Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Pembangunan nasional yang dikembangkan secara bertahap sejak Indonesia merdeka
sudah dapat dirasakan hasilnya secara nyata. Tingkat sosial ekonomi masyarakat
meningkat, khususnya sektor pendidikan dan pendapatan masyarakat. Di bidang
ekonomi, pembangunan nasional juga telah berhasil meningkatkan proporsi golongan
ekonomi kelas menengah keatas. Kelompok ini mempunyai tuntutan yang sama yaitu
ditingkatkannya mutu pelayanan publik (public service) oleh pemerintah termasuk
dibidang kesehatan (Muninjaya, 2004).
Pelayanan kesehatan yang bermutu merupakan salah satu kebutuhan dasar yang
diperlukan setiap orang. Hal ini telah disadari sejak berabad-abad yang lalu, dari betuk
pelayanan kesehatan oleh murid-murid Aesculapius yang dikenal dengan persaudaraan
Aesculapiad di Yunani, yang merupakan kumpulan para ahli kedokteran modern pada
zamannya dengan Aesculapius sebagai gurunya dan Hippocrates dengan sumpahnya
untuk menjunjung tinggi profesi kedokteran. Dan seterusnya sampai saat ini para ahli
kedokteran dan kesehatan senantiasa berusaha meningkatkan mutu dirinya, profesinya,
maupun peralatan kedokterannya demikian pula, kemampuan manajerial kesehatan,
khususnya manajemen mutu pelayanan kesehatan juga ditingkatkan (Wijono, 1999).
Kualitas rumah sakit sebagai institusi yang menghasilkan produk teknologi jasa
kesehatan sudah tentu tergantung juga pada kualitas pelayanan medis dan pelayanan
keperawatan yang diberikan kepada pasien. Pelayanan keperawatan yang memiliki
kontribusi sangat besar terhadap citra sebuah rumah sakit dipandang perlu untuk
melakukan evaluasi atas pelayanan yang telah diberikan (Nursalam, 2011).
Dalam perkembangannya, Berry, Parasuraman dan Zeithamal menyederhanakan dari
kesepuluh dimensi menjadi lima factor dominan yang berhubungan dengan dimensi
kepuasan. Kelima faktor tersebut terdiri: Reability (kehandalan) merupakan kemampuan
untuk melakukan pelayanan sesuai yang dijanjikan dengan segera, akurat, dan
memuaskan. Assurance (jaminan) yaitu pengetahuan, kesopanan petugas serta sifatnya
yang dapat dipercaya sehinnga pelanggan dapat terbebas dari risiko. Tangible (bukti
langsung) meliputi fasilitas fisik, perlengkapan karyawan, dan sarana komunikasi.
Emphaty yaitu rasa peduli untuk memberikan perhatian secara individual kepada
pelanggan, memahami kebutuhan pelanggan, serta kemudahan untuk dihubungi.

1
Responsivenses (daya tanggap) yaitu kemampuan untuk menolong pelanggan dan
ketersediaan untuk melayani pelanggan dengan baik (Muninjaya, 2004).

B. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Mahasiswa/i dapat mengetetahui dan memahami mengenai penilaian mutu
pelayanan.

2. Tujuan Khusus
1. Mahasiswa/i dapat mengetahui dan memahami definisi mutu.
2. Mahasiswa/i dapat mengetahui dan memahami penilaian mutu pelayanan
keperawatan.
3. Mahasiswa/i dapat mengetahui dan memahami indikator penilaian.
4. Mahasiswa/i dapat mengetahui dan memahami kepuasan pelanggan.

