Anda di halaman 1dari 16

TUGAS PENALARAN DAN ARGUMENTASI HUKUM

Nama : I Nyoman Satria Wibawa


NIM : 1416051172
Kelas :B

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2017
A. Aliran Hukum Alam

Aliran hukum alam, bisa dibilang sebagai sebuah paradigma yang


paling tua sekaligus serta paling besar pengaruhnya bagi perkembangan
ilmu hukum sampai hari ini. Teori-teori hukum yang dikembangkan
setelah periode hukum alam, sesungguhnya merupakan perkembangan
atau penyempurnaan saja dari paradigma hukum alam. Dalam teori hukum
alam, hukum sebagai nilai yang universal dan selalu hidup di sanubari
orang, masyarakat maupun negara. Hal ini disebabkan karena hukum
niscaya harus tunduk pada batasan-batasan moral yang
menjadi guideline bagi hukum itu sendiri. Bahkan disebutkaan bahwa di
atas sistem hukum positif negara, ada sebuah sistem hukum yang lebih
tinggi (lex divina), bersifat Ketuhanan yang berdasarkan atas akal budi
hukum alam itu sendiri, jadi hukum alam lebih superior dari hukum
negara. Hal ini terjadi karena adanya keabsahan dari norma-norma yang
bukan makna dari tindakan-tindakan kemauan manusia; karena itu nilai-
nilai yang mereka bentuk adalah sama sekali tidak sewenang-wenang
(arbitraiy), subjektif atau relatif. Hukum alam tampil sebagai suatu hukum
dari akal budi (reason) manusia dan menyalurkan hasrat penyelidikan
tentang tindakan kemauan dari seseorng yang menampilkan diri
(bertindak) sebagai legislator moral atau hukum.

Kekuatan utama dari paradigma ini tidak hanya bertumpu pada


nilai moralitas semata, namun juga berorientasi pada pencapaaian nilai-
nilai keadilan bagi masyarakat. Para pemikir hukum paradigma hukum
alam, berkeyakinan bahwa keadilan merupakan sebuh esensial (essential
value) dari hukum, bahkan sering diidentikkan sebagai sebuah nilai yang
tunggal dan menyatu. Hukum memiliki banyak tujuan dalam dirinya,
karena hukum tidak hanya berfungsi sebgai sebuah alat untuk menegakkan
keadilan (as a tool), namun juga berfungsi sebagai cermin rasa keadilan
dan kedaulatan rakyat suatu negara.

Pada abad ke-5 SM masih bersifat primitif, yaitu hukum masih


bersifat primitif, yaitu hukum masih dipandang sebagai suatu keharusan
alamiah, baik semesta alam maupun alamiah. Namun, pada abaad ke-4 SM
para filsuf mulai berperan dalam membentuk hukum misalnya Socrates.
Socrates menuntut upaya para penegak hukum mengindahkan keadilan
sebagai nilai yang melebihi manusia. Demikian juga pendapat Plato (427-
347 SM) dan Aristoteles (348-322 SM) yang mulai mempertimbangkan
bahwa manakah aturan yang lebih adil yang harus menjadi alat untuk
mencapai tujuan hukum, walaupun mereka juga tetap mau taat pada
tuntutan-tuntutan alam sehingga zaman ini dikenal dengan zaman atau
aliran hukum alam.

Pada abad ke-8 SM, aliran hukum alam dalam pemikiran di zaman
Romawi dimunculkan oleh pemikir-pemikir yang dipengaruhi oleh
pikiran-pikiran yang berkembang di Yunani, terutama oleh pikiran
Socrates, Plato, dan Aristoteles. Salah satu tokoh Romawi yang banyak
mengemukakan pemikirannya tentang hukum alam adalah Cicero, seorang
yuris dan seorang negarawan.

