Pendahuluan
Menurut World Population Data Sheet 2013, Indonesia merupakan negara ke-5
di dunia dengan estimasi jumlah penduduk terbanyak, yaitu 249 juta. Di antara
negara ASEAN, Indonesia dengan luas wilayah terbesar tetap menjadi negara
dengan penduduk terbanyak jauh di atas 9 negara anggota lain. Dengan angka
1
fertilitas atau Total Fertility Rate (TFR) 2,6. Indonesia masih berada di atas rata-
rata TFR negara ASEAN, yaitu 2,4.
2
KEPESERTAAN KB SECARA NASIONAL
Peserta KB baru dan KB aktif menunjukkan pola yang sama dalam pemilihan jenis
alat kontrasepsi seperti yang disajikan pada gambar di atas. Sebagian besar peserta
KB baru maupun KB aktif memilih suntikan dan pil sebagai alat kontrasepsi. Kedua
jenis alat kontrasepsi ini dianggap mudah diperoleh dan digunakan oleh pasangan
usia subur. Namun demikian perlu diperhatikan tingkat efektifitas suntikan dan pil
dalam pengendalian kehamilan dibandingkan jenis kontrasepsi lainnya. Pada tabel
di atas dapat dilihat pula persentase pria dalam penggunaan KB yakni KB baru
(kondom= 5,47% dan MOP= 0,16%) dan KB aktif (kondom= 3,16% dan MOP=
0,65%) (Kementerian Kesehatan RI, 2016).
3
Persentase Peserta KB dan Bukan Peserta KB Tahun 2015
4
Pemakaian Kontrasepsi Indonesia Semua Cara, Susenas 2010-2015
KEPESERTAAN KB DI NTT
Kepesertaan KB baru
Pencapaian PB per mix kontrasepsi sampai dengan Desember 2015
5
Grafik pencapaian
Penggunaan alat kontrasepsi bagi peserta baru yang lebih mendominasi kaum
hawa ialah penggunaan KB suntik dan implan, sedangkan pada pria lebih
menggunakan kondom sebagai alat kontrasepsi. Dari data di atas dapat juga dilhat
persentase perserta KB baru yang lebih didominasi peserta perempuan yakni
sebesar 96,6% sedangkan kaum pria hanya sebesar 3,4%.
Kepesertaan KB aktif
Pencapaian PA bulan Desember 2015
6
Grafik pencapaian
7
Program KB yang terlalu berorientasi pada aspek kuantitas dapat berdampak
negatif terhadap kedudukan dan peran perempuan. Karena orientasi adalah sasaran
demografi. Maka pelayanan KB kurang diarahkan pada aspek pemenuhan
kebutuhan pelayanan kesehatan reproduksi bagi perempuan, tetapi lebih dijadikan
sarana untuk menekan angka pertumbuhan penduduk. Akibatnya, perempuan
cenderung dijadikan obyek dalam mencapai tujuan demografis, sehingga
mengabaikan prinsip-prinsip hak-hak asasi manusia.
8
d) Kurangnya pengetahuan suami tentang keluarga berencana;
e) Lingkungan sosial budaya menganggap bahwa keluarga berencana
dan kesehatan reproduksi merupakan urusan perempuan;
f) Terbatasnya informasi dan aksesibilitas pelayanan keluarga berencana
dan kesehatan reproduksi bagi pria.
Hak-hak reproduksi didasarkan pada pengakuan atas hak-hak asasi pokok bagi
semua pasangan dan pribadi dalam menentukan jumlah, jarak dan waktu kelahiran
anak-anak mereka secara bebas, bertanggungjawab serta memperoleh informasi
mengenai cara untuk mewujudkan haknya mencapai kondisi kesehatan seksual dan
kesehatan reproduksi pada umumnya.
Operasionalisasi program aksi hak-hak reproduksi dalam Program KB Nasional
baru dicantumkan dalam visi dan misi Program KB Nasional yang ditetapkan tahun
2000. Kurang terpenuhinya hak-hak reproduksi isteri selama ini dapat disebabkan:
9
Ketidakpuasan dalam hubungan seksual suami isteri dapat menjadi salah satu
penyebab ketidak harmonisan dalam keluarga, yang selanjutnya dapat berpengaruh
pada kecenderungan berganti pasangan seksual.