BAB II

TINJAUAN TEORI

2
A. DEFINISI MUTU
Mutu adalah faktor kepuasan mendasar dari pelanggan. Mutu adalah penentu
pelanggan, bukan ketetapan insinyur, pasar atau ketetapan manajemen. Ia berdasarkan
atas pengalaman nyata pelanggan terhadap produk dan jasa pelayanan, mengukurnya,
mengharapkannya, dijanjikan atau tidak, sadar atau hanya dirasakan, operasional teknik
atau subyektif sama sekali dan selalu menggambarkan target yang bergerak dalam pasar
yang kompetitif.
Mutu produk dan jasa adalah seluruh gabungan sifat-sifat produk atau jasa pelayanan
dari pemasaran, engineering, manufaktur, dan pemeliharaan di mana produk atau jasa
pelayanan dalam penggunaanya akan bertemu dengan harapan pelanggan. Demikian
pengertian mutu yang dikemukakan oleh DR. Armand V. Feigenbaum, seorang pakar
mutu yang pernah menjabat Ketua International Academy of Quality, dan Presiden The
American Society for Quality Control. Pendapatnya amat berpengaruh terhadap
peningkatan mutu di Jepang, Amerika dan negara lain (Wijono, 1999).
Jadi kesimpulannya, mutu adalah seluruh gabungan sifat produk dan jasa yang
menjadi faktor kepuasan bagi pelanggan.
B. PENILAIAN MUTU PELAYANAN KEPERAWATAN
Menurut Sabarguna (2009) mutu pelayanan kesehatan menjadi sulit diukur, karena
hasil yang terlihat merupakan resultan dari berbagai faktor yang berpengaruh. Walaupun
demikian secara jelas dapat dibedakan komponen itu adalah:
1. Struktur
Sarana fisik, perlengkapan dan peralatan organisasi dan manajemen, keuangan,
sumber daya manusia dan sumber daya yang lain.
2. Proses
Sarana kegiatan dokter, kegiatan perawat, kegiatan administrasi pasien.
3. Out come
Out come jangka pendek seperti sembuh dari sakit, cacat dan lain-lain. Out com
jangka panjang seperti kemungkinan-kemungkinan kambuh, kemungkinan sembuh
di masa datang.

Komponen penilaian mutu pelayanan menurut Donabedian dalam Nursalam (2009)


yaitu:
1. Input adalah segala sumber daya yang diperlukan untuk melaksanakan kegiatan
seperti tenaga, dana, obat, fasilitas peralatan, teknologi, organisasi, dan informasi
2. Proses adalah interaksi profesional antara pemberi pelayanan dengan konsumen
(pasien dan masyarakat). Interaksi profesional yang lain adalah pengembangan

3
akreditasi dalam meningkatkan mutu rumah sakit dengan indikator pemenuhan
standar pelayanan yang ditetapkan Kementrian Kesehatan RI. ISO 9001:2001 adalah
suatu standar internasional untuk sistem manajemen kualitas yang bertujuan
menjamin kesesuaian dari suatu proses pelayanan terhadap kebutuhan persyaratan
yang dispesifikasikan oleh pelanggan dan rumah sakit. Interaksi profesional selalu
memperhatikan asas etika terhadap pasien, yaitu:
a. Berbuat hal yang baik (beneficence) terhadap manusia khususnya pasien, staf
klinis dan nonklinis, masyarakat dan pelanggan secara umum.
b. Tidak menimbulkan kerugian (nonmaleficence) terhadap manusia.
c. Menghormati manusia (respect for persons) menghormati hak otonomi,
martabat, kerahasiaan, berlaku jujur, terbuka dan empati.
d. Berlaku adil (justice) dalam memberikan pelayanan.

3. Output/outcome adalah hasil pelayanan kesehatan atau pelayanan keperawatan, yaitu


berupa perubahan yang terjadi pada konsumen termasuk kepuasan dari konsumen.
Tanpa mengukur hasil kinerja rumah sakit/keperawatan tidak dapat diketahui apakah
input dan proses yang baik telah menghasilkan output yang baik pula.

C. INDIKATOR PENILAIAN
Mutu pelayanan rumah sakit dapat dilihat dari aspek yang berpengaruh. Aspek berarti
termasuk hal-hal yang secara langsung atau tidak berpengaruh terhadap penilaian.
Keempat aspek itu adalah seperti berikut:
1. Aspek klinis, yaitu menyangkut pelayanan dokter, perawat dan terkait dengan teknis
medis.
2. Efisiensi dan efektifitas, yaitu pelayanan yang murah, tepat guna, tidak ada diagnosa
dan terapi berlebihan.
3. Keselamatan pasien, yaitu upaya perlindungan terhadap pasien, misalnya
perlindungan jatuh dari tempat tidur, kebakaran.