Cicero mengajarkan konsep tentang a true law (hukum yang benar)


yang disesuaikannya dengan right reason (penalaran yang benar), serta
sesuai dengan alam, dan yang menyebar diantara kemanusiaan dan
sifat immutable dan enternal. Hukum apapun harus bersumber dari true
law itu. Pada kesempatan lain Cicero mengatakan bahwa, kita lahir untuk
keadilan. Dan hukum tidaklah didasarkan pada opini, tetapi pada mans
very nature. Selain Cicero sebagai salah seorang tokoh pemikir zaman
Romawi tersebut, maka salah satu pemikir terkenal adalah Gaius. Gaius
membedakan antara ius civile dan ius gentium. Ius Civile adalah hukum
yang bersifat khusus pada suatu negara tertentu, sedangkan ius gentium
adalah hukum yang berlaku universal yang bersumber pada akal pemikiran
manusia.

Kedua zaman itu, Yunani dan Romawi mempunyai perbedaan yang


konkret mengenai pandangan terhadap hukum. Menurut pendapat Achmad
Ali, pemikiran Yunani tentang hukum lebih bersifat teoritis dan filosofis,
sedangkan pemikiran Romawi lebih menitikberatkan pada hal-hal yang
praktis dan berkaitan dengan hukum positif.

Perkembangan hukum alam mengalami kemunduran disekitar abad


ke-16 dan muncul kembali pada abad ke-19, oleh seorang bangsa Jerman
yang bernama Rudolf Stammler. Stammler memberikan pokok-pokok
pikirannya mengenai hukum alam sebagai berikut:

a. Semua hukum positif merupakan usaha menuju pada


hukum yang adil
b. Hukum alam berusaha membuat suatu metode rasional
yang dapat digunakan untuk menentukan kebenaran yang
relatif dari hukum dalam setiap situasi
c. Metode itu diharapkan menjadi pemandu jika hukum itu
gagal dalam ujian dan membawanya lebih dekat pada
tujuannya

Pada prinsipnya hukum alam bukanlah sesuatu aturan jenis hukum,


melainkan merupakan kumpulan ide atau gagasan yang keluar dari
pendapat para ahli hukum, kemudian diberikan sebuah lebel yang bernama
hukum alam. Hal ini sejalan dengan pandangan Satjipto Rahardjo yang
mengatakan bahwa istilah hukum alam ini didatangkan dalam berbagai
artinya oleh berbagai kalangan dan pada masa yang berbeda-beda pula.
Dengan demikian, hakikat hukum alam merupakan hukum yaang berlaku
universal dan abadi. Sebab menurut Friedman, sejarah hukum alam
adalah absolute justice (keadilan yang mutlak) di samping kegagalan
manusia dalam mencari keadilan. Pengertian hukum alam berubah-ubah
sesuai dengan perubahan pola pikir masyarakat dan keadaan politik di
zaman itu.

Pendapat Friedmann di atas, sejalan dengan pendapat Dias yang


mengatakan bahwa, hukum alam itu adalah:

a. Ideal-ideal yang menurut perkembangan hukum dan


pelaksanaannya
b. Dasar dalam hukum yang bersifat moral, yang menjaga
jangan sampai terjadi suatu pemisahan secara total antara
yang ada sekarang dan yang seharusnya
c. Metode untuk menemukan hukum yang sempurna
d. Isi dari hukum yang sempurna, yang dapat didiskusikan
melalui akal
e. Kondisi yang harus ada bagi kehadiran hukum dalam
masyarakat.

Berdasarkan hal itu, maka dapat dikatakan menurut sumbernya,


aliran hukum alam dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu: irasional dan
rasional. Aliran hukum yang irasional berpendapat bahwa hukum
yang berlaku universal dan abadi itu bersumber dari Tuhan secara
langsung. Sebaliknya, aliran hukum alam yang rasional
berpendapat bahwa sumber hukum yang universal dan abadi itu adalah
rasio manusia.

a. Pendukung aliran hukum alam irasional antara lain:


Piere Dubois (lahir 1255): ia menyatakan bahwa
penguasa dapat langsung menerima kekuasaan dari
Tuhan tanpa perlu melewati pimpinan gereja
Dante Alighieri (1265-1321): menurutnya, badan
tertinggi yang memperoleh legitimasi dari Tuhan
sebagai monarki dunia iniadalah kekaisaran romawi
b. Sedangkan pendukung hukum alam rasional adalah:
Hugo de Groot (Grotius) (1583-1643): menurutnya
sumber hukum adalah rasio manusia
Imanuel Kant (1724-1804): melakukan penyelidikan
unsur-unsur mana dalam pemikiran manusia yang
berasal dari rasio (sudah ada terlebih dulu tanpa
dibantu oleh pengalaman) danyang murni berasal
dari empiris

