Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN

A. Anatomi Fisiologi
1. Kulit Kepala
Kulit kepala terdiri dari 5 lapisan yang disebut SCALP yaitu; skin atau kulit,
connective tissue atau jaringan penyambung, aponeurosis atau galea aponeurotika,
loose conective tissue atau jaringan penunjang longgar dan pericranium.
2. TulangTengkorak
Tulang tengkorak terdiri dari kubah (kalvaria) dan basis kranii . Tulang tengkorak
terdiri dari beberapa tulang yaitu frontal, parietal, temporal dan oksipital . Kalvaria
khususnya diregio temporal adalah tipis, namun disini dilapisi oleh otot temporalis.
Basis cranii berbentuk tidak rata sehingga dapat melukai bagian dasar otak saat
bergerak akibat proses akselerasi dan deselerasi. Rongga tengkorak dasar dibagi atas 3
fosa yaitu : fosa anterior tempat lobus frontalis, fosa media tempat temporalis dan fosa
posterior ruang bagi bagian bawah batang otak dan serebelum
3. Meningen
Selaput meningen menutupi seluruh permukaan otak dan terdiri dari 3 lapisan yaitu :
a. Duramater
Dura mater secara konvensional terdiri atas dua lapisan yaitu lapisan endosteal
dan lapisan meningeal .Dura mater merupakan selaput yang keras, terdiri atas
jaringan ikat fibrisa yang melekat erat pada permukaan dalam dari
kranium.Karena tidak melekat pada selaput arachnoid di bawahnya, maka terdapat
suatu ruang potensial (ruang subdura) yang terletak antara dura mater dan
arachnoid, dimana sering dijumpai perdarahan subdural.Pada cedera otak,
pembuluh-pembuluh vena yang berjalan pada permukaan otak menuju sinus
sagitalis superior di garis tengah atau disebut Bridging Veins, dapat mengalami
robekan dan menyebabkan perdarahan subdural.Sinus sagitalis superior
mengalirkan darah vena ke sinus transversus dan sinus sigmoideus.Laserasi dari
sinus-sinus ini dapat mengakibatkan perdarahan hebat.
Arteri-arteri meningea terletak antara dura mater dan permukaan dalam dari
kranium (ruang epidural).Adanya fraktur dari tulang kepala dapat menyebabkan
laserasi pada arteri-arteri ini dan menyebabkan perdarahan epidural.Yang paling
sering mengalami cedera adalah arteri meningea media yang terletak pada fosa
temporalis (fosa media).
b. SelaputArakhnoid
Selaput arakhnoid merupakan lapisan yang tipis dan tembus pandang. Selaput
arakhnoid terletak antara pia mater sebelah dalam dan dura mater sebelah luar
yang meliputi otak. Selaput ini dipisahkan dari dura mater oleh ruang potensial,
disebut spatium subdural dan dari pia mater oleh spatium subarakhnoid yang terisi
oleh liquor serebrospinalis. Perdarahan sub arakhnoid umumnya disebabkan
akibat cederakepala.
c. Piamater
Pia mater melekat erat pada permukaan korteks serebri. Pia mater adarah
membrana vaskular yang dengan erat membungkus otak, meliputi gyri dan masuk
kedalam sulci yang paling dalam.Membrana ini membungkus saraf otak dan
menyatu dengan epineuriumnya.Arteri-arteri yang masuk kedalam substansi otak
juga diliputi oleh pia mater.
4. Otak
Otak merupakan suatu struktur gelatin yang mana berat pada orang dewasa sekitar 14
kg. Otak terdiri dari beberapa bagian yaitu; Proensefalon (otak depan) terdiri dari
serebrum dan diensefalon, mesensefalon (otak tengah) dan rhombensefalon (otak
belakang) terdiri dari pons, medula oblongata dan serebellum.
Fisura membagi otak menjadi beberapa lobus. Lobus frontal berkaitan dengan fungsi
emosi, fungsi motorik dan pusat ekspresi bicara.Lobus parietal berhubungan dengan
fungsi sensorik dan orientasi ruang.Lobus temporal mengatur fungsi memori tertentu.
Lobus oksipital bertanggungjawab dalam proses penglihatan. Mesensefalon dan pons
bagian atas berisi sistem aktivasi retikular yang berfungsi dalam kesadaran dan
kewapadaan.Pada medula oblongata terdapat pusat kardiorespiratorik. Serebellum
bertanggungjawab dalam fungsi koordinasi dan keseimbangan.
5. Cairanserebrospinalis
Cairan serebrospinal (CSS) dihasilkan oleh plexus khoroideus dengan kecepatan
produksi sebanyak 20 ml/jam. CSS mengalir dari dari ventrikel lateral melalui
foramen monro menuju ventrikel III, akuaduktus dari sylvius menuju ventrikel IV.
CSS akan direabsorbsi ke dalam sirkulasi vena melalui granulasio arakhnoid yang
terdapat pada sinus sagitalis superior. Adanya darah dalam CSS dapat menyumbat
granulasio arakhnoid sehingga mengganggu penyerapan CSS dan menyebabkan
kenaikan takanan intrakranial.Angka rata-rata pada kelompok populasi dewasa
volume CSS sekitar 150 ml dan dihasilkan sekitar 500 ml CSS per hari.
6. Tentorium
Tentorium serebeli membagi rongga tengkorak menjadi ruang supratentorial (terdiri
dari fosa kranii anterior dan fosa kranii media) dan ruang infratentorial (berisi fosa
kraniiposterior).

