LAPORAN PENDAHULUAN
DHF (Dengue Haemoragic Fever)
1. Pengertian
DHF (Dengue Haemoragic Fever) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue
sejenis virus yang tergolong arbovirus dan masuk ke dalam tubuh penderita melalui
gigitan nyamuk Aedes Aegypti (betina). (Christantie Effendy, 1995).
Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah penyakit yang terdapat pada anak dan orang
dewasa dengan gejala utama demam, nyeri otot dan nyeri sendi yang disertai ruam atau
tanpa ruam. DHF sejenis virus yang tergolong arbovirus dan masuk kedalam tubuh
penderita melalui gigitan nyamuk aedes aegepty betina (Seoparman , 1990).
DHF (Dengue Haemoragic Fever) adalah demam khusus yang dibawa oleh aedes aegepty
dan beberapa nyamuk lain yang menyebabkan terjadinya demam. Biasanya dengan cepat
menyebar secara efidemik. (Sir,Patrick manson,2001).
Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah suatu penyakit akut yang disebabkan oleh virus
yang ditularkan oleh nyamuk aedes aegepty (Seoparman, 1996).
DHF (Dengue Haemoragic Fever) berdasarkan derajat beratnya penyakit, secara klinis
dibagi menjadi 4 derajat (Menurut WHO, 1986):
1) Derajat I
Demam disertai gejala klinis lain, tanpa perdarahan spontan, uji tourniquet,
trombositopenia dan hemokonsentrasi.
2) Derajat II
Derajat I dan disertai pula perdarahan spontan pada kulit atau tempat lain.
3) Derajat III
Ditemukan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah, tekanan daerah rendah
(hipotensi), gelisah, cyanosis sekitar mulut, hidung dan jari (tanda-tanda dini renjatan).
4) Dejara IV
Renjatan berat (DSS) dengan nadi tak teraba dan tekanan darah tak dapat diukur.
2. Anatomi Fisiologi
Struktur nyamuk terdiri atas ; kepala, toraks yang setiap segmenya dilengkapi dengan
sepasang kaki yang beruas-ruas dan abdomen. Daerah kepala terdiri atas mata, antena berbentuk
poliform yang terdiri atas 15 segmen. Antena nyamuk betina disebut pilose dengan bulu-bulu
yang lebih sedikit sedangkan yang jantan memiliki banyak bulu disebut plumose. Seperti halnya
dengan serangga lain nyamuk memiliki sepasang mata majemuk oseli (mata tunggal). Di bagian
dorsal toraks terdapat bentuk bercak yang keras berupa dua garis sejajar pada bagian tengah dan
dua garis lengkung di bagian tepi. Vena sayap meliputi seluruh bagian sayap sampai ke ujung
berukuran 2,5 3,0 mm. Di bagian abdomen nyamuk betina berukuran kecil terdapat dua caudal
cerci yang berukuran kecil, sedangkan pada nyamuk jantan terdapat organ seksual yang disebut
hypopygium.
Nyamuk ini bersifat antropofilik ( senang sekali pada manusia), biasanya nyamuk betina
menggit di dalam rumah, kadang-kadang di luar rumah di tempat yang agak gelap. Pada malam
hari nyamuk beristirahat dalam rumah pada benda-benda yang digantung seperti pakaian,
kelambu, pada dinding dan tempat yang dekat dengan tempat peridukannya. Nyamuk A.aegypti
memilliki kebiasaan menggigit berulang-ulang (multiple biters) yakni menggit beberapa orang
secara bergantian dalam waktu singkat. Keadaan ini sangat berpengaruh terhadap peranannya
sebagai vektor penyebab penyakit DBD ke beberapa orang dalam sekali waktu. Nyamuk jantan
juga tertarik terhadap manusia pada saat melakukan perkawinan, tetapi tidak menggigit.
Dalam perkembangan hidupnya nyamuk ini mengalami metamorfosis sempurna
(holometabola) yaitu dari telur menetas menjadi larva (jentik), kemudian menjadi pupa dan
selanjutnya menjadi nyamuk dewasa. Dalam keadaan optimal, perkembangan telur sampai
menjadi nyamuk dewasa berlangsung sekurang-kurangnya selama 9 hari. Nyamuk dewasa baik
jantan maupun betina membutuhkan glukosa sebagai bahan makanan yang dapat diperoleh dari
cairan tumbuhan, sedangkan nyamuk betina membutuhkan protein-protein dari darah untuk
pematangan sel telur setelah perkawinan. yamuk betina dewasa mulai menghisap darah setelah
berumur 3 hari, setelah itu sanggup bertelur sebanyak 100 butir. Nyamuk betina mampu bertahan
hidup 2 minggu lebih di alam, sedangkan nyamuk jantan setelah proses kawin dalam waktu 1
minggu akan mati. Nyamuk betina dapat terbang sejauh 20 meter, kemampuan normalnya adalah
40 meter.
3. Etiologi
Penyebab utama : virus dengue tergolong albovirus
Vektor utama :
Aedes aegypti.
Aedes albopictus.
Adanya vektor tesebut berhubungan dengan :
1. kebiasaan masyarakat menampung air bersih untuk keperlauan sehari hari.
2. Sanitasi lingkungan yang kurang baik.
3. Penyediaan air bersih yang langka.
Daerah yang terjangkit DHF adalah wilayah padat penduduk karena.
1. Antar rumah jaraknya berdekatan yang memungkinkan penularan karena jarak terbang aedes
aegypti 40-100 m.
2. Aedes aegypti betina mempunyai kebiasaan menggigit berulang (multiple biters) yaitu
menggigit beberapa orang secara bergantian dalam waktu singkat, (Noer, 1999).
4. Patofisiologi
5. Tanda dan Gejala
Gambaran klinis DHF seringkali mirip dengan beberapa penyakit lain seperti :
1) Demam chiku nguya.
Dimana serangan demam lebih mendadak dan lebih pendek tapi suhu di atas 40 0C disertai
ruam dan infeksi konjungtiva ada rasa nyeri sendi dan otot.
2) Demam tyfoid
Biasanya timbul tanda klinis khas seperti pola demam, bradikardi relatif, adanya
leukopenia, limfositosis relatif.
3) Anemia aplastik
Penderita tampak anemis, timbul juga perdarahan pada stadium lanjut, demam timbul
karena infeksi sekunder, pemeriksaan darah tepi menunjukkan pansitopenia.
4) Purpura trombositopenia idiopati (ITP)
Purpura umumnya terlihat lebih menyeluruh, demam lebih cepat menghilang, tidak
terjadi hemokonsentrasi.
Meningkatnya suhu tubuh
Nyeri pada otot seluruh tubuh
Nyeri kepala menyeluruh atau berpusat pada supra orbita, retroorbita
Suara serak
Batuk
Epistaksis
Disuria
Nafsu makan menurun
Muntah
Ptekie
Ekimosis
Perdarahan gusi
Muntah darah
Hematuria massif
Melena
6. Komplikasi
a. Perdarahan luas.
b. Shock atau renjatan.
c. Effuse pleura
d. Penurunan kesadaran.
6. Klasifikasi
a. Derajat I :
Demam disertai gejala klinis lain atau perdarahan spontan, uji turniket positi,
trombositopeni dan hemokonsentrasi.
b. Derajat II :
Manifestasi klinik pada derajat I dengan manifestasi perdarahan spontan di bawah kulit
seperti peteki, hematoma dan perdarahan dari lain tempat.
c. Derajat III :
Manifestasi klinik pada derajat II ditambah dengan ditemukan manifestasi kegagalan
system sirkulasi berupa nadi yang cepat dan lemah, hipotensi dengan kulit yang lembab, dingin
dan penderita gelisah.
d. Derajat IV :
Manifestasi klinik pada penderita derajat III ditambah dengan ditemukan manifestasi
renjatan yang berat dengan ditandai tensi tak terukur dan nadi tak teraba.
7. Pemeriksaan Diagnostik
Patokan WHO (1986) untuk menegakkan diagnosis DHF adalah sebagai berikut :
1) Demam akut, yang tetap tinggi selama 2 7 hari kemudian turun secara lisis demam disertai
gejala tidak spesifik, seperti anoreksia, lemah, nyeri.
2) Manifestasi perdarahan :
1. Uji tourniquet positif
2. Petekia, purpura, ekimosi
3. Epistaksis, perdarahan gusi
4. Hematemesis, melena.
3) Pembesaran hati yang nyeri tekan, tanpa ikterus.
4) Dengan atau tanpa renjatan.
Renjatan biasanya terjadi pada saat demam turun (hari ke-3 dan hari ke-7 sakit ). Renjatan yang
terjadi pada saat demam biasanya mempunyai prognosis buruk.