B. Aliran Hukum Kodrat

Aliran hukum kodrat atau natural law thought adalah merupakan


salah satu substansi perkembangan filsafat hukum dari hukum alam. Aliran
hukum kodrat di dalam dunia Kristiani diadopsi oleh pemikir utama yaitu
St. Agustinus yang menjelaskan bahwa metafisika merupakan ilmu
pertama, karena itu filsafat merupakan hamba dari teologi. Tuhan
mempunyai rencana yang dituangkan dalam hukumnya yang abadi. Dan
rencana abadi Tuhan tersebut juga dalam jiwa manusia sehingga manusia
mampu untuk memahaminya sebagai hukum kodrat. Prinsip tertinggi
dalam hukum kodrat ini adalah jangan berbuat pada orang lain apa yang
tidak ingin orang lain berbuat padamu, Ne allguid faciat quisque alteri,
quod pati ipse non vult. Yang menjelaskan bahwa hukum yang dibuat
manusia harus bermoral karena hukum yang tidak adil adalah bukan
hukum karena tidak bermoral. Terkenal dengan ultra ecclesiam nulla salus
yaitu moralitas disamakan dengan hukum agama sehingga diluar itu
(Gereja) tidak ada keselamatan (kebenaran) dimana hakikat hukum
merupakan moralitas yang kekal dan abadi

C. Aliran Hukum Positif

Aliran Hukum Positif juga yang sering dikenal dengan positivisme


hukum menurut Hans Kelsen seperti yang dikutip oleh Lili Rasjidi
merupakan suatu teori tentang hukum yang senyatanya dan tidak
mempersoalkan senyatanya itu, yakni apakah hukum positif itu adil atau
tidak adil. Selain itu dapat juga dikatakan bahwa hukum positf merupakan
kebalikan hukum alam. Sebab, aliran ini mengidentikkan hukum dengan
undang-undang. Satu-satunya sumber hukum adalah undang-undang.
Menurut aliran positivisme, hukum ditinjau dari sudut pandang
positivisme yuridis dalam arti yang mutlak. Artinya adalah ilmu
pengetahuan hukum adalah undang-undang positif yang diketahui dan
disistematikan dalam bentuk kodifikasi-kodifikasi yang ada. Positivisme
hukum juga berpandangan bahwa perlu dipisahkan secara tegas antara
hukum dan moral (antara hukum yang berlaku dan hukum yang
seharusnya/antara das Sollen dan das Sein).

Dalam kacamata positivis tiada hukum lain kecuali perintah


penguasa (law is command from the lawgivers). Bahkan bagi sebagian
aliran Positivisme Hukum yang disebut juga legisme, berpendapat bahwa
hukum itu identik dengan Undang-undang. Positivisme Hukum juga
sangat mengedepankan hukum sebagai pranata pengaturan yang
mekanistik dan deterministik.

Melalui aliran ini John Austin mengeluarkan suatu karya mengenai


teori hukum yaitu digantinya perintah yang berdaulat yakni negara bagi
tiap cita keadilan dalam definisi hukum. Sehingga buah pemikirannya
sangat terlihat dalam pendefinisian hukumnya, yaitu peraturan yang
diadakan untuk memberi bimbingan kepada makhluk yang berakal oleh
makhluk yang berakal yang berkuasa atasnya. Sedangkan inti dari ajaran
Austin dapat diikhtisarkan dalam beberapa butir berikut:

a. Hukum adalah perintah pihak yang berdaulat atau bahasa


aslinya: Law...was the command of sovereign. Bagi
Austin: No low, no sovoreign; and no sovoreign, no low
b. Ilmu hukum selalu berkaitan dengan hukum positif atau
dengan ketentuan-ketentuan lain yang diterima tanpa
memperhatikan kebaikan atau keburukannya
c. Konsep tentang kedaulatan negara (doctrine of
sovoreignty) mewarnai hampir keseluruhan dari ajaran
Austin. Hal ini dapat dikhtisarkan sebagai berikut:
1. Kedaulatan yang digunakan dalam ilmu hukum
menunjuk pada suatu atribut negara yang bersifat
internal maupun eksternal
2. Sifat eksternal dari kedaulatan negara tercermin
pada hukum internasional, sedangkan sifat internal
kedaulatan negara tercermin pada hukum positif
3. Pelaksanaan kedaulatan membutuhkan ketaatan.
Yaitu ketaatan tersebut terletak pada legitimasi
kedaulatan negara yang didasarkan pada undang-
undang yang berlaku dan diakui secara sah, dan
subjeknya merasakan a moral duty to obey ( ada
kewajiban moral untuk mentaatinya).
Sedangkan tokoh aliran ini yang juga terpenting adalah H.L.A
Hart, yang mana tercerminkan dalam esensi positivismenya betapa
kuatnya pengaruh teori hukum murni dari Hans Kelsen. Yang mana
diartikan esensi positivisme sebagai berikut:

a. Pernyataan bahwa hukum adalah perintah manusia


b. Pernyataan bahwa tidak ada hubungan yang penting antara
hukum dan kesusilaan atau hukum sebagai apa adanya dan
hukum yang diharapkan
c. Pernyataan bahwa studi hukum harus dibedakan dengan
studi hukum dari sudut historis, atau dari sudut sosiologis
atau dari sudut kritis (Critical Legal Studies)
d. Pernyataan bahwa sistem hukum bersifat tertutup (Close
Legal System) di mana putusan yang benar adalah yang
tidak mempertimbangkan tujuan kesusilaan dan standar
moral
e. Pernyataan bahwa penilaian moralitas tidak dapat
dipertahankan sebagai pernyataan mengenai fakta atas
dasar argumen rasional, bukti-bukti.

Sehingga dalam hal ini aliran positif hukum dapat dibedakan


menjadi dua yaitu aliran hukum positif analistis yang dipelopori oleh Jhon
Austin, dan aliran hukum murni yang dipelopori oleh Hans Kelsen dan
juga H.L.A Hart.

H.L.A Hart telah memberikan kritik terhadap konsep hukum


sebagai perintah penguasa yang bersifat memaksa (ajaran Austin yang
mana hukum sebagai alat untuk mencapai tujuan dimaksudkan untuk
menunjukan bahwa hukum tergantung dari paksaan, dan bahwa hak untuk
memaksa adalah monopoli mutlak negara). Dia mengatakan bahwa konsep
hukum Austin memiliki tiga cacat (defects). Pertama, dalam primary rules
of the social structure tidak mencerminkan kepastian (uncertainty); cacat
kedua, konsep hukum Austin bersifat statis (static character); dan cacat
ketiga, konsep hukum Austin tidak efesien (ineffeciency). Tidak hanya
H.L.A Hart, pemikiran Austin juga sangat ditentang keras oleh Mazhab
sejarah dan Mazhab Sociological Jurisprudence yang mempertahankan
ketidaktergantungan hukum dari kekuasaan dan perintah.

D. Aliran formalistis

Aliran ini sesungguhnya merupakan perkembangan dari aliran


positif yang tokoh terpenting dalam aliran ini adalah Jhon Austin (1790-
1859), ia mengatakan bahwa hukum merupakan perintah dari mereka
yang memegang kekuasan tertinggi (law is command of the lawgivers),
atau dari yang memegang kedaulatan. Menurut Austin, hukum adalah
perintah yang dibebankan untuk mengatur makhluk berfikir, perintah mana
yang dilakukan oleh makhluk berfikir yang memegang dan mempunyai
kekuasaan. Austin menganggap hukum sebagai suatu sistem yang logis,
tetap dan bersifat tertutup dan karena itu ajarannya dinamakan Analitical
Jurisprudence. Ajaran Austin kurang/tidak memberi tempat bagi hukum
yang hidup dalam masyarakat. Austin membagi hukum dalam 2 (dua)
bagian:

a. Hukum yang diciptakan oleh Tuhan untuk manusia


b. Hukum yang dibuat dan disusun oleh manusia, hukum ini
terbagi lagi menjadi 2 (dua) bagian:
1. Hukum yang sebenarnya; hukum yang tepat disebut
sebagai hukum, jenis hukum ini disebut juga
sebagai hukum positif. Hukum yang sebenarnya
mengandung: perintah, sanksi, kewajiban dan
kedaulatan. Hukum yang sebenarnya terbagi 2
(dua):
Hukum yang dibuat oleh penguasa seperti
undang-undang, peraturan pemerintah dan
lain-lain
Hukum yang dibuat atau disusun oleh rakyat
secara individual yang dipergunakan untuk
melaksanakan hak-hak yang diberikan
kepadanya, misalnya: hak kurator terhadap
badan/orang dalam kuratele atau hak wali
terhadap orang yang berada dibawah
perwalian.
2. Hukum yang tidak sebenarnya; adalah bukan hukum
yang merupakan hukum yang secara langsung
berasal dari penguasa, tetapi peraturan-peraturan
yang berasal dari perkumpulan-perkumpulan atau
badan-badan tertentu.

Tokoh yang kedua adalah Hans Kelsen (1881), dari unsur


sosiologis berarti bahwa ajaran Hans Kelsen tidak memberi tempat bagi
hukum kebiasaan yang hidup dan berkembang di dalam masyarakat. ajaran
Kelsen memandang hukum sebagai sollen yuridis semata-mata yang sama
sekali terlepas dari das sein/kenyataan sosial. Hukum merupakan sollens
kategori (seharusnya) dan bukan seins kategori (adanya) yang artinya
orang menaati hukum karena ia merasa wajib untuk mentaatinya sebagai
suatu kehendak negara. Hukum itu tidak lain merupakan suatu kaidah
ketertiban yang menghendaki orang menaatinya sebagaimana seharusnya.

E. Aliran Utilitarianisme

Aliran ini di pelopori oleh Jeremy Bentham (1748-1832), John


Stuart Mill (1806-1873), dan Rudolf von Jhering (1818-1889). Aliran ini
diawali dengan ajaran Jeremy Bentham, yang berpendapat bahwa alam
memberikan kebahagiaan dan kesusahan. Manusia selalu berusaha
memperbanyak kebahagiaan dan mengurangi kesusahannya. Standar
penilaian etis yang dipakai disini adalah apakah suatu tindakan itu
menghasilkan kebahagiaan. Kebaikan adalah kebahagiaan dan kejahatan
adalah kesusahan. Tugas hukum adalah memelihara kebaikan dan
mencegah kejahatan. Dengan kata lain, untuk memelihara kegunaan.
Dalam sistem pemidanaan, menurutnya harus bersifat spesifik untuk tiap
kejahatan dana seberapa beratnya pidana itu tidak boleh melibihi jumlah
yang dibutuhkan untuk mencegah dilakukannya penyerangan-penyerangan
tertentu. Pemidanaan hanya bisa diterima apabila ia memberikan harapan
bagi tercegahnya kejahatan yang lebih rendah, keberadaan hukum
diperlukan untuk menjaga agar tidak terjadi bentrokan kepentingan
individu dalam mengejar kebahagiaan yang sebesar-besarnya, untuk itu
perlu ada batasan yang diwujudkan dalam hukum, jika tidak demikian,
maka akan terjadi homo homini lupus (manusia menjadi serigala bagi
manusia yang lain). karena itu, ajaran Bentham dikenal
sebagai utilitarianisme yang individual.

John Stuart Mill yang lebih banyak dipengaruhi oleh pertimbangan


psikologis. Ia menyatakan bahwa tujuan manusia ialah kebahagiaan.
Manusia berusaha memperoleh kebahagiaan melalui hal-hal yang
membangkitkan nafsunya. Mill juga menolak pandangan Kant yang
mengajarkan bahwa individu harus bersimpati pada kepentingan umum.
Kemudian Mill lalu menganalisis hubungan antara kegunaan dan keadilan.
Ia berpendapat bahwa asal-usul perasaan akan keadilan itu tidak
ditemukan pada kegunaan melainkan pada dua sentimen, yaitu rangsangan
untuk mempertahanka diri dan perasaan simpati. Pada hakikatnya,
perasaan individu akan keadilan dapat membuat individu itu menyesal dan
ingin membalas dendam kepada tiap yang tidak menyenangkannya.
Menurut Mill, keadilan bersumber pada naluri manusia untuk menolak dan
membalas kerusakan yang diderita, baik oleh diri sendiri, maupun oleh
siapa saja yang mendapatkan simpati dari kita.