7. PerdarahanOtak
Otak disuplai oleh dua arteri carotis interna dan dua arteri vertebralis.Keempat arteri
ini beranastomosis pada permukaan inferior otak dan membentuk circulus
Willisi.Vena-vena otak tidak mempunyai jaringan otot didalam dindingnya yang
sangat tipis dan tidak mempunyai katup.Vena tersebut keluar dari otak dan bermuara
ke dalam sinus venosuscranialis.
FisiologiKepala
Tekanan intrakranial (TIK) dipengaruhi oleh volume darah intrakranial, cairan
secebrospinal dan parenkim otak. Dalam keadaan normal TIK orang dewasa dalam
posisi terlentang sama dengan tekanan CSS yang diperoleh dari lumbal pungsi yaitu 4
10 mmHg . Kenaikan TIK dapat menurunkan perfusi otak dan menyebabkan atau
memperberat iskemia.Prognosis yang buruk terjadi pada penderita dengan TIK lebih
dari 20 mmHg, terutama bila menetap. Pada saat cedera, segera terjadi massa seperti
gumpalan darah dapat terus bertambah sementara TIK masih dalam keadaan normal.
Saat pengaliran CSS dan darah intravaskuler mencapai titik dekompensasi maka TIK
secara cepat akan meningkat. Sebuah konsep sederhana dapat menerangkan tentang
dinamika TIK.Konsep utamanya adalah bahwa volume intrakranial harus selalu
konstan, konsep ini dikenal dengan Doktrin Monro-Kellie.
Otak memperoleh suplai darah yang besar yaitu sekitar 800ml/min atau 16% dari
cardiac output, untuk menyuplai oksigen dan glukosa yang cukup . Aliran darah otak
(ADO) normal ke dalam otak pada orang dewasa antara 50-55 ml per 100 gram
jaringan otak per menit. Pada anak, ADO bisa lebih besar tergantung pada usainya.
ADO dapat menurun 50% dalam 6-12 jam pertama sejak cedera pada keadaan cedera
otak berat dan koma. ADO akan meningkat dalam 2-3 hari berikutnya, tetapi pada
penderita yang tetap koma ADO tetap di bawah normal sampai beberapa hari atau
minggu setelah cedera. Mempertahankan tekanan perfusi otak/TPO (MAP-TIK) pada
level 60-70 mmHg sangat rirekomendasikan untuk meningkatkan ADO.
B. Definisi
Cedera Kepala adalah suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang disertai atau
tanpa disertai perdarahan interstitial dalam substansi otak tanpa diikuti terputusnya
kontinuitas otak (Muttaqin, 2008).
Cedera Kepala adalah kerusakan otak akibat perdarahan atau pembengkakan otak
sebagai respon terhadap cedera dan menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial
(Smeltzer, 2000 : 2210).
Trauma kepala adalah suatu trauma yang mengenai daerah kulit kepala, tulang
tengkorak, atau otak yang terjadi akibat injury baik secara langsung maupun tidak
langsung pada kepala (Suriadi dan Rita juliani, 2001).
Cedera Kepala sedang adalah suatu trauma yang menyebabkan Kehilangan kesadaran
dan amnesia lebih dari 30 menit tetapi kurang dari 24 jam dapat mengalami fraktur
tengkorak dengan GCS 9-12.
C. Etiologi
a. Trauma tumpul
- Kecepatan tinggi : tabrakan motor dan mobil
- Kecepatan rendah : terjatuh atau dipukul
b. Trauma tembus
luka tembus peluru dari cedera tembus lainnya (Mansjoer, 2000:3)
c. Jatuh dari ketinggian
d. Cedera akibat kekerasan
e. Cedera otak primer
adanya kelainan patologi otak yang timbul segera akibat langsung dari trauma. Dapat
terjadi memar otak dan laserasi
f. cedera otak sekunder
kelainan patologi otak disebabkan kelainan biokimia metabolisme, fisiologi yang
timbul setelah trauma.
D. Klasifikasi
Menurut Dewanto (2009. Hal 12), Cedera kepala dapat dibagi kedalam 3 kelompok
berdasarkan nilai Glasgow Coma Scale (GCS) yaitu :
a. Cedera Kepala Ringan (CKR)
Nilai GCS 13-15, tidak terdapat kelaianan pada CT scan otak, tidak memerlukan
tindakan operasi, lama dirawat di Rumah Sakit kurang dari 48 jam.

