Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN

DENGAN BATU RENAL


DI RUANG 18 RS Dr. SAIFUL ANWAR MALANG

OLEH
EMI SUSANTI
NIM 14.1.077

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN


POLITEKNIK KESEHATAN RS dr. SOEPRAOEN MALANG
TAHUN AKADEMIK 2016/2017
LAPORAN PENDAHULUAN
UROLITHIASIS

I. Konsep Teori
a; Anatomi dan Fisiologi
Sistem perkemihan terdiri atas :
1; Ginjal

Ginjal mengeluarkan sekret urine; ureter mengeluarkan urine dari ginjal ke kandung
kemih; kandung kemih berkerja sebagai penampung urine dan uretra mengeluarkan
urine dan kandung kemih. Ginjal terletak pada dinding posterior abdomen, terutama di
daerah lumbal, di sebelah kanan dan kiri tulang belakang, dibungkus lapisan lemak yang
tebal, dibelakang peritoneum, atau di luar peritoneum.
Nefron adalah struktur halus ginjal yang merupakan satuan fungsional ginjal.
Jumlahnya sekitar 1.000.000 pada setiap ginjal. Setiap nefron dimulai sebagai berkas
kapiler (badan malphigi atau glomerulus) yang tertanam pada ujung atas yang lebar
pada urinefrus atau nefron. Dari sini tubulus berjalan berkelok-kelok dan sebagian lurus.
Bagian pertama berkelok-kelok dan sesudah itu terdapat sebuah simpa yang disebut
simpai henle. Kemudian, tubulus itu berkelok-kelok lagi, disebut kelokan kedua atau
tubulus distal, yang tersambung dengan tubulus penampung yang berjalan melintasi
korteks medula, lalu berakhir di salah satu piramidalis.
Setiap menit, kira-kira satu liter darah yang mengandung 500 cc plasma mengalir
melalui semua glomerulus, dan sekitar 100 cc (10%), disaring keluar. Plasma yang
berisi semua garam, glukosa, dan benda halus lainya disaring. Dalam keadaan normal,
semua glukosa dan sebagian besar air diabsorpsi kembali, sedangkan produk buangan
dikeluarkan. Faktor yang mempengaruhi sekresi adalah filtrasi glomerulus,
reabsorpsinya tubulus, dan sekresi tubulus.
Fungsi Ginjal:
a; Sebagai tempat mengatur air.
b; Sebagai tempat mengatur kosentrasi garam dalam darah.
c; Sebagai tempat mengatur keseimbangan asam basa darah.
d; Sebagai tempat ekskresi dan kelebihan garam.
2; Ureter
Ureter merupakan saluran retroperitonium yang menghubungkan ginjal dengan
kandung kemih. Susunan saraf otonom pada dinding ureter memberikan aktvitas
peristaltik, dimana kontraksi berirama berasal dari pemacu proksimal yang
mengendalikan transpor halus dan efisien bagi urine dari pelvis renalis ke kandung
kemih.
3; Kandung kemih
Kandung kemih (vesika Urinaria-VU) berfungsi sebagai penampung urine. Organ
ini berbentuk seperti buah pir atau kendi. Kandung kemih terletak di dalam punggul
besar, di depan isi lainnya, dan di belakang simpisis pubis. Pada bayi letaknya lebih
tinggi. Bagian terbawah adalah berbasis sedangkan bagian atas adalah fundus.
Puncaknya mengarah ke depan bawah dan ada di belakang simpisis. Dinding kandung
kemih terdiri atas lapisan serus sebelah luar, lapisan berotot, lapisan submukosa, dan
lapisan mukosa dari epitelium transisional
4; Uretra
Uretra adalah sebuah saluran yang berjalan dari leher kandung kemih ke lubang luar,
dilapisi oleh membran mukosa yang bersambung dengan membran yang melapisi
kandung kemih. Panjang uretra pada wanita sekitar 2,5-3,5 cm, sedangkan pria 17-22,5
cm.
Proses perkemihan, mikturisi adalah peristiwa pembuangan urine. Keinginan
berkemih disebabkan oleh penambahan tekanan dalam kandung kemih dan isi urine
didalamnya. Jumlah urine yang ditampung kandung kemih dan menyebabkan miksi
yaitu 170-230 ml. Mikturisi merupakan gerakan yang dapat dikendalikan dan ditahan
oleh pusat-pusat persyarafan. Kandung kemih dikendalikan oleh syaraf pelvis dan
serabut saraf simpatik dari pleksus hipogastrik.

