Proposal Skripsi
Diajukan oleh:
NIM : 138114046
FAKULTAS FARMASI
YOGYAKARTA
2016
i
Persetujuan Pembimbing
NIM : 138114046
Pembimbing Utama
ii
1
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Radikal bebas adalah atom atau molekul yang memiliki satu atau lebih
elektron bebas yang tidak berpasangan yang dapat berasal dari dalam tubuh
maupun dari lingkungan. Radikal bebas reaktif melakukan reaksi oksidasi
patogenik terhadap sel atau komponennya, sehingga dapat menyebabkan
disfungsi atau mutasi yang berakibat pada timbulnya penyakit degenertif
seperti kanker, penyakit kardiovaskular, kerusakan hati dan penuaan dini
(Hernani dan Rahardjo,2005).
Antioksidan merupakan senyawa yang dapat menstabilkan radikal bebas
dengan memberikan satu elektron kepada senyawa radikal bebas sehingga
radikal bebas tidak reaktif dan tidak menimbulkan efek yang merugikan
(Suhartono,2003). Jumlah antioksidan di dalam tubuh sangat terbatas sehingga
dibutuhkan senyawa antioksidan dari luar seperti vitamin C dan golongan-
golongan senyawa fitokimia seperti flavonoid dan fenolik.
Indonesia merupakan negara dengan alam yang melimpah. Sebagian besar
telah digunakan secara turun temurun untuk mengobati berbagai penyakit.
Salah satu tanaman yang dapat digunakan sebagai obat ialah tanaman adam
hawa (Rhoe discolor (L).Her. Hance) yang termasuk dalam famili
Commelinaceae. Tanaman ini memiliki khasiat sebagai anti inflamasi,
memelihara paru-paru, mencairkan dahak, anti-batuk, anti-diare dan
membersihkan darah ().
Daun adam hawa (Rhoe discolor (L).Her.Hance) yang berwarna ungu
diduga karena adanya senyawa flavanoid. Senyawa flavanoid adalah kelompok
senyawa fenol terbesar yang terdapat di alam. Senyawa ini merupakan zat
warna merah, ungu, biru dan sebagian zat warna kuning yang ditemukan pada
tumbuh- tumbuhan (Markham, 1988).
Menurut penelitian Sitorus dkk (2012), peneliti melakukan ekstraksi
secara maserasi dengan pelarut etanol 95% dan isolasi dengan KLT preparatif
daun tanaman adam hawa serta identifikasi senyawa dengan spektrofotometer
visibel dengan pergerseran kimia (efek bathokromik). Kandungan senyawa
flavonoid ekstrak etanol 95% daun tanaman adam hawa tersebut adalah
antosianidin (antosianin yang telah terhidrolisis asam).
Menurut penelitian Tan et al. (2014), peneliti melakukan uji aktiivitas
antioksidan DPPH Free Radical Scavenging (FRS) Assay pada ekstrak metanol
70% daun tanaman adam hawa dengan spektrofotometer visibel panjang
gelombang maksimal 517 nm dan operating time (OT) 30 menit.
Sehingga belum ada penelitian yang melakukan hingga tahap fraksinasi
dan uji aktivitas antioksidan dengan metode DPPH pada daun tanaman adam
hawa (Rhoe discolor (L.) Her.Hance) maka saya ingin melakukan penelitian
untuk uji aktivitas antioksidan dengan metode DPPH pada fraksi polar dan
fraksi semipolar dengan pelarut etanol-air dan aseton dan isolasi fraksi serta
2
2. Permasalahan
a) Apakah fraksi etanol-air dan fraksi aseton daun tanaman adam hawa (Rhoe
discolor (L.) Her.Hance) memiliki aktivitas antioksidan ?
b) Apa senyawa yang aktif sebagai antioksidan pada fraksi etanol-air dan fraksi
aseton daun tanaman adam hawa (Rhoe discolor (L.) Her.Hance) merupakan
senyawa flavonoid ?
c) Berapa nilai IC50 sebagai nilai aktivitas antioksidan fraksi etanol-air dan fraksi
aseton daun tanaman adam hawa (Rhoe discolor (L.) Her.Hance) dengan
menggunakan radikal bebas DPPH ?