4. Kepuasan pasien, yaitu yang berhubungan dengan kenyamanan, keramahan dan


kecepatan pelayanan.

Indikator dari masing-masing aspek, yaitu sebagai berikut:


1. Indikator Klinis
a. Angka infeksi nosokomial
b. Angka kematian rumah sakit
c. Kasus kelainan neurologi yang timbul selama pasien di rawat
d. Timbulnya dekubitus selama perawatan
e. Indikasi operasi tidak tepat
f. Salah yang dioperasi
g. Salah alat tubuh yang dioperasi

4
h. Kesalah teknis operasi
i. Komplikasi pembedahan
j. Perbedaan antara diagnosa pra bedah dengan penemuan patologi anatomi pasca
bedah
k. Operasi ulang untuk menanggulangi penyulit
l. Infeksi pasca bedah
m. Kematian karena operasi
n. Reaksi obat
o. Komplikasi pengobatan intra vena
p. Reaksi transfusi

q. Angka sectic caesaria yang tidak wajar tingginya

2. Indikator Aspek Efisiensi dan Eketifitas


a. Masalah antar jemput pasien ke dan dari kamar bedah, bagian rontgen dan
sebagainya
b. Pasien harus menunggu terlalu lama di kamar operasi, kamar rontgen dan lain-lain
sebelum ditolong
c. Persiapan di kamar bedah, kamar bersalin dsb
d. Masalah dengan logistik kamar bedah, ruang perawatan, kamar bersalin, dsb
e. Masalah pemakaian obat
f. Masalah lamanya pasien di rawat
g. Masalah dengan prasarana (listrik, air, instalasi gas, dll)
h. Masalah teknis dengan alat-alat dan perlengkapan
i. Masalah dengan sumber daya manusia
j. Masalah dengan koordinasi antar unit pelaksana

k. Prosedur administrasi yang rumit

3. Indikator Aspek Keselamatan Pasien


a. Pasien terjatuh dari tempat tidur
b. Pasien terjatuh dikamar mandi, toilet dsb
c. Pasien diberi obat yang salah
d. Pasien lupa diberi obat
e. Tidak ada obat dan alat untuk emergency ketika diperlukan
f. Tidak ada oksigen ketika dibutuhkan
g. Tidak dilakukan cross match pada pasien yang akan ditransfusi
h. Infeksi nosokomial
i. Alat penyedot lendir yang tidak berfungsi dengan baik
j. Alat anestesi tidak berfungsi baik
k. Alat pemadam kebakaran tidak tersedia

l. Tidak ada rencana penanggulangan bencana dan sebagainya

4. Indikator Aspek Kepuasan Pasien


a. Jumlah keluhan dari pasien atau keluarga
b. Hasil penilaian dengan kuesioner atau survey tentang derajat kepuasan pasien

5
c. Kritik dalam kolom surat pembaca koran
d. Pengaduan mal praktek

e. Laporan dari staf medik dan perawatan tentang kepuasan pasien

(Sabarguna, 2009)

Pada Model Praktek Keperawatan Profesional (MPKP) Jiwa kegiatan pengendalian


diterapkan dalam bentuk kegiatan pengukuran:

1. Indikator Mutu Umum:


a. Penghitungan lama hari rawat (BOR)
Bed occupancy rate adalah presentase pemakaian tempat tidur pada satu
satuan waktu tertentu. Indikator ini memberikan gambaran tinggi rendahnya
tingkat pemanfaatan tempat tidur rumah sakit. Standar internasional BOR
dianggap baik adalah 80-90 % sedangkan standar nasional BOR adalah 70-80 %.
Rumus penghitungan BOR sebagai berikut:
Jumlah hari p erawatan
x 100
Jumlah TT x jumlah hari persatuan waktu

Keterangan:
Jumlah hari perawatan adalah jumlah total pasien dirawat dalam satu hari
kali hari dalam satu satuan waktu.