b. Cedera Kepala Sedang (CKS)


Nilai GCS 9-13, ditemukan kelainan pada CT scan otak, memerlukan tindakan operasi
untuk lesi intrakranial, dirawat dirumah sakit setidaknya 48 jam.
c. Cedera Kepala Berat (CKB)
Bila dalam waktu 48 jam setelah trauma, nilai GCS kurang dari pada 9.

E. Patofisiologi
Otak dapat berfungsi dengan baik bila kebutuhan oksigen dan glukosa dapat
terpenuhi. Energi yang dihasilkan didalam sel-sel saraf hampir seluruhnya melalui proses
oksidasi. Otak tidak mempunyai cadangan oksigen, jadi kekurangan aliran darah ke otak
walaupun sebentar akan menyebabkan gangguan fungsi. Demikian pula dengan
kebutuhan oksigen sebagai bahan bakar metabolisme otak tidak boleh kurang dari 20 mg
%, karena akan menimbulkan koma. Kebutuhan glukosa sebanyak 25 % dari seluruh
kebutuhan glukosa tubuh, sehingga bila kadar glukosa plasma turun sampai 70 % akan
terjadi gejala-gejala permulaan disfungsi cerebral.
Pada saat otak mengalami hipoksia, tubuh berusaha memenuhi kebutuhan oksigen
melalui proses metabolik anaerob yang dapat menyebabkan dilatasi pembuluh darah.
Pada kontusio berat, hipoksia atau kerusakan otak akan terjadi penimbunan asam laktat
akibat metabolisme anaerob. Hal ini akan menyebabkan asidosis metabolik.
Dalam keadaan normal cerebral blood flow (CBF) adalah 50 60 ml / menit / 100 gr.
jaringan otak, yang merupakan 15 % dari cardiac output.
Trauma kepala meyebabkan perubahan fungsi jantung sekuncup aktivitas atypical-
myocardial, perubahan tekanan vaskuler dan udem paru. Perubahan otonom pada fungsi
ventrikel adalah perubahan gelombang T dan P dan disritmia, fibrilasi atrium dan
vebtrikel, takikardia.
Akibat adanya perdarahan otak akan mempengaruhi tekanan vaskuler, dimana
penurunan tekanan vaskuler menyebabkan pembuluh darah arteriol akan berkontraksi .
Pengaruh persarafan simpatik dan parasimpatik pada pembuluh darah arteri dan arteriol
otak tidak begitu besar.