DJ STENT
Dj stent merupakan singkatan dari double J stent. Alat ini sering digunakan
urolog dengan bentuk seperti 2 buah huruf J. Alat ini dipasang di ureter, satu ekornya
berada di sistem pelvikokaliks ginjal dan satu lagi di kandung kemih.
Fungsi dari benda ini adalah untuk mempermudah aliran kencing dari ginjal ke
kandung kencing, juga memudahkan terbawanya serpihan batu saluran kencing. Ketika
ujung DJ stent berada di sistema pelvikokaliks maka peristaltik ureter terhenti sehingga
seluruh ureter dilatasi. (Sumber peristaltik berada di kaliks minoris ginjal). Urine dari
ginjal mengalir di dalam lubang DJ stent dan juga antara DJ stent dengan ureter.
DJ stent dipasang ketika (indikasi pemasangan DJ stent):
1; menyambung ureter yang terputus.
2; jika saat tindakan URS lapisan dalam ureter terluka.
3; setelah operasi URS batu ureter distal, karena dikhawatirkan muara ureter bengkak
sehingga urine tidak dapat keluar.
4; stenosis atau penyempitan ureter. DJ stent berfungsi agar setelah dipasang
penyempitan tersebut menjadi longgar.
5; setelah URS dengan batu ureter tertanam, sehingga saat selesai URS lapisan dalam
ureter kurang baik.
6; operasi batu ginjal yang jumlahnya banyak dan terdapat kemungkinan batu sisa. Jika
tidak dipasang dapat terjadi bocor urine berkepanjangan.
7; batu ginjal yang besar dan direncanakan ESWL. Seandainya tidak dipasang maka
serpihan batu dapat menimbulkan rasa nyeri.
8; untuk mengamankan saluran kencing pada pasien kanker cervix.
9; untuk mengamankan ginjal saat kedua ginjal/ureter tersumbat dan baru dapat
diterapi pada 1 sisi saja. Maka sisi yang lain dipasang DJ stent.
10; pada pasien gagal ginjal karena sumbatan kencing, (jika tidak dapat dilakukan
nefrostomi karena hidronefrosis kecil).

b; Definisi
Batu di dalam saluran kemih (Urinary Calculi) adalah massa keras seperti batu
yang terbentuk di sepanjang saluran kemih dan bisa menyebabkan nyeri, perdarahan,
penyumbatan aliran kemih atau infeksi. Batu ini bisa terbentuk di dalam ginjal (batu
ginjal) maupun di dalam kandung kemih (batu kandung kemih). Proses pembentukan
batu ini disebut urolitiasis (litiasis renalis, nefrolitiasis) ( Elizabeth J. Corwin, 2009).
Batu kandung kemih adalah batu yang tidak normal di dalam saluran kemih
yang mengandung komponen kristal dan matriks organik tepatnya pada vesika urinari
atau kandung kemih. Batu kandung kemih sebagian besar mengandung batu kalsium
oksalat atau fosfat ( Prof. Dr. Arjatm T. Ph.D. Sp. And dan dr. Hendra Utama, SPFK,
2001 ).

c; Etiologi
Penyebab terbentuknya batu saluran kemih diduga berhubungan dengan
gangguan aliran urine, gangguan metabolik, infeksi saluran kemih, dehidrasi dan
keadaan-keadaan lain yang masih belum terungkap (idiopatik). Secara epidemiologis
terdapat beberapa faktor yang mempermudah terjadinya batu saluran kemih yang
dibedakan sebagai faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik, yaitu (Purnomo, 2011):
a; Faktor intrinsik, meliputi:
1; Herediter; diduga dapat diturunkan dari generasi ke generasi.
2; Umur; paling sering didapatkan pada usia 30-50 tahun karena terjadinya
penurunan kerja organ sistem perkemihan
3; Jenis kelamin; jumlah pasien pria 3 kali lebih banyak dibanding pasien
wanita dapat dikatakan karena perbedaan aktivitas.
b; Faktor ekstrinsik, meliputi:
a; Geografi; pada beberapa daerah menunjukkan angka kejadian yang lebih
tinggi daripada daerah lain sehingga dikenal sebagai daerah stone belt.
b; Iklim dan temperatur
Tempat yang bersuhu dingin (ruang AC) menyebabkan kulit kering dan
pemasukan cairan kurang. Tempat yang bersuhu panas misalnya di daerah
tropis, di ruang mesin menyebabkan banyak keluar keringat, akan
mengurangi produksi urin.
c; Asupan air
Kurangnya asupan air dan tingginya kadar mineral kalsium dapat
meningkatkan insiden batu saluran kemih.
d; Diet
Diet tinggi purin, oksalat dan kalsium mempermudah terjadinya batu saluran
kemih. Kebiasaan mengkonsumsi makanan tinggi kalsium seperti susu, keju,
kacang polong, kacang tanah dan coklat. Tinggi purin seperti: ikan, ayam,
daging, jeroan. Tinggi oksalat seperti : bayam, seledri, kopi, teh, dan vitamin
D.
e; Pekerjaan
Penyakit ini sering dijumpai pada orang yang pekerjaannya banyak duduk
atau kurang aktivitas fisik (sedentary life). Pekerjaan dengan banyak duduk
lebih memungkinkan terjadinya pembentukan batu dibandingkan pekerjaan
seorang buruh atau petani.
f; Infeksi
Infeksi saluran kemih dapat menyebabkan nekrosis jaringan ginjal dan
menjadi inti pembentukan batu.

