Anda di halaman 1dari 16

3 METODE PENELITIAN

Berdasarkan dari tujuan penelitian yang direncanakan maka pelaksanaan


penilitian dengan menggunakan beberapa pendekatan metode sehingga dapat
menjawab permasalahan yang teridentifikasi. Lebih jauh, uraian berikut akan
mengetengahkan secara rinci mengenai lokasi dan waktu penelitian yang dilakukan
dan diikuti dengan prosedur penarikan contoh, pengumpulan data beserta metode
analisisnya.

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian


Kegiatan penelitian ini berlangsung di lima wilayah kab/kota di Provinsi
Gorontalo dan kawasan perairan Teluk Tomini dan Laut Sulawesi sekitarnya. Dalam
kaitan dengan penelitian ini maka, cakupan wilayah hanya meliputi Provinsi
Gorontalo. Adapun data dokumentasi yang digunakan juga berasal dari Provinsi
Sulawesi Utara karena wilayah ini merupakan wilayah induk sebelum pemisahan
wilayah menjadi Provinsi Gorontalo. Wilayah penelitian di perairan utara dan selatan
masing-masing cakupan wilayahnya diyakini merupakan representative keseluruhan
wilayah Gorontalo. Waktu penelitian dilakukan selama Oktober 2005Januari 2006.
Peta Lokasi Penelitian disajikan pada Gambar 10.

Kec. Sumalata Kec. Kwandang

Kec. Atinggola
Kec. Bone Pante

Kec. Marisa Kec. Kota Selatan


Kec. Tilamuta

Gambar 10. Lokasi penelitian (bagian utara yaitu Laut Sulawesi dan bagian selatan
yaitu Teluk Tomini).
38

3.2 Penarikan Contoh


Dalam penelitian ini data yang dibutuhkan yaitu data primer dan data sekunder.
Berdasarkan sasaran yang ingin dicapai dalam penelitian ini serta adanya
pertimbangan kondisi wilayah penelitian, maka untuk mendapatkan data primer
digunakan metode penelitian survei. Dengan demikian informasi dan data yang
dikumpulkan berasal dari responden dengan cara wawancara langsung dengan
responden terpilih melalui daftar kuisioner (wawancara terstruktur). Selain itu juga
untuk mendapatkan informasi yang lebih representatif, dilakukan juga wawancara
tidak terstruktur untuk melengkapi data-data yang dibutuhkan.
Pengambilan contoh dilokasi penelitian mengacu pada metode multi stage
cluster sampling dari Daniel (2002), yaitu: (1) tahap pertama: pemilihan kecamatan
yang terdapat pantai dengan tipe lokasi/kelurahan nelayan. Dalam penelitian ini
ditetapkan beberapa kecamatan yang berada di perairan utara yaitu Atinggola,
Kwandang, Anggrek dan Sumalata dan selatan yaitu Kota Selatan dan Kota Timur
(Kota Gorontalo), Bone Pantai (Kab. Bone Bolango), Tilamuta (Kab. Boalemo) dan
Marisa (Kab. Pohuwato); (2) tahap kedua: masing-masing kecamatan terpilih,
selanjutnya dipilih desa lokasi pengambilan sampel penelitian. Desa yang terpilih dari
beberapa pemilihan kecamatan di perairan utara yaitu Desa Gentuma (Kecamatan
Atinggola), Desa Moluo dan P Malambe (Kecamatan Kwandang), Desa Illangata
(Kecamatan anggrek) Desa Bulontio Timur (Kecamatan Sumalata) dan selatan yaitu
Kelurahan Pohe, dan Leato Selatan (Kecamatan Kota Selatan dan Kota Timur), Desa
Tonggo dan Tamboo (Kecamatan Bone Pantai), Desa Pentadu Timur dan Pentadu
Barat (Kecamatan Tilamuta), dan Desa Marisa (Kecamatan Marisa). Masing-masing
desa ini memiliki tingkat aktifitas perikanan yang tinggi dibandingkan dengan
beberapa desa yang lain; (3) tahap ketiga: besarnya sampel responden ditentukan
secara acak terhadap usaha penangkapan ikan di desa/kelurahan contoh atas dasar
karakteristik teknologi alat tangkap dan kapal yang akan digunakan, yang mewakili
armada penangkapan.
Jumlah sampel nelayan masing-masing desa bervariasi disesuaikan dengan
tingkat aktifitas perikanan di wilayah tersebut. Rata-rata sampel nelayan tiap desa
berjumlah antara 20-30 orang. Jumlah sampel nelayan di perairan utara berjumlah 128
orang dan perairan selatan berjumlah 190 orang sehingga total keseluruhan jumlah
nelayan yang dijadikan sampel berjumlah 318 orang. Untuk jumlah sampel armada
penangkapan di perairan utara berjumlah 20 kapal pukat cincin, 26 kapal jaring insang
39