F. Tanda dan Gejala


a. Gejala trauma kepala menurut Widagdo (2008)
1. Komosio serebri: muntah tanpa nausea, nyeri pada lokasi cidera kepala, mudah
marah hilang energi, pusing dan mata berkunang-kunang, ingatan sementara
hilang.
2. Kontosio serebri: perubahan tingkat kesadaran, lemah dan paralisis tungkai,
kesulitan berbicara, leher kaku, sakit kepala, demam diatas 37oC, perubahan pupil
(tidak berespon terhadap cahaya, kontriksi, hemiparalisis).
3. Hematoma epidural: luka benturan, hilangnya kesadaran dalam waktu singkat
sampai beberapa jam, lemah, gangguan kesadaran leher kaku, menunjukan adanya
hematom epidural, perasaan mengantuk, pernafasan menurun dengan pola yang
tidak teratur, tekanan darah meningkat, denyut nadi menurun dengan aritmia.
4. Hematoma subdural: berubah-ubah hilangnya kesadaran, sakit kepala, otot wajah
melemah, melemahnya tungkai pada salah satu sisi tubuh, gamgguan mental.
b. Manifestasi klinis dari trauma otak
1. Jika pasien sadar mengeluh sakit kepala berat
2. Muntah bersifat proyektif
3. Kesadaran makin menurun
4. Perubahan tipe pernafasan
5. Anisokor
6. Tekanan darah menurun, bradikardi
7. Suhu tubuh sulit dikendalikan

G. Pemeriksaan Penunjang
a. CT-Scan (dengan/ tanpa kontras)
mengidentifikasi adanya hemoragik, menentukan ukuran ventrikuler, pergeseran
jaringan otak
b. Aniografi Cerebral
Menunjukkan kelainan sirkulasi serebral, seperti pergeseran jaringan otak akibat
edema, perdarahan, trauma
c. X-Ray
Mengidentifikasi atau mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan
struktur garis (perdarahan/ edema)

d. AGD (Analisa Gas Darah)


Mendeteksi ventilasi atau masalah pernapsan (oksigenisasi) jika terjadi peningkatan
intrakranial
e. Elektrolit
Untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit sebgai akibat peningkatan tekanan
intrakranial

H. Penatalaksanaan Medis
Mutaqin (2008) menjelaskan bahwa penatalaksanaan medis pada klien cidera kepala
adalah saat awal trauma pada cidera kepala selain dari faktor mempertahankan fungsi
ABC (Airway, Breathing, Circulation) dan menilai status neurologis (disability,
exposure), maka faktor yang harus diperhitungkan pula adalah mengurangi iskemia
serebri yang terjadi. Keadaan ini dapat dibantu dengan pemberian oksigen dan glukosa.
Selain itu perlu pula kontrol kemungkinan tekanan intracranial yang meninggi
disebabkan oleh edema serebri. Sekalipun tidak jarang memerlukan tindakan oprasi,
tetapi usaha untuk menurunkan tekanan intrakranial ini dapat dilakukan dengan cara
menurunkan PaCO2 dengan hiperventilasi yang mengurangi asidosis intraserebral dan
menambah metabolisme intraserebral. Adapun untuk menurunkan PaCO 2 ini yakni
dengan intubasi endotrakeal, hiperventilasi. Intubasi dilakukan sedini mungkin kepada
klien-klien yang koma untuk mencegah terjadinya PaCO 2 yang meninggi. Prinsip ABC
dan ventilasi yang teratur dapat mencegah peningkatan tekanan intrakranial.
a. Penatalaksanaan konservatif meliputi:
1. Bedrest total
2. Observasi tanda-tanda vital (GCS dan tingkat kesdaran)
3. Pemberian obat-obatan:
- Dexsamethason/kalmethason sebagai pengobatan anti edema serebral, dosis
sesuai dengan berat ringannya trauma.
- Terapi hiperventilasi (trauma kepala berat) untuk mengurangi vasodilatasi.
- Pengobatan anti-edema dengan larutan hipertosis, yaitu manitol 20%, atau
glukosa 40% gliserol 10%.
4. Makanan atau cairan. Pada trauma ringan bila muntah-muntah tidak dapat diberi
apa-apa, hanya cairan infus dextrose 5%, aminofusin, aminofil (18 jam pertama
dari terjadinya kecelakaan), 2-3 hari kemudian di berikan makanan lunak.
5. Pada trauma berat. Karena hari-hari pertama didapat klien mengalami penurunan
kesadaran dan cendrung terjadi retensi natrium dan elektrolit maka hari-hari
pertama, ringer dextros 8 jam kedua, dan dextrosa 5% 8 jam ketiga. Pada hari
selanjutnya bila kesadaran rendah maka makanan diberikan melalui nasogatric
tube (2500-3000 TKTP). Pemberian protein tergantung dari nilai urenitrogennya.
b. Penatalaksanaan menurut Tarwoto (2009) pada klien dengan cidera kepala adalah:
1. Penatalaksanaan umum:
- Monitor respirasi: Bebas jalan nafas, monitor keadaan ventilasi, periksa
AGD, berikan oksigen jika perlu.
- Monitor tekanan intracranial (TIK).
- Atasi syok ada.
- Kontrol tanda vital.
- Keseimbangan cairan dan elektrolit.
2. Operasi
Dilakukan untuk mengeluarkan darah pada intraserebral, debridement luka,
kranioplasti, prosedur sunting pada hidrosepalus, kraniotomi.
3. Pengobatan
- Diuretik: untuk mengurangi edem serebral misalnya manitol 20% furosemid
(lasik).
- Anti kunvulsan: untuk menghentikan kejang misalnya dengan dilantin,
tegretol, valium.
- Kortokosteroid: untuk menghambat pembentukan edem misalnya dengan
dexsametason.
- Antagonis histamine: mencegah terjadinya iritasi lambung karena
hipersekresi akibat efek trauma kepala misalnya dengan cemitidin,
ranitidine.
- Antibiotik jika terjadi luka yang besar.
I. Komplikasi
a. Cedera otak sekunder akibat hipoksia dan hipotensi
b. Edema Cerebral : Terutama besarnya massa jaringan di otak di dalam rongga tulang
tengkorak yang merupakan ruang tertutup.
c. Peningkatan tekanan intrakranial : terdapat perdarahan di selaput otak.
d. Infeksi
e. Hidrosefalus

ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
4. Aktivitas/Istirahat
Gejala : Merasa lemah, lelah, kaku, hilang keseimbangan.
Tanda : Perubahan kesalahan, letargi, hemisparase, quadriplegia, ataksia cara
berjalan tak tegap, masalah dalam keseimbangan, cedera (trauma) ortopedi,
kehilangan tonus otot, otot spastik.
5. Sirkulasi
Gejala : Perubahan tekanan darah atau normal (Hipertensi), perubahan frekuensi
jantung (bradikardia, takikardia, yang diselingi dengan bradikardia, distritmia).
6. Integritas Ego
Gejala : Perubahan tingkah laku atau kepribadian (tenang atau dramatis).
Tanda : Cemas, mudah tersinggung, Delirium, Agitasi, bingung, depresi dan
impulsif.
7. Eliminasi
Gejala : Inkontinensia kandung kemih/usus atau mengalami gangguan fungsi.
8. Makanan/Cairan
Gejala : Mual/muntah dan mengalami perubahan selera.
Tanda : Muntah (mungkin proyektil), gangguan menelan (batuk, air liur keluar,
dispagia), berkeringat, penurunan berat badan, penurunan massa otot/lemak
subkutan.
9. Neurosensori
Gejala : Kehilangan kesadaran sementara, Amnesia seputar kejadian, Vertigo,
Sinkope, tinnitus, kehilangan pendengaran, tingling, baal pada ekstrimitas,
perubahan pola dalam penglihatan seperti ketajamannya, diplopia, kehilangan
sebagian lapang pandang, fotofobia, gangguan pengecapan dan penciuman
Tanda : Perubahan kesadaran bisa sampai koma, perubahan status mental,
perubahan pupil (respon terhadap cahaya simetris/deviasi pada mata,
ketidakmampuan mengikuti).
Kehilangan pengindraan seperti pengecapan, penciuman dan pendengaran, wajah
tidak simetris, genggaman lemah, tidak seimbang, reflex tendon dalam tidak ada
atau lemah, apraksia, quadriplegia, kejang, sangat sensitif terhadap sentuhan dan
gerakan, kehilangan sensasi sebagian tubuh.
10. Nyeri/kenyamanan
Gejala : Sakit kepala intensitas dan lokasi yang berbeda, biasanya lama.
Tanda : Wajah menyeringai, respon menarik pada rangsangan nyeri yang hebat,
gelisah tidak dapat beristirahat, merintih.
11. Pernafasan
Tanda : Perubahan pola nafas (apnoe yang diselingi oleh hiperventilasi), nafas
berbunyi stridor, tersedak, ronkhi, mengi positif. (kemungkinan adanya aspirasi).
12. Keamanan
Gejala : Trauma baru/trauma karena kecelakaan.
Tanda : Fraktur/dislokasi, gangguan penglihatan.
Kulit : laserasi, abrasi, perubahan warna, seperti raccoon eye tanda battle
disekitar telinga (merupakan tanda adanya trauma), adanya aliran (drainage) dari
telinga/hudung (CSS), gangguan kognitif, gangguan rentang gerak, tonus otot
hilang, kekuatan secara umum mengalami pralisis, demam dan gangguan dalam
regulasi suhu tubuh.
13. Interaksi Sosial
Tanda : Afasia motorik atau sensorik, berbicara tanpa arti, bicara berulang-ulang,
disartria.
14. Penyuluhan/pembelajaran
Gejala : Penggunaan alkohol atau obat lain.
Rencana pemulangan : membutuhkan bantuan pada perawatan diri, ambulasi,
transportasi, menyiapkan makan, belanja, perawatan, pengobatan, tugas-tugas
rumah tangga, perubahan tata ruang, dan pemanfaatan fasilitas lainnya di rumah
sakit.

Pemeriksaan GCS
Langkah yang tentutanya harus diketahui untuk mengetahui tingkat kesadaran pasien
adalah melakukan pemeriksaan GCS (Glasgow Coma Scale) yaitu skala yang digunakan
untuk menilai tingkat kesadaran pasien, (apakah pasien dalam kondisi koma atau tidak)
dengan menilai respon pasien terhadap rangsangan yang diberikan.
Respon pasien yang perlu diperhatikan mencakup 3 hal yaitu reaksi membuka mata ,
bicara dan motorik. Hasil pemeriksaan dinyatakan dalam derajat (score) dengan rentang
angka 1 6 tergantung responnya.

Eye (respon membuka mata) :

(4) : spontan
(3) : dengan rangsang suara (suruh pasien membuka mata).
(2) : dengan rangsang nyeri (berikan rangsangan nyeri, misalnya menekan kuku jari)
(1) : tidak ada respon
Verbal (respon verbal) :
(5) : orientasi baik
(4) : bingung, berbicara mengacau ( sering bertanya berulang-ulang ) disorientasi tempat dan
waktu.
(3) : kata-kata saja (berbicara tidak jelas, tapi kata-kata masih jelas, namun tidak dalam satu
kalimat.
Misalnya aduh, bapak)
(2) : suara tanpa arti (mengerang)
(1) : tidak ada respon
Motor (respon motorik) :
(6) : mengikuti perintah
(5) : melokalisir nyeri (menjangkau & menjauhkan stimulus saat diberi rangsang nyeri)
(4) : withdraws (menghindar / menarik extremitas atau tubuh menjauhi stimulus saat diberi
rangsang
nyeri)
(3) : flexi abnormal (tangan satu atau keduanya posisi kaku diatas dada & kaki extensi saat
diberi
rangsang nyeri).
(2) : extensi abnormal (tangan satu atau keduanya extensi di sisi tubuh, dengan jari mengepal
& kaki
extensi saat diberi rangsang nyeri).
(1) : tidak ada respon
Hasil pemeriksaan tingkat kesadaran berdasarkan GCS disajikan dalam simbol EVM
Selanutnya nilai-nilai dijumlahkan. Nilai GCS yang tertinggi adalah 15 yaitu E4V5M6 dan
terendah adalah 3 yaitu E1V1M1.
Jika dihubungkan dengan kasus trauma kapitis maka didapatkan hasil :