d; Klasifikasi Batu Ginjal


Menurut Kowalak (2011) komposisi yang menyusun batu ginjal adalah batu kalsium
(80%) dengan terbesar berbentuk kalsium oksalat dan terkecil berbentuk kalsium fosfat.
Adapun macam-macam batu ginjal dan proses terbentuknya, antara lain:
a; Batu Oksalat/Kalsium Oksalat
Asam oksalat di dalam tubuh berasal dari metabolisme asam amino dan asam
askorbat (vitamin C). Asam askorbat merupakan prekursor oksalat yang cukup
besar, sejumlah 30%, 50% yang lain dikeluarkan sebagai oksalat urine. Manusia
tidak dapat melakukan metabolisme oksalat, sehingga dikeluarkan melalui ginjal.
Jika terjadi gangguan fungsi ginjal dan asupan oksalat berlebih di tubuh (misalkan
banyak mengkonsumsi nenas), maka terjadi akumulasi okalat yang memicu
terbentuknya batu oksalat di ginjal/kandung kemih.
b; Batu Struvit
Batu struvit terdiri dari magnesium ammonium fosfat (struvit) dan kalsium karbonat.
Batu tersebut terbentuk di pelvis dan kalik ginjal bila produksi ammonia bertambah
dan pH urin tinggi, sehingga kelarutan fosfat berkurang. Hal ini terjadi akibat
infeksi bakteri pemecah urea (yang terbanyak dari spesies Proteus dan Providencia,
Peudomonas eratia, semua spesies Klebsiella, Hemophilus, Staphylococus, dan
Coryne bacterium) pada saluran urin. Enzim urease yang dihasikan bakteri di atas
menguraikan urin menjadi amonia dan karbonat. Amonia bergabung dengan air
membentuk amonium sehingga pH urine makin tinggi. Karbon dioksida yang
terbentuk dalam suasana pH basa/tinggi akan menjadi ion karbonat membentuk
kalsium karbonat.Batu struvit (campuran dari magnesium, amoniak dan fosfat) juga
disebut batu infeksi karena batu ini hanya terbentuk di dalam air kemih yang
terinfeksi. Ukuran batu bervariasi, mulai dari yang tidak dapat dilihat dengan mata
telanjang sampai yang sebesar 2.5 sentimeter atau lebih. Batu yang besar disebut
kalkulus staghorn. Batu ini mengisi hampir keseluruhan pelvis renalis dan kalises
renalis.
c; Batu Urat
Batu urat terjadi pada penderita gout (sejenis rematik). Batu urat dapat juga
terbentuk karena pemakaian urikosurik (misal probenesid atau aspirin). Penderita
diare kronis (karena kehilangan cairan, dan peningkatan konsentrasi urine) serta
asidosis (pH urin menjadi asam sehingga terjadi pengendapan asam urat) dapat juga
menjadi pemicu terbentuknya batu urat.
d; Batu Sistina
Sistin merupakan asam amino yang kelarutannya paling kecil. Kelarutannya
semakin kecil jika pH urin turun/asam. Bila sistin tak larut akan berpresipitasi
(mengendap) dalam bentuk kristal yang tumbuh dalam sel ginjal/saluran kemih
membentuk batu.
e; Batu Kalium Fosfat
Batu ginjal berbentuk batu kalium fosfat dapat terjadi pada penderita hiperkalsiurik
(kadar kalsium dalam urine tinggi). Batu kalium fosfat juga dapat terjadi karena
asupan kalsium berlebih (misal susu dan keju) ke dalam tubuh. Hal ini dikarenakan
adanya endapan kalium di dalam tubuh yang akan menyebabkan timbulnya batu
ginjal.