Faktor-faktor yang menyebabkan isteri lebih disalahkan antara lain:
a) Ketidaktahuan isteri mengenai "orgasme" dalam hubungan seksual;
b) Lingkungan sosial budaya selama ini masih menganggap bahwa laki-
laki dominan dalam rumah tangga, termasuk dalam hubungan seksual;
c) Terbatasnya informasi tentang kesehatan seksual bagi suami dan
isteri.
Pasangan yang telah menikah lebih dari satu tahun dan melakukan hubungan
seksual 2-3 kali seminggu secara teratur tanpa menggunakan metode kontrasepsi
tetapi tidak pernah terjadi kehamilan dapat dikategorikan sebagai pasangan
infertil.
Data dari beberapa penelitian menunjukkan bahwa faktor infertilitas yang
disebabkan oleh suami sebesar 40 persen, isteri 40 persen dan faktor suami dan
isteri sebesar 20 persen. Fakta ini menunjukkan bahwa sebenarnya penyebab
infertil karena faktor suami sama besamya dengan penyebab infertil karena faktor
isteri. Faktor yang menyebabkan isteri lebih disalahkan antara lain:
a) Sosial budaya yang menganggap kemandulan hanya terjadi pada
pihak isteri;
b) Suami cenderung enggan memeriksakan diri dan umumnya meminta
isteri untuk memeriksakan diri lebih dulu, padahal pemeriksaan pada
suami relatif mudah dan murah;
c) Terbatasnya informasi tentang infertilitas dan penanggulangannya
bagi suami dan isteri.
10
5) PMS/IMS yang Diderita Isteri Dianggap Bukan Karena Penularan dari
Suami
11
d) Kurangnya KIE dan promosi kondom sebagai pencegahan kehamilan,
PMS/IMS dan HIV/AIDS;
e) Terbatasnya informasi pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS
bagi suami dan isteri.
Berdasarkan SKRT tahun 1995, angka kematian maternal tercatat 373 per
100.000 kelahiran hidup.
Tingginya angka kematian maternal ini disebabkan oleh:
a) Suami terlambat dalam penanganan darurat kesehatan meliputi:
12
gender adalah kegiatan analisis gender. Piranti yang dipergunakan adalah GAP
(Gender Analysis Pathway) yang dikembangkan oleh Bappenas dan Kementerian
Pemberdayaan Perempuan, dengan bantuan CIDA.
Untuk tahun 2002 Bappenas telah mengembangkan kebijakan dan program
pembangunan yang responsif gender di 4 (empat) sektor. Empat sektor tersebut
adalah: (1) Keluarga Berencana; (2) Kesehatan; (3) Kesejahteraan Sosial; dan (4)
Lingkungan Hidup.
Pada awalnya, sektor Keluarga Berencana hanya mencakup 3 (tiga) program
yang ditetapkan untuk dikembangkan menjadi responsif gender, yaitu: (1)
Program Pemberdayaan Keluarga; (2) Program Kesehatan Reproduksi Remaja;
dan, (3) Program Keluarga Berencana. Namun dalam pembahasan-pembahasan
yang dilakukan, kemudian muncul kebutuhan perlunya data yang terpilah atas
dasar jenis kelamin dan upaya-upaya penguatan kelembagaan guna mendukung
proses analisis gender sebagai bagian dari pengarustamaan gender. Oleh karena
itu, kemudian disepakati untuk memasukkan program ke-4 yaitu Program
Penguatan Kelembagaan dan Jaringan KB, untuk juga dikembangkan menjadi
responsif gender.
Proses analisis gender berdasarkan GAP terdiri dari beberapa langkah, antara
lain: (1) identifikasi perspektif gender dalam kebijakan/program/kegiatan
sebagaimana tertuang dalam PROPENAS atau Renstra; (2) identifikasi
kesenjangan dan permasalahan gender dari program; dan, (3) usulan kegiatan
pokok (rencana aksi) untuk mengurangi atau menghilangkan kesenjangan gender.
D. KESIMPULAN
13
- Kurangnya kepedulian dan kesadaran suami terhadap pencegahan dan
penanggulangan penularan HIV/AIDS
- Angka kematian maternal masih tinggi
- Kurang memadainya sarana dan fasilitas pelayanan KB/KR bagi ibu dan
anak perempuan di tempat pengungsian.
14
DAFTAR PUSTAKA
Analisis Data Kependudukan dan KB Hasil Susenas 2015 (Disarikan dari Hartanto,
W 2016, Analisis Data Kependudukan dan KB Hasil Susenas 2015, disajikan dalam
Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) BKKBN, Mei, Jakarta) (diakses pada
tanggal 4 April 2017).
15