Pendapat lain dilontarkan Rudolf von Jhering yang


menggabungkan antara utilitarianisme yang individual maupun yang
sosial, karena Jhering dikenal sebagai pandangan utilitarianisme yang
bersifat sosial, jadi merupakan gabungan antara teori yang dikemukakan
oleh Bentham, Mill, dan positivisme hukum dari John Austin. Bagi
Jhering, tujuan hukum adalah untuk melindungi kepentingan-kepentingan.
Dalam mendefinisikan kepentingan, ia mengikuti Bentham, dengan
melukiskannya sebagai pengejaran kesenangan dan menghindari
penderitaan tetapi kepentingan individu dijadikan bagian dari tujuan sosial
dengan menghubungkan tujuan pribadi seseorang dengan kepentingan-
kepentingan orang lain. Jhering sangat tidak menyukai apa yang disebut
dengan ilmu hukum yang menekankan pada konsep-konsep, bahwa
kebijaksanan hukum itu tidak terletak pada permainan teknik-teknik
pengehalusan dan penyempurnaan konsep, melainkan kepada penggarapan
konsep-konsep itu untuk melayani tujuan-tujuan yang praktis.

F. Aliran Sejarah

Dalam rentang sejarah, perkembangan aliran pemikiran hukum


sangat tergantung dari aliran pemikiran hukum sebelumnya, sebagai
sandaran kritik dalam rangka membangun kerangka teoritik berikutnya.
Disamping itu kelahiran satu aliran sangat terkait dengan kondisi
lingkungan tempat suatu aliran itu pertama kali muncul. Dengan kata lain
lahirnya satu aliran atau mazhab hukum dapat dikatakan sebagai jawaban
fundamental terhadap kondisi kekinian pada zamannya. Sebagai contoh
dapat dikemukakan kritik positivisme dan aliran sejarah terhadap aliran
hukum alam atau kritik kaum realis terhadap positivistik. Demikian juga
halnya dengan kritik yang ditujukan oleh postmodernisme terhadap
kemapanan modernisme. Kelahiran mazhab sejarah dipelopori oleh
Friedrich Carl von Savigny (1779-1861) melalui tulisannya yang berjudul
Von Beruf unserer Zeit fur Gesetzgebung und
Rechtwissenschaft (Tentang Pekerjaan pada Zaman Kita di Bidang
Perundang-undangan dan Ilmu Hukum), di pengaruhi oleh dua faktor yaitu
pertama ajaran Montesqueu dalam bukunya L esprit des Lois dan
pengaruh faham nasionalisme yang mulai timbul pada awal abad ke-19.

Menurut Friedmann Aliran ini juga memberikan aksi tertentu


terhadap dua kekuatan besar yang berkuasa pada zamannya. Kedua hal
tersebut menurut Friedmann yaitu:
a. Rasionalisme dari abad ke-18 dengan kepercayaan terhadap
hukum alam, kekuasaan akal dan prinsip-prinsip pertama
yang semuanya dikombinasikan untuk meletakkan suatu
teori hukum dengan cara deduksi dan tanpa memandang
fakta historis, ciri khas nasional, dan kondisi sosial
b. Kepercayaan dan semangat revolusi Prancis dengan
pemberontakannya terhadap tradisi, kepercayaan pada akal
dan kekuasaan kehendak manusia atas keadaan-keadaan
zamannya

Sedangkan Lili Rasjidi mengatakan kelahiran aliran/mazhab


sejarah merupakan reaksi tidak langsung dari terhadap aliran hukum alam
dan aliran hukum positif. Hal pertama yang mempengaruhi lahirnya
mazhab sejarah adalah pemikiran Montesqueu dalam bukunya L esprit
des Lois yang mengatakan tentang adanya keterkaitan antara jiwa suatu
bangsa dengan hukumnya. Menurut W. Friedman gagasan yang benar-
benar penting dari Lesprit des Lois adalah tesis bahwa hukum walaupun
secara samar didasarkan atas beberapa prinsip hukum alam mesti
dipengaruhi oleh lingkungan dan keadaan seperti: iklim, tanah, agama,
adat-kebiasaan, perdagangan dan lain sebagainya.