Batu yang terbentuk di ginjal dapat menetap pada beberapa tempat di bagian ginjal,
seperti di kalix minor atas dan bawah, di kalix mayor, di daerah pyelum, dan di ginjal
bagian atas (up junction). Berikut ini adalah klasifikasi berdasarkan posisi batu saluran
ginjal:
1; Batu di kalix minor atas: batu ini kemungkinan silent stone dengan symptom stone.
2; Batu di kalix monir bawah: batu yang terdapat pada bagian ini biasanya merupakan
batu koral (staghorn stone) dan berbentuk seperti arsitektur dari kalices. Batu ini
makin lama akan bertambah besar dan mendesak pharencim ginjal sehingga
pharencim ginjal semakin menipis. Jadi batu ini potensial berbahaya bagi ginjal.
3; Batu di kalix mayor: jenis batu ini adalah batu koral (staghorn stone), tetapi tidak
menyumbat. Batu pada daerah ini sering tidak menimbulkan gejala mencolok / akut,
tetapi sering ditemukan terjadinya pielonefritis karena infeksi yang berulang-ulang.
Batu ini makin lama akan semakin membesar dan mendesak pharencim ginjal
sehingga pharencim ginjal akan semakin menipis dan berbahaya bagi ginjal.
4; Batu di pyelum ginjal: batu-batu ini kadang-kadang dapat menyumbat dan
menimbulkan infeksi sehingga dapat menyebabkan kolik pain dan gejala lain.
Tindakan pengobatannya sebaiknya dilakukan dengan pengangkatan batu ginjal,
karena batu dapat tumbuh terus ke dalam kalix mayor sehingga tindakan operasi
nantinya akan lebih sulit untuk dilaksanakan.
5; Batu di atas Up Junction: daerah up junction merupakan salah satu tempat
penyempitan ureter yang fisiologis, sehingga besarnya batu diperkirakan tidak dapat
melalui daerah tersebut.
6; Batu ureter: tanda dan gejalanya adalah secara tiba-tiba timbul kolik pain mulai dari
pinggang hingga testis pria atau ovarium pada wanita, pada posisi apapun klien
sangat kesakitan, kadang-kadang disertai perut kembung, nausea, muntah, gross
hematuria.
7; Batu buli-buli: batu buli-buli terdapat pada semua golongan umur dari anak sampai
orang dewasa.
e; Patofisiologi
Tipe batu ginjal yang utama adalah kalsium oksalat dan kalsium fosfat yang
menempati 75% hingga 80% dari semua kasus batu ginjal; batu struvit (magnesium,
ammonium, dan fosfat) 15% dan asam urat 7%. Batu sistin relative jarang terjadi dan
mewakili 1% dari semua batu ginjal (Kowalak, 2011).
Batu ginjal terbentuk ketika terjadi pengendapan substansi yang dalam keadaan
normal larut dalam urin, seperti kalsium oksalat dan kalsium fosfat. Dehidrasi dapat
menimbulkan batu ginjal karena peningkatan konsentrasi substansi yang membentuk
batu di dalam urin. Pembentukan batu terjadi di sekeliling suatu nucleus atau nidus pada
lingkungan yang sesuai. Kristal terbentuk dengan adanya substansi yang membentuk
batu (kalsium oksalat, kalsium karbonat, magnesium, ammonium, fosfat atau asam urat)
dan kemudian terperangkap dalam traktus urinarius. Di tempat ini, kristal tersebut
menarik Kristal lain untuk membentuk batu. Urin yang sangat pekat dengan substansi
ini akan memudahkan pembentukan Kristal dan mengakibatkan pembentukan batu
(Kowalak, 2011).
Beberapa teori pembentukan batu adalah (Purnomo, 2011) :
a; Teori Nukleasi
Batu terbentuk di dalam urine karena adanya inti batu (nukleus). Partikel-partikel
yang berada dalam larutan yang terlalu jenuh (supersaturated) akan mengendap di
dalam nukleus itu sehingga akhirnya membentuk batu. Inti batu dapat berupa kristal
atau benda asing di saluran kemih.
b; Teori Matriks
Matriks organik terdiri atas serum/protein urine (albumin, globulin, dan
mukoprotein) yang merupakan kerangka tempat diendapkannya kristal-kristal batu.
c; Penghambatan kristalisasi
Urine orang normal mengandung zat penghambat pembentuk kristal, antara lain :
magnesium, sitrat, pirofosfat, mukoprotein dan beberapa peptida. Jika kadar salah
satu atau beberapa zat itu berkurang, akan memudahkan terbentuknya batu di dalam
saluran kemih.

f; Manifestasi Klinis
Gejala yang muncul bervariasi tergantung ukuran pembentukan batu pada ginjal.
Gejala umum yang muncul diantaranya:
1; Adanya nyeri pada punggung atau nyeri kolik yang hebat. Nyeri kolik ditandai
dengan rasa sakit yang hilang timbul di sekitar tulang rusuk dan pinggang
kemudian menjalar ke bagian perut dan daerah paha sebelah dalam.
2; Karena nyeri hebat biasa di ikuti demam dan menggigil.
3; Kemungkinan adanya rasa mual dan terjadi nya muntah. Dan gangguan perut.
4; Adanya darah di dalam urin. Dan adanya gangguan buang air kecil penderita
juga sering BAK. Atau malah terjadinya penyumbatan pada saluran kemih. Jika
ini terjadi maka resiko terjadinya infeksi saluran kemih menjadi lebih besar.

g; Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan yang dapat menunjang diagnostic batu ginjal antara lain (Rasad,
Sjahriar. 2010):
a; Urinalisa
Warna normal adalah kekuning-kuningan, sedangkan warna abnormal dalah
coklat gelap, merah, berdarah yang menunjukkan hematuri (kemungkinan
obstruksi urine, kalkulus renalis, tumor,kegagalan ginjal). Secara umum
menunjukkan adanya sel darah merah, sel darah putih dan kristal serta serpihan,
mineral, bakteri, pus, pH urine asam (asam meningkatkan sistin dan batu asam
urat). Pada Urine 24 jam didapatkan kreatinin, asam urat, kalsium, fosfat,
oksalat atau sistin meningkat.
b; Pemeriksaan hematologi:
1; Sel darah putih : meningkat menunjukkan adanya infeksi.
2; Sel darah merah : biasanya normal.
3; Hb, Ht : abnormal bila pasien dehidrasi berat atau polisitemia.
c; Pemeriksaan Imaging
Urografi
Pemeriksaan radiologis yang digunakan harus dapat memvisualisasikan
saluran kemih yaitu ginjal, ureter dan vesika urinaria (KUB). Tetapi
pemeriksaan ini mempunyai kelemahan karena hanya dapat menunjukkan
batu yang radioopaque. Batu asam urat dan ammonium urat merupakan batu
yang radiolucent. Tetapi batu tersebut terkadang dilapisi oleh selaput yang
berupa calsium sehingga gambaran akhirnya radioopaque. Pelapisan adalah
hal yang sering, biasanya lapisan tersebut berupa sisa metabolik, infeksi dan
disebabkan hematuri sebelumnya.
Cystogram/ intravenous pyelografi
Jika pada pemeriksaan secara klinik dan foto tidak dapat menunjukkan
adanya batu, maka langkah selanjutnya adalah dengan pemeriksaan IVP.
Adanya batu akan ditunjukkan dengan adanya filling defek.
Ultrasonografi (USG)
Batu akan terlihat sebagai gambaran hiperechoic, efektif untuk melihat batu
yang radiopaque atau radiolucent.
CT scan
Pemeriksaan ini dilakukan untuk banyak kasus pada pasien yang nyeri perut,
massa di pelvis, suspect abses, dan menunjukkan adanya batu yang tidak
dapat ditunjukkan pada IVP. Batu akan terlihat sebagian batu yang keruh.
MRI
Pemeriksaan ini akan menunjukkan adanya lubang hitam yang semestinya
tidak ada/yang seharusnya terisi penuh, ini diassosiasikan sebagai batu.

h; Penatalaksanaan

a; Terapi medis dan simtomatik

Terapi medis berusaha untuk mengeluarkan batu atau melarutkan batu yang dapat

dilarutkan adalah batu asam urat, dilarutkan dengan pelarut solutin G. Terapi

simtomatik berusaha untuk menghilangkan nyeri. Selain itu dapat diberikan minum

yang lebih/banyak sekitar 2000 cc/hari dan pemberian diuretik bendofluezida 5 10

mg/hr.

b; Terapi mekanik (Litotripsi)

Pada batu ginjal, litotripsi dilakukan dengan bantuan nefroskopi perkutan untuk

membawa tranduser melalui sonde kebatu yang ada di ginjal. Cara ini disebut

nefrolitotripsi. Salah satu alternatif tindakan yang paling sering dilakukan adalah
ESWL. ESWL (Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy) adalah tindakan

memecahkan batu ginjal dari luar tubuh dengan menggunakan gelombang kejut.

c; Tindakan bedah

Tindakan bedah dilakukan jika tidak tersedia alat litotripsor, (alat gelombang kejut).

Pengangkatan batu ginjal secara bedah merupakan mode utama. Namun demikian

saat ini bedah dilakukan hanya pada 1-2% pasien. Intervensi bedah diindikasikan

jika batu tersebut tidak berespon terhadap bentuk penanganan lain. Ini juga

dilakukan untuk mengoreksi setiap abnormalitas anatomik dalam ginjal untuk

memperbaiki drainase urin. Jenis pembedahan yang dilakukan antara lain:

1; Pielolititomi : jika batu berada di piala ginjal

2; Nefrolithotomi/nefrektomi : jika batu terletak didalam ginjal

3; Ureterolitotomi : jika batu berada dalam ureter

4; Sistolitotomi : jika batu berada di kandung kemih

i; Komplikasi
Adapun komplikasi dari batu kandung kemih ini adalah:
1; Hidronefrosis
Adalah pelebaran pada ginjal serta pengisutan jaringan ginjal, sehingga ginjal
menyerupai sebuah kantong yang berisi kemih, kondisi ini terjadi karena
tekanan dan aliran balik ureter dan urine ke ginjal akibat kandung kemih tidak
mampu lagi menampung urine. Sementara urine terus-menerus bertambah dan
tidak bisa dikeluarkan. Bila hal ini terjadi maka, akan timbul nyeri pinggang,
teraba benjolan basar didaerah ginjal dan secara progresif dapat terjadi gagal
ginjal.
2; Uremia
Adalah peningkatan ureum didalam darah akibat ketidak mampuan ginjal
menyaring hasil metabolisme ureum, sehingga akan terjadi gejala mual muntah,
sakit kepala, penglihatan kabur, kejang, koma, nafas dan keringat berbau urine.
3; Pyelonefritis
Adalah infeksi ginjal yang disebabkan oleh bakteri yang naik secara assenden ke
ginjal dan kandung kemih. Bila hal ini terjadi maka akan timbul panas yang
tinggi disertai mengigil, sakit pinggang, disuria, poliuria, dan nyeri ketok kosta
vertebra.
4; Gagal ginjal akut sampai kronis
5; Obstruksi pada kandung kamih
6; Perforasi pada kandung kemih
7; Hematuria atau kencing darah
8; Nyeri pingang kronis
9; Infeksi pada saluran ureter dan vesika urinaria oleh batu