3. Tujuan Khusus
a) Mengetahui fraksi etanol-air dan fraksi aseton daun tanaman adam hawa (Rhoe
discolor (L.) Her.Hance) memiliki aktivitas antioksidan.
b) Mengetahui senyawa yang aktif sebagai antioksidan pada fraksi etanol-air dan
fraksi aseton daun tanaman adam hawa (Rhoe discolor (L.) Her.Hance) yang
merupakan senyawa flavonoid.
c) Mengetahui nilai IC50 fraksi etanol-air dan fraksi aseton daun tanaman adam
hawa (Rhoe discolor (L.) Her.Hance) dengan menggunakan radikal bebas
DPPH.
4. Manfaat Penelitian
a) Manfaat teoritis dari penelitian ini adalah diketahuinya aktivitas antioksidan
yang berupa nilai IC50 dan senyawa flavonoid dari fraksi etanol-air dan fraksi
aseton daun tanaman adam hawa (Rhoe discolor (L.) Her.Hance).
b) Manfaat praktis dari penelitian ini apabila terbukti, masyarakat dapat
memanfaatkan daun tanaman adam hawa sebagai antioksidan alami dan bagi
formulator dapat diaplikasikan ke bentuk sediaan obat yang sesuai.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
B. Senyawa Flavonoid
Flavonoid adalah suatu kelompok senyawa fenol yang terbesar ditemukan
di alam. Senyawa-senyawa ini merupakan zat warna merah, ungu, dan biru, dan
sebagian zat warna kuning yang ditemukan dalam tumbuh-tumbuhan. Flavonoid
mem- punyai kerangka dasar karbon yang terdiri dari 15 atom karbon, dimana dua
cincin benzene (C6) terikat pada suatu rantai propan (C3) sehingga membentuk
suatu susunan C6-C3-C6. Susunan ini dapat menghasilkan tiga jenis struktur,
yakni 1,3-diarilpropan atau neoflavonoid.Senyawa-senyawa flavonoid terdiri dari
beberapa jenis tergantung pada tingkat oksidasi dari rantai propane dari sistem
1,3-diarilpropana.Flavon, flavonol dan antosianidin adalah jenis yang banyak
ditemukan dialam sehingga sering disebut sebagai flavonoida utama. Banyaknya
senyawa flavonoida ini disebabkan oleh berbagai tingkat hidroksilasi, alkoksilasi
atau glikosilasi dari struktur tersebut (Harborne, 1987).
C. Ekstraksi
4
Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi zat aktif
dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai,
kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang
tersisa diperlakukan sedemikian hingga memenuhi baku yang ditetapkan (Depkes
RI, 1995).
Ekstraksi adalah suatu proses pemisahan kandungan senyawa kimia dari
jaringan tumbuhan ataupun hewan dengan menggunakan penyari tertentu. salah
satu metode ekstraksi cara dingin yang sering digunakan, yaitu maserasi. Maserasi
adalah proses pengekstrakan simplisia dengan menggunakan pelarut dengan
beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur ruangan (kamar).
Remaserasi berarti dilakukan pengulangan penambahan pelarut setelah dilakukan
penyaringan maserat pertama, dan seterusnya (Depkes RI, 2000).
D. Fraksinasi
Kromatografi merupakan suatu teknik pemisahan yang menggunakan fase diam
dan fase gerak. Teknik kromatografi ini sudah berkembang dan telah digunakan
untuk memisahkan dan mengkuantifikasi berbagai macam komponen yang
kompleks baik komponen organic ataupun komponen anorganik (Rohman, 2012).
Fraksinasi yaitu proses pemisahan fraksi yang terkandung dalam larutan
ekstrak yang mempunyai karakteristik berbeda. Pemisahan larutan ekstrak
berdasarkan sifat kepolarannya. Ada berbagai jenis metode pemisahan, ekstraksi
pelarut atau disebut juga ekstraksi cair cair merupakan metode pemisahan yang
paling baik dan populer. Alasan utamanya adalah pemisahan ini dapat dilakukan
dengan baik dalam skala mikro maupun makro. Selain itu, alat yang digunakan
tergolong sederhana (Khopkar, 1990).