5) Kenaikan nilai Hematokrit / Hemokonsentrasi
Laboratorium
Terjadi trombositopenia (100.000/ml atau kurang) dan hemokonsentrasi yang dapat dilihat dan
meningginya nilai hematokrit sebanyak 20 % atau lebih dibandingkan nilai hematokrit pada
masa konvalesen.
Pada pasien dengan 2 atau 3 patokan klinis disertai adanya trombositopenia dan hemokonsentrasi
tersebut sudah cukup untuk klinis membuat diagnosis DHF dengan tepat.
Juga dijumpai leukopenia yang akan terlihat pada hari ke-2 atau ke-3 dan titik terendah pada saat
peningkatan suhu kedua kalinya leukopenia timbul karena berkurangnyam limfosit pada saat
peningkatan suhu pertama kali.
8. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan penderita dengan DHF adalah sebagai berikut :
1. Tirah baring atau istirahat baring.
2. Diet makan lunak.
3. Minum banyak (2 2,5 liter/24 jam) dapat berupa : susu, teh manis, sirup dan beri penderita
sedikit oralit, pemberian cairan merupakan hal yang paling penting bagi penderita DHF.
4. Pemberian cairan intravena (biasanya ringer laktat, NaCl Faali) merupakan cairan yang paling
sering digunakan.
5. Monitor tanda-tanda vital tiap 3 jam (suhu, nadi, tensi, pernafasan) jika kondisi pasien
memburuk, observasi ketat tiap jam.
6. Periksa Hb, Ht dan trombosit setiap hari.
7. Pemberian obat antipiretik sebaiknya dari golongan asetaminopen.
Monitor tanda-tanda perdarahan lebih lanjut.
1. Pemberian antibiotik bila terdapat kekuatiran infeksi sekunder.
2. Monitor tanda-tanda dan renjatan meliputi keadaan umum, perubahan tanda-tanda vital,
hasil pemeriksaan laboratorium yang memburuk.
3. Bila timbul kejang dapat diberikan Diazepam.
Pencegahan
Prinsip yang tepat dalam pencegahan DHF ialah sebagai berikut :
1. Memanfaatkan perubahan keadaan nyamuk akibat pengaruh alamiah dengan melaksanakan
pemberantasan vektor pada saat sedikit terdapatnya kasus DHF.
2. Memutuskan lingkaran penularan dengan menahan kepadatan vektor pada tingkat sangat rendah
untuk memberikan kesempatan penderita viremia sembuh secara spontan.
3. Mengusahakan pemberantasan vektor di pusat daerah penyebaran yaitu di sekolah, rumah sakit
termasuk pula daerah penyangga sekitarnya.
4. Mengusahakan pemberantasan vektor di semua daerah berpotensi penularan tinggi.
9. Pengkajian Keperawatan
Data obyektif yang sering ditemukan menurut Christianti Effendy, 1995 yaitu :
1.) Lemah.
2.) Panas atau demam.
3.) Sakit kepala.
4.) Anoreksia, mual, haus, sakit saat menelan.
5.) Nyeri ulu hati.
6.) Nyeri pada otot dan sendi.
7.) Pegal-pegal pada seluruh tubuh.
8.) Konstipasi (sembelit).
Adalah data yang diperoleh berdasarkan pengamatan perawat atas kondisi pasien.
Data obyektif yang sering dijumpai pada penderita DHF antara lain:
1) Suhu tubuh tinggi, menggigil, wajah tampak kemerahan.
2) Mukosa mulut kering, perdarahan gusi, lidah kotor.
3) Tampak bintik merah pada kulit (petekia), uji torniquet (+), epistaksis, ekimosis, hematoma,
hematemesis, melena.
4) Hiperemia pada tenggorokan.
5) Nyeri tekan pada epigastrik.
6) Pada palpasi teraba adanya pembesaran hati dan limpa.
7) Pada renjatan (derajat IV) nadi cepat dan lemah, hipotensi, ekstremitas dingin, gelisah, sianosis
perifer, nafas dangkal.
Pemeriksaan laboratorium pada DHF akan dijumpai :
1) Ig G dengue positif.
2) Trombositopenia.
3) Hemoglobin meningkat > 20 %.
4) Hemokonsentrasi (hematokrit meningkat).
5) Hasil pemeriksaan kimia darah menunjukkan hipoproteinemia, hiponatremia, hipokloremia.
Pada hari ke-2 dan ke-3 terjadi leukopenia, netropenia, aneosinofilia, peningkatan limfosit,
monosit, dan basofil
1) SGOT/SGPT mungkin meningkat.
2) Ureum dan pH darah mungkin meningkat.
3) Waktu perdarahan memanjang.
4) Asidosis metabolik.
5) Pada pemeriksaan urine dijumpai albuminuria ringan.
Intervensi:
1. Kaji saat timbulnya demam.
2. Observasi tanda vital (suhu, nadi, tensi, pernafasan) setiap 3 jam
3. Anjurkan pasien untuk banyak minum (2,5 liter/24 jam)
4. Berikan kompres hangat
5. Anjurkan untuk tidak memakai selimut dan pakaian yang tebal
6. Berikan terapi cairan intravena dan obat-obatan sesuai program dokter
Rasional:
1. untuk mengidentifikasi pola demam pasien.
2. tanda vital merupakan acuan untuk mengetahui keadaan umum pasien.
3. Peningkatan suhu tubuh mengakibatkan penguapan tubuh meningkat sehingga perlu diimbangi
dengan asupan cairan yang banyak.
4. Dengan vasodilatasi dapat meningkatkan penguapan yang mempercepat penurunan suhu tubuh.
5. pakaian tipis membantu mengurangi penguapan tubuh
6. pemberian cairan sangat penting bagi pasien dengan suhu tinggi
2. Nyeri berhubungan dengan proses patologis penyakit
Tujuan dan kriteria hasil:
Setelah dilakukan perawatan .. x 24 jam diharapkan nyeri pasien dapat berkurang dan
menghilang dengan kriteria hasil:
Pasien mengatakan nyerinya hilang
Nyeri berada pada skala 0-3
Tekanan darah 120/80 mmHg
Suhu 36,80C-37,50C
Respirasi 16-24 x/mnt
Nadi 60-100 x/mnt
Intervensi:
1. Observasi tingkat nyeri pasien (skala, frekuensi, durasi)
2. Berikan lingkungan yang tenang dan nyaman dan tindakan kenyamanan
3. Berikan aktifitas hiburan yang tepat
4. Libatkan keluarga dalam asuhan keperawatan.
5. Ajarkan pasien teknik relaksasi
6. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat analgetik
Rasional:
1. Mengindikasi kebutuhan untuk intervensi dan juga tanda-tanda perkembangan/resolusi
komplikasi.
2. Lingkungan yang nyaman akan membantu proses relaksasi
3. Memfokuskan kembali perhatian; meningkatkan kemampuan untuk menanggulangi nyeri.
4. Keluarga akan membantu proses penyembuhan dengan melatih pasien relaksasi.
5. Relaksasi akan memindahkan rasa nyeri ke hal lain.
6. Memberikan penurunan nyeri.
4. Jika makanan yang disukai pasien dapat dimasukkan dalam pencernaan makan,
kerjasama ini dapat diupayakan setelah pulang
6. Pemberian obat antimual dapat mengurangi rasa mual sehingga kebutuhan nutrisi pasien
tercukupi.
6. Pertahankan untuk memberikan cairan paling sedikit 2500 ml/hari dalam batas yang
dapat ditoleransi jantung.
8. Observasi adanya kelelahan yang meningkat, edema, peningkatan BB, nadi tidak teratur
9. Berikan terapi cairan normal salin dengan atau tanpa dextrosa, pantau pemeriksaan
laboratorium(Ht, BUN, Na, K)
Rasional:
1. hipovolemia dapat dimanisfestasikan oleh hipotensi dan takikardi
2. pernapasan yang berbau aseton berhubungan dengan pemecahan asam aseto-asetat dan harus
berkurang bila ketosis harus terkoreksi
3. demam dengan kulit kemerahan, kering menunjukkan dehidrasi.
4. merupakan indicator dari dehidrasi.
5. memberi perkiraan akan cairan pengganti, fungsi ginjal, dan program pengobatan.
6. mempertahankan volume sirkulasi.
7. kekurangan cairan dan elektrolit menimbulkan muntah sehingga kekurangan cairan dan
elektrolit.