PATHWAY

Faktor etiologi:

1; Teori nukleasi Teori matriks Penghambatan kristalisasi

Batu Ginjal

obstruksiKEPERAWATAN
II. KONSEP ASUHAN Pembedahan
a. Pengkajian
Kurang informasi
Pengkajian keperawatan
Aliran balik urin merupakan Post operasi
pengumpulan data yang berhubungan

Invasi kuman Hydronefrosis


Kesalahan
Resiko kurang
ReflekHambatan interpretasi
Defisit
Defisit
Fungsi muskuloskeletal Ansietas Terputusnya
Resiko infeksi volume
Mual
Mendesak cairan
mobilitas
muntah
lambung
renointestinal
Pembatasan fisik
gerak Tirah baring perawatan diri
pengetahuan
belum pulih Nyeri
kontinuitas akut
jaringan
dengan pasien secara sistematis pada pengkajian klien dengan tergantung pada ukuran,
lokasi, dan etiologi kalkulus (Doengus 2002), yaitu :
a; Akivitas/ istirahat
Gejala: Pekerjaan monoton, pekerjaan dimana klien terpajan pada lingkungan
bersuhu tinggi, keterbatasan aktivitas/ mobilisasi sehubungan dengan kondisi
sebelumnya (contoh penyakit tak sembuh, cedera medulla spinalis)
b; Sirkulasi
Tanda: peningkatan TD/ nadi (nyeri, ansietas, gagal ginjal), kulit hangat dan
kemerahan.
c; Eliminasi
Gejala: riwayat adanya/ ISK kronis: obstruksi sebelumnya (kalkulus),
penurunaan haluan urine, kandung kemih penuh, rasa terbakar, dorongan
berkemih, diare.
Tanda: Oliguria, hemeturia, piuria, perubahan pola berkemih.
d; Makanan/ cairan
Gejala: Mual/ muntah, nyeri tekan abdomen, diet tinggi purine, kalsium oksalat,
dan / fosfat, ketidak cukupan pemasukan cairan: tidak minum air yang cukup.
Tanda: Diestensi abdominal: penurunan/ tak ada bising usus, muntah.
e; Nyeri/ kenyamanan
Gejala:
a; Episode akut nyeri berat, nyeri kolik. Lokasi tergantung pada lokasi batu,
contoh pada panggul di region sudut kostovetebrel: dapat menyebar
kapanggul, abdomen, dan turun ke lipatan paha/ genetalia.
b; Nyeri dangkal konstan menunjukan kalkulus ada dipelvis atau kalkulus
ginjal.
c; Nyeri dapat digambarkan sebagai akut, hebat dengan posisi atau tindakan
lain.
d; Tanda: Melindungi: perilaku distraksi, nyeri tekan pada daerah ginjal pada
palpasi.
f; Keamanan
Gejala: Penggunaan alkohol: demam menggigil.
g; Penyuluhan/ pembelajaran
Gejala: Riwayat kalkulus dalam keluarga, penyakit ginjal, hipertensi, gout, ISK
kronis. Riwayat penyakit usus halus, bedah abdomen sebelumnya,
hiperparatiroidisme. Penggunaan antibiotik anti hipertensi, natrium bikarbonat
aluporinol, fosfat, tiazid, pemasukan berlebihan kalsium/ vitamin.
h; Pemeriksaan Penunjang
a; Urinalisa: warna mungkin kuning, coklat gelap, berdarah; secara umum
menunjukkan SDM, SDP, Kristal (sistin, asam urat, kalsium oksalat),
serpihan, mineral, bakteri, pus; pH mungkin asam (meningkatkan sistin dan
batu asam urat) atau alkalin (meningkatkan magnesium, fosfat ammonium,
atau batu kalium fosfat).
b; Urine (24 jam): kreatinin, asa urat, kalsium, fosfat, oksalat, atau sistin
mungkin meningkat.
c; Kultutur urine; mungkin menunjukkan ISK (stapilococus aureus, proteus,
klebsiela, pseudomonas)
d; Survei biokimia: Peningkatan kadar magnesium, kalsium, asam urat, fosfat,
protein, elektrolik.
e; BUN/kreatinin serum dan urine: Abnormal (tinggi pada serum/ rendah pada
urine) sekunder terhadap tingginya batu obstruktif pada ginjal menyebabkan
iskemia/nekrosis.
f; Kadar klorida dan biokarbonat serum: Peningkatan kadar klorida dan
penurunan bikarbonat menunjukkan terjadinya asidosis tubulus ginjal.
g; Hitung darah lengkap: SDP meningkat menunjukkan infeksi/septicemia.
h; SDM: Biasanya normal.
i; Hb/Ht: Abnormal bila pasien dehidrasi nerat atau polisitemia terjadi
(mendorong presitipasi pemadatan atau anemia, perdarahan disfungsi/gagal
ginjal).
j; Hormon paratiroid: Mungkin meningkat bila ada gagal ginjal. (PTH
merangsang reabsorpi kalsium dari tulang meningkatkan sirkulasi serum dan
kalsium urine)
k; Foto ronsen KUB: Menunjukkan adanya kalkuli dan/atau perubahan
anatomik pada area ginjal dan sepanjang ureter.
l; IVP: Memberikan konfirmasi cepat urolitiasis seperti penyebab nyeri
abdominal atau panggul. Menunjukkan abnormalitas pada struktur anatomik
(distensi ureter) dan garis bentuk kalkuli.
m; Sistoureterokopi: Visualisasi langsung kandung kemih dan ureter dapat
menunjukkan batu dan/atau afek obstruksi.
n; Scan CT: Mengidentifikasi/menggambarkan kalkuli dan massa lain; ginjal,
ureter, dan distensi kandung kemih.
o; Ultrasound ginjal: Untuk menentukan perubahan obstruksi, lokasi batu.