Ekstraksi cair-cair dilakukan untuk mendapatkan suatu senyawa dalam
campuran berfase cair dengan pelarut lain yang fasenya cair. Prinsip metode ini
didasarkan pada distribusi zat terlarut dengan perbandingan tertentu antara dua
pelarut yang tidak saling bercampur, seperti benzena dan kloroform. Alat yang
digunakan adalah corong pisah (Khopkar, 1990).
Kesempurnaan ekstraksi tergantung pada banyaknya ekstraksi yang
dilakukan. Hasil yang baik diperoleh apabila jumLah ekstraksi yang dilakukan
berulangulang dengan penambahan jumLah pelarut sedikit demi sedikit
(Khopkar, 1990).
E. Isolasi
Isolasi merupakan suatu teknik pemurnian setelah melakukan pemisahan
atau fraksinasi. KLT Preparatif adalah salah satu metode isolasi sederhana yang
sering digunakan. KLT Preparatif dapat digunakaan untuk memisahkan bahan
dalam jumlah gram, namun sebagian besar pemakaian hanya dalam jumlah
5
milligram. Seperti halnya KLT secara umum, KLT Preparatif juga melibatkan fase
diam dan fase gerak. Dimana fase diamnya adalah sebuah plat dengan ukuran
ketebalan bervariasi. Untuk jumLah sampel 10-100 mg, dapat dipisahkan dengan
mengunakan KLT Preparatif dengan adsorben silika gel atau aluminium oksida,
dengan ukuran 20 x 20 cm dan tebal 1 mm, jika tebalnya di dua kalikan, maka
banyaknya sampel yang dapat dipisahkan bertambah 50%, seperti halnya KLT
biasa, adsorben yang paling umum digunakan pada KLT Preparatif adalah silika
gel (Hostettman et al,1995).
Sebelum ditotolkan pada plat KLT Preparatif, sampel dilarutkan terlebih dahulu
dalam sedikit pelarut. Pelarut yang baik adalah pelarut yang mudah menguap,
misalnya n-heksana, diklorometana atu etil asetat. Karena jika pelarut yang
digunakan tidak mudah menguap, maka akan terjadi pelebaran pita. Konsentrasi
sampel juga sebaiknya hanya 5-10%. Sampel yang ditotolkan harus berbentuk pita
yang sesempit mungkin karena baik tidaknya pemisahan juga bergantung pada
lebarnya pita (Hostettman et al,1995).
Setelah plat KLT Preparatif dielusi, pita yang kedudukannya telah diketahui
dikerok dari plat. Selanjutnya senyawa harus diekstraksi dari adsorben dengan
pelarut yang sesuai (5 mL pelarut untuk 1 gram adsorben). Diupayakan untuk
menggunakan pelarut yang paling nonpolar yang mungkin. Harus diperhatikan
bahwa makin lama senyawa kontak dengan adsorben, maka makin besar
kemungkinan senyawa tersebut mengalami peruraian. Selanjutnya ekstrak yang
diperoleh disaring menggunakan corong berkaca masir atau menggunakan
membran (Hostettman et al,1995).
e. Efek AlCl3
Pereaksi ini dapat membentuk kompleks tahan asam antara gugus hidroksil dan
keton yang bertetangga dan membentuk kompleks tak tahan asam dengan gugus
orto sehingga dapat digunakan untuk mendeteksi kedua gugus tersebut (Markham,
1988). Gugus OH pada C3 dan C5 pada flavon dan flavonol akan membentuk
kompleks yang stabil dengan adanya AlCl3. Sebaliknya kompleks yang terbentuk
antara AlCl3 dengan gugus orto dihidroksi bersifat labil sehingga dengan
penambahan asam akan terdekomposisi. Sedangkan kompleks antara AlCl3
7
dengan C-4 keto dan 3 atau 5 OH tetap stabil dengan adanya asam. Adanya
gugus ortodihidroksi pada cincin B dapat diketahui jika pada penambahan asam
terhadap spektra kompleks AlCl3 menghasilkan pergeseran hipsokromik sebesar
30-40 nm pada pita I (atau pita Ia jika pita I terdiri dari 2 puncak). Dengan adanya
pergeseran batokromik pada pita I (dalam AlCl 3/HCl) dibandingkan dengan pita I
(dalam metanol) 35-55 nm, menunjukkan adanya 5-OH flavon atau flavonol 3-
OH tersubstitusi (Mabry, 1970).
