LAPORAN PENDAHULUAN
(a)
(b)
Gambar 1. (a) gambaran EKG jantung normal; (b) gambaran EKG
jantung STEMI
B. Etiologi
2
C. Patofisiologi
STEMI umumnya terjadi jika aliran darah koroner menurun secara
mendadak setelah oklusi thrombus pada plak aterosklerotik yang sudah
ada sebelumnya. STEMI terjadi jika trombus arteri koroner terjadi
secara cepat pada lokasi injuri vascular. Pada sebagian besar kasus,
infark terjadi jika plak aterosklerosis mengalami fisur, rupture atau
ulserasi dan jika kondisi local atau sistemik memicu trombogenesis,
sehingga terjadi thrombus mural pada lokasi rupture yang
mengakibatkan oklusi arteri koroner (Fogoros RN, 2008).
Infark Miokard yang disebabkan trombus arteri koroner dapat
mengenai endokardium sampai epikardium,disebut infark transmural,
namun bisa juga hanya mengenai daerah subendokardial,disebut infark
subendokardial. Setelah 20 menit terjadinya sumbatan,infark sudah
dapat terjadi pada subendokardium,dan bila berlanjut terus rata-rata
dalam 4 jam telah terjadi infark transmural. Kerusakan miokard ini dari
endokardium ke epikardium menjadi komplit dan ireversibel dalam 3-4
jam. Meskipun nekrosis miokard sudah komplit,proses remodeling
miokard yang mengalami injury terus berlanjut sampai beberapa minggu
atau bulan karena daerah infark meluas dan daerah non infark
mengalami dilatasi (Santoso & Setiawan, 2005).
D. Manifestasi Klinik
3
E. Komplikasi
Adapun komplikasi yang terjadi pada pasien STEMI, adalah:
1. Disfungsi ventrikuler
Setelah STEMI, ventrikel kiri akan mengalami perubahan
serial dalambentuk, ukuran, dan ketebalan pada segmen yang
mengalami infark dan non infark. Proses inidisebut remodeling
ventikuler dan umumnya mendahului berkembangnya gagal jantung
secara klinis dalam hitungan bulan atau tahun pasca infark. Segera
setelah infark ventrikel kiri mengalami dilatasi.Secara akut, hasil ini
berasal dari ekspansi infark al ; slippage serat otot, disrupsi sel
miokardial normal dan hilangnya jaringan dalam zona nekrotik.
Selanjutnya, terjadi pula pemanjangan segmen noninfark,
mengakibatkan penipisan yang didisprosional dan elongasi zona
infark. Pembesaran ruang jantung secara keseluruhan yang terjadi
dikaitkan ukuran dan lokasi infark, dengan dilatasi tersebar pasca
infark pada apeks ventikrel kiri yang yang mengakibatkan
penurunan hemodinamik yang nyata, lebih sering terjadi gagal
jantung dan prognosis lebih buruk. Progresivitas dilatasi dan
konsekuensi klinisnya dapat dihambat dengan terapi inhibitor ACE
dan vasodilator lain. Pada pasien dengan fraksi ejeksi < 40 % tanpa
melihat ada tidaknya gagal jantung, inhibitor ACE harus diberikan.
2. Gangguan hemodinamik
Gagal pemompaan ( puump failure ) merupakan penyebab
utama kematian di rumah sakit pada STEMI. Perluasaan nekrosis
4
F. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium harus dilakukan sebagai bagian dalam
tatalaksana pasien STEMI tetapi tidak boleh menghambat
implementasi terapi reperfusi. Pemeriksaan petanda kerusakan jantung
yang dianjurkan adalah creatinin kinase (CK) MB dan cardiac specific
troponin (cTn) T atau cTn I, yang dilakukan secara serial. cTn
digunakan sebagai petanda optimal untuk pasien STEMI yang disertai
kerusakan otot skeletal karena pada keadaan ini juga akan diikuti
peningkatan CKMB (Sudoyo AW dkk, 2010).