b. Diagnosa Keperawatan
a; Perubahan eliminasi urine berhubungan dengan obstruksi bedah, tekanan dan
mitasi kateter/ badan
b; Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan kesulitan
mengontrol perdarahan, pembatasan pra- operasi
c; Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan trauma jaringan sekunder
terhadap: presedur bedah, presedur alat invasive, alat selama pembedahan
kateter, irigasi kandung kemih.
d; Nyeri berhubungan dengan iritasi mukosa kandung kemih, reflek spasme otot:
presedur bedah atau tekanan dari balon kandung kemih.
e; Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan
f; Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurangnya pajanan pengetahuan
atau informasi.

c. Intervensi
No. Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi dan R
keperawatan
1. Perubahan eliminasiNOC : urinary elimination NIC : urinary retention care
urine berhubunganUrinary continence 1; monitor intake dan output
dengan obstruksi Rasional: mengetahui kes
Setelah dilakukan asuhan keperawatan 2; instruksikan pada keluarg
bedah, tekanan dan
selama 3X24 jam perubahan eliminasi urin memonitor output urin
mitasi kateter/ badan Rasional : sebagai acuan
dapat teratasi
selanjutnya
Kriteria Hasil : 3; sediakan privacy untuk el
- kandung kemih kosong secara penuh Rasional : memberikan pr
- tidak ada residu urin > 100-200cc 4; kateterisasi jika perlu
- bebas dari ISK Rasional : memudahkan p
- tidak ada spasme bladder 5; stimulasi refleks bladder d
- balance cairan seimbang pada abdomen
Rasional : merangsang pa

2. Resiko tinggi terhadapNOC : NIC : Fluid management


kekurangan volumeFluid balance 1; Monitor tanda-tanda vital klien
cairan berhubungan Rasional: TTV untuk
dengan kesulitanSetelah dilakukan asuhan keperawatan keabnormalitasan pada tubuh k
mengontrol selama 3x24 jam volume cairan klien akan2; Pasang kateter urin sesuai ind
perdarahan, seimbang dengan kebutuhan cairan klien Rasional: Kateter urin untu
pembatasan pra- cairan dan melakukan analisa
operasi Kriteria Hasil : 3; Monitor status hidrasi klien
Rasional: Status hidrasi yang
- Tekanan darah dalam rentang normal
- Integritas kulit baik adanya kekurangan tubuh ya
- Membran mukosa lembab membahayakan klien
4; Beri terapi cairan sesuai indik
Rasional: Terapi cairan yang
mengurangi keparahan dari ko
5; Monitor respon hemodinamik
Rasional: Menganalisis stat
mendeteksi secara dini adan
klien
6; Kolaborasi pemberian terapi f
menjaga keseimbangan cairan
Rasional: Pemberian obat
kelebihan haluaran cairan dap