Berangkat dari ide tersebut Montesqueu kemudian melakukan studi


perbandingan mengenai undang-undang dan pemerintahan. Seperti yang
telah diuraikan diatas, selain dipengaruhi oleh pemikiran Montesque
lahirnya mazhab sejarah juga banyak dipengaruhi oleh semangat
nasionalisme Jerman yang mulai muncul pada awal abad ke-19. Dengan
memanfaatkan moment (semangat nasionalisme), Savigny menyarankan
penolakan terhadap gagasan Tibhaut tentang kodifikasi hukum yang
tersebar dalam pamfletnya Uber Die Notwetdigkeit Eines Allgemeinen
Burgerlichen Rechts Fur Deutschland (Keperluan akan adanya
kodefikasi hukum perdata negara Jerman).

Hakikat dari setiap sistem hukum menurut Savigny adalah sebagai


pencerminan jiwa rakyat yang mengembangkan hukum itu. Dikemudian
hari hal tersebut oleh G. Puchta, murid Savigny yang paling setia,
dicirikan sebagai Volkgeist, menurut Puchta hukum adalah perwujudan
dari kesadaran yang umum ini, dikatakannya Hukum itu bersama-sama
dengan pertumbuhan, dan menjadi kuat bersama-sama dengan kekuatan
dari rakyat, dan pada akhirnya ia mati manakala bangsa itu kehilangan
kebangsaannya.

G. Aliran Sociological Jurisprudence

Aliran Sociological Jurispurdence sebagai salah satu aliran


pemikiran filsafat hukum menitik beratkan pada hukum dalam kaitannya
dengan masyarakat. Aliran ini berkembang di Indonesia dan di Amerika,
dipelopori oleh Roescoe Pound, Eugen Ehrlich, Benyamin Cardozo,
Kantorowich, Gurvitch, dan lain-lain. Akan tetapi Romli Atmasasmita
berpendapat bahwa aliran ini berasal dari Oliver Wendell Holmes (1841-
1935) yang juga menurut para teoritis merupakan tokoh terpenting dalam
aliran Realisme Hukum. Menurut aliran ini hukum yang baik haruslah
hukum yang sesuai dengan hukum yang hidup di dalam masyarakat.
Aliran ini secara tegas memisahkan antara hukum positif dengan (the
positive law) dengan hukum yang hidup (the living law). Singkatnya yaitu,
aliran hukum yang konsepnya bahwa hukum yang dibuat agar
memperhatikan hukum yang hidup dalam masyarakat atau living law baik
tertulis maupun tidak tertulis.

Misalnya dalam hukum yang tertulis jelas dicontohkan Undang-


Undang sebagai hukum tertulis, sedangkan yang dimaksudkan hukum
tidak tertulis disini adalah hukum adat yang dimana hukum ini adalah
semulanya hanya sebagai kebiasaan yang lama kelamaan menjadi suatu
hukum yang berlaku dalam adat tersebut tanpa tertulis. Dalam masyarakat
yang mengenal hukum tidak tertulis serta berada dalam masa pergolakan
dan peralihan, Hakim merupakan perumus dan penggali dari nilai-nilai
hukum yang hidup dalam masyarakat. Untuk itu ia harus terjun ditengah-
tengah masyarakat untuk mengenal, merasakan dan mampu mendalami
perasaan hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat.
Aliran Sociological Jurisprudence berbeda dengan Sosiologi
Hukum. Dengan rasio demikian, Sosiologi Hukum merupakan cabang
sosiologi yang mempelajari hukum sebagai gejala sosial, sedang
Sociological Jurisprudence merupakan suatu mazhab dalam filsafat hukum
yang mempelajari pengaruh timbal balik antara hukum dan masyarakat
dan sebaliknya. Sosiologi hukum sebagai cabang sosiologi yang
mempelajari pengaruh masyarakat kepada hukum dan dan sejauh mana
gejala-gejala yang ada dalam masyarakat dapat mempengaruhi hukum di
samping juga diselidiki juga pengaruh sebaliknya, yaitu pengaruh hukum
terhadap masyarakat. Dari 2 (dua) hal tersebut di atas (sociological
jurisprudence dan sosiologi hukum) dapat dibedakan cara pendekatannya.
Sociological jurisprudence, cara pendekatannya bertolak dari hukum
kepada masyarakat, sedang sosiologi hukum cara pendekatannya bertolak
dari masyarakat kepada hukum.

