Anda di halaman 1dari 25

REFERAT

STRIKTUR URETRA

Pembimbing: dr. Ahmad Rizki Herda Pratama, Sp.U

Disusun oleh:
Andry Yonatha
030.12.020

KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH RSUD KARAWANG


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
UNIVERSITAS TRISAKTI
JAKARTA
2017
Periode 27 Februari 2017 7 Mei 2017
Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti

LEMBAR PENGESAHAN

Referat yang berjudul Striktur Uretra telah diterima dan disetujui


pada tanggal Maret 2017
oleh pembimbing sebagai salah satu syarat menyelesaikan
Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah
Rumah Sakit Umum Daerah Karawang

Karawang, Maret 2017

dr. Ahmad Rizki Herda Pratama, Sp.U

Kata Pengantar

Puji dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat-
Nya saya dapat menyelesaikan referat ini. Referat berjudul Striktur Uretra ini
dibuat dengan tujuan sebagai salah satu syarat kelulusan dalam Kepaniteraan
Klinik Ilmu Bedah di Rumah Sakit Umum Daerah Karawang. Saya mengucapkan
terimakasih yang sebesar-besarnya kepada pembimbing saya, dr. Ahmad Rizki
Herda Pratama, Sp.U, yang telah memberikan bimbingannya dalam proses
penyelesaian referat ini, juga untuk dukungannya baik dalam bentuk moral
maupun pengalaman selama di Rumah Sakit Umum Daerah Karawang.

i
Selain itu, saya juga mengucapkan terimakasih kepada teman-teman saya
yang berada dalam satu kelompok kepaniteraan yang sama atas dukungan dan
bantuan mereka selama saya menjalani kepaniteraan ini. Pengalaman saya dalam
kepaniteraan ini akan selalu menjadi suatu pengalaman yang bermakna. Saya juga
mengucapkan rasa terimakasih yang mendalam kepada kedua orangtua saya atas
doa, dukungan selama ini.
Semoga karya tulis ini dapat bermanfaat bagi siapa saja yang
membacanya.

Penulis,

DAFTAR ISI

Lembar Pengesahan..............................................................................................................
Kata Pengantar.....................................................................................................................
Daftar Isi.............................................................................................................................
Bab I PENDAHULUAN....................................................................................................
Bab II TINJAUAN PUSTAKA.........................................................................................
2.1 Anatomi..........................................................................................................................
2.2 Definisi Striktur Uretra..................................................................................................
2.3 Epidemiologi..................................................................................................................
2.4 Etiologi...........................................................................................................................
2.5 Gejala Klinis..................................................................................................................
2.6 Patofisiologi...................................................................................................................
2.7 Diagnosis........................................................................................................................
2.8 Derajat penyempitan....................................................................................................
2.9 Penatalaksanaan...........................................................................................................
2.10 Komplikasi.................................................................................................................
2.11 Pencegahan.................................................................................................................
2.12 Prognosis....................................................................................................................
2.13 Striktur Uretra pada Wanita.......................................................................................
Bab III
KESIMPULAN..................................................................................................................

ii
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................................

iii
BAB I
PENDAHULUAN

Uretra merupakan saluran yang urin dari vesika urinaria ke meatus uretra,
untuk dikeluarkan ke luar tubuh. Uretra pada pria memiliki fungsi ganda, yaitu
sebagai saluran urin & saluran untuk semen dari organ reproduksi. Panjang uretra
pria kira-kira 23 cm & melengkung dari kandung kemih ke luar tubuh, melewati
prostate dan penis. Sedangkan uretra pada wanita lurus & pendek, berjalan secara
langsung dari leher kandung kemih ke luar tubuh.

Pada striktur uretra terjadi penyempitan dari lumen uretra akibat


terbentuknya jaringan fibrotik pada dinding uretra. Striktur uretra menyebabkan
gangguan dalam berkemih, mulai dari aliran berkemih yang mengecil sampai
sama sekali tidak dapat mengalirkan urin keluar dari tubuh. Urin yang tidak dapat
keluar dari tubuh dapat menyebabkan banyak komplikasi, dengan komplikasi
terberat adalah gagal ginjal.

Striktur uretra masih merupakan masalah yang sering ditemukan pada


bagian dunia tertentu. Striktur uretra lebih sering terjadi pada pria dari pada
wanita, karena uretra pada wanita lebih pendek dan jarang terkena infeksi. Segala
sesuatu yang melukai uretra dapat menyebabkan striktur. Orang dapat terlahir
dengan striktur uretra, meskipun hal tersebut jarang terjadi.