8. pemberian cairan untuk perbaikan yang cepat berpotensi menimbulkan kelebihan beban cairan
9. mempercepat proses penyembuhan untuk memenuhi kebutuhan cairan
5. Keterbatasan mobilitas fisik berhubungan dengan rasa nyeri, terapi tirah baring
Tujuan dan kriteria hasil:
Setelah dilakukan perawatan selama x 24 jam diharapkan pasien dapat mencapai kemampuan
aktivitas yang optimal, dengan kriteria hasil:
Pergerakan pasien bertambah luas
Pasien dpt melaksanakan aktivitas sesuai dengan kemampuan (duduk, berdiri, berjalan)
Pasien dapat memenuhi kebutuhan sendiri secara bertahap sesuai dengan kemampuan
Intervensi:
1. Kaji dan identifikasi tingkat kekuatan otot pada kaki pasien.
2. Beri penjelasan tentang pentingnya melakukan aktivitas.
3. Anjurkan pasien untuk menggerakkan/mengangkat ekstrimitas bawah sesui kemampuan.
4. Bantu pasien dalam memenuhi kebutuhannya
5. Kolaborasi dengan tim kesehatan lain: dokter (pemberian analgesik)
Rasional:
1. mengetahui derajat kekuatan otot-otot kaki pasien.
2. Pasien mengerti pentingnya aktivitas sehingga dapat kooperatif dalam tindakan keperawatan
3. melatih otot otot kaki sehingga berfungsi dengan baik
4. Agar kebutuhan pasien tetap dapat terpenuhi
5. Analgesik dapat membantu mengurangi rasa nyeri.
Rasional:
1. memantau kondisi pasien selama masa perawatan terutama pada saat terjadi perdarahan sehingga
segera diketahui tanda syok dan dapat segera ditangani.
2. tanda vital normal menandakan keadaan umum baik.
3. Perdarahan cepat diketahui dan dapat diatasi sehingga pasien tidak sampai syok hipovolemik
4. Untuk mengetahui tingkat kebocoran pembuluh darah yang dialami pasien sebagai acuan
melakukan tindakan lebih lanjut.
5. Untuk menggantikan volume darah serta komponen darah yang hilang.
6. Untuk mendapatkan penanganan lebih lanjut sesegera mungkin
DAFTAR PUSTAKA
LP DHF 2
2 Etiologi
Penyebab penyakit dengue hemoragic fever (DHF) atau demam berdarah adalah
virus dengue. Virus ini tergolong dalam family/suku/grup flaviviridae yang dikenal ada 4
serotipe, dengue 1, dengue 2, dengue 3, dengue 4, yang ditularkan melalui vector
nyamuk aedes aegypti. Infeksi dengan salah satu serotype akan menimbulkan antibody
seumur hidup terhadap serotype bersangkutan. Tetapi tidak ada perlindungan terhadap
serotype lain
3 Manifestasi Klinis
Kasus DHF ditandai oleh manifestasi klinik, yaitu: demam tinggi dan mendadak
yang dapat mencapai 400C atau lebih dan terkadang disertai dengan kejang, demam,
sakit kepala,anoreksia, mual muntah, epigastrik, discomfort, nyeri perut kanan atas atau
seluruh bagian perut dan pendarahan, terutama pendarahan kulit, walaupun hanya
berupa uji tourniquet positif. Selain itu, pendarahan kulit dapat terwujud memar atau
juga berupa pendarahan spontan mulai dari petekie pada ektremitas, tubuh, dan muka,
sampai epistaksis dan pendarahan gusi. Sementara pendarahan gastrointestinal masih
lebih jarang terjadi dan biasanya hanya terjadi pada kasus dengan syok yang
berkepanjangan atau setelah syok yang tidak dapat teratasi. Pendarahan lain seperti
pendarahan sub konjungtiva terkadang juga ditemukan. Pada masa konvalisen
seringkali ditemukan eritema pada telapak kaki dan hepatomegali. Hepatomegali
biasanya dapat diraba pada permukaan penyakit dan pembesaran hati ini tidak sejajar
dengan beratnya penyakit. Nyeri tekan seringkali ditemukan tanpa ikters maupun
kegagalan pendarahan.
4 Anatomi Fisiologi
Anatomi dan fisiologi yang berhubungan dengan penyakit DHF adalah system sirkulasi.
System
sirkulasi adalah sarana untuk menyalurkan makanan dan oksigen dari traktus distivus dari
paru-paru ke
sela-sela tubuh. Selain itu, system sirkulasi merupakan sarana untuk membuang sisa-sisa
metabolisme
dari sel- sel ginjal, paru-paru dan kulit yang merupakan tempat ekskresi pembuluh darah,
dan darah.
1. Jantung.
Jantung merupakan sebuah organ yang terdiri dari otot. Otot jantung merupakan
jaringan istimewa karena kalau dilihat dari bentuk dan susunannya sama dengan otot
serat lintang, tetapi cara bekerjanya menyerupai otot polos yaitu diluar kemauan kita.
Bentuk jantung menyerupai jantung pisang, bagian atasnya tumpul (pangkal jantung)
dan disebut juga basis kordis. Disebelah bawah agak runcing yang disebut apeks
cordis. Letak jantung didalam rongga dada sebelah depan, sebelah kiri bawah dari
pertengahan rongga dada, diatas diagfragma dan pangkalnya terdapat dibelakang kiri
antara kosa V dan VI dua jari dibawah papilla mamae. Pada tempat ini teraba adanya
denyut jantung yang disebut iktus kordis. Ukurannya lebih kurang sebesar genggaman
tangan kanan dan beratnya kira-kira 250-300 gram.
2. Pembuluh Darah
Pembuluh darah ada 3 yaitu :
a. arteri
Arteri merupakan pembuluh darah yang keluar dari jantung yang membawa darah
keseluru bagian dan alat tubuh. Pembuluh darah arteri yang paling besar yang keluar
dari ventrikel sinistra disebut aorta. Arteri ini mempunyai dinding yang kuat dan tebal
tetapi sifatnya elastic dan terdiri dari 3 lapisan.
Arteri yang paling besar didalam tubuh yaitu aorta dan arteri pulmonalis, garis
tengahnya kira-kira 1-3 cm. arteri ini mempunyai cabang-cabang keseluruhan tubuh
yang disebut arteriola yang akhirnya akan menjadi pembuluh darah rambut (kapiler).
Arteri mendapat darah dari darah yang mengalir didalamnya tetapi hanya untuk tunika
intima. Sedangkan untuk lapisan lainnya mendapat darah dari pembuluh darah yang
disebut vasa vasorum.
b. Vena
Vena (pembuluh darah balik) merupakan pembuluh darah yang membawa darah dari
bagian/alat-alat tubuh masuk ke dalam jantung. Tentang bentuk susunan dan juga
pernafasan pembuluh darah yang menguasai vena sama dengan pada arteri. Katup-
katup pada vena kebanyakan terdiri dari dua kelompok yang gunanya untuk mencegah
darah agar tidak kembali lagi. Vena-vena yang ukurannya besar diantaranya vena kava
dan vena pulmonalis. Vena ini juga mempunyai cabang tang lebih kecil yang disebut
venolus yang selanjutnya menjadi kapiler.
c. Kapiler
Kapiler (pembuluh darah rambut) merupakan pembuluh darah yang sangat halus.
Diameternya kira-kira 0,008 mm. Dindingnya terdiri dari suatu lapisan endotel. Bagian
tubuh yang tidak terdapat kapiler yaitu; rambut, kuku, dan tulang rawan. Pembuluh
darah rambut/kapiler pada umumnya meliputi sel-sel jaringan. Oleh karen itu dindingnya
sangat tipis maka plasma dan zat makanan mudah merembes ke cairan jaringan antar
sel.
3. Darah
Darah adalah jaringan cair dan terdiri dari dua bagian: bagian cair disebut plasma dan
bagian padat disebut sel darah. Warna merah pada darah keadaannya tidak tetap
bergantung pada banyaknya oksigen dan karbon dioksida didalamnya. Darah yang
banyak mengandung karbon dioksida warnanya merah tua. Adanya oksigen dalam
darah diambil dengan jalan bernafas dan zat ini sangat berguna pada peristiwa
pembakaran/metabolisme didalam tubuh. Pada tubuh yang sehat atau orang dewasa
terdapat darah seanyak kira-kira 1/3 dari berat badan atau kira-kira 4 sampai 5 liter.
Keadaan jumlah tersebut pada tiap-tiap orang tidak sama, bergantung pada umur,
pekerjaan, keadaan jantung atau pembuluh darah.
Fungsi darah:
a. Sebagai alat pengangkut
b. Sebagai pertahanan tubuh terhadap serangan penyakit dan racun dalam tubuh dengan
perantaraan leukosit dan antibody/zat-zat antiracun.
c. Mengatur panas keselurh tubuh.
Adapun proses pembentukan sel dara terdapat tiga tempat yaitu: sumsung tulang,
hepar, dan limpa
.
5 Patofisiologi
. Virus akan masuk ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk aedes aegypty.
Pertama-tama yang terjadi adalah viremia yang mengakibatkan penderita mengalami
demam, sakit kepala, mual, nyeri otot, pegal-pegal diseluruh tubuh, ruam atau bintik-
bintik merah pada kulit (petekie), hyperemia tenggorokan dan hal lain yang mungkin
terjadi seperti pembesaran kelenjar getah bening, pembesaran hati (Hepatomegali) dan
pembesaran limpa (Splenomegali).