3. Resiko tinggi terhadapNOC NIC :


infeksi berhubungan 1; Immune status 1; Monitor tanda dan gejala infek
dengan trauma 2; Knowledge: infection control Rasional: Mengobservasi adan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 2; Dorong masukan nutrisi yang
jaringan sekunder
1x24 jam tidak terjadi infeksi dan Rasional: Meningkatkan daya
terhadap: presedur
meningkatkan status imun 3; Pertahankan teknik aseptik
bedah, presedur alat Rasional: Mencegah transmisi
invasive, alat selama 4; Ajarkan pasien dan keluarga c
Kriteria Hasil :
pembedahan kateter, Rasional: Mencegah penularan
- Tanda-tanda vital dalam keadaan normal
irigasi kandung kemih. - Pasien bebas dari tanda dan gejala infeksi 5; Kolaborasi pemberian antibiot
Rasional: Mencegah terjadiny
Jumlah leukosit dalam batas normal
4. Nyeri berhubunganNOC: pain level dan pain control NIC:Pain Managament
dengan iritasi mukosa 1; lakukan pengkajian nyeri
kandung kemih, reflek Setelah dilakukan asuhan keperawatan (P=penyebab, Q=kualitas
dan penyebarannya, S=seb
spasme otot: presedurselama 3X24 jam nyeri berkurang
Kriteria Hasil: dirasakan, T=waktu terjad
bedah atau tekanan Rasional : mengetahui
- Pasien mampu mengontrol nyeri (tahu
dari balon kandungpenyebab nyeri dan mampu menggunakan dirasakan pasien
kemih. teknik nonfarmakologi untuk mengurangi 2; kontrol lingkungan pasien
nyeri) mempengaruhi nyeri sepe
- Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, pencahayaan, dan kebisin
frekuensi) Rasional : memberikan ke
Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri 3; ajarkan tentang teknik non
berkurang teknik relaksasi nafas dala
Rasional : mengalihkan r
pasien
4; tingkatkan istirahat
Rasional : manajemen ene
5; evaluasi keefektifan contr
Rasional : mengevalua
menentukan intervensi lan
6; Pertahankan patensi katete
Pertahankan selang bebas
bekuan.
Rasional : Mempertahan
drainase sistem, menuru
spasme buli-buli
7; Kolaborasi dalam pember
Rasional : Menghilangkan

5. Ansietas berhubunganNOC: Anxiety self control, coping NIC: anxiety reduction


dengan perubahan 1; gunakan pendekatan yang
status kesehatan Setelah dilakukan asuhan keperawatan Rasional : memberikan ra
selama 1X24 jam ansietas dapat teratasi 2; jelaskan semua prosedur d
dirasakan selama prosedu
Kriteria Hasil: Rasional : menurunkan ra
- Pasien mampu mengidentifikasi dan 3; dengarkan dengan penuh
mengungkapkan gejala cemas Rasional : memberikan pe
- Mengidentifikasi, mengungkapkan dan 4; identifikasi tingkat kecem
menunjukkan tekhnik untuk mengontrol Rasional : mengetahui
cemas dirasakan pasien
- Vital sign dalam batas normal 5; instruksikan pasien mengg
Rasional : mengurangi ras
6. Defisiensi pengetahuanNOC : NIC : teaching : disease proses
berhubungan dengan Knowledge : disease proses 1; berikan penilaian tentang
kurangnya pajananKnowledge : health behavior pasien tentang proses pen
Rasional : mengetahui tin
pengetahuan atau
Setelah dilakukan asuhan keperawatan 2; gambarkan tanda dan geja
informasi. pada penyakit
selama 1X24 jam klien mengetahui
informasi tetntang penyakitnya. Rasional : Pasien dan kelu
tanda dan gejala dari peny
Kriteria Hasil : 3; gambarkan proses penyak
- pasien dan keluarga menyatakan Rasional : pasien dan kelu
pemahaman tentang penyakit, kondisinya
kondisi, prognosis, dan program 4; sediakan informasi tentan
pengobatan Rasional : mengetahui
- pasien dan keluarga mampu pasien
melaksanakan prosedur yang telah 5; diskusikan perubahan gay
dijelaskan diperlukan
Rasional : untuk menceg
mendatang
DAFTAR PUSTAKA

Djoerban. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Ed.IV jilid II. Jakarta: Pusat
Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.

Elizabeth J. Corwin. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC.

Kowalak, Jennifer P., dkk. 2011. Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta: EGC.

Kuntarti, 2009. Fisiologi Ginjal dan Sistem Saluran Kemih. Jakarta: Bagian Urologi
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Nursalam. 2011. Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Sistem


Perkemihan. Jakarta : Salemba Medika.

Price & Wilson. 2005. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta:
EGC.

Purnomo, B.B. 2011. Dasar-Dasar Urologi. Edisi ke 3. Jakarta: CV. Sagung Seto.

Rasad, Sjahriar. 2010. Radiologi Diagnostik Fakultas Kedokteran Universitas


Indonesia. Edisi Kedua. Jakarta: Penerbit Balai Penerbit Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.

Sjamsuhidajat R, Jong W. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta: EGC.

Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah dari Brunner &
Suddarth. Edisi 8. Jakarta: EGC.

Wilkinson, Judith M. 2006. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Edisi 7. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai