat, penderita biasanya menunjukkan ketegangan atau
kegelisahan yang amat nyata, kecuali apabila retardasi merupakan ciri terkemuka.
Kehilangan harga diri dan perasaan dirinya tak berguna mungkin mencolok,
dan bunuh diri merupakan bahaya nyata terutama pada beberapa kasus
berat. Anggapan di sini ialah bahwa sindrom somatik hampir selalu ada
pada episode depresif berat. Semua tiga gejala khas yang ditentukan untuk
episode depresif ringan dan sedang harus ada, ditambah sekurang-
kurangnya empat gejala lainnya, dan beberapa diantaranya harus
berintensitas berat. Namun, apabila gejala penting (misalnya agitasi atau
retardasi) menyolok, maka pasien mungkin tidak mau atau tidak mampu
untuk melaporkan banyak gejalanya secara terinci. Dalam hal demikian,
penentuan menyeluruh dalam subkategori episode berat masih dapat
6
dibenarkan. Episode depresif biasanya seharusnya berlangsung sekurang-
kurangnya 2 minggu, akan tetapi jika gejala amat berat dan beronset sangat
cepat, maka mungkin dibenarkan untuk menegakkan diagnosis dalam waktu
kurang dari 2 minggu. Selama episode depresif berat, sangat tidak mungkin
penderita akan mampu meneruskan kegiatan sosial, pekerjaan atau urusan
rumah tangga, kecuali pada taraf yang sangat terbatas. Kategori ini
hendaknya digunakan hanya untuk episode depresif berat tunggal tanpa
gejala psikotik; untuk episode selanjutnya, harus digunakan subkategori dari
gangguan depresif berulang.6,7
4) Episode depresif berat dengan gejala psikotik (F32.3)
Episode depresif berat yang memenuhi kriteria menurut F32.2 tersebut di
atas, disertai waham, halusinasi atau stupor depresif. Wahamnya biasanya
melibatkan ide tentang dosa, kemiskinan atau malapetaka yang mengancam, dan
pasien dapat merasa.6,7
Bertanggung jawab atas hal itu. Halusinasi auditorik atau olfaktorik biasanya
berupa suara yang menghina atau menuduh atau bau kotoran atau daging
membusuk. Retardasi psikomotor yang berat dapat menuju pada stupor. Jika
diperlukan, waham atau halusinasi dapat ditentukan sebagai serasi atau tidak
serasi dengan suasana perasaan (mood). 6,7
5) Episode depresif lainnya (F32.8)
6) Episode depresif YTT (F32.9)
7
mereka mengalami kesulitan menyelesaikan tugas, mengalami hendaya di sekolah
dan pekerjaan, dan menurunnya motivasi untuk terlibat dalam kegiatan baru.
Sekitar 80 persen pasien mengeluh masalah tidur, khususnya terjaga dini hari
(terminal insomnia) dan sering terbangun di malam hari karena memikirkan
masalah yang dihadapi. Kecemasan adalah gejala tersering dari depresi dan
menyerang 90 persen pasien depresi.5,6,7
6) Tidur terganggu
8
depresif berikutnya harus diklasifikasi di bawah salah satu diagnosis gangguan
depresi. 5,6,7
9
2.6 Diagnosis
10
F32.3 Episode Depresif Berat dengan Gejala Psikotik
Pedoman Diagnostik
Episode depresi berat yang memenuhi kriteria menurut
F32.3 tersebut diatas :
Disertai waham, halusinasi atau stupor depresif. Waham
biasanya melibatkan ide entang dosa, kemiskinan atau
malapetaka yang mengancam, dan pasien merasa
bertanggung jawab atas hal itu. Halusinasi auditorik atau
olfatorik biasanya berupa suara yang mengina atau
Retardasi psikomotor yang berat dapat menuju pada stupor.
Jika diperlakukan, waham atau halusinasi dapat ditentukan
sebagai serasi atau tidak serasi
11 dengan afek (mood
5,6
congruent).
2.7 Penatalaksanaan
12
2.7.1 Terapi Non Farmakologis
Tiga jenis psikoterapi jangka pendek yang digunakan dalam pengobatan
depresi adalah terapi kognitif, terapi interpersonal dan terapi perilaku (Kaplan,
2010).
NIMH (2002) telah menemukan predictor respons terhadap berbagai pengobatan
sebagai berikut ini :
Pengobatan secara psikologikal
1. Terapi Kognitif
Terapi kognitif merupakan terapi aktif, langsung, dan time limited yang
berfokus pada penanganan struktur mental seorang pasien. Struktur mental
tersebut terdiri; cognitive triad, cognitive schemas, dan cognitive errors.8
2. Terapi Perilaku
Terapi perilaku adalah terapi yang digunakan pada pasien dengan gangguan
depresi dengan cara membantu pasien untuk mengubah cara pikir dalam
berinteraksi denga lingkungan sekitar dan orang-orang sekitar. Terapi perilaku
dilakukan dalam jangka waktu yang singkat, sekitar 12 minggu.8,9
3. Terapi Interpersonal
Terapi ini didasari oleh hal-hal yang mempengaruhi hubungan interpersonal
seorang individu, yang dapat memicu terjadinya gangguan mood. Terapi ini
berfungsi untuk mengetahui stressor pada pasien yang mengalami gangguan, dan
para terapis dan pasien saling bekerja sama untuk menangani masalah
interpersonal tersebut.8,9
4. Terapi Elektrokonvulsan (ECT)
Terapi ini merupakan terapi yang paling kontroversial dari pengobatan
biologis. ECT bekerja dengan aktivitas listrik yang akan dialirkan pada otak.