Kemudian virus akan bereaksi dengan antibody dan terbentuklah kompleks virus-
antibody. Dalam sirkulasi akan mengaktivasi system komplemen. Akibat aktivasi C3 dan
C5 akan dilepas C3a dan C5a, dua peptida yang berdaya untuk melepaskan histamine
dan merupakan mediator kuat sebagai factor meningkatnya permeabilitas dinding
kapiler pembuluh darah yang mengakibatkan terjadinya perembesan plasma ke ruang
ekstra seluler.
Setelah virus dengue masuk ke dalam tubuh, pasien akan mengalami keluhan dan
gejala karena viremia, seperti demam, sakit kepala, mual, nyeri otot, pegal seluruh
badan, hiperemi ditenggorokan, timbulnya ruam dan kelainan yang mungkin muncul
pada system retikuloendotelial seperti pembesaran kelenjar-kelenjar getah bening, hati
dan limpa. Ruam pada DHF disebabkan karena kongesti pembuluh darah dibawah kulit.
Fenomena patofisiologi utama yang menentukan berat penyakit DHF ialah
meningginya permeabilitas dinding kapiler karena pelepasan zat anafilaktosin, histamin
dan serotonin serta aktivasi system kalikreain yang berakibat ekstravasasi cairan
intravaskuler. Hal ini berakibat berkurangnya volume plasma, terjadinya hipotensi,
hemokonsentrasi, hipoproteinemia, efusi dan renjatan.
Adanya kebocoran plasma ke daerah ekstravaskuler ibuktikan dengan
ditemukannya cairan dalam rongga serosa, yaitu dalam rongga peritoneum, pleura dan
perikard. Renjatan hipovolemik yang terjadi sebagai akibat kehilangan plasma, bila
tidak segera teratasi akan terjadi anoxia jaringan, asidosis metabolic dan kematian.
Sebab lain kematian pada DHF adalah perdarahan hebat. Perdarahan umumnya
dihubungkan dengan trombositopenia, gangguan fungsi trombosit dan kelainan fungsi
trombosit.
Fungsi agregasi trombosit menurun mungkin disebabkan proses imunologis
terbukti dengan terdapatnya kompleks imun dalam peredaran darah. Kelainan system
koagulasi disebabkan diantaranya oleh kerusakan hati yang fungsinya memang tebukti
terganggu oleh aktifasi system koagulasi. Masalah terjadi tidaknya DIC pada DHF/
DSS, terutama pada pasien dengan perdarahan hebat.
Klasifikasi DHF menurut WHO, 1986 mengklasifikasikan DHF menurut derajat
penyakitnya menjadi 4 golongan, yaitu :
Derajat I
Demam disertai gejala klinis lain, tanpa perdarahan spontan. Panas 2-7 hari, Uji
tourniquet positif, trombositipenia, dan hemokonsentrasi.
Derajat II
Sama dengan derajat I, ditambah dengan gejala-gejala perdarahan spontan seperti
petekie, ekimosis, hematemesis, melena, perdarahan gusi.
Derajat III
Ditandai oleh gejala kegagalan peredaran darah seperti nadi lemah dan cepat
(>120x/mnt ) tekanan nadi sempit ( 120 mmHg ), tekanan darah menurun, (120/80
120/100 120/110 90/70 80/70 80/0 0/0 )
Derajat IV
Nadi tidak teaba, tekanan darah tidak teatur (denyut jantung 140x/mnt) anggota gerak
teraba dingin, berkeringat dan kulit tampak biru.
6 Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium :
1. Trombosit menurun
2. Hematokrit meningkat 20% atau lebih
3. Leukosit menurun pada hari kedua dan ketiga
4. Kadar albumin menurun dan bersifat sementara
5. Hipoproteinemia( Protein darah rendah )
6. Hiponatremia( NA rendah )
b. Pemeriksaan Radiologi
Pada foto trorax( pada DHF grade III/ IV dan sebagian besar grade II) di dapatkan efusi
pleura
7 Penatalaksanaan
a. Tirah baring
b. Pemberian makanan lunak
c. Minum banyak (2-2,5 liter/24 jam)
d. Pemberian cairan melalui infuse
e. Pemberian obat-obtan; antibiotic, antipiretik
f. Antikonulsi jika terjadi kejang
g. Monitor TTV
h. Monitor adanya tanda-tanda renjatan
i. Monitor tanda-tanda pendarahan lanjut
j. Periksa HB, HT, dan trombosit setiap hari
B. ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS CA PARU
1. Pengkajian
a. Identitas klien meliputi nama klien, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan,
suku/bangsa, alamat, tanggal masuk rumah sakit, tanggal pengkajian, diagnose medis.
b. Keluhan utama meliputi alasan atau keluhan yang menonjol pada pasien DHF saat
dating ke rumah sakit
c. Riwayat kesehatan sekarang meliputi keluhan utam yang merupakan keluhan klien,
data yang dikaji yang dirasakan klien saat ini.
d. Riwayat kesehatan dahulu apakah klien pernah menderita penyakit yang diderita
sekarang.
e. 11 pola pengkajian Gordon:
v Persepsi kesehatan dan manajemen kesehatan
Menggambarkan informasi atau riwayat pasien mengenai status kesehatan dan praktek
pencegahan penyakit, keamanan/proteksi, tumbuh kembang, riwayat sakit yang lalu,
perubahan status kesehatan dalam kurun waktu tertentu
v Nutrisi-Metabolik
Menggambarkan informasi tentang riwayat pasien mengenai konsumsi makanan dan
cairan, tipe intake makan dan minum sehari, penggunaan suplemen, vitamin makanan.
Masalah nafsu makan, mual, rasa panas diperut, lapar dan haus berlebihan.
v Eliminasi
Menggambarkan informasi tentang riwayat pasien mengenai pola BAB, BAK frekwensi
karakter BAB terakhir, frekwensi BAK.
v Aktivitas Latihan
Meliputi informasi riwayat pasien tentang pola latihan, keseimbangan energy, tipe dan
keteraturan latihan, aktivitas yang dilakukan dirumah, atau tempat sakit.
v Istirahat tidur
Meliputi informasi riwayat pasien tentang frekwensi dan durasi periode istirahat tidur,
penggunaan obat tidur, kondisi lingkungan saat tidur, masalah yang dirasakan saat
tidur.
v Kognitif- perceptual
Meliputi informasi riwayat pasien tentang fungsi sensori, kenyamanan dan nyeri, fungsi
kognitif, status pendengaran, penglihatan, masalah dengan pengecap dan pembau,
sensasi perabaan, baal, kesemutan
v Konsep diri-persepsi diri
Meliputi riwayat pasien tentang peran dalam keluarga dan peran social, kepuasan dan
ketidakpuasan dengan peran
v Seksual reproduksi
Meliputi informasi tentang focus pasutri terhadap kepuasan atau ketidakpuasan dengan
seks, orientasi seksual
v Koping toleransi stress
Meliputi informasi riwayat pasien tentang metode untuk mengatasi atau koping terhadap
stress
v Nilai kepercayaan
Meliputi informasi riwayat pasien tentang nilai, tujuan, dan kepercayaan berhubungan
dengan pilihan membuat keputusan kepercayaan spiritual
2. Diagnosa
a. Hipertermi b/d proses infeksi virus dengue
b. Risiko terjadi syok hypovolemik berhubungan dengan kurangnya volume cairan tubuh.
c. Risiko gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d
intake nutrisi yang tidak adekuat akibat mual dan nafsu makan yang menurun.
3. Intervensi
N
Diagnosa NOC NIC
o
1 Hipertermi b/d NOC : NIC :
proses infeksi virus Thermoregulation Fever treatment
Kriteria Hasil : Monitor suhu sesering
dengue v Suhu tubuh dalam mungkin
rentang normal Monitor IWL
v Nadi dan RR dalam Monitor warna dan suhu kulit
rentang normal Monitor tekanan darah, nadi
v Tidak ada perubahan dan RR
warna kulit dan tidak Monitor penurunan tingkat
ada pusing, merasa kesadaran
nyaman Monitor WBC, Hb, dan Hct
Berikan anti piretik
Selimuti pasien
Berikan cairan intravena
Kompres pasien pada lipat
paha dan aksila
Temperature regulation
Monitor suhu minimal tiap 2
jam
Monitor tanda-tanda
hipertermi dan hipotermi
Tingkatkan intake cairan dan
nutrisi
Berikan anti piretik jika perlu
Nutrition Monitoring
BB pasien dalam batas
normal
Monitor adanya penurunan
berat badan
Monitor kulit kering dan
perubahan pigmentasi
Monitor turgor kulit
Monitor kekeringan, rambut
kusam, dan mudah patah
Monitor mual dan muntah
Monitor kadar albumin,
total protein, Hb, dan kadar
Ht
Monitor pucat, kemerahan,
dan kekeringan jaringan
konjungtiva
Catat adanya edema,
hiperemik, hipertonik papila
lidah dan cavitas oral.
Catat jika lidah berwarna
magenta, scarlet
C. Daftar Pustaka
Marsjoer A. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi II Jilid I. Jakarta : Media Aesculopius
Pusponegoro.H.D., dkk, 2004. Standar Pelayanan Medis Kesehatan anak. Edisi I. Ikatan
Dokter Anak Indonesia.
Ralph & Rosenberg, 2003. Nursing Diagnoses: Definition & Classification 2005-2006,
Philadelphia USA
LP 3
BAB I
LAPORAN PENDAHULUAN
A. PENGERTIAN
Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah penyakit demam akut yang disertai dengan adanya
manifestasi perdarahan, yang berpotensial mengakibatkan syok yang dapat menyebabkan
kematian (Arief Mansjoer & Suprohaita; 2000; 419)
Demam berdarah dengue adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue I, II, III, dan IV
yang ditularkan oleh nyamuk aides aegypti dan aides albopictus (Soegijanto, 2006: 61).
1. Derajat I ( ringan )
Demam mendadak dan sampai 7 hari di sertai dengan adanya gejala yang tidak khas dan uji
turniquet (+).
2. Derajat II ( sedang )
Lebih berat dari derajat I oleh karena di temukan pendarahan spontan pada kulit misal di
temukan adanya petekie, ekimosis, pendarahan
Adanya gagal sirkulasi di tandai dengan laju cepat lembut kulit dngin gelisah tensi menurun
manifestasi pendarahan lebih berat( epistaksis, melena)
4. Derajat IV ( DIC )
Gagal sirkulasi yang berat pasien mengalami syok berat tensi nadi tak teraba.
B. ETIOLOGI
Virus dengue serotipe 1, 2, 3, dan 4 yang ditularkan melalui vektor yaitu nyamuk aedes aegypti,
nyamuk aedes albopictus, aedes polynesiensis dan beberapa spesies lain merupakan vektor yang
kurang berperan.infeksi dengan salah satu serotipe akan menimbulkan antibodi seumur hidup
terhadap serotipe bersangkutan tetapi tidak ada perlindungan terhadap serotipe jenis yang lainnya
(Arief Mansjoer & Suprohaita; 2000; 420).
C. PATOFISIOLOGI (pathway)
Virus dengue yang telah masuk ketubuh penderita akan menimbulkan virtemia.
Hal tersebut akan menimbulkan reaksi oleh pusat pengatur suhu dihipotalamus sehingga
menyebabkan (pelepasan zat bradikinin, serotinin, trombin, Histamin) terjadinya: peningkatan
suhu.
Selain itu virtemia menyebabkan pelebaran pada dinding pembuluh darah yang menyebabkan
perpindahan cairan dan plasma dari intravascular ke intersisiel yang menyebabkan hipovolemia.
Trombositopenia dapat terjadi akibat dari, penurunan produksi trombosit sebagai reaksi dari
antibody melawan virus.
Pada Pasien dengan trombositopenia terdapat adanya perdarahan baik kulit seperti petekia atau
perdarahan mukosa di mulut. Hal ini mengakibatkan adanya kehilangan kemampuan tubuh untuk
melakukan mekanisme hemostatis secara normal. Hal tersebut dapat menimbulkan perdarahan
dan jka tidak tertangani maka akan menimbulkan syok . Masa virus dengue inkubasi 3-15 hari,
rata-rata 5-8 hari.
1. Masa Inkubasi
Sesudah nyamuk menggigit penderita dan memasukkan virus dengue ke dalam kulit, terdapat
masa laten yang berlangsung 4-5 hari diikuti oleh demam, sakit kepala dan malaise.
2. Demam
Demam terjadi secara mendadak berlangsung selama 2-7 hari kemudian turun menuju suhu
normal atau lebih rendah. Bersamaan dengan berlangsung demam, gejala-gejala klinik yang
tidak spesifik misalnya anoreksia. Nyeri punggung, nyeri tulang dan persediaan, nyeri kepala dan
rasa lemah dapat menyetainya
3. Perdarahan
Perdarahan biasanya terjadi pada hari ke 2 dari demam dan umumnya terjadi pada kulit dan
dapat berupa uji tocniquet yang positif mudah terjadi perdarahan pada tempat fungsi vena,
petekia dan purpura.
Perdarahan ringan hingga sedang dapat terlihat pada saluran cerna bagian atas hingga
menyebabkan haematemesis.
4. Hepatomegali
Pada permulaan dari demam biasanya hati sudah teraba, meskipun pada anak yang kurang gizi
hati juga sudah. Bila terjadi peningkatan dari hepatomegali dan hati teraba kenyal harus di
perhatikan kemungkinan akan tejadi renjatan pada penderita
5. Renjatan (Syok)
Permulaan syok biasanya terjadi pada hari ke 3 sejak sakitnya penderita, dimulai dengan tanda
tanda kegagalan sirkulasi yaitu kulit lembab, dingin pada ujung hidung, jari tangan, jari kaki
serta sianosis disekitar mulut. Bila syok terjadi pada masa demam maka biasanya menunjukan
prognosis yang buruk.
Identitas
Umur, jenis kelamin, tempat tinggal bisa menjadi indicator terjadinya DHF
Riwayat kesehatan
Keluhan utama
Panas
Panas tinggi, nyeri otot, dan pegal, ruam, malaise, muntah, mual, sakit kepala, sakit pada saat
menelan, lemah, nyeri pada efigastrik, penurunan nafsu makan,perdarahan spontan.
Adanya anggota keluarga yang pernah menderita penyakit yang sama dan adanya penyakit
herediter (keturunan).
Pemeriksaan fisik
System pernapasan
System cardivaskular
Pada grade III dapat terjadi kegagalan sirkulasi, nadi cepat (tachycardia), penurunan tekanan
darah (hipotensi), cyanosis sekitar mulut, hidung dan jari-jari.
Pada grade IV nadi tidak teraba dan tekanan darah tak dapat diukur.
System neurologi
Nyeri pada bagian kepala, bola mata dan persendian. Pada grade III pasien gelisah dan terjadi
penurunan kesadaran serta pada grade IV dapat terjadi DSS
System perkemihan
Produksi urine menurun, kadang kurang dari 30 cc/jam, akan mengungkapkan nyeri saat
kencing, kencing berwarna merah
System pencernaan
Perdarahan pada gusi, Selaput mukosa kering, kesulitan menelan, nyeri tekan pada epigastrik,
pembesarn limpa, pembesaran pada hati (hepatomegali) disertai dengan nyeri tekan tanpa diserta
dengan ikterus, abdomen teregang, penurunan nafsu makan, mual, muntah, nyeri saat menelan,
dapat muntah darah (hematemesis), berak darah (melena).
System integument
Terjadi peningkatan suhu tubuh (Demam), kulit kering, ruam makulopapular, pada grade I
terdapat positif pada uji tourniquet, terjadi bintik merah seluruh tubuh/ perdarahan dibawah kulit
(petikie), pada grade III dapat terjadi perdarahan spontan pada kulit.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan laboratorium
3. Hemoglobin meningkat
hipoproteinemia
hiponatremia dan
hipokalemia
Pada hari kedua dan ketiga terjadi lekopenia, netropenia, aneosinophilia, peningkatan limposit,
monosit dan basofil
Pemeriksaan serologi
Pada pemeriksaan ini di lakukan pengukuran literantibodi pasien dengan cara haemaglutination
nibitron test (HIT test) atau dengan uji peningkatan komplemen pada pemeriksaan serologi di
butuhkan dua bahan pemeriksaan yaitu pada masa akut atau demam dan masa penyembuhan
( 104 minggu setelah awal gejala penyakit ) untuk pemeriksaan serologi ini di ambil darah vena 2
5 ml.
1. DIAGNOSA KEPERAWATAN
4. Akral hangat,
10.Kolaborasi dalam
pemberian diet lunak dan
rendah serat.
5. Monitor
trombosit setiap hari.
6. Kolaborasi dalam
pemberian transfusi
(trombosit concentrate).
6. Nyeri b/d Gangguan rasa nyaman :
nyeri berkurang / terkontrol 1. Observasi adanya tanda
hepatomegali. -tanda nyeri nonverbal,
setelah dilakukan tindakan
seperti: ekspresi wajah,
keperawatan selama 324 posisi tubuh, gelisah,
jam, dengan kriteria hasil : menangis / meringis,
menarik diri, diaphoresis,
1. skala nyeri perubahan frekuensi
berkurang (0-3) jantung/ pernapasan,
tekanan darah.
2. ekspresi wajah
relax 2. Evaluasi perilaku nyeri.