Jumlah hari per satuan waktu. Kalau di ukur per satu bulan, maka jumlahnya
28 31 hari, tergantung jumlah hari dalam satu bulan tersebut.

b. Penghitungan rata-rata lama di rawat (ALOS)


Average Length of Stay (ALOS) adalah rata-rata lama rawat seorang pasien.
Indikator ini di samping memberikan gambaran tingkat efisiensi, juga dapat
memberikan gambaran mutu pelayanan, apabila diterapkan pada diagnosa
tertentu yang dijadika tracer (yang perlu pengamatan lebih lanjut). Secara umum
ALOS yang ideal antara 6-9 hari.
Di MPKP pengukuran ALOS dilakukan oleh kepala ruangan yang dibuat
setiap bulan dengan rumus sebagai berikut:
Jumlah hari perawatan pasien keluar
Jumlah pasien keluar(hidup+mati)

Keterangan:
Jumlah hari perawatan pasien keluar adalah jumlah hari perawatan pasien
keluar hidup atau mati dalam satu periode waktu.

6
Jumlah pasien keluar (hidup atau mati): jumlah pasien yang pulang atau
meninggal dalam satu periode waktu.

c. Penghitungan lama tempat tidur tidak terisi (TOI)


Turn Over Interval (TOI) adalah rata-rata hari tempat tidur tidak ditempati
dari saat diisi ke saat terisi berikutnya. Indikator ini dapat memberikan gambaran
tingkat efisiensi penggunaan tempat tidur. Idealnya tempat tidur kosong hanya
dalam 1-3 hari.
Di MPKP pengukuran TOI dilakukan oleh kepala ruangan yang dibuat setiap
bulan dengan rumus sebagai berikut:
( Jumlah TT x hari ) hari perawatan RS
Jumlah pasien keluar(hidup+mati )

Keterangan:
Jumlah TT: Jumlah total kapasitas tempat tidur yang dimiliki.
Hari perawatan: jumlah total hari perawatan pasien yang keluar hidup dan
mati.

Jumlah pasien keluar: jumlah pasien yang dimutasikan keluar baik pulang,
mutasi lari, atau meninggal.

2. Indikator Mutu Rumah Sakit Jiwa:


a. Penghitungan angka kasus lari
Angka pelarian adalah jumlah pasien yang meninggalkan rumah sakit tanpa
izin dan tidak didampingi petugas. Indikator ini dapat menggambarkan tingkat
keamanan dan kenyamanan pasien dalam perawatan di rumah sakit. Idealnya
angka lari adalah 0 (zero defect).

Di MPKP pengukuran jumlah angka pasien lari dilakukan oleh kepala


ruangan yang dibuat setiap bulan dengan cara menghitung jumlah pasien yang
meninggalkan ruangan tanpa izin dalam satu periode waktu tertentu (per bulan).

b. Penghitungan angka pengekangan/fiksasi


Angka pengekangan (fiksasi) adalah jumlah tindakan pembatasan gerak bagi
pasien karena membahayakan bagi diri pasien sendiri, lingkungan dan orang
lain. Indikator ini dapat juga menggambarkan mutu pelayanan yang diberikan
pada pasien.
Di MPKP pengukuran angka pengekangan dilakuakan oleh kepala ruangan
yang dibuat setiap bulan dengan cara menghitung jumlah pasien yang dilakukan

7
pengekangan fisik baik isolasi maupun pengikatan dalam satu periode waktu
tertentu disertasi lama pelaksanaanya.

Jumlah waktu pengekangan semua pasien


A ngka Pengekangan= x 100
Jumlah pasiendikekang

Jumlah waktu pengekangan semua pasien


Rerata Pengekangan= x 100
Jumlah pasien dikekang

Jumlah waktu pengekangan dihitung selama periode waktu tertentu (1 bulan)


dengan menggunakan tabel 1.

Tabel 1
Pengekangan Pasien di Ruang MPKP

Bulan :...........................

No. Nama Pasien Tanggal Lama Pengekangan (menit)

Jumlah

c. Penghitungan angka cedera


Angka cedera adalah jumlah pasien yang mengalami luka selama dalam
perawatan yang disebabkan karena tindakan fiksasi, pemukulan dari pasien lain
atau petugas, dan karena jatuh. Indikator ini dapat menggambarkan mutu
pelayanan yang diberikan kepada pasien. Idealnya tidak ada kasus pasien dengan
cedera artinya 0 (zero defect).