Elektroda-elektroda metal akan ditempelkan pada bagian kepala, dan diberikan
tegangan sekitar 70 sampai 130 volt dan dialirkan pada otak sekitarsatu setengah
menit. ECT paling sering digunakan pada pasien dengan gangguan depresi yang
tidak dapat sembuh dengan obat-obatan, dan ECT ini mengobati gangguan depresi
sekitar 50%-60% individu yang mengalami gangguan depresi.9
2.7.2 Farmakoterapi
13
PENGOBATAN SECARA BIOLOGIS
1. Tricyclic Antidepressants
Obat ini membantu mengurangi gejala-gejala depresi dengan mekanisme
mencegah reuptake dari norephinefrin dan serotonin di sinaps atau dengan cara
megubah reseptor-reseptor dari neurotransmitter norephinefrin dan seroonin. Obat
ini sangat efektif, terutama dalam mengobati gejala-gejala akut dari depresi
sekitar 60% pada individu yang mengalami depresi. Tricyclic antidepressants
yang sering digunakan adalah imipramine, amitryiptilene, dan desipramine.8,9
2. Monoamine Oxidase Inhibitors
Obat lini kedua dalam mengobati gangguan depresi mayor adalah
Monoamine Oxidase Inhibitors. MAO Inhibitors menigkatkan ketersediaan
neurotransmitter dengan cara menghambat aksi dari Monoamine Oxidase, suatu
enzim yang normalnya akan melemahkan atau mengurangi neurotransmitter
dalam sambungan sinaptik MAOIs sama efektifnya dengan Tricyclic
Antidepressants tetapi lebih jarang digunakan karena secara potensial lebih
berbahaya.8,9
3. Selective Serotonine Reuptake Inhibitors and Related Drugs
Obat ini mempunyai struktur yang hampir sama dengan Tricyclic
Antidepressants, tetapi SSRI mempunyai efek yang lebih langsung dalam
mempengaruhi kadar serotonin. Pertama SSRI lebih cepat mengobati gangguan
depresi mayor dibandingkan dengan obat lainnya. Pasien-pasien yang
menggunakan obat ini akan mendapatkan efek yang signifikan dalam
penyembuhan dengan obat ini. Kedua, SSRI juga mempunyai efek samping yang
lebih sedikit dibandingkan dengan obat-obatan lainnya. Ketiga, obat ini tidak
bersifat fatal apabila overdosis dan lebih aman digunakan dibandingkan dengan
obat-obatan lainnya. Dan yang keempat SSRI juga efektif dalam pengobatan
gangguan depresi mayor yang disertai dengan gangguan lainnya seperti: gangguan
panik, binge eating, gejala-gejala pramenstrual.8,9
14
NO JENIS OBAT MERK SEDIAAN DOSIS
DAGANG ANJURAN
Amitriptyline Amitriptyline Tab. 25 mg 75-150 mg/hari
Imipramine Tofranil Tab. 25 mg 75-150 mg/hari
1
Clomipramine Anafranil Tab. 25 mg 75-150 mg/hari
Tianeptine Stablon Tab. 12,5 mg 25-50 mg/hari
Maprotiline Ludiomil Tab 10;25;50;75 mg 75-150 mg/hari
2 Mianserin Tolvon Tab. 10 mg 30-60 mg/hari
Amoxapine Asendin Tab. 100 mg 200-300 mg/hari
3 Moclomebide Aurorix Tab. 150 mg 300-600 mg/hari
Sertraline Zoloft Tab. 50 mg 50-100 mg/hari
Paroxitine Seroxat Tab. 20 mg 20-40 mg/hari
Fluvoxamine Luvox Tab. 50 mg 50-100 mg/hari
4
Fluoxetine Prozac Tab. 20 mg 20-40 mg/hari
Duloxetine Cymbalta Caplet 30;60 mg 30-60 mg/hari
Citalopram Cipram Tab. 20 mg 20-60 mg/hari
Trazodone Trazone Tab. 50;150 mg 100-200 mg/hari
5 Mirtazapine Remeron Tab. 30 mg 15-45 mg/hari
Venlafaxine Efexor-XR Cap. 75 mg 75-150 mg/hari
2.8 Prognosis
Gangguan mood cenderung memiliki perjalanan penyakit yang panjang dan pasien
cenderung mengalami kekambuhan. Episode depresif yang tidak diobati
berlangsung 6 sampai 13 bulan, sementara sebagian besar episode yang diobati
berlangsung kira-kira 3 bulan. Menghentikan anti depresan sebelum 3 bulan hampir selalu
menyebabkan kembalinya gejala. 1,5,6
Pasien yang dirawat di rumah sakit untuk episode pertama gangguan depresif
berat memiliki kemungkinan 50% untuk pulih dalam tahun pertama. Banyak penelitian
telah berusaha untuk mengidentifikasi indikator prognostik yang baik dan buruk di
dalam perjalanan gangguan depresif berat. Episode ringan, tidak adanya gejala