DAFTAR PUSTAKA
1. Doenges, Marilynn E, dkk, 2000. Penerapan Proses Keperawatan dan Diagnosa Keperawatan. Jakarta : EGC
4. Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G Bare. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8. Volume 1.
Penerbit Buku Kedokteran : EGC
B. Etiologi
Demam dengue dan demam berdarah dengue disebabkan oleh virus dengue,
yang termasuk dalam genus flavivirus, keluarga flaviviridae. Flavivirus merupakan
virus dengan diameter 30 mm terdiri dari asam ribonukleat rantai tunggal dengan
berat molekul 4 x 106.
Terdapat 4 serotipe virus yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4 yang semuanya
dapat menyebabkan demam dengue atau demam berdarah dengue. Keempat
serotipe ditemukan di indonesia dengan DEN-3 merupakan serotipe terbanyak.
Terdapat reaksi silang antara serotipe dengue dengan flavivirus lain seperti yellow
fever, japanese encehphalitis dan west nille virus.
Dalam laboratorium virus dengue dapat bereplikasi pada hewan mamalia
seperti tikus, kelinci,anjing, kelelawar, dan primate. Survei epidemiologi pada
hewan ternak di dapatkan antibodi terhadap virus dengue pada hewan kuda, sapi
dan babi. Penelitian pada artropoda menunjukkan virus dengue dapat bereplikasi
pada nyamuk genus aedes ( stegomyia ) dan toxorhynchites. ( Suhendro,2007 :
1709 )
C. Epidemiologi
Penyakit ini terdapat di daerah tropis, terutama di negara asean dan pasific
barat. Penyakit ini disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan oleh nyamuk aedes,
di indonesia dikenal dua jenis nyamuk aedes yaitu :
Aedes aegypti
Aedes albopictus
Aedes aegypti
Paling sering ditemukan.
Adalah nyamuk yang hidup di daerah tropis, terutama hidup dan
berkembang biak di dalam rumah yaitu di tempat penampungan air jernih atau
tempat penampungan air di sekitar rumah.
Nyamuk ini sepintas lalu nampak berlurik, berbintik bintik putih.
Biasanya menggigit pada siang hari, terutama pada pagi dan sore hari.
Jarak terbang 100 meter
Aedes albopictus
Tempat habitatnya di tempat air jernih. Biasanya disekitar rumah atau pohon
pohon, dimana tertampung air hujan yang bersih yaitu pohon pisang, pandan,
kaleng bekas, dll.
Menggigit pada waktu siang hari.
Jarak terbang 50 meter.
Pola Epidemiologis
Interaksi Virus
Untuk memahami berbagai situasi epidemiologis yang muncul, penting untuk
mengenali beberapa aspek dasar interaksi virus. Aspek aspek tersebut meliputi :
Infeksi dengue tidak jarang menimbulkan kasus ringan pada anak
Infeksi dengue pada orang dewasa sering menimbulkan gejala, yang infeksi
tersebut : pada beberapa epidemi rasio kesakitan yang tampak hamir mencapai 1.
Akan tetapi, beberapa strain virus mengakibatkan kasus yang sangat ringan baik
pada anak mauun orang dewasa yang sering tidak dikenali sebagai kasus dengue
dan menyebar tanpa terlihat di dalam masyarakat.
Infeksi primer maupun sekunder dengue pada orang dewasa mungkin
menimbukan perdarahan gastrointestinal yang parahbegitu juga kasus peningkatan
permeabilitas pembuluh darah. Contoh, tahun 1988 di Taiwan, banyak orang
dewasa yang mengalai pedarahan yang berat yang di hubungkan dengan DEN -1
juga mengalami penyakit ulkus peptikum.
Siklus Penularan
Vektor : Aedes aegypti, spesies Aedes (Stegomyia) lain
Masa inkubasi ekstrinsik berlangsung selama 8 10 hari
Infeksi virus dengue pada manusia disebabkan oleh gigitan nyamuk
Masa inkubasi instrinsik sekitar 4 13 hari (rata rata 4 7 hari )
Viraemia tampak sebelum awitan gejala dan berlangsung selama rata rata
lima hari setelah awitan
Penularan vertikan dapat terjadi, yang mungkin penting bagi kelangsungan
hidup virus, tetapi tidak dalam siklus epidemi.
D. Klasifikasi
Klasifikasi DHF berdasarkan patokan dari WHO (1999) DBD dibagi menjadi 4
derajat :
1. Derajat I
Demam disertai gejala klinis lain, tanoa perdarahan spontan uji torniquet (+),
trombositopenia dan hemokonsentrasi.
2. Derajat II
Derajat I dan disertai perdarahan spontan pada kulit atau di tempat lain.
3. Derajat III
Ditemukan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah, tekanan darah rendah
(hipotensi), gelisah, sianosis sekitar mulut, hidung dan ujung jari.
4. Derajat IV
Renjatan berat (DSS) dengan nadi tak teraba dan tekanan darah tak dapat diukur.
Dengue Shock Syndrome ( DSS )
Dengue shock syndrome ( DSS ) adalah sindroma syok yang terjadi pada penderita
Dengue Hemorrhagic Fever ( DHF ) atau demam berdarah dengue.
Dengue syok sindrom bukan saja merupakan suatu permasalahan kesehatan
masyarakat yang menyebar dengan luas atau tiba tiba, tetapi juga merupakan
suatu permasalahan klinis, karena 30 50 % penderita demam berdarah dengue
akan mengalami renjatan dan berakhir dengan demam suatu kematian terutama
bila tidak ditangani secara dini dan adekuat.
E. Manifestasi Klinis
Demam
Awalnya akut, cukup tinggi, dan kontinu, berlangsung lama 2 7 hari
Setiap manifestasi perdarahan berikut : petekia, purpura,
ekimosis,epistaksis, gusi berdarah, dan hematemesis dan / atau melena.
Uji torniquet positif
Uji torniquet dilakukan dengan memompa manset tekanan darah sampai suatu titik
tengah antara tekanan sistolik dan diastolik selama 5 menit. Hasil uji di nyatakan
positif jika tampak 10 atau lebih petekia per 2,5 cm2. Pada kasus DHF, uji tersebut
biasanya memberikan hasil yang pasti positif bila tampak 20 petekia atau lebih.
Hasil uji mungkin negatif atau agak positif selama fase syok yang dalam. Hasil
tersebut kemudian akan menjadi positif, bahkan terkadang sangat positif, jika
dilakukan setelah pulih dari syok.
Pembesaran hati (hepatomegali)
Tampak pada beberapa tahap penyakit yaitu sekitar 90 98 % pada anak anak di
thailand, tetapi di negara lain frekuensinya mungkin bervariasi.
Syok
Di tandai dengan denyut yang cepat dan lemah di sertai tekanan denyut yang
menurun ( 20 mmHg atau kurang ), atau hipotensi, juga dengan kulit yang lembab,
dingin, dan gelisah.
Temuan laboratorium
- Trombositipenia ( 100.000 / mm3 atau kurang )
- Hemokonsentrasi, peningkatan jumlah hematokrit sebanyak 20% atau lebih.
Dua kriteria klinis pertama, di tambah dengan trombositopenia dan
hemokonsentrasi atau peningkatan jumlah hematokrit, sudah cukup untuk
menetapkan diagnosis klinis DHF. Efusi pleura ( tampak melalui rontgen dada ) dan /
atau hipoalbuminemia menjadi bukti penunjang adanya kebocoran plasma. Bukti ini
sangat berguna terutama pada pasien yang anemia dan / atau mengalami
perdarahan berat. Pada kasus syok, jumlah hematokrit yang tinggi dan
trombositipenia memperkuat diagnosis terjadinya DHF / DSS. ( WHO, 2005 : 19 )
F. Patofisiologi
Setelah virus dengue masuk ke dalam tubuh, pasien akan mengalami keluhan dan
gejala karena viremia,seperti demam, sakit kepala, mual, nyeri otot, pegal seluruh
badan, hiperemia di tenggorok, timbulnya ruam dan kelainan yang mungkin terjadi
pada sistem retikuloendotelial seperti pembesaran pembesaran kelenjar kelenjar
getah bening, hati dan limfa. Ruam pada DHF disebabkan oleh kongesti pembuluh
darah di bawah kulit.
Fenomena patofisiologi utama yang menentukan berat penyakit dan membedakan
DF dan DHF adalah meningginya permeabilitas dinding kapiler karena penglepasan
zat anafilaktosin, histamin dan serotonin serta aktivasi sistem kalikrein yang
berakibat ekstravasasi cairan intra vaskular. Hal ini berakibat berkurangnya volume
plasma,terjadinya hipotensi, hemokonsentrasi,hipoproteinemia,efusi dan renjatan.
Plasma merembes selama perjalanan penyakit mulai dari saat permulaan demam
dan mencapai puncaknya pada saat renjatan. Pada pasien dengan renjatan berat,
volume plasma dapat menurun sampai lebih dari 30%.