2. Pemeriksaan enzim jantung yang lain yaitu mioglobin, creatinine
kinase (CK), Lactic dehydrogenase (LDH). Reaksi non spesifik
terhadap injuri miokard adalah leukositosis polimorfonuklear yang
dapat terjadi dalam beberapa jam setelah onset nyeri dan menetap
selama 3-7 hari. Leukosit dapat mencapai 12.000-15.000/ul(Sudoyo
AW dkk, 2010).
3. Pemeriksaan EKG 12 sandapan harus dilakukan pada semua pasien
dengan nyeri dada atau keluhan yang dicurigai STEMI, dalam waktu
10 menit sejak kedatangan di IGD sebagai landasan dalam menentukan
keputusan terapi reperfusi. Jika pemeriksaan EKG awal tidak
diagnostik untuk STEMI tetapi pasien tetap simptomatik dan terdapat
kecurigaan kuat STEMI, EKG serian dengan interval 5-10menit atau
pemantauan EKG 12 sandapan secara kontinyu harus dilakukan untuk
mendeteksi potensi perkembangan elevasi segmen ST. EKG sisi kanan
harus diambil pada pasien dengan STEMI inferior, untuk mendeteksi
kemungkinan infark ventrikel kanan (Sudoyo AW dkk, 2010).
5
G. Penatalaksanaan Medis
Tujuan utama tatalaksana IMA adalah mendiagnosis secara
cepat, menghilangkan nyeri dada, menilai dan mengimplementasikan
strategi reperfusi yang mungkin dilakukan, memberi antitrombotik dan
anti platelet, memberi obat penunjang. Terdapat beberapa pedoman
(guideline) dalam tatalaksana IMA dengan elevasi ST yaitu dari
ACC/AHA tahun 2009 dan ESC tahun 2008, tetapi perlu disesuaikan
dengan kondisi sarana/fasilitas di masing-masing tempat dan
kemampuan ahli yang ada(Sudoyo AW dkk, 2010; Fauci et al, 2010).
1. Oksigen : suplemen oksigen harus diberikan ada pasien dengan
saturasi oksigen <90%. Pada semua pasien STEMI tanpa
komplikasi dapat diberikan oksigen selama 6 jam pertama.
2. Nitrogliserin : Nitrogliserin sublingual dapat diberikan dengan aman
dengan dosis 0,4 mg dan dapat diberikan sampai 3 dosis dengan
interval 5 menit.
3. Morfin : sangat efektif dalam mengurangi nyeri dada dan
merupakan analgesik pilihan dalam tatalaksana STEMI. Morfin
dapat diberikan dengan dosis 2-4 mg dan dapat diulang dengan
interval 5-15 menit sampai dosis total 20 mg.
4. Aspirin : merupakan tatalaksana dasar pada pasien yang dicurigai
STEMI dan efektif pada spektrum sindroma koroner akut. Inhibisi
cepat siklooksigenase trombosit yang dilanjutkan reduksi kadar
tromboksan A2 dicapai dengan absorpsi aspirin bukal dengan dosis
160-325 mg di ruang emergensi. Selanjutnya diberikan peroral
dengan dosis 75-162 mg.
5. Penyekat Beta : Jika morfin tidak berhasil mengurangi nyeri dada,
pemberian penyekat beta intravena dapat efektif. Regimen yang
biasa diberikan adalah metoprolol 5 mg tiap 2-5 menit sampai total
3 dosis, dengan syarat frekuensi jantung > 60 kali permenit, tekanan
darah sistolik > 100 mmHg, interval PR < 0,24 detik dan ronki tidak
lebih dari 10 cm dari diafragma. Lima belas menit setelah dosis IV
terakhir dilanjutkan dengan metoprolol oral dengan dosis 50 mg tiap
6
H. Prognosis
Prognosis akan semakin buruk apabila diagnosis dan penanganan
tidak dilakukan secepatnya.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut b.d agen injuri (fisik) iskemia jaringan sekunder
terhadap sumbatan arteri.
8
C. Intervensi
1. Nyeri akut b.d agen injuri (fisik) iskemia jaringan sekunder
terhadap sumbatan arteri.
Setelah diberikan asuhan keperawatan 1 x 30 menit diharapkan
nyeri yang dirasakan klien berkurang.
NOC: Tingkat nyeri, kontrol nyeri.