G.Radikal Bebas
Radikal bebas adalah atom atau molekul apa saja yang memiliki satu atau lebih
atom tak berpasangan. Karena jumLah elektron ganjil, maka tidak semua elektron
dapat berpasangan. Meskipun suatu radikal tidak bermuatan positif atau negatif,
spesi semacam ini sangat reaktif karena adanya elektron yang tidak berpasangan.
Suatu radikal bebas dijumpai sebagai zat antara yang tak dapat diisolasi usia
pendek, sangat reaktif dan berenergi tinggi (Fessenden dan Fessenden, 1997).
Radikal bebas DPPH yang memiliki elektron tidak berpasangan memberikan
warna ungu dan menghasilkan absorbansi maksimum pada panjang gelombang
517 nm. Warna akan berubah menjadi kuning saat elektron berpasangan.
Pengurangan intensitas warna yang terjadi berhubungan dengan jumLah elektron
DPPH yang menangkap atom hidrogen. Pengurangan intensitas warna
mengindikasikan peningkatan kemampuan antioksidan untuk menangkap radikal
bebas. Dengan kata lain, aktivitas antioksidan diperoleh dengan menghitung
jumLah pengurangan intensitas warna ungu DPPH yang sebanding dengan
pengurangan konsentrasi larutan DPPH melalui pengukuran absorbansi larutan uji
(Prakash, 2001).
H.Antioksidan
Antioksidan merupakan senyawa pemberi elektron (elektron donor) atau
reduktan. Senyawa antioksidan memiliki berat molekul kecil, tetapi mampu
menginaktivasi berkembangnya reaksi oksidasi dengan cara mencegah
terbentuknya radikal. Antioksidan juga merupakan senyawa yang dapat
menghambat reaksi oksidasi, dengan mengikat radikal bebas dan molekul yang
sangat reaktif (Winarsi, 2007).
Berdasrakan mekanisme kerja, antioksidan dibagi menjadi 3 yaitu antioksidan
primer, sekunder, dan tersier. Antioksidan primer disebut juga antioksidan
enzimatis yang terdapat dalam tubuh (endogenus) seperti enzim superoksida
dismutase (SOD), katalase dan glutation peroksidase (GSH-Px). Antioksidan
sekunder disebut juga antioksidan eksogenus (diluar tubuh) non enzimatis. Cara
kerja sistem antioksidan non-enzimatis yaitu dengan cara memotong reaksi
oksidasi berantai dari radikal bebas. Akibatnya, radikal bebas tidak bereaksi
8
J. Spektrofotometer UV-Vis
Spektrofotometer UV-Vis merupakan salah satu jenis spektroskopi yang sering
digunakan dalam analisis kimia dan biologi. Spektrofotometer ini didasarkan pada
interaksi antara materi dengan radiasi elektromagnetik. Apabila seberkas radiasi
(cahaya) dikenakan pada cuplikan (larutan sampel), maka sebagian dari cahaya
diserap oleh molekul molekul sesuai dengan struktur dari molekul. Setiap
senyawa dalam sampel memiliki tingkatan tenaga yang spesifik. Bila cahaya
mempunyai perbedaan energi antara tingkatan dasar dan tingkatan tereksitasi yang
mengenai cuplikan, maka elektron elektron pada tingkatan dasar akan dieksitasi
ke tingkatan tereksitasi, dan sebagian energi cahaya yang sesuai diserap dengan
panjang gelombang ini. Elektron yang tereksitasikan melepaskan tenaga melalui
proses radiasi panas dan akan kembali pada tingkatan dasar lagi. Perbedaan energi
antara tingkat dasar dengan tingkat tereksitasi yang spesifik untuk tiap tiap
bahan/senyawa menyebabkan frekuensi yang diserap juga berbeda beda
(Sastrohamidjojo, 2001).
Dalam analisis secara spektrofotometri terdapat tiga daerah panjang gelombang
elektromagnetik yang digunakan, yaitu daerah UV (200 380 nm) dan daerah
visible (380 700 nm) (Khopkar, 1990).