Adanya kebocoren plasma ke daerah ekstravaskular dibuktikan dengan
ditemukannya cairan dalam rongga serosa, yaitu rongga peritoneum, pleura dan
perikard yang pada autopsi ternyata melebihi jumlah cairan yang telah diberikan
sebelumnya melalui infus. Renjatan hipovolemik yang terjadi sebagai akibat
kehilangan plasma, bila tidak segera diatasi dapat berakibat anoreksia jaringan,
asidosis metabolik dan kematian.
Renjatan yang terjadi akut dan perbaikan klinis yang drastis setelah pemberian
plasma / ekspander plasma yang efektif, sedangkan pada autopsi tidak ditemukan
kerusakan dinding pembuluh darah yang destruktif atau akibat radang,
menimbulkan dugaan bahwa perubahan fungsional dinding pembuluh darah
mungkin disebabkan mediator farmakologis yang bekerja singkat. Sebab lain
kematian pada DHF adalah pedarahan hebat, yang biasanya timbul setelah renjatan
berlangsung lama dan tidak teratasi. Perdarahan pada DHF umumnya dihubungkan
dengan trombositopenia, gangguan fungsi trombosit dan kelainan sistem koagulasi.
Trombositopenia yang dihubungkan dengan meningkatnya megakariosit muda
dalam sumsum tulang dan pendeknya masa hidup trombosit menimbulkan dugaan
meningkatnya destruksi trombosit. Penyidikan dengan radioisotop membuktikan
bahwa penghancuran trombosit terjadinya dalam sistem retikuloendotelial.
Fungsi agregasi trombosit menurun mungkin disebabkan proses imunologis terbukti
dengan terdapatnya kompleks imun dalam peredaran darah. Kelainan sistem
koagulasi disebabkan di antaranya oleh kerusakan hati yang fungsinya memang
terbukti terganggu oleh aktivitas sistem koagulasi. Masakah tidaknya DIC pada
DHF / DSS, terutama pada pasien dengan perdarahan hebat, sejak lama telah
menjadi bahan perdebatan.
Telah terbukti bahwa DIC secara potensial dapat terjadi juga pada pasien DHF tanpa
renjatan. Dikatakan pada masa dini DHF, peran DIC tidak menonjol dibandingkan
dengan perembesan plasma, tetapi bila penyakit memburuk dengan terjadinya
asidosis dan renjatan, maka renjatan akan memperberat DIC sehingga perannya
akan menonjol.( Hendarwanto : 420 )
G. Pemeriksaan Laboratorium
Darah
Pada DHF umumnya dijumpai trombositopenia dan hemokonsentrasi. Uji
tourniquetyang positif merupakan pemeriksaan penting.
Masa pembekuan masih dalam batas normal, tetapi masa perdarahan biasanya
memanjang. Pada analisis kuantitatif ditemukan penurunan faktor II, V, VII, IX, dan
X. Pada pemeriksaan kimia darah tampak hipoproteinemia, hiponatremia, serta
hipokloremia. SGPT, SGOT, ureum dan pH darahmungkin meningkat, sedangkan
reserve alkali merendah.
Air Seni
Mungkin ditemukan albuminuria ringan.
Sumsum Tulang
Pada awal sakit biasanya hiposelular, kemudian menjadi hiperselular pada hari ke
5 dengan gangguan maturasi sedangkan pada hari ke 10 biasanya sudah kembali
normal untuk semua sistem.
Serologi
Uji serulogi untuk infeksi dengue dapat dikategorikan atas dua kelompok besar,
yaitu :
1. Uji serulogi memakai serum ganda, yaitu serum yang diambil pada masa akut
dan masa konvalesen. Pada uji ini yang dicari adalah kenaikan antibodi antidengue
sebanyak minimal empat kali. Termasuk dalam uji ini pengikatan komplemen ( PK ),
uji neutralisasi ( NT ) dan uji dengue blot.
2. Uji serulogi memakai serum tunggal. Pada uji ini yang dicari ada tidaknya
atau titer tertentu antibodi antidengue. Termasuk dalam golongan ini adalah uji
dengue blot yang mengukur antibodi antidengue tanpa memandang kelas
antibodinya ; uji IgM antidengue yang mengukur hanya antibodi antidengue dari
kelas IgM.
I. Penatalaksanaan
Setiap pasien tersangka DHF sebaiknya dirawat di tempat terpisah dengan pasien
penyakit lain, sebaiknya pada kamar yang bebas nyamuk ( berkelambu ).
Penatalaksanaan pada DHF ialah :
1. Tirah baring
2. Makanan lunak
Bila belum ada nafsu makan dianjurkan untuk minum banyak 1,5 2 liter dalam 24
jam ( susu, air gula atau sirop ) atau air tawar ditambah dengan garam saja.
3. Medikamentosa yang bersifat simtomatis. Untuk hiperpireksia dapat diberikan
kompres es di kepala,ketiak, dan inguinal. Antipiretik sebaiknya dari golongan
asiminofen, eukinin atau dipiron. Hindari pemakaian asetosal karena bahaya
perdarahan.
4. Antibiotik diberikan apabila terdapat kekuatiran infeksi sekunder.
Pasien DHF perlu diobservasi telititerhadap penemuan dini tanda renjatan, yaitu :
1. Keadaan umum memburuk
2. Hati semakin membesar
3. Masa perdarahan memanjang karena trombositopenia
4. Hematokrit meninggi pada pemeriksan berkala
Dalam hal ini ditemukan tanda tanda dini tersebut, infus harus disiapkan dan
terpasang pada pasien. Observasi meliputi pemeriksaan tiap jam terhadap keadaan
umum, nadi, tekanan darah, suhu dan pernapasan ; serta Hb dan Ht setiap 4 6
jam pada hari hari pertama pengamatan, selanjutnya setiap 24 jam.
Terapi untuk DSS bertujuan utama untuk mengembalikan volume cairan
intravaskuler dengan pemberian segera cairan intravena. Jenis cairan dapat berupa
NaCl faali, laktat Ringer atau bila terdapat renjatan yang berat dapat dipakai plasma
atau ekspander plasma. Jumlah cairan dan kecepatan pemberian cairan disesuaikan
dengan perkembangan klinis.
Kecepatan tetesan permulaan ialah 20 ml / kg BB, dan bila renjatan telah diatasi,
kecepatan tetesan dikurangi menjadi 10 ml / kg BB / jam.
Pada kasus dengan renjatan berat, cairan diberikan dengan diguyur, dan bila tak
tampak perbaikan, di usahakan pemberian plasma atau ekspander plasma atau
dekstran atau preparat hemasel dengan jumlah 15 29 ml / kg BB. Dalam hal ini
perlu diperhatikan keadaan asidosis yang harus dikoreksi dengan Na bikarbonas.
Pada umumnya untuk menjaga keseimbangan volume intravaskuler, pemberian
cairan intravena baik dalam bentuk elektrolit maupun plasma dipertahankan 12
48 jam setelah renjatan teratasi.
1. Pasien dengan perdarahan yang membahayakan ( hematemesis dan melena )
2. Pasien DSS yang pada pemeriksaan berkala, menunjukkan penurunan kadar
Hb dan Ht.
Pemberian kortikolsteroid dilakukan setelah terbukti tidak terdapat perbedaan yang
bermakna antara terapi tanpa atau dengan kortikosteroid. Pada pasien dengan
renjatan yang lama ( prolonget shock ), DIC diperkirakan merupakan penyebab
utama perdarahan. Bila dengan pemeriksaan hematemesis terbukti adanya DIC,
heparin perlu diberikan.
DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan peninhkatan permeabilitas
kapiler, perdarahan, muntah, dan demam.
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual,
muntah, tidak ada nafsu makan.
3. Hipertermia berhubungan dengan proses infeksi virus
4. Perubahan proses keluarga berhubungan dengan kondisi anak
5. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan proses penyakit
6. Gangguan aktivitas sehari hari berhubungan dengan kondisi tubuh yang
lemah
INTERVENSI KEPERAWATAN
LP+ASKEP DHF
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
KONSEP PENYAKIT
A. Pengertian
Dengue Hemoragic Fever (DHF) adalah suatu penyakit infeksi akut yang di
sebabkan oleh virus, yang ditularkan melalui gigitan nyamuk aides aigepty (Whalley
dan Wong, 2003)
B. Etiologi
C. Patofsiologi
Virus Dengue masuk ke dalam tubuh manusia melalui pembuluh darah
( viremia) sehingga tubuh membentuk antigen antibody, sehingga dapat
meningkatkan permeabilitas dinding kapiler yang mengakibatkan terjadinya
trombosit plasma keruang eksra seluler
Hal pertama yang terjadi setelah virus masuk ke dalam tubuh penderita
adalah pirexia yang mengakibatkan penderita mengalami demam, sakit kepala,
mual, nyeri otot, pegal pegal seluruh tubuh ruam atau bintik bintik merah
( petekie ). Hiperemi tenggorokan dan hal lain yang mungkin terjadi, seperti
pembesaran kelenjar getah bening, pembesaran hati dan pembesaran limpa (Price,
1995).