Di MPKP pengukuran angka cedera dilakukan oleh kepala ruangan yang


dibuat setiap bulan dengan cara menghitung jumlah pasien yang mengalami
cedera atau perlukaan yang tidak termasuk decubitus selama masa perawatan
dalam periode waktu tertentu (satu bulan).

d. Penghitungan angka infeksi nosokomial

8
Angka infeksi nosokomial adalah jumlah pasien infeksi yang didapat atau
muncul selama dalam perawatan di rumah sakit. Di rumah sakit jiwa angka ini di
ukur melalui penghitungan jumlah pasien scabies dalam satu periode waktu
tertentu.
Di MPKP pengukuran angka scabies dilakukan oleh kepala ruangan yang
dibuat setiap bulan dengan cara menghitung jumlah pasien yang mengalami
scabies dalam satu periode satuan waktu tertentu (satu bulan).

Tabel 2
Rekapitulasi Mutu Umum

No Bulan Pasien Lari Pengekangan Kasus Cedera Scabies


Jumla % Jumla % Jumla % Jumla %
.
h h h h
1 Januari
2 Februari
3 Maret
4 April
5 Mei
6 Juni
7 Juli
8 Agustus
9 September
10 Oktober
11 November
12 Desember
TOTAL

3. Kondisi Pasien
a. Audit dokumentasi asuhan keperawatan
Audit dokumentasi adalah kegiatan mengevaluasi dokumen asuhan
keperawatan yang telah dilaksanakan oleh perawat pelaksana.
Di MPKP kegiatan audit dilakukan oleh kepala ruangan, pada status setiap
pasien yang telah pulang atau meninggal dan hasil audit di buat rekapan dalam
satu bulan.
b. Survey masalah keperawatan
Survey masalah keperawatan adalah survey masalah keperawatan dengan
standar NANDA untuk pasien baru/her opname yang dilakukan untuk satu
periode waktu tertentu (satu bulan).
c. Survey kepuasan pasien, pelanggan, perawat dan tenaga kesehatan lain

9
Survey kepuasan pelanggan adalah tingkat keadaan yang dirasakan seseorang
yang merupakan hasil dari membandingkan penampilan atau outcome produk
yang dirasakan dalam hubungannya dengan harapan seseorang.
Survey kepuasan yang akan dilakukan di ruang MPKP adalah kepuasan
pasien, keluarga, perawat dan tenaga kesehatan lain.

Di MPKP survey kepuasan pasien dilakukan setiap pasien pulang, diberikan


saat selesai menyelesaikan administrasi atau saat mempersiapkan pulang dengan
cara pasien dan keluarga mengisi angket yang disediakan. Survey kepuasan untuk
dilakukan tiap 6 bulan sekali.

C. KOMISI AKREDITASI RUMAH SAKIT (KARS)


Akreditasi Rumah Sakit adalah suatu pengakuan yang diberikan oleh pemerintah
pada manajemen rumah sakit, karena telah memenuhi standar yang ditetapkan. Adapun
tujuan akreditiasi rumah sakit adalah meningkatkan mutu pelayanan kesehatan, sehingga
sangat dibutuhkan oleh masyarakat Indonesia yang semakin selektif dan berhak
mendapatkan pelayanan yang bermutu. Dengan meningkatkan mutu pelayanan kesehatan
diharapkan dapat mengarungi minat masyarakat untuk berobat ke luar negeri.
Sesuai dengan Undang-Undang No. 44 Tahun 2009, pasal 40 ayat 1 menyatakan
bahwa, dalam upaya peningkatan mutu pelayanan Rumah Sakit wajib dilakukan
akreditasi secara berkala minimal 3 tahun sekali. Dalam rangka peningkatan mutu
tersebut maka diperlukan suatu standar yang dapat dijadikan acuan bagi seluruh rumah
sakit dan stake holder terkait dalam melaksanakan pelayanan di rumah sakit melalui
proses akreditasi. Disamping itu sistem akreditasi yang pernah dilaksanakan sejak tahun
1995 dianggap perlu untuk dilakukan perubahan mengingat berkembangnya ilmu
pengetahuan dan teknologi sehingga dibutuhkannya standar akreditasi rumah sakit saat
ini.
Perubahan tersebut menyebabkan ditetapkannya kebijakan akreditasi rumah sakit
menuju standar Internasional. Dalam hal ini, Kementerian Kesehatan memilih akreditasi
dengan sistem Joint Commission International (JCI) karena lembaga akreditasi tersebut
merupakan badan yang pertama kali terakreditasi oleh International Standar Quality
(ISQua) selaku penilai lembaga akreditasi.
Standar akreditasi baru tersebut terdiri dari 4 kelompok sebagai berikut:
1. Kelompok Standar Berfokus Kepada Pasien
2. Kelompok Standar Manajemen Rumah Sakit
3. Kelompok Sasaran Keselematan Pasien
4. Kelompok Sasaran Menuju Millenium Development