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. ANATOMI URETRA1-2

Uretra merupakan saluran yang membawa urine keluar dari vesica urinaria
menuju lingkungan luar. Terdapat beberapa perbedaan uretra pada pria dan wanita.
Uretra pada pria memiliki panjang sekitar 20 cm dan juga berfungsi sebagai organ
seksual (berhubungan dengan kelenjar prostat), sedangkan uretra pada wanita
panjangnya sekitar 3.5 cm. selain itu, pria memiliki dua otot sphincter yaitu
m.sphincter interna (otot polos terusan dari m.detrusor dan bersifat involunter)
dan m.sphincter externa (di uretra pars membranosa, bersifat volunter), sedangkan
pada wanita hanya memiliki m.sphincter externa (distal inferior dari kandung
kemih dan bersifat volunter).Uretra merupakan saluran akhir dalam pengeluaran
urine keluar tubuh. Uretra pada pria memiliki fungsi ganda yaitu sebagai saluran
urine dan saluran untuk semen dari organ reproduksi.

2
Secara anatomis uretra pria dibagi menjadi dua bagian yaitu uretra posterior
dan uretra anterior. Uretra pria dibagi atas :
1. Uretra Posterior, dibagi menjadi:
a. Pars prostatika : dengan panjang sekitar 2,5 cm, berjalan melalui
kelenjar prostate.
b. Pars membranacea : dengan panjang sekitar 2 cm, berjalan melalui
diafragma urogenital antara prostate dan penis
2. Uretra Anterior, dibagi menjadi:
a. Pars bulbaris: terletak di proksimal, merupakan bagian uretra yang
melewati bulbus penis.
b. Pars pendulum /cavernosa/spongiosa: dengan panjang sekitar 15 cm,
berjalan melalui penis (berfungsi juga sebagai transport semen).
c. Pars glandis: bagian uretra di gland penis. Uretra ini sangat pendek dan
epitelnya sangat berupa squamosa ( squamous compleks
noncornificatum).
Uretra dilengkapi dengan dua otot sfingter yang berguna untuk menahan laju
urine. Uretra interna yang terletak pada perbatasan buli-buli dan uretra, dipersarafi

3
oleh sistem simpatik, sehingga jika buli-buli penuh sfingter ini akan terbuka.
Sfingter uretra eksterna terletak pada perbatasan uretra posterior dengan uretra
anterior, dipersarafi oleh sistem somatik yang dapat diperintah sesuai keinginan
seseorang.

2.2. DEFINISI

Penyempitan atau penyumbatan lumen uretra karena pembentukan


jaringan fibrotik pada uretra dan atau daerah peri uretra, yang pada tingkat lanjut
dapat menyebabkan fibrosis pada korpus spongiosum.

2.3. EPIDEMIOLOGI

Salah satu penyebab striktur uretra adalah pemasangan kateter dalam


waktu yang cukup lama. Pola penyakit striktur uretra yang ditemukan di Rumah
Sakit Hasan Sadikin Bandung menyebutkan sebagian besar pasien (82%) masuk
dengan retensi urin. Penyebab utama terjadinya striktur adalah manipulasi uretra
(44%) dan trauma (33%).5 Salah satu manipulasi uretra adalah pemasangan
kateter Folley. 3

Studi yang dilakukan di India menyebutkan penyebab dari striktur uretra


meliputi trauma pelvis (54%), post-kateterisasi (21,1%), infeksi (15,2%), dan
post-instrument (5,6%). Study ini menunjukkan kesimpulan bahwa etiologi diatas
menentukan prognosis dari penatalaksanaan striktur uretra. 4 Studi yang dilakukan
oleh Lumen,et all juga mendapatkan hasil7 sebanyak 45,5% striktur uretra
disebabkan iatrogenik yang didalamnya termasuk reseksi transuretral, kateterisasi
uretra, cystoscopy, prostatectomy, brachytherapy, dan pembedahan hypospadia. 5
Penelitian ini menjadi penting mengingat prosedur pemasangan kateter uretra
merupakan prosedur rutin pada penanganan kasus retensi urin akut seperti benign
prostat hiperplasia, adanya bekuan darah, urethritis, kronik obstruksi yang
menyebabkan hidronefrosis, dan dekompresi kantung kemih akibat permasalahan
saraf.4

4
Keteterisasi urin merupakan salah satu tindakan yang membantu eliminasi
urin maupun ketidakmampuan melakukan urinasi. Prosedur pemasangan kateter
uretra merupakan tindakan invasif. Pasien akan dipasangkan sejenis alat yang
disebut kateter Dower pada muara uretra. Dalam melakukan prosedur ini
diperlukan keprofesionalan. Banyak pasien merasa cemas, takut akan rasa nyeri,
dan tidak nyaman pada saat dilakukan kataterisasi uretra. Hasil studi dari
Mushhab, 2006 menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara lama waktu
terpasang kateter dengan tingkat kecemasan pada pasien yang terpasang kateter
uretra. 6

2.4. ETIOLOGI

Penyebab striktur uretra adalah:


a. Kongenital
Hal ini jarang terjadi. Misalnya: Meatus kecil pada meatus
ektopik pada pasien hipospodia. Divertikula kongenital ->
penyebab proses striktura uretra.
b. Trauma
Merupakan penyebab terbesar striktura (fraktur pelvis,
trauma uretra anterior, tindakan sistoskopi,
prostatektomi,katerisasi).
1. Trauma uretra anterior, misalnya karena straddle injury.
Pada straddle injury, perineal terkena benda keras,
misalnya plantangan sepeda sehingga menimbulkan
trauma uretra pars bulbaris.
2. Fraktur/trauma pada pelvis dapat menyebabkan cedera
pada uretra posterior. Jadi seperti kita ketahui, antara
prostat dan os pubis dihubungkan oleh ligamentum
puboprostaticum. Sehingga kalau ada trauma disini,
ligamentum tertarik, uretra posterior bisa sobek. Jadi
memang sebagian besar striktura uretra terjadi

5
dibagian-bagian yang terfiksir seperti bulbus dan
prostat. Di pars pendulan jarang terjadi cedera karena
sifatnya yang mobile.
3. Kateterisasi juga bisa menyebabkan striktura uretra bila
diameter kateter dan diameter lumen uretra tidak
proporsional.
c. Infeksi
Seperti uretritis, baik spesifik maupun non spesifik
(GO,TBC). Pada uretritis akut, setelah sembuh jaringan
penggantinya sama dengan jaringan asal. Jadi kalau asalnya
epitel squamous, jaringan penggantinya juga epitel
squamous. Kalau pada uretritis kronik, setelah penyembuhan,
jaringan penggantinya adalah jaringan fibrous. Akibatnya
lumen uretra menjadi sempit, dan elastisitas ureter
menghilang.
d. Tumor
Tumor bisa menyebabkan striktura melalui dua cara, yaitu
proses penyembuhan tumor yang menyebabkan striktura
uretra, ataupun tumornya itu sendiri yang mengakibatkan
sumbatan uretra.

2.5 GEJALA KLINIS

Adanya obstruksi saluran kemih bawah akan memberikan sekumpulan gejala


yang populer diistilahkan sebagai LUTS (lower urinary tract symptoms).
Patofisiologi LUTS didasarkan atas 2 kelompok gejala, yaitu5 :

1. Voiding symptom; yaitu gejala yang muncul sebagai akibat kegagalan buli
untuk mengeluarkan sebagian atau seluruh isi kandung kemih, antara lain:
weakness of stream (pancaran kencing melemah), abdominal straining
(mengejan), hesitancy (menunggu saat akan kencing), intermittency

6
(kencing terputus-putus), disuria (nyeri saat kencing), incomplete
emptying (kencing tidak tuntas), terminal dribble ( kencing menetes).
2. Storage symptom; yaitu gejala yang muncul sebagai akibat gangguan
pengisian kandung kemih, bias karena iritasi atau karena perubahan
kapasitas kandung kemih, antara lain : frekuensi, urgensi, nocturia,
incontinensia (paradoxal), nyeri suprasimfisis.

3. Miction post symptom; yaitu gejala yang muncul pasca miksi, antara lain
tidak lampias, terminal dribbling, inkontinensia paradoks 4-5

Gejala dari striktur uretra yang khas adalah pancaran buang air seni kecil dan
bercabang. Gejala yang lain adalah iritasi dan infeksi seperti frekuensi, urgensi,
disuria, inkontinensia, urin yang menetes, kadang-kadang dengan penis yang
membengkak, infiltrat, abses dan fistel. Gejala lebih lanjutnya adalah retensi
urine. 1

2.6 PATOFISIOLOGI

Struktur uretra terdiri dari lapisan mukosa dan lapisan submukosa. Lapisan
mukosa pada uretra merupakan lanjutan dari mukosa buli-buli, ureter dan ginjal.
Mukosanya terdiri dari epitel kolumnar, kecuali pada daerah dekat orifisium
eksterna epitelnya skuamosa dan berlapis. Submukosanya terdiri dari lapisan
erektil vaskular.

Apabila terjadi perlukaan pada uretra, maka akan terjadi penyembuhan


cara epimorfosis, artinya jaringan yang rusak diganti oleh jaringan lain (jaringan
ikat) yang tidak sama dengan semula. Jaringan ikat ini menyebabkan hilangnya
elastisitas dan memperkecil lumen uretra, sehingga terjadi striktur uretra. 6-7

Segala proses yang melukai lapisan epitelium uretra atau di bagian korpus
spongiosum pada proses penyembuhannya akan menghasilkan jaringan parut atau
scar. Hal ini akan menyebabkan striktur uretra anterior. Sebagian besar striktur
uretra disebabkan oleh trauma, biasanya stradle trauma. Trauma ini biasanya tidak
dirasakan sampai pasien mengeluh kesulitan BAK yang merupakan tanda dari
obstruksi oleh karena striktur atau scar. Trauma iatrogenik juga dapat

7
menyebabkan striktur uretra. Namun dengan berkembangnya endoskopi yang
kecil dan pembatasan indikasi sistoskopi pada pria membuat kejadian striktur
uretra lebih sedikit. Jejas pada urethra posterior yang berakibat terjadinya striktur
berhubungan dengan fibrosis periurethral yang luas.8

Striktur akibat radang berhubungan dengan gonorrhea adalah penyebab


paling sering pada masa lalu dan sekarang sangat jarang ditemui. Dengan
penanganan antibiotik yang tepat dan efektif, urethriris gonococcal jarang menjadi
striktur uretra. Sampai hari ini belum jelas hubungan antara uretritis nonspesifik
dengan striktur uretra anterior.9

Karakteristik dari striktur adalah perubahan epitel uretra oleh jaringan


fibrosa padat karena tromboflebitis lokal di korpus spongiosum dalam. Epitel itu
sendiri biasanya utuh, meskipun yang abnormal. Patogenesis striktur belum
dipelajari secara luas dan studi yang ada menyebutkan infeksi sebagai penyebab,
meskipun telah ada studi pada model binatang yang mempelajari trauma elektro-
koagulasi pada uretra kelinci sebagai model cedera iatrogenik. Lokasi dari
kelenjar uretra berhubungan dengan tempat kejadian infeksi yang berhubungan
dengan striktur yang mengimplikasikannya sebagai penyebab. Namun, satu-
satunya studi tentang patogenesis penyakit striktur menunjukkan bahwa
perubahan yang utama adalah metaplasia epitel uretra dari normal jenisnya
pseudo-kolumnar bertingkat pada epitel skuamosa berlapis. Ini adalah epitel yang
rapuh, dan ini cenderung untuk robek saat terjadi distensi selama berkemih.
Robekan tersebut akan membuat lubang di epitel menyebabkan ekstravasasi urine
saat berkemih yang memicu untuk terbentuknya fibrosis subepitel. Pada
penampakan mikroskopis, tempat terjadinya robekan terbentuk fibrosis dan
menyatu selama periode tahun untuk membentuk plak makroskopik, yang
kemudian dapat menyempitkan uretra jika mereka menyatu di sekitar lingkar
uretra untuk membentuk sebuah cincin yang lengkap. Dalam model pembentukan
striktur, infeksi bakteri dapat menginduksi metaplasia skuamosa, dan faktor
lainnya dapat berupa bahan kimia, fisik atau biologis.8

8
GAMBAR 2 : PATOFISIOLOGI

9
GAMBAR 3. Anatomi striktur uretra anterior meliputi, dalam banyak kasus,
yang mendasari spongiofibrosis. A, Sebuah lipat, mukosa. B, Iris
penyempitan. C, Full-ketebalan keterlibatan dengan fibrosis minimal dalam
jaringan spons. D, Full-ketebalan spongiofibrosis. E, Peradangan dan fibrosis
yang melibatkan jaringan luar korpus spongiosum. F, striktur kompleks
rumit dengan fistula

2.7 DIAGNOSIS

Diagnosis striktur uretra dari hasil anamnesa dan pemeriksaan fisik.


Diagnosis pasti striktur uretra didapat dari pemeriksaan radiologi, tentukan lokasi
dan panjang striktur serta derajat penyempitan dari lumen uretra. 1,2
O
Pemeriksaan Fisik

Anamnesa:

Untuk mencari gejala dan tanda adanya striktur uretra dan juga
mencari penyebab striktur uretra. 9

Pemeriksaan fisik dan lokal:

Untuk mengetahui keadaan penderita dan juga untuk meraba


fibrosis di uretra, infiltrat, abses atau fistula.
O
Pemeriksaan Penunjang

i. Laboratorium

- Urin dan kultur urin untuk mengetahui adanya infeksi

- Ureum dan kreatinin untuk mengetahui faal ginjal

ii. Uroflowmetri

Uroflowmetri adalah pemeriksaan untuk menentukan


kecepatan pancaran urin. Volume urin yang dikeluarkan pada waktu
miksi dibagi dengan lamanya proses miksi. Kecepatan pancaran urin

10
normal pada pria adalah 20 ml/detik dan pada wanita 25 ml/detik. Bila
kecepatan pancaran kurang dari harga normal menandakan ada
obstruksi.

iii. Radiologi

Diagnosa pasti dibuat dengan uretrografi, untuk melihat letak


penyempitan dan besarnya penyempitan uretra. Teknik pemeriksaan
uretrogram adalah pemeriksaan radiografi ureter dengan bahan
kontras.uretra.

Untuk mengetahui lebih lengkap mengenai panjang striktur adalah


dengan membuat foto bipolar sistouretrografi dengan cara
memasukkan bahan kontras secara antegrad dari buli-buli dan secara
retrograd dari uretra. Dengan pemeriksaan ini panjang striktur dapat
diketahui sehingga penting untuk perencanaan terapi atau operasi. 9-10

GAMBAR 4. Retrograde urethrogram menunjukkan striktur uretra bulbar

iv. Instrumentasi

Pada pasien dengan striktur uretra dilakukan percobaan dengan


memasukkan kateter Foley ukuran 24 ch, apabila ada hambatan dicoba
dengan kateter dengan ukuran yang lebih kecil sampai dapat masuk ke
buli-buli. Apabila dengan kateter ukuran kecil dapat masuk
menandakan adanya penyempitan lumen uretra. 11

v. Uretroskopi

11
Untuk melihat secara langsung adanya striktur di uretra. Jika
diketemukan adanya striktur langsung diikuti dengan uretrotomi
interna (sachse) yaitu memotong jaringan fibrotik dengan memakai
pisau sachse. 11,12

2.8 DERAJAT PENYEMPITAN URETRA

Sesuai dengan derajat penyempitan lumennya, striktur uretra dibagi


menjadi tiga tingkatan:

1. Ringan : jika oklusi yang terjadi kurang dari 1/3 diameter lumen uretra

2. Sedang: jika terdapat oklusi 1/3 sampai dengan diameter lumen uretra

3. Berat : jika terdapat oklusi lebih besar dari diameter lumen uretra

Pada penyempitan derajat berat kadang kala teraba jaringan keras di korpus
spongiosum yang dikenal dengan spongiofibrosis. 12

GAMBAR 5 : DERAJAT PENYEMPITAN URETRA

2.9 PENATALAKSANAAN

12
Striktur uretra tidak dapat dihilangkan dengan jenis obat-obatan
apapun.Pasien yang datang dengan retensi urin, secepatnya dilakukan sistostomi
suprapubik untuk mengeluarkan urin, jika dijumpai abses periuretra dilakukan
insisi dan pemberian antibiotika. Pengobatan striktur uretra banyak pilihan dan
bervariasi tergantung panjang dan lokasi dari striktur, serta derajat penyempitan
lumen uretra.12

Tindakan khusus yang dilakukan terhadap striktur uretra adalah:

1. Bougie (Dilatasi)

Sebelum melakukan dilatasi, periksalah kadar hemoglobin pasien dan


periksa adanya glukosa dan protein dalam urin.

Tersedia beberapa jenis bougie. Bougie bengkok merupakan satu batang


logam yang ditekuk sesuai dengan kelengkungan uretra pria; bougie lurus, yang
juga terbuat dari logam, mempunyai ujung yang tumpul dan umumnya hanya
sedikit melengkung; bougie filiformis mempunyai diameter yang lebih kecil dan
terbuat dari bahan yang lebih lunak.

Berikan sedatif ringan sebelum memulai prosedur dan mulailah


pengobatan dengan antibiotik, yang diteruskan selama 3 hari. Bersihkan glans
penis dan meatus uretra dengan cermat dan persiapkan kulit dengan antiseptik
yang lembut. Masukkan gel lidokain ke dalam uretra dan dipertahankan selama 5
menit. Tutupi pasien dengan sebuah duk lubang untuk mengisolasi penis.

Apabila striktur sangat tidak teratur, mulailah dengan memasukkan sebuah


bougie filiformis; biarkan bougie di dalam uretra dan teruskan memasukkan
bougie filiformis lain sampai bougie dapat melewati striktur tersebut (Gbr.6A-D).
Kemudian lanjutkan dengan dilatasi menggunakan bougie lurus (Gbr.6E).

13
Apabila striktur sedikit tidak teratur, mulailah dengan bougie bengkok atau
lurus ukuran sedang dan secara bertahap dinaikkan ukurannya.2

Dilatasi dengan bougie logam yang dilakukan secara hati-hati. Tindakan


yang kasar tambah akan merusak uretra sehingga menimbulkan luka baru yang
pada akhirnya menimbulkan striktur lagi yang lebih berat. Karena itu, setiap
dokter yang bertugas di pusat kesehatan yang terpencil harus dilatih dengan baik
untuk memasukkan bougie. Penyulit dapat mencakup trauma dengan perdarahan
dan bahkan dengan pembentukan jalan yang salah (false passage). Perkecil
kemungkinan terjadinya bakteremi, septikemi, dan syok septic dengan tindakan
asepsis dan dengan penggunaan antibiotik.4

GAMBAR 7 : Dilatasi uretra pada pasien pria (lanjutan). Bougie lurus


dan bougie bengkok (F); dilatasi strikur anterior dengan sebuah bougie lurus
(G) dilatasi dengan sebuah bougie bengkok (H-J)

14
2. Uretrotomi interna

Tindakan ini dilakukan dengan menggunakan alat endoskopi yang


memotong jaringan sikatriks uretra dengan pisau Otis atau dengan pisau Sachse,
laser atau elektrokoter.

Otis uretrotomi dikerjakan pada striktur uretra anterior terutama bagian


distal dari pendulans uretra dan fossa navicularis, otis uretrotomi juga dilakukan
pada wanita dengan striktur uretra.

Indikasi untuk melakukan bedah endoskopi dengan alat Sachse adalah


striktur uretra anterior atau posterior masih ada lumen walaupun kecil dan panjang
tidak lebih dari 2 cm serta tidak ada fistel, kateter dipasang selama 2-3 hari pasca
tindakan. Setelah pasien dipulangkan, pasien harus kontrol tiap minggu selama 1
bulan kemudian 2 minggu sekali selama 6 bulan dan tiap 6 bulan sekali seumur
hidup. Pada waktu kontrol dilakukan pemeriksaan uroflowmetri, bila pancaran
urinnya < 10 ml/det dilakukan bouginasi.6

3. Uretrotomi eksterna

Tindakan operasi terbuka berupa pemotongan jaringan fibrosis kemudian


dilakukan anastomosis end-to-end di antara jaringan uretra yang masih sehat, cara
ini tidak dapat dilakukan bila daerah strikur lebih dari 1 cm.

Cara Johansson; dilakukan bila daerah striktur panjang dan banyak jaringan
fibrotik.

Stadium I, daerah striktur disayat longitudinal dengan menyertakan sedikit


jaringan sehat di proksimal dan distalnya, lalu jaringan fibrotik dieksisi. Mukosa
uretra dijahit ke penis pendulans dan dipasang kateter selama 5-7 hari.

Stadium II, beberapa bulan kemudian bila daerah striktur telah melunak,
dilakukan pembuatan uretra baru.

4. Uretroplasty dilakukan pada penderita dengan panjang striktur uretra lebih


dari 2 cm atau dengan fistel uretro-kutan atau penderita residif striktur
pasca Uretrotomi Sachse. Operasi uretroplasty ini bermacam-macam, pada
umumnya setelah daerah striktur di eksisi, uretra diganti dengan kulit

15
preputium atau kulit penis dan dengan free graft atau pedikel graft yaitu
dibuat tabung uretra baru dari kulit preputium/kulit penis dengan
menyertakan pembuluh darahnya.7

2.10. KOMPLIKASI

1. Trabekulasi, sakulasi dan divertikel

Pada striktur uretra kandung kencing harus berkontraksi lebih kuat, maka
otot kalau diberi beban akan berkontraksi lebih kuat sampai pada suatu saat
kemudian akan melemah. Jadi pada striktur uretra otot buli-buli mula-mula akan
menebal terjadi trabekulasi pada fase kompensasi, setelah itu pada fase
dekompensasi timbul sakulasi dan divertikel. Perbedaan antara sakulasi dan
divertikel adalah penonjolan mukosa buli pada sakulasi masih di dalam otot buli
sedangkan divertikel menonjol di luar buli-buli, jadi divertikel buli-buli adalah
tonjolan mukosa keluar buli-buli tanpa dinding otot.7

2. Residu urine

Pada fase kompensasi dimana otot buli-buli berkontraksi makin kuat tidak
timbul residu. Pada fase dekompensasi maka akan timbul residu. Residu adalah
keadaan dimana setelah kencing masih ada urine dalam kandung kencing. Dalam
keadaan normal residu ini tidak ada.

3. Refluks vesiko ureteral

Dalam keadaan normal pada waktu buang air kecil urine dikeluarkan buli-buli
melalui uretra. Pada striktur uretra dimana terdapat tekanan intravesika yang
meninggi maka akan terjadi refluks, yaitu keadaan dimana urine dari buli-buli
akan masuk kembali ke ureter bahkan sampai ginjal.3

4. Infeksi saluran kemih dan gagal ginjal

Dalam keadaan normal, buli-buli dalam keadaan steril. Salah satu cara tubuh
mempertahankan buli-buli dalam keadaan steril adalah dengan jalan setiap saat
mengosongkan buli-buli waktu buang air kecil. Dalam keadaan dekompensasi
maka akan timbul residu, akibatnya maka buli-buli mudah terkena infeksi.Adanya

16
kuman yang berkembang biak di buli-buli dan timbul refluks, maka akan timbul
pyelonefritis akut maupun kronik yang akhirnya timbul gagal ginjal dengan segala
akibatnya.3

5. Infiltrat urine, abses dan fistulasi

Adanya sumbatan pada uretra, tekanan intravesika yang meninggi maka bisa
timbul inhibisi urine keluar buli-buli atau uretra proksimal dari striktur. Urine
yang terinfeksi keluar dari buli-buli atau uretra menyebabkan timbulnya infiltrat
urine, kalau tidak diobati infiltrat urine akan timbul abses, abses pecah timbul
fistula di supra pubis atau uretra proksimal dari striktur.5

2.11 PENCEGAHAN

- Menghindari terjadinya trauma pada uretra dan pelvis

- Tindakan transuretra dengan hati-hati, seperti pada pemasangan kateter

- Menghindari kontak langsung dengan penderita yang terinfeksi


penyakit menular seksual seperti gonorrhea, dengan jalan setia pada
satu pasangan dan memakai kondom

- Pengobatan dini striktur uretra dapat menghindari komplikasi seperti


infeksi dan gagal ginjal5

2.12 PROGNOSIS

Striktur uretra kerap kali kambuh, sehingga pasien harus sering menjalani
pemeriksaan yang teratur oleh dokter. Penyakit ini dikatakan sembuh jika setelah
dilakukan observasi selama satu tahun tidak menunjukkan tanda-tanda
kekambuhan.4

Striktura uretra seringkali kambuh, sehingga pasien harus sering menjalani


pemeriksaan/kontrol secara teratur minimal sampai 1 tahun setelah operasi dan
tidaka menunjukkan tanda-tanda kekambuhan.

17
Setiap kontrol dilakukan pemeriksaan pancaran urine yang langsung
dilihat oleh dokter atau menggunakan rekaman uroflowmetri. Beberapa tindakan
yang dapat dilakukan tiap control adalah sebagai berikut.

1. Dilatasi berkala dengan menggunakan busi

2. CIC (clean intermitten catheterization) atau kateterisasi bersih mandiri


berkala yaitu pasien dianjurkan untuk melakukan kateterisasi secara
periodik pada waktu tertentu dengan kateter yang bersih( tidak perlu steril)
guna mencegah kekambuhan striktura.10

2.13 STRIKTUR URETRA PADA WANITA

Etiologi striktur pada wanita berbeda dengan laki-laki, etiologi striktura


uretra pada wanita radang kronis. Biasanya di derita wanita usia diatas 40 tahun
dengan sindroma sistitis berulang yaitu disuria, frekuensi dan urgensi.