1. Perubahan vaskuler
2. Trombositopenia
3. Gangguan koagulasi
D. Manifestasi klinis
1. Keluhan pada saluran pernafasan seperti : pilek dan sakit waktu menelan
2. Keluhan pada saluran pencernaan seperti ; mual muntah tidak nafsu makan, diare
atau konstipasi
3. Keluhan system tubuh yang lain seperti : nyeri atau sakit kepala, nyeri pada otot
abdomen, pegal pegal pada seluruh tubuh, kemerahan pada kulit, kemerahan
pada muka, pembengkakan sekitar mata lakrimasi otot- otot sekitar mata sakit bila
di sentuh, dan pergerakan pada bola mata terasa pegal
Pada penderia DHF sering juga di jumpai pembesaran hati dan limpa dan
kelenjar getah bening yang akan kembali normal pada masa penyembuhan.
E. Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium
b. Trombositopenia
c. Hemoglobin meningkat
d. Pada pemeriksaan analisa gas darah arteri menunjukkan asidosis metabolik: PCO 2
< 35 40 mm Hg, HCO3 rendah
2. Pemeriksaan serologi
3. Pemeriksaan sianosis yang menunjang antara lain foto thorak mungkin di jumpai
pleural effusion, pemeriksaan USG hepatomegali dan splenomegali
Cairan adalah larutan yang terdiri dari air dan zat yang terlarut (Tarwoto dan
Wartonah, 2003).
Elektrolit adalah zat kimia yang menghasilkan partikel bermuatan listrik yang
disebut ion jika berada dalam larutan.
Cairan dan elektrolit masuk ke dalam tubuh melalui makanan, minuman dan
cairan intravena dan didistribusi ke seluruh bagian tubuh keseimbangan cairan
elektrolit berarti adanya distribusi yg normal dari air tubuh total dan elektrolit ke
dalam seluruh bagian tubuh. Keseimbangan cairan dan elektrolit saling bergantung
satu dengan yang lainnya, jika salah satu terganggu maka demikian pula yang
lainnya.
Dalam tubuh faal sel tergantung pada keseimbangan cairan dan elektrolit.
Keseimbangan ini di atur oleh banyak mekanisme fisiologis yg terdapat dalam tubuh
sehubungan dengan keseimbangan cairan dan elektrolit perlu diketahui (Guyton,
2000).
1) Aspek fisiolagis
a. Cairan tubuh
b. Komposisi cairan
c. Kandungan normal elektrolit
e. Homeostabis
1. Usia
2. Temperatur Lingkungan
3. Diet
Pada saat kekurangan nutrisi, tubuh memecah cadangan energi proses ini akan
menimbulkan pergerakan cairan dari intersisial ke ekxtra vaskuler
4. Stres
5. Sakit
Keadaan pembedahan, trauma, kelainan ginjal dan jantung, gangguan hormon akan
menggangu keseimbangan cairan (Tarwoto dan Wartonah, 2003).
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN KEBUTUHAN DASAR CAIRAN DAN
ELEKTROLIT
A. Pengkajian
1. Riwayat kesehatan
a. keluhan utama
1. pola makan
b. pola elimnasi
1. eliminasi feses
2. eliminasi urine
3. Pengukuran klinik
a. berat badan
b. keadaan umum
4. Pemeriksaan fisik
a. integumen
b. kardiovaskuler
c. mata
d. neurology
e. gastrointestinal
5. Pemeriksaan penunjang
B. Diagnosa keperawatan
Devisit volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan kekurangan cairan atau
dehidrasi
d. tanda vital
e. CVP
g. Setatus mental
h. Berat badan
c. therapi
BAB III
RESUME KASUS
A. PENGKAJIAN
1. Data personal
agama : Islam
2. Riwayat kesehatan
a. keluhan utama
2). panas
3). gelisah
1). 5 hari yang lalu pasien panas dengan suhu 38 o C dan panasnya tidak turun turun
b). pada saat sakit pasien mengalami pengurangan nafsu makan, rewel dan mual
muntah
3. anak sulit untuk minum karena efek hospitalisasi dan pasien terpasang infus 16
tetes / menit
b. pola eliminasi
4. pengukuran klinik
a. berat badan : 15 Kg
b. keadaan umum
TTV :
S : 36
TD : 90/60
N : 96 X / menit
RR : 32 X /menit
d. pengukuran keluaran
berkeringat
5. pemeriksaan fisik
b. kardiovaskuler : TD 90 / 60 Hb :10,7
c. mata : cekung
d. neurology :compos metis, kurang aktif
e. gastrointestinal
o muntah muntah
6. pemeriksaan penunjang
pemeriksaan darah :
Hb : 10,7
Ht : 31,2
Leukosit : 7,270
Analisis data
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Defisit volume cairan berhubungan dengan intake tidak adekuat dan out put yang
berlebihan
C. INTERVENSI
Tanda vital
CVP
Status mental
Berat badan
therapy
8. Kolaborasi : berikan Infus RL
BAB IV
PEMBAHASAN
Pada bab IV ini akan di bahas perbandingan antara teori yang terdapat dalam
tinjauan pustaka dengan kenyataan yang di jumpai di lapangan.pada saat
pemberian asuhan keperawatan penyakit DHF pada anak D di ruang Melati RSUD
Tugu Rejo Semarang. Dari perbandingan antara teori dan kenyataan yang dapat di
ketahui kesenjangan yang ada, kemusian di tentukan cara penyelasaiannya. Untuk
mempermudah dalam pembahasan ini di bagi menjadi 5 tahap yaitu pengkajian,
diagnosa, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi yang masing masing tahap
saling berkesinambungan.
1. Pengkajian
Pengkajian pada pasien DHF pada anak D di lakukan hanya pada salah satu
aspek saja yaitu hanya pada aspek biologis sedangkan pada aspek yang lain tidak
dilakukan pengkajian pada anak Dhanya disertai oleh pemeriksaan fisik yangberupa
TTV dan pemeriksaan penunjang yang berasal dari laboratorium.
2. Diagnosa
Dari pengkajian pada anak D di peroleh data fokus kemudian di analisis penulis
dan di rumuskan dalam diagnosa keperawatan. Pada anak D dengan penyakitDHF di
dapatkan diagnosa keperawatan aktual yaitu defisit volume cairan dan elektrolit.
3. Perencanaan
Asuhan keperawatan pasien pada anak DHF tidak sesuai dengan perencanaan
yang terdapat dalam teori karena hanya terdiri dari masalah yang ada dan
intervensinya, sedangkan pada teori perencanaan terdiri dari prioritas masalah,
tujuan, kriteria hasil dan intervensi.
4. Implementasi
Pelaksanaan rencana tindakan keperawatan yang telah di susun kemudian di
laksanakan sesuai dengan tahap tahap yang ada di teori. Dalam melaksanakan
tindakan keperawatan harus bekerja sama dengan perawat ruangan, pasien, dan
keluarga pasien. Pada dasarnya rencana tindakan keperawatan yang di laksanakan
hanya tertuju pada diagnosa aktual saja sehingga diagnosa diagnosa yang lain
yang mempunyai resiko tinggi tidak di laksanakan sehingga pasien mempunyai
resiko tinggi terjadinya komplikasi. Pada dasarnya rencana keperawatan yang
dilaksanakan sudah mendekati dengan prosedur yang ada pada teori, tapi ada salah
satu tahap tahap dalam prosedur tidak di laksanakan, hal ini di karenakan bahwa
perawat mencari kepraktisannya dan mudah untuk di laksanakan tapi tindakan
tersaebut sangat merugikan pasien, misalnya perawat tidak melakukan cuci tangan
sebelum dan sesudah tindakan keperawatan sehingga pasien mempunyai resiko
tinggi infeksi.
5. Evaluasi
A. Kesimpulan
1. DHF adalah penyakit nfeksi akut yang di sebabkan oleh virus, yang di tularkan
melalui gigitan vektor aides aigepti
B. Saran
Bahwa asuhan keperawatan sangat penting untuk di lakukan daslam
memenuhi kebutuhan pasien, namun kenyataanya asuhan keperawatan di ruang
melat tidak di laksanakan dsehingga sangat merugikan pasien dalam memenuhi
kebutuhan dasarnya. Untuk itu kami menyarankan asuhan keperawatan di seluruh
ruangan RSUD tgurejo semarang khususnya di ruang melati di laksanakan dengan
sungguh sungguh tidak hanya di isi sembarangan saja. Dalam hal ini untuk
membantu pasien dalam memenuhi kebutuhan dasar yang sesuai di inginkan
pasieN