tetap (soma) dan 24 kapal/perahu pancing sehingga total jumlah kapal/perahu 70 kapal
dan untuk perairan selatan berjumlah 58 kapal pukat cincin dan 6 kapal pancing ulur
sehingga total jumlah 64 kapal/perahu.
Untuk mendapatkan data sekunder dalam memenuhi analisis maka dilakukan
cross checking terhadap dokumentasi data yang tersedia di instansi yang terkait yaitu :
Dinas Perikanan Provinsi, Dinas Perikanan Kab/Kota, Dinas Perikanan Provinsi
Sulawesi Utara, Tempat Pelelangan Ikan; Bappeda Provinsi. Data primer dan
sekunder yang dikumpulkan sifatnya berupa data kualitatif dan data kuantitatif. Data
primer dan data sekunder selanjutnya dipilah sesuai dengan kebutuhan analisis.

3.3 Pengumpulan Data


Untuk pemenuhan tujuan yang ditetapkan, data yang dikumpulkan mencakup
indikator pemanfaatan sumberdaya ikan, kapasitas perikanan, dan orieintasi
pengembangan perikanan tangkap. Variabel pemanfaatan sumberdaya ikan meliputi
data produksi hasil tangkapan, upaya penangkapan, perahu/kapal, dan jumlah nelayan.
Untuk variabel kapasitas perikanan yaitu meluputi sebagian data pemanfaatan
sumberdaya perikanan, data sejumlah kapal/perahu yang beroperasi yang terdiri atas
data fisik (panjang, lebar, dan tinggi kapal, kekuatan mesin) data aktivitas
penangkapan (lama penangkapan, lama trip, jumlah trip/bulan) dan data ekonomi
(harga ikan,biaya operasi per trip). Untuk data orientasi pengembangan meliputi data
indikator pemanfaatan sumberdaya ikan dan indikator kapasitas perikanan yang
selanjutnya dipilah berdasarkan tujuan-tujuan yang telah dijelaskan sebelumnya.
Mengenai data sumberdaya ikan, pengumpulannya bersumber dari data
sekunder berkala yang terdokumentasi sebagai statistik perikanan dari alat tangkap
yang terdiri dari data hasil pendaratan ikan, terutama hasil tangkapan data kapaltrip
(upaya tangkap). Data diperoleh dari cross checking data yang terdokumentasi di
Pelabuhan/Pangkalan Pendaratan Ikan di Gorontalo, Dinas Perikanan dan Kelautan
kab/kota dan Provinsi Gorontalo. Data teknis penangkapan ikan sebagaimana
dikemukakan, dikumpulkan dalam serangkaian survei dengan bantuan daftar
questionnaire. Sementara data upaya tangkap secara berkala sebagai data sekunder
diperoleh dari statistik perikanan sebagaimana halnya data produksi ikan.