Berdasarkan Beratnya :

1. GCS : 14 15 = CKR (cidera kepala ringan)

2. GCS : 9 13 = CKS (cidera kepala sedang)

3. GCS : 3 8 = CKB (cidera kepala berat)


B. Diagnosis Keperawatan
1. Gangguan perfusi jaringan serebral b.d penurunan aliran darah ke serebral, edema
serebral
2. Pola nafas tidak efektif b.d kerusakan neuro muskuler (cedera pada pusat pernafasan
otak, kerusakan persepsi /kognitif)
3. Kerusakan pertukaran gas b.d hilangnya control volunteer terhadap otot pernafasan
4. Inefektif bersihan jalan nafas b.d akumulasi sekresi, obstruksi jalan nafas
5. Gangguan pola nafas b.d adanya depresi pada pusat pernafasan
6. Resiko Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d penurunan
kesadaran
7. Resiko cedera b.d kejang, penurunan kesadaran
8. Gangguan eliminasi urin b.d kehilangan control volunteer pada kandung kemih
C. Intervensi Keperawatan
1. Diagnosa : gangguan perfusi jaringan serebral b.d penurunan aliran darah ke serebral,
edema serebral
Tujuan : mempertahankan tingkat kesadaran, kognisi dan fungsi motorik dan sensorik
NOC :
Skala outcome keseluruhan KH
Tekanan intrakranial 4-5
Tekanan darah sistolik 4-5
Tekanan darah distolik 4-5
Sakit kepala 4-5
Kegelisahan 4-5
Kecemasan yang tidak dijelaskan 4-5
Muntah 4-5
Demam 4-5
Penurunan tingkat kesadaran 4-5

NIC :
Monitor TIK
1. Manajemen pengobatan
2. Monitor neurologi
3. Pengajaran : peresepan diet
4. Pengajaran : peresepan obat-obatan
5. Pengajaran : prosedur / perawatan
6. Pencegahan perdarahan
7. Kontrol infeksi
8. Monitor TTV
2. Diagnosa : Pola nafas tidak efektif b.d kerusakan neuro muskuler (cedera pada pusat
pernafasan otak, kerusakan persepsi /kognitif)
Tujuan : pola nafas pasien efektif
NOC :
Outcome :
Status pernafasan : ventilasi
NIC :
Manajemen jalan nafas
1. Penghisapan lendir pada jalan nafas
2. Pengurangan kecemasan
Monitor pernafasan
3. Bantuan ventilasi
4. Monitor TTV
5. Pemberian analgesik
6. Pencegahan aspirasi
7. Fisioterapi dada
8. Manajemen energi
9. Monitor cairan
10. Manajemen pengobatan
11. Monitor neurologi
12. Manajemen nyeri
3. Resiko Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d
penurunan kesadaran
Tujuan : tidak terjadi kekurangan kebutuhan nutrisi tepenuhi
NOC :
Outcome :
Status nutrisi: asupan nutrisi

NIC :
Manajemen gangguan makan :
1. Manajemen cairan
2. Monitor cairan
Manajemen nutrisi
3. Terapi nutrisi
4. Konseling nutrisi
5. Monitor nutrisi
6. Bantuan perawatan diri : pemberian makan
7. Monitor TTV
DAFTAR PUSTAKA

Doenges M.E. (1989) Nursing Care Plan, Guidlines for Planning Patient Care (2 nd ed ).
Philadelpia, F.A. Davis Company.

Long; BC and Phipps WJ (1985) Essential of Medical Surgical Nursing : A Nursing Process
Approach St. Louis. Cv. Mosby Company.

Asikin Z (1991) Simposium Keperawatan Penderita Cedera Kepala. Panatalaksanaan


Penderita dengan Alat Bantu Napas, Jakarta.

Harsono (1993) Kapita Selekta Neurologi, Gadjah Mada University Press

Anda mungkin juga menyukai