10
Melalui proses akreditasi rumah sakit dapat :

1. Meningkatkan kepercayaan masyarakat bahwa rumah sakit menitik beratkan


sasarannya pada keselamatan pasien dan mutu pelayanan.
2. Menyediakan lingkungan kerja yang aman dan efisien sehingga staf merasa
puas.
3. Mendengarkan pasien dan keluarga mereka, menghormati hak-hak mereka,
dan melibatkan mereka sebagai mitra dalam proses pelayanan.
4. Menciptakan budaya mau belajar dari laporan insiden keselamatan pasien.
5. Membangun kepemimpinan yang mengutamakan kerja sama. Kepemimpinan
ini menetapkan prioritas untuk dan demi terciptanya kepemimpinan yang
berkelanjutan untuk meraih kualitas dan keselamatan pasien pada semua
tingkatan.

D. KEPUASAN PELANGGAN
Philip Kotler dalam bukunya:Marketing Management, memberikan definisi tentang
kepuasan pelanggan (custom satisfaction):Kepuasan adalah tingkat keadaan yang
dirasakan seseorang yang merupakan hasil dari membandingkan penampilan atau
outcome produk yang dirasakan dalam hubungannya dengan harapan sesorang.

Kepuasan pengguna jasa pelayanan kesehatan dipengaruhi oleh beberapa faktor:


1. Pemahaman pengguna jasa tentang jenis pelayanan yang akan diterimanya. Dalam
hal ini, aspek komunikasi memegang peranan penting karena pelayanan kesehatan
adalah high personnel contact.
2. Empati (sikap peduli) yang ditunjukkan oleh petugas kesehatan. Sikap ini akan
menyentuh emosi pasien. Faktor ini akan berpengaruh pada tingkat kepatuhan pasien
(complience).
3. Biaya (cost). Tingginya biaya pelayanan dapat dianggap sebagai sumber moral
hazzard bagi pasien dan keluarganya. Sikap kurang peduli (ignorance) pasien dan
keluarganya,yang penting sembuh menyebabkan mereka menerima saja jenis
perawatan dan teknologi kedokteran yang ditawarkan oleh petugas kesehatan.
Akibatnya biaya perawatan menjadi mahal. Informasi terbatas yang dimiliki oleh
pihak pasien dan keluarganya tentang perawatan yang diterima dapat menjadi
sumber keluhan pasien. Sistem asuransi kesehatan akan dapat mengatasi masalah
biaya kesehatan.
4. Penampilan fisik (kerapian) petugas, kondisi kebersihan dan kenyamanan ruangan
(tangibility).

11
5. Jaminan keamanan yang ditunjukkan oleh petugas kesehatan (assuramce).
Ketetapan jadwal pemeriksaan dan kunjungan dokter juga termasuk pada faktor ini.
6. Keandalan dan keterampilan (reability) petugas kesehatan dalam memberikan
perawatan.

7. Kecepatan petugas memberikan tanggapan terhadap keluhan pasien


(responsiveness).

Tujuan utama melakukan analisa kepuasan pasien selaku pengguna jasa pelayanan
kesehatan atau sebagai pelanggan RS/Puskesmas adalah untuk mengetahui sejauh mana
tingkat kepuasan pelanggan (customer satisfaction index-CSI). CSI dapat digunakan oleh
pihak manajemen RS/Puskesmas untuk:
1. Alat kebijakan pengambilan keputusan guna meningkatkan kinerja RS/Puskesmas.
2. Alat untuk menyusun strategi pemasaran produk pelayanan. Unit-unit pelayanan
(unit produksi) yang paling sering menerima keluhan pasien harus mendapat
pelatihan dari pihak manajemen untuk memperbaiki mutu pelayanan.
3. Alat untuk memantau dan mengendalikan aktivitas sehari-hari staf memberikan
pelayanan kepada pasien.
4. Alat untuk mencapai misi yang telah ditetapkan oleh RS/Puskesmas yaitu
memperoleh kepercayaan masyarakat melalui kepuasan pasien dan keluarganya.
(Muninjaya, 2004)

Setelah dilakukannya analisa kepuasan, rumah sakit perlu melakukan perbaikan


kinerja. Berdasarkan SNI 19-9000: 2001, delapan dasar manajemen mutu yang dapat
dipakai oleh manajemen puncak untuk memimpin organisasi ke arah perbaikan kinerja
adalah:

1. Fokus pada pelanggan


Organisasi bergantung pada pelanggan dan karena itu harus bisa memahami
kebutuhan masa kini dan mendatang dari pelanggannya serta berusaha memenuhi
dan melebihi harapan pelanggan.
2. Kepemimpinan
Pemimpin menetapkan kesatuan tujuan dan arah organisasi. Mereka hendaknya
menciptakan dan memelihara lingkungan internal tempat personel dapat melibatkan
dirinya secara penuh dalam pencapain sasaran organisasi.
3. Pelibatan personel
Personel pada semua tingkatan adalah inti sebuah organisasi dan pelibatan penuh
memungkinkan kemampuan mereka dipakai secara maksimal untuk kepentingan
organisasi.

12
4. Pendekatan proses
Hasil yang dikehendaki bisa dicapai dengan lebih efisien bila kegiatan dan sumber
daya terkait dikelola sebagai suatu proses.
5. Pendekatan sistem pada manajemen
Pengidentifikasian, pemahaman, dan pengelolaan proses yang saling terkait sebagai
sistem memberi sumbangan untuk efektivitas dan efisiensi organisasi dalam
mencapai sasarannya.
6. Perbaikan berkesinambungan
Perbaikan berkesinambungan terhadap kinerja organisasi secara menyeluruh
hendaknya dijadikan sasaran tetap sebuah organisasi.
7. Pendekatan fakta pada pengambilan keputusan
Keputusan yang efektif didasarkan pada analisis data dan informasi yang tepat.
8. Hubungan yang saling menguntungkan dengan pemasok
Hubungan antara organisasi dan pemasoknya yang saling bergantung dan saling
menguntungkan meningkatkan kemampuan keduanya untuk menciptakan hasil.

(Hadi, 2007)

BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Mutu adalah faktor kepuasan mendasar dari pelanggan. Mutu adalah penentu
pelanggan, bukan ketetapan insinyur, pasar atau ketetapan manajemen. Penilaian mutu
terdiri dari input, proses, output/outcome. Indikator mutu pelayanan rumah sakit dapat
dilihat dari aspek yang berpengaruh yaitu, aspek klinis, efisiensi dan efektifitas,
keselamatan pasien, kepuasan pasien.

Kepuasan adalah suatu fungsi dari perbedaan antara penampilan yang dirasakan dan
harapan. Tujuan utama melakukan analisa kepuasan pasien selaku pengguna jasa
pelayanan kesehatan atau sebagai pelanggan RS/Puskesmas adalah untuk mengetahui
sejauh mana tingkat kepuasan pelanggan (customer satisfaction index-CSI).

B. SARAN

13
Kami menyadari masih banyak kekurangan dalam pembuatan makalah ini, diharapkan
kepada rekan-rekan dapat memberikan saran yang menunjang untuk kesempurnaan
makalah ini.

14

Anda mungkin juga menyukai