3.4 Analisis Data


Data yang telah terkumpul ditabulasikan dan dikelompokan berdasarkan
jenisnya untuk dijadikan data base, kemudian data tersebut dianalisis dengan
serangkaian metode dan masing-masing analisisnya disajikan dalam bentuk tabel,
40

gambar, grafik serta perhitungan matematik. Adapun untuk mengetahui tingkat


fluktuasi masing-masing alat tangkap, effort, dan produksi apakah terjadi penurunan
atau peningkatan menggunakan rumus (Djarwanto, 1989) :
Pt = Po (1 + r )t
dimana
Po = jumlah armada pada awal periode waktu t
Pt = jumlah armada pada akhir periode waktu t
R = tingkat fluktuasi armada per tahun.
Metode pendugaan produksi lestari menggunakan pendekatan model analisis
bioekonomi Gordon-Schaefer, pengukuran kapasitas perikanan tangkap dengan
menggunakan metode Data Envelopment Analysis (DEA); penentuan pengembangan
armada perikanan tangkap dengan menggunakan Linear Goal Programming (LGP).
Selanjutnya untuk penentuan kebijakan yang strategi dalam kaitan dengan kapasitas
perikanan tangkap dilakukan secara deskriptif dari hasil perhitungan sebelumnya.
Hasil evaluasi dari beberapa pendekatan metode analisis yang telah dilakukan
sebelumnya maka ditetapkan hal-hal yang berkaitan dengan kekuatan, kelemahan,
peluang dan tantangan (SWOT). Berdasarkan kekuatan, kelemahan, peluang dan
tantangan tersebut maka dirumuskan kebijakan yang strategis berkaitan dengan
pengembangan perikanan tangkap di Provinsi Gorontalo.

3.4.1 Analisis tingkat pemanfaatan sumberdaya ikan

3.4.1.1 Indeks kemampuan tangkap (fishing power indeks)


Sifat sumberdaya ikan di daerah tropis khususnya di Indonesia adalah
multispesies dan multigear, maka perlu dilakukan standarisasi alat tangkap.
Keanekaragaman jenis alat tangkap yang digunakan di suatu perairan memungkinkan
suatu spesies ikan tertangkap pada beberapa jenis alat tangkap. Gulland (1983)
menyatakan bahwa jika di suatu daerah perairan terdapat berbagai jenis alat tangkap
yang dipakai, maka salah satu alat tersebut dapat dipakai sebagai alat tangkap standar,
sedangkan alat tangkap yang lain dapat distandardisasikan terhadap alat tangkap
tersebut. Alat tangkap yang ditetapkan sebagai alat tangkap standar mempunyai faktor
daya tangkap atau fishing power indeks (FPI) sama dengan 1. Nilai kemampuan
tangkap masing-masing alat tangkap setiap tahun diperoleh dari formula yang
dikemukakan oleh Tampubolon dan Sutedjo (1983) yaitu :
Cs
CPUEst =
Fs
41

Ci
CPUEi =
Fi
CPUEs
FPIst = =1
CPUEs
CPUEi
FPIi = .......................................................................... ....... (18)
CPUEs
Untuk alat tangkap lainnya menggunakan persamaan berikut :
Standart effort = FPIi X E ............................................................. ....... (19)
CPUEst = hasil tangkapan per upaya penangkapan alat tangkap standard
CPUEi = hasil tangkapan per upaya penangkapan alat tangkap i
Cs = jumlah tangkapan jenis alat tangkap standar
Ci = jumlah tangkapan jenis alat tangkap i
Fst = jumlah upaya jenis alat tangkap standar
Fi = jumlah upaya jenis alat tangkap i
FPIst = faktor daya tangkap jenis alat tangkap standar
FPIi = faktor daya tangkap jenis alat tangkap i.
Fishing Power Index (FPI) setiap tahun dari masing-masing alat tangkap
kemudian dirata-rata. Selanjutnya FPI ini dikalikan dengan effort atau trip masing-
masing alat sehingga diperoleh effort standar. Setelah melalui standarisasi ini akan
diperoleh total produksi aktual dan total effort standar yang akan digunakan dalam
metode analisis selanjutnya.