Diagnosis striktur uretra dibuat dengan bougie aboule, tanda khas dari
pemeriksaan bougie aboule adalah pada waktu dilepas terdapat flik/hambatan.

Pengobatan dari striktura uretra pada wanita dengan dilatasi, kalo gagal
dengan otis uretrotomi.3

18
BAB IV

KESIMPULAN

Striktur uretra adalah penyempitan lumen uretra akibat jaringan parut.


Striktur uretra merujuk pada penyakit uretra anterior, atau proses yang melibatkan
jaringan parut pada jaringan korpus spongiosum (spongiofibrosis). Striktur
diawali dengan trauma pada lumen uretra yang diikuti proses penyembuhan dan
kontaksi bekas luka tersebut mengurangi ukuran lumen uretra. Gangguan genital
yang sering ditemui di praktek dokter .Stenosis meatus adalah suatu kondisi yang
diperoleh relatif umum terjadi di 9% -10% dari laki-laki yang disirkumsisi..
Gangguan ini ditandai oleh pancaran urin yang dibelokkan ke atas, sulit memulai
kencing dan, disuria dangan gangguan urgensi dan frekuensi berkembih yang
meningkat.

Kateterisasi uretra merupakan tindakan invasif yang wajib dikuasai dokter


umum maupun tenaga medis yang lain. Pemasangan kateter haruslah dilakukan
dengan langkah-langkah yang benar. Pemasangan kateter uretra adalah tindakan
pertama kali yang dilakukan pada pasien dengan retensi urin akut. Sebagai

19
tindakan invasif, pemasangan kateter ini tentu memiliki resiko. Salah satunya
adalah terjadinya striktur uretra.

Faktor-faktor yang menghubungkan pemasangan kateter uretra dengan


striktur uretra adalah proses inflamasi dan infeksi. Patogenesis terperinci
mengenai infeksi menyebabkan striktur uretra belum jelas. Namun kebaradaan
infeksi pada lumen uretra tentu akan berlanjut pada proses penyembuhan, yaitu
inflamasi. Jaringan fibrosa yang dihasilkan pada proses inflamasi bertanggung
jawab terhadap terjadinya striktur uretra.

20
DAFTAR PUSTAKA

1. Purnomo Basuki B. Striktura uretra, dalam: Dasar-dasar UROLOGI. Ed 2.


CV. Sagung, Jakarta, 2003. Hal; 153-156.

2. Sjamsuhidayat R, Wim de Jong. Striktur Uretra, dalam: Buku Ajar Ilmu


Bedah Ed. Revisi. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta, 1996. Hal;
1018-1019.

3. Cook J, Sankaran B, Wasunna A.E.O. Uretra Pria, dalam: Penatalaksanaan


Bedah Umum di Rumah Sakit. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta,
1995. Hal;165-166.

4. Rochani. Striktur Urethra, dalam: Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Bagian


Bedah Staf Pengajar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Binarupa
Aksara, Jakarta, 1995. Hal; 152-156.

5. American College of Surgeon (ACS) Committees on Trauma. Advanced


trauma life support (ATLS) student course manual. Edisi ke 9 2012.

6. Reksoprodjo S. Kumpulan kuliah ilmu bedah, Tangerang, Bina Rupa


aksara.1995

7. Purnomo BB. 2007. Dasar-dasar Urologi, Edisi Kedua. Jakarta:CV Sagung


Seto

8. dr. Besyt daryanto. 2010. Pedoman Diagnosis & Terapi, Bedah Urologi.
Malang:Universitas brawijaya

9. Agung Wistara, dkk. 2010. Diagnosis dan Penanganan Striktur Uretra.


Bali: Universitas Udayana

10. Price. 2000. Anatomi Ginjal dan Saluran Kemih.Jakarta:EGC

11. Santucci RA, JoyceGF,Wise M. Male urethral stricture disease. Journal of


Urology 2007; 177(5):166774.

12. Lumen N, Hoebeke P,Willemsen P, De Troyer B, Pieters R, Oosterlinck W.


Etiology of urethral stricture disease in the 21stcentury. Journal of
Urology 2009;182(3):9837

21

Anda mungkin juga menyukai