Pada umumnya konfigurasi dasar dari spektrofotometer UV-Vis berupa
susunan peralatan adalah sebagai berikut:
c) Wadah sampel.
d) Detektor merupakan salah satu bagian spektrifotometer UV-Vis yang
penting.Fungsinya yaitu mengubah signal radiasi yang diterima menjadi signal
elektronik.
e) Rekorder berfungsi mencatat hasil analisis dari detektor.
Prinsip penentuan spektofotometer UV-Vis merupakan aplikasi dari Hukum
Lambert-Bert. Hukum ini menyatakan bahwa intensitas yang diteruskan oleh
larutan zat penyerap berbanding lurus dengan tebal dan konsentrasi kuvet
(Rohman, 2007).
Kesalahan dalam penggunaan spektrofotometer UV-Vis dapat diatasi dengan
dilakukannya proses kalibrasi. Kalibrasi dilakukan dengan menggunakan blanko,
yaitu setting nilai absorbansi = 0 dan nilai transmitansi = 100% (Tahir, 2008).
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam analisis spektrofotometri UV-Vis:
1. Pembentukan molekul yang dapat menyerap sinar UV-Vis
Hal yang perlu dilakukan jika senyawa yang dianalisis tidak menyerap
pada daerah tersebut. Cara yang digunakan adalah dengan merubah menjadi
senyawa lain atau direaksikan dengan pereaksi tertentu. Pereaksi yang digunakan
harus memenuhi beberapa persyaratan yaitu:
a. Reaksinya selektif dan sensitif
b. Reaksinya cepat, kuantitatif, dan reprodusibel
c. Hasil reaksi stabil dalam dalam jangka waktu yang lama
Keselektifan dapat dinaikkan dengan mengatur pH, pemakaian masking agent
atau penggunaan teknik ekstraksi (Gandjar dan Rohman, 2007).
absorbansi dengan panjang gelombang dari suatu larutan baku pada konsentrasi
tertentu (Gandjar dan Rohman, 2007).
Ada beberapa alasan mengapa harus menggunakan panjang gelombang maksimal,
yaitu:
a. Pada panjang gelombang maksimal, bentuk kurva kepekaannya juga
maksimal karena pada panjang gelombang maksimal tersebut, perubahan
absorbansi untuk setiap satuan konsentrasi adalah yang paling besar
b. Di sekitar panjang gelombang maksimal, bentuk kurva absorbansi datar
dan pada kondisi tersebut hukum Lambert-Beer akan terpenuhi
c. Jika dilakukan pengukuran ulang maka kesalahan yang disebabkan oleh
pemasangan ulang panjang gelombang akan kecil sekali, ketika digunakan
panjang gelombang maksimal (Gandjar dan Rohman, 2007).
K. Landasan Teori
Radikal bebas merupakan suatu senyawa yang memiliki satu atau lebih
elektron tidak berpasangan, hal ini yang menyebabkan radikal bebas bersifat tidak
stabil dan reaktif di dalam tubuh. Di dalam tubuh, radikal bebas akan menjadi
stabil dengan cara menyerang elektron disekitarnya sehingga dapat menimbulkan
kerusakan sel dan dapat menimbulkan penyakit degeneratif.
Daun adam hawa mengandung senyawa aktif, yaitu senyawa flavonoid.
Flavonoid merupakan senyawa antioksidan memiliki gugus fenol yang dapat
mendonorkan atom hidrogen pada radikal bebas sehingga radikal dapat bersifat
stabil.
Maserasi adalah proses pengekstrakan simplisia dengan menggunakan pelarut
dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur ruangan dan
dilakukan remaserasi untuk mendapatkan hasil yang maksimal. Pelarut yang
12
L. Hipotesis
Fraksi etanol-airdan fraksi aseton daun tanaman adam hawa mengandung
senyawa flavonoid yang memiliki aktivitas antioksidan yang dinyatakan sebagai
IC50
13
BAB III
METODE PENELITIAN
D. Bahan Penelitian
1. Bahan Utama
Bahan yang digunakan dalam penelitin ini adalah daun tanaman adam hawa yang
diperoleh dari Monjali Depok Sleman Yogyakarta.