3.4.1.2 Produksi lestari dan upaya optimum


Dalam analisis produksi lestari dan upaya optimum ini yang dilakukan
menghitung sumberdaya ikan pelagis kecil dan pelagis besar. Penentuan dari jenis
sumberdaya ikan di dasarkan atas jenis alat tangkap. Pemisahan alat tangkap
disesuaikan dengan jenis hasil tangkapan yaitu ikan pelagis kecil dan ikan pelagis
besar. Kategori alat tangkap yang melakukan penangkapan ikan pelagis kecil yaitu
payang, pukat pantai, pukat cincin, jaring insang hanyut, jaring lingkar dan bagan.
Untuk sumberdaya ikan pelagis besar yaitu alat tangkap huhate, pancing tonda dan
pancing ulur dan pukat cincin. Untuk sumberdaya ikan demersal tidak dilakukan
perhitungan karena kurangya data yang berkaitan dengan jenis alat tangkap yang
melakukan penangkapan ikan tersebut dan rendahnya potensi sumberdaya yang
tersedia dibandingkan dengan jenis sumberdaya ikan pelagis.
Menurut Sparre and Venema (1999) metode surplus produksi (Schaefer 1957)
mengikuti asumsi bahwa c/f menurun dengan adanya peningkatan upaya. Dari metode
42

ini, dapat diperoleh estimasi besarnya kelimpahan (biomas) dan estimasi potensi dari
suatu jenis atau kelompok jenis (species group) sumberdaya ikan. Metode ini
merupakan metode yang sangat sederhana dan murah biayanya, karena hanya
memerlukan data tentang hasil tangkapan dan upaya penangkapan. Oleh karena itu
penggunaan model ini memerlukan kehati-hatian dan sedapat mungkin dibarengi
dengan berbagai informasi tambahan serta validasi dengan menggunakan metode lain.
Inti pendekatan metode ini adalah bahwa setiap spesies ikan mempunyai
kemampuan untuk berproduksi melebihi kapasitas produksi (surplus), sehingga
apabila surplus produksi dipanen maka stok ikan akan mampu bertahan secara
berkesinambungan (sustainable). Pendekatan ini hanya berdasarkan pada pendekatan
biologi dan mengabaikan hal-hal yang bersifat sosial ekonomi semata sehingga
banyak menuai kritik. Beberapa kelemahan yang dikemukakan Clark (1987) yang
dikutip Fauzi (2004) antara lain :
1) Bersifat tidak stabil, karena perkiraan stok yang meleset sedikit saja dapat
mengarah ke pengurasan stok.
2) Didasarkan pada konsep keseimbangan (steady state) semata, sehingga tidak
berlaku pada kondisi non steady state.
3) Tidak memperhitungkan nilai ekonomis apabila stok ikan tidak dipanen.
4) Tidak memperhitungkan aspek interdependensi dari sumber daya.
5) Sulit diterapkan pada kondisi dimana perikanan memiliki ciri ragam jenis.
Berangkat dari kelemahan tersebut, maka dalam penelitian ini digunakan
pendekatan lain yang dikembangkan oleh Gordon (1954) yang lebih dikenal dengan
teori Gordon Schaefer. Hal ini dilakukan untuk menyempurnakan konsep yang telah
dikembangkan oleh Schaefer (1954). Dalam perkembangannya model Gordon
Schaefer menggunakan beberapa asumsi tambahan yaitu (Fauzi, 2003) :
1) Harga per satuan produksi (p), diasumsikan konstan.
2) Biaya per satuan upaya (c), diasumsikan konstan.
3) Spesies sumberdaya ikan bersifat tunggal.
4) Struktur pasar bersifat kompetitif.
5) Hanya memperhitungkan faktor penangkapan serta mengabaikan faktor pasca
panen.
Dalam penilaian sumberdaya ikan hal yang terpenting yang perlu diketahui
adalah nilai estimasi tangkapan lestari stok ikan. Penilaian sumberdaya ikan ini
idealnya dilakukan pada setiap spesies (stock by stock species). Untuk mengetahui
43

nilai estimasi produksi lestari tersebut terlebih dahulu perlu diketahui produktivitas
dari stok ikan, yang biasanya diestimasi dengan model kuatitatif.
Dalam perhitungan nilai sumberdaya ikan digunakan model surplus produksi.
Model ini mengasumsikan stok ikan sebagai penjumlahan biomas dalam persamaan
yang diacu dalam Fauzi, 2004 yaitu :
X
= F (Xt) - ht ................................................................................... ...... (20)
t
dimana :
F (Xt) = fungsi pertumbuhan alami biomas ikan
ht = laju penangkapan
Untuk menggambarkan stok biomas ini menggunakan model logistik.
Persamaan dari model logistik tersebut adalah :
X Xt
= rXt 1 - ht ........................................................................ ...... (21)
t K
dimana :
r = laju pertumbuhan intrinsik
K = daya dukung lingkungan.
Bentuk fungsi logistik adalah bentuk simetris dimana ada titik puncak kuadratik.
Jika stok sumberdaya ikan dieksploitasi oleh nelayan, maka laju eksploitasi
sumberdaya ikan dalam satuan waktu tertentu diasumsikan merupakan fungsi dari
input (effort) yang digunakan dalam menangkap ikan dan stok sumberdaya yang
tersedia. Dalam fungsi hubungan ini dapat digambarkan sebagai berikut :
h(t) = H (E(t), X(t)) ................................................................................... (22)
selanjutnya diasumsikan bahwa laju penangkapan linier terhadap biomas dan
effort yaitu :
h(t) = q Et Xt .............................................................................................. (23)
dimana :
q = koefisien kemampuan penangkapan (catchability coefisien)
Et = upaya penangkapan.
Asumsi kondisi keseimbangan (equilibrium) maka kurva tangkapan upaya
lestari (yield-effort-curve) dari fungsi di atas dapat ditulis sebagai berikut :
h(t) = qKEt - E2 ......................................................................................... (24)
Estimasi parameter r, K dan q untuk persamaan yield-effort dari model logistik
di atas melibatkan teknik non linier. Namun demikian dengan menuliskan Ut = ht /
Et, persamaan di atas dapat ditransformasikan menjadi persamaan linier sehingga
44

metode regresi biasa dapat digunakan untuk mengestimasi parameter biologi dari
fungsi di atas. Dalam penelitian ini teknik untuk menduga parameter r, q dan K
menggunakan teknik estimasi parameter yang dikembangkan oleh Clarke et al, (1992)
yang diacu dalam Fauzi (2003) atau sering dikenal sebagai metode CYP melalui
persamaan :
2r (2 + r ) q
ln (Ut+1)= ln (qK) + ln (Ut) - (Et + Et+1).. .............. (25)
(2 + r ) (2 + r ) (2 + r )
dengan mengregresikan hasil tangkapan per unit input (effort) yang dilambangkan
dengan U pada periode t + 1 dan dengan U pada periode t, serta penjumlahan input
pada periode t dan t + 1, akan diperoleh koefisien r, q dan K secara terpisah.
Selanjutnya setelah disederhanakan persamaan 29 dapat diestimasikan dengan OLS
melalui :
Ln (Un+1) = C1 +C2 ln(Un) + C3 (En + En+1) ............................................. (26)
Sehingga nilai parameter r,q,dan K pada persamaan 18 dapat diperoleh melalui
persamaan berikut :
2(1 C 2 )
r=
(1 + C 2 )
q = - C3 (2 + r) ................................................................................ (27)
e C1( 2+ r ) /( 2 r )
K=
q
Dengan mengetahui koefisien ini maka dapat diketahui kondisi optimal
pemanfaatan pada setiap kondisi pengelolaan yaitu :
1. Kondisi MEY (Maximum Economic Yield)
Pengelolaan perikanan pada kondisi MEY juga dikenal dengan rezim
pengelolaan sole owner. Manfaat ekonomi dari ekstraksi sumberdaya ikan pada
kondisi MEY yaitu :
q
= pqKE 1 E -cE ............................................................................ (28)
r
Menggunakan hasil dari persamaan 21 terhadap effort (E) akan menghasilkan :
rK c
Eopt = 1 ................................................................................. (29)
2q pqK
Dengan tingkat panen optimal sebesar :
rK c c
hop = 1 + 1 ................................................................. (30)
4 pqK pqK
45