Roscoe Pound menganggap bahwa hukum sebagai alat rekayasa


sosial (Law as a tool of social engineering and social controle) yang
bertujuan menciptakan harmoni dan keserasian agar secara optimal dapat
memenuhi kebutuhan dan kepentingan manusia dalam masyarakat.
Keadilan adalah lambang usaha penyerasian yang harmonis dan tidak
memihak dalam mengupayakan kepentingan anggota masyarakat yang
bersangkutan. Untuk kepentingan yang ideal itu diperlukan kekuatan
paksa yang dilakukan oleh penguasa negara. Pendapat/pandangan dari
Roscoe Pound ini banyak persamaannya dengan aliran Interessen
Jurisprudence. Primat logika dalam hukum digantikan dengan primat
pengkajian dan penilaian terhadap kehidupan manusia (Lebens forschung
und Lebens bewertung), atau secara konkritnya lebih memikirkan
keseimbangan kepentingan-kepentingan (balancing of interest, private as
well as public interest).

Roscoe Pound juga berpendapat bahwa living


law merupakan synthese dari these positivisme hukum dan antithese
mazhab sejarah. Maksudnya, kedua aliran tersebut ada kebenarannya.
Hanya, hukum yang sanggup menghadapi ujian akal agar dapat hidup
terus. Yang menjadi unsur-unsur kekal dalam hukum itu hanyalah
pernyataan-pernyataan akal yang terdiri dari atas pengalaman dan diuji
oleh pengalaman. Pengalaman dikembangkan oleh akal dan akal diuji oleh
pengalaman. Tidak ada sesuatu yang dapat bertahan sendiri di dalam
sistem hukum. Hukum adalah pengalaman yang diatur dan dikembangkan
oleh akal, yang diumumkan dengan wibawa oleh badan-badan yang
membuat undang-undang atau mengesahkan undang-undang dalam
masyarakat yang berorganisasi politik dibantu oleh kekuasaan masyarakat
itu.

Eugen Ehrlich (1862-1922) dalam karyanya Fundamental


Principles of the Sociology of Law (1913) yang telah melakukan kritik
terhadap peranan ahli hukum dengan sebutan Lawyers Law. Sebutan
sinis ini telah membuka mata para ahli para ahli hukum ketika itu atas
kekeliruannya dalam memahami konsep hukum dan penerapannya dalam
masyarakat. Bahkan Ehrlich lebih jauh mengkritisi peranan para hakim
yang hanya menerapkan hukum atas suatu fakta tanpa mempertimbangkan
aspek-aspek sosiologis atas putusannya. Pernyataan Ehrlich yang sangat
terkenal sebagai pelopor aliran ini adalah pusat gravitasi perkembangan
hukum sepanjang waktu dapat ditemukan, bukan di dalam perundang-
perundangan dan dalam ilmu hukum atau putusan pengadilan melainkan di
dalam masyarakat itu sendiri. Aliran sangat mempengaruhi para ahli
hukumnya untuk betul-betul menarik perhatiannya kepada problem-
problem kehidupan sosial yang nyata. Kritik yang bisa dilontarkan
terhadap pendapat Ehrlich yang demikian itu adalah, bahwa ilmu hukum
yang dilahirkanya menjadi tanpa bentuk (amorphous).

Anda mungkin juga menyukai