Kriteria hasil:
a. Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu
menggunakan teknik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri,
mencari bantuan)
b. Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan
manajemen nyeri
c. Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi, dan tanda
nyeri)
d. Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang.
Intervensi NIC :
Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk
lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor
presipitasi
Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
9
Berikan bronkodilator
Barikan pelembab udara
Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan.
Monitor respirasi dan status O2
Catat pergerakan dada,amati kesimetrisan, penggunaan otot
tambahan, retraksi otot supraclavicular dan intercostals
Monitor suara nafas, seperti dengkur
Monitor pola nafas : bradipena, takipenia, kussmaul,
hiperventilasi, cheyne stokes, biot
Auskultasi suara nafas, catat area penurunan / tidak adanya
ventilasi dan suara tambahan
Monitor TTV, AGD, elektrolit dan ststus mental
Observasi sianosis khususnya membran mukosa
Jelaskan pada pasien dan keluarga tentang persiapan tindakan
dan tujuan penggunaan alat tambahan (O2, Suction, Inhalasi)
Auskultasi bunyi jantung, jumlah, irama dan denyut jantung
5. Ansietas b.d ancaman aktual terhadap integritas biologis
NOC : kontrol kecemasan, level kecemasan, ansietas
Intervensi NIC :
Identifikasi tingkat kecemasan
Gunakan pendekatan yang menenangkan
Dorong pasien untuk mengungkapkan perasaan,
ketakutan, persepsi
Nyatakan dengan jelas harapan terhadap perilaku
pasien
Jelaskan semua prosedur dan apa yang dirasakan
selama prosedur
Pahami persfektif pasien terhadap situasi stress
Temani pasien untuk memberikan keamanan dan
mengurangi takut
Dengarkan dengan penuh perhatian
Instruksikan kepada pasien untuk menggunakan
teknik relaksasi
Libatkan keluarga untuk mendampingi pasien
Kolaborasi pemberian obat anti cemas
6. Kurang pengetahuan b.d kurang informasi tentang fungsi jantung/
implikasi penyakit jantung.
NOC : pengetahuan proses penyakit, pengetahuan perilaku
kesehatan
Kriteria hasil :
13
Faktor
penyebab injuri
vaskular: Endapan Endapan
lipoprotein di lipoprotein di
1. Merokok tunika intima tunika intima
2. Hipertensi
Lesi komplikata Flaque fibrosa Invasi dari
3.
Akumulasi
akumulasi dari lipid
Aterosklerosis Penyempitan/ Penurunan suplai
obtruksi arteri darah ke miokard
koroner
Ketidakefektifan
Iskemia Tidak seimbang
perfusi jaringan kebutuhan dengan suplai
Hipertensi kapiler
perifer oksigen
paru
15
Penurunann
Infark Miokard Metabolisme
kontraktilitas
anaerob meningkat
miokard
Komplikasi:
Kelemahan
miokard 1. Gagal jantung Asaam laktat
kongesti mengkat
Vol akhir
diastolik 2. Perikarditis Nyeri dada
ventrikel kiri 3. Ruptur jantung
4. Aneurisma
Tekanan atrium kiri jantung
5. Defek septum
vena
Tekanan ventrikel
pulmonalis Nyeri akut otot
6. Disfungsi Kurang informasi
meningkat papilars
Tidak tahu kondisi
Odem paru
dan pengobatan
Penurunan curah (klien dan keluarga
Gangguan
jantung Kurang
bertanya)
pertukaran gas
Suplai darah ke pengetahuan
jaringan tidak Kemahan fisik Intoleransi
DAFTAR PUSTAKA
adekuat aktivitas
Libby P, Bonow RO, Mann DL, Zipes DP. 2008.Braunwalds Heart Disease : A
textbook of Cardiovascular Medicine. Philadephia: Elsevier.
Myrtha R. 2011. Perubahan Gambaran EKG pada Sindrom Koroner Akut (SKA).
CDK 188; 38 (7): 541-542.
16
Robbins SL, Cotran RS, Kumar V. 2007.Buku Ajar Patologi Robbins. Jakarta:
EGC.
Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, dkk. 2010.Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam
Jilid II edisi V. Jakarta: Interna Publishing.