h
Xopt = ................................................................................................ (31)
q.E
Dengan mensubstitusikan persamaan 33 dan persamaan 34 kedalam persamaan 32
akan diperoleh manfaat yang optimal.

2. Kondisi Maksimum Sustainable Yield (MSY)


Manfaat ekonomi dari ekstraksi sumberdaya ikan pada kondisi pengelolaan
MSY yaitu :
= p hMSY c EMSY ..................................................................................... (32)
Menggunakan hasil dari persamaan 39 terhadap effort (E) akan menghasilkan :
r
EMSY = .................................................................................................. (33)
2q
Dengan tingkat panen optimal sebesar :
rK
hMSY = ................................................................................................. (34)
4
Dengan tingkat biomas optimal sebesar :
r
XMSY = ................................................................................................. (35)
2q
3. Kondisi Open access (OA)
Manfaat ekonomi dari ekstraksi sumberdaya ikan pada kondisi open access yaitu :
= phOA cEOA ........................................................................................ (36)
Menggunakan hasil dari persamaan 33 terhadap effort (E) akan menghasilkan :
r c
E0A = 1 .................................................................................... (37)
q pqK
Dengan tingkat panen optimal sebesar :
rc c
hOA = 1 ............................................................................. (38)
pq pqK
Dengan tingkat biomas optimal sebesar :
c
XOA = .................................................................................................. (39)
pq
Adapun langkah-langkah yang dilakukan dalam melakukan analisis tingkat
pemanfaatan sumberdaya ikan melalui pendekatan bioekonomi adalah sebagai berikut
:
46

1) Menyusun data produksi dan upaya (effort) dalam bentuk urut waktu (time
series) dimana produksi ikan yang ada dikelompokkan berdasarkan jenis alat
tangkap.
2) Melakukan standardisasi alat tangkap, mengingat masing-masing alat tangkap
yang dipergunakan memiliki kemampuan yang bervariasi atau keragaman.
3) Melakukan pendugaan terhadap parameter biologi dengan teknik ordinary
least square (OLS).
4) Melakukan estimasi parameter ekonomi, yang dilakukan dengan persamaan
yang sama dengan pada saat menyusun data produksi dan upaya. Estimasi
parameter ekonomi berupa harga ikan per kg dan biaya eksploitasi per trip
kapal untuk alat yang distandarkan, dengan menggunakan data riil atau data
pada saat penelitian dilakukan. Hal ini diperlukan untuk menghindari adanya
inflasi.
5) Melakukan perhitungan nilai optimal berdasarkan persamaan yang sudah
ditetapkan, dengan menggunakan software Excel.