2. Bahan Kimia
Bahan kimia kualitas pro analitik E.Merck berupa methanol, bahan kimia kualitas
teknis CV. General Labora berupa etanol 95%, alumunium foil, air suling,
kloroform (teknis), aseton (teknis), DPPH (Aldrich), lempeng KLT, rutin (Sigma),
Fase gerak n-butanol : asam asetat : air (BAA) (4:1:5), AlCl3 5%, NaOH, NaOAc,
dan H3BO3.
E. Alat Penelitian
Alat yang digunakan dalam penelitian ini, antara lain: Shaker (Innova TM 2100),
vortex (Janke & Kunkel), spektrofotometer UV-Vis (Shimadzu UV double beam,
ayakan no.40, bejana maserasi, peralatan kromatografi lapis tipis preparatif,
blender, sentrifugator, waterbath, timbangan analitik, corong pisah, vakum
penguap putar (vaccum rotary evaporator) (Buchi R-205,Jerman), peralatan gelas,
mikropipet (Acura 825, Socorex).
2. Pembuatan Simplisia
Daun tanaman adam hawa ambil dari kebun di daerah Monjali, Depok, Sleman,
Yogykarta. Daun tanaman adam hawa yang telah dipetik dan ditimbang kurang
lebih 2,0 kg kemudian disortasi basah. Hasil sortasi kemudian dicuci untuk
menghilangkan kotoran yang melekat pada sampel. Daun tanaman adam hawa
kemudian dicuci dengan air mengalir untuk menghilangkan kotoran yang
melekat lalu ditiriskan sampai sisa air menghilang. Daun tanaman adam hawa
dikeringkan dengan panas dalam oven pada suhu 40 C selama 7 hari.
Dikatakan kering jika daun dapat hancur ketika diremas dengan tangan. Daun
tanaman adam hawa yang telah dikeringkan kemudian diserbuk menggunakan
blender, lalu diayak menggunakan ayakan nomor 40.
15
5. Isolasi Fraksi
Isolasi dengan KLT preparatif digunakan plat silika G 60 F 254 dengan ukuran
10,0 cm x 20,0 cm. Fraksi aseton 100,0 mg dilarutkan dengan 10,0 mL etanol
95%, kemudian ditotolkan sepanjang plat pada jarak 1,0 cm dari garis bawah
dan 1,0 cm dari garis tepi. Selanjutnya dielusi dengan n-butanol : asam asetat
glasial : air (BAA) (4:1:5). Setelah gerakan larutan pengembang sampai pada
garis batas, elusi dihentikan. Pita yang terbentuk masing-masing diukur harga
Rf nya. Pita-pita diperiksa di bawah sinar UV pada panjang gelombang 254 nm
dan 366 nm. Isolat-isolat yang diperoleh dari hasil KLT preparatif dengan cara
mengkerok pila-pita pada fase diam yang telah dielusikan, lalu serbuk
dilarutkan dengan etanol 95% sebanyak 10,0 mL dan disentrifugasi untuk
mengendapkan fase diamnya (silika gel), lalu supernatannya diambil dan
diuapkan di waterbath.
6. Identifikasi Isolat
Analisis untuk identifikasi menggunakan hasil isolasi (isolat) sebanyak 0,10
mg terhadap yang dilarutkan dalam metanol sampai volume 10,0 mL,
kemudian diukur panjang gelombang maksimum (maks) pada
16
G. Analisis Data
17
H.Jadwal Kegiatan
Jadwal Kegiatan Tahun 2016
Bulan
Bulan Bulan Bulan Bulan Bulan
No Jenis Kegiatan 8 9 10 11 12
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2
1. Determinasi
tanaman adam
hawa
2. Pengambilan,
pemotongan dan
pengeringan daun
adam hawa
3. Penyerbukan
simplisia dan
ekstraksi simplisia
4. Fraksinasi ekstrak
5. Uji DPPH fraksi
6. Isolasi dan
identifikasi fraksi
8. Pengolahan data
9. Menyusun naskah
skripsi
10. Revisi naskah
18
skripsi
11. Ujian akhir skripsi
DAFTAR PUSTAKA