psikotik, fungsi keluarga yang stabil, tidak adanya gangguan kepribadian, tinggal
dalam waktu singkat di rumah sakit dalam waktu yang singkat, dan tidak lebih
dari satu kali perawatan di rumah sakit adalah indikator prognostik
yang baik. Prognosis buruk dapat meningkat oleh adanya penyerta gangguan distimik,
penyalahgunaan alkohol dan zat lain, gejala gangguan kecemasan, dan riwayat
lebih dari satu episode sebelumnya.1,6,7
15
BAB III
PENUTUP
16
Depresi adalah suatu gangguan kedaan tonus perasaan yang secara umum
ditandai oleh rasa kesedihan, apati, pesimisme, dan kesepian. Keadaan ini sering
disebutkan dengan istilah kesedihan, murung, dan kesengsaraan. Pada orang
depresi rasa sedih ini berlangsung selama berhari-hari sehingga dapat
mengganggu pekerjaan, belajar, makan, tidur, dan kesenangan. Perasaan yang
dirasakan tidak berdaya, putus asa, dan tidak berharga berlangsung cukup lama
dan tidak henti-hentinya.
Orang yang mengalami depesi sebagian besar terdiri dari dewasa muda
dengan jumlah yang cukup besar, wanita, single serta seseorang dengan
pendapatan rendah. Pada saat pubertas resiko untuk depresi meningkat 2-4 kali
lipat, dengan 20% insiden terjadi pada usia 18 tahun. Depresi sering terjadi pada
wanita usia 25-44 tahun dan puncaknya pada masa hamil.
Penyebab depresi tidak hanya satu, tetapi multifaktorial. Sebagian besar
penyebabnya mungkin muncul dari atau orang itu sendiri. Karena tidak jelas pada
anatomi, biokimia, atau fisiologi. Untuk mendiagnosis depresi dapat mengunakan
kriteria dari PPDGJ atau menggunakan DSM-IV-TR. Menurut PPDGJ-III depresi
dapat dibagi menjadi dua yaitu, episode depresi dan depresi berulang. Episode
depresi dibagi menjadi tiga derajat keparahan yaitu, episode ringan, episode
sedang, dan episode berat (dapat dengan gejala psikotik atau tanpa gejala
psikotik).
Depresi berulang juga dibagi menjadi tiga derajat keparahan yaitu,
gangguan depresif berulang episode kini ringan, gangguan depresif episode kini
sedang, gangguan depresif episode kini berat (dapat dengan gejala psikotik atau
tanpa gejala psikotik). Menurut DSM-IV-TR depresi dapat dibagi menjadi depresi
mayor dan depresi minor.
DAFTAR PUSTAKA
17
1. W. Lam R, Mok H. Depression Oxford Psychiatry Library. Lunbeck
Institutes. 2000. p. 1-57.
2. Anonim. Major depressive disorder. [online]. Update 0n 2012. Cited on
[13 septmber 2013] : Available
from : http://www.Major_depressive_disorder.htm
3. Anonim. Major Depressive Disorder. [online]. Update 0n 2012. Cited on
[13 September 2013] : Available from : http://www.All About
Depression.com
4. Peveler R, Carson A, Rodin G. Depression in medical patients, in Mayou
R, Sharpe M, Alan C. ABC of Psychological Medicine. BMJ Publishing
group 2003. p. 10-3.
5. Kusumadewi I, Elvira SD. Gangguan depresi. Dalam: Buku Ajar Psikiatri
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Edisi Kedua. Badan Penerbit
FKUI. Jakarta: 2013. hal 258-63.
6. Sadock J Bejamin, Sadock A Virginia. Buku Ajar Psikiatri Klinis. Edisi
kedua.ECG Jakarta : 2010.hal 230 -33.
7. Departeman Kesehatan RI. Pedoman Penggolongan dan
Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III, cetakan pertama.
hal. 177-9.
8. Stein DJ, Hollander E et al. Textbook of Depression
Disorders. American Psychiatric Publishing. 2009. hal399-
435.
9. Lydiard RB, Johnson RH. Assessment and Management of Treatment-
Resistance in Depression Disorder. Focus psychiatry guideline. June 1,
2011. Vol IX ; No. 3. Diunduh tanggal 18 Juli 2014.
10. Stein MB et al. Practice Guideline For The Treatment of Patients With
Depression Disorder. Second Edition. American Psychiatric Association
guideline. 2009. Diunduh tanggal 18 Juli 2014.
18