3.4.2. Data envelopment analysis (DEA)


Pada dasarnya, ada berbagai metode yang dapat digunakan untuk menganalisis
kapasitas perikanan. Technical Working Group on the Management of Fishing
Capacity (TWG) merekomendasikan dua alternatif pendekatan untuk pengukuran
kapasitas perikanan yaitu peak to peak analysis dan data envelopment anlaysis (DEA)
(Greboval, 2003). Pendekatan ini merupakan pendekatan non parametrik yang
dianggap cukup dapat diandalkan untuk aplikasi yang luas dan mudah dilakukan
berkaitan dengan definisi ekonomi-teknologi yang terfokus pada kapasitas output,
serta tidak memerlukan data yang mahal (Fauzi dan Anna, 2005).
Metode peak-to-peak adalah analisis yang bertujuan untuk mengetahui
keterkaitan antara hasil tangkapan dan jumlah total armada penangkapan. Pendekatan
ini di sebut peak-to-peak karena hasil tangkapan tertinggi (puncak) digunakan sebagai
reference point sebagai indeks kapasitas. Indeks kapasitas ini adalah nilai
pemanfaatan secara keseluruhan yang mencapai nilai 100 %. Pada waktu yang
berbeda indeks kapasitas dapat memberikan gambaran tentang persentase kondisi
pemanfaatan suatu upaya yang maksimal dengan adanya penyesuaian tingkatan
teknologi yang menyebabkan adanya perubahan produktivitas. Pendekatan ini
didasarkan dengan mencari titik tertinggi (puncak) atau keadaan pemanfaatan yang
maksimal yang didefinisikan sebagai rasio nilai maksmimum output dari capital stock
(hasil tangkapan per kapal). Data yang dibutuhkan dalam analisis peak-to-peak yaitu
47

data pendaratan ikan, jumlah kapal, dan hal-hal yang berkaitan dengan teknologi
penangkapan ikan. Pendekatan ini merupakan analisis untuk menghasilkan dengan
cepat hasil tangkapan maksimum berdasarkan ukuran armada dan pemanfaatan
potensial dari setiap input (Greboval, 2003).
Metode DEA adalah analisis program matematik untuk mengestimasi efisiensi
teknis dari kegiatan produksi (Coelli et al., 1998). Fauzi dan Anna (2005) menyatakan
bahwa analisis ini digunakan untuk mengestimasi kapasitas yang menggunakan model
cross section dengan multi input dan multi output. Dengan unit observasi adalah kapal
perikanan dan input serta output berdasarkan data bulanan per unit kapal. Jika terdapat
J kapal, M output (M sama dengan jumlah spesies yang berbeda), dan N input yang
terdiri dari n=1, n adalah input tetap (fixed factor) dan n=n+1,, N adalah input
variable.
Pendekatan ini berorientasi pada output dan input yang disarankan untuk
perikanan oleh Kirkley dan Squires (1998) dan kemudian dikembangkan lebih lanjut
oleh Fare et al (2000). Selain pendekatan ini terdapat juga beberapa metode yang telah
digunakan untuk pengukuran kapasitas perikanan. Beberapa penelitian diantaranya
oleh Newton (1999), Fitzpatrick (1996) yang melakukan analisis kapasitas perikanan
dengan menggunakan pendekatan koefisien teknologi; Pella and Psaropulos (1975)
melakukan pengukuran kapasitas perikanan dengan pendekatan pendugaan CPUE
yang distandarisasi dengan perhitungan matematik; Gascuel et al., (1993) melakukan
pengukuran kapasitas perikanan dengan pendekatan fishing power yang menggunakan
metode analisis Virtual Population Analysis (VPA) dan General Linear Modeling
(GLM); dan Shono and Ogura (1999) yang melakukan pengukuran kapasitas
perikanan dengan pendekatan efisiensi perikanan yang menggunakan GLM (Suzuki
et al., 2003).
DEA (data envelopment analysis) adalah analisis program matematik untuk
mengestimasi efisiensi teknis kegiatan produksi secara simultan. Dalam analisis
tersebut menggunakan model panel data dengan multi input dan single output.
Dengan unit observasi adalah kapal perikanan dan input serta output berdasarkan data
bulanan per unit kapal.
Dalam konteks industri penangkapan, diasumsikan bahwa teknologi yang
berlaku bersifat decreasing return to scale (DRS). Model DEA memiliki kelebihan
dan kelemahan. Pendekatan DEA mempunyai kelebihan dalam hal kemampuan untuk
mengestimasi kapasitas di bawah kendala penerapan kebijakan tertentu. Kelebihan
lainnya adalah kemampuannya dalam mengakomodasi multiple outputs dan multiple
48

inputs, dapat menentukan tingkat potensial maksimum dari effort atau variabel input
secara umum dan laju utilitas optimal (Fauzi, 2005). Teknik DEA dapat menganalisis
persoalan yang memiliki input dan output berbeda satuan pengukuran (Van Hoof dan
Willem de Wilde, 2005 yang diacu dalam Efendi, 2007). Dengan dukungan software
dan data yang tersedia, model DEA lebih mudah dan efisien. Namun demikian,
pengukuran tersebut memiliki keterbatasan berupa kesulitan menentukan pembobotan
yang seimbang antara input dan output. Selain itu, pendekatan DEA mengalami
kesulitan dalam uji hipotesis statistik sebagaimana pendekatan fungsi produksi lainnya
seperti stochastic frontier dan fungsi Cobb-Douglas. Kelemahan pendekatan DEA
lainnya adalah ketika sejumlah input (variabel maupun tetap) dan output dikeluarkan
dalam analisis akan sangat berpengaruh pada nilai efisiensi perusahaan (Van Hoof dan
Willem de Wilde, 2005 yang diacu dalam Efendi, 2007).
Untuk tipe DEA yang digunakan dalam penelitian ini yaitu minimisasi input
(input orientated) dan maxsimasi output (output orientated). Pendekatan ini
digunakan untuk mengukur seberapa besar output yang dihasilkan oleh sejumlah
masing-masing alat tangkap tanpa ada pengurangan dan seberapa besar input (effort)
yang harus dikurangi tanpa ada perubahan jumlah output (hasil tangkapan) Untuk
menduga efisiensi teknis dari upaya penangkapan selama 20 tahun 19862005 (jangka
panjang) menggunakan pendekatan minimisasi input (input orientated) (diasumsikan
terdapat J upaya (trip), dimana j=1,2,...,j; j = 20) sebagai input dengan 1 output berupa
hasil tangkapan dengan menggunakan asumsi model constan return scale (CRS)
dengan formula (Fare et. al. (1994) dalam Kirkley and Squires (1999) :

TE = Min
s.t.
J
u j z j u j ..............................................................................................(40)
j =1

z
j =1
j x jn xjn,, n

z
j =1
j =1

z
j =1
j x jn =jxjn , n

zj 0, jn , j=1,2, ..., J, n =1,2,...,N


49

diasumsikan j=1,2,...,J adalah tahun observasi sebagai decision making units (DMU)
dengan demikian terdapat 20 tahun observasi atau J=20 dan n=1,2,..., n input (n=1).

Keterangan :
TE = efisiensi teknis untuk tahun ke j
= nilai pengukuran untuk setiap observasi (1)
uj = output untuk tahun ke-j yaitu 1 output (hasil tangkapan)
xjn = input ke-n yang digunakan, terdiri dari 1 input tetap (jumlah upaya
masing-masing alat tangkap)
j = tingkat penggunaaan input variabel ke-n
zj = intensitas penggunaan variabel
Untuk menduga efisiensi teknis dari masing-masing alat tangkap dan efisiensi
teknis kekinian dari setiap kapal (jangka pendek) menggunakan pendekatan maximasi
output (output orientated). Hal ini untuk mengetahui jenis alat tangkap mana yang
paling efisien. (diasumsikan terdapat J jenis alat tangkap, dimana j=1,2,...,J) sebagai
input (effort alat tangkap) dengan 1 output berupa hasil tangkapan. Untuk
menganalisis efisiensi dalam jangka pendek, dilakukan dengan membandingkan
efisiensi antar kapal. Pada analisis ini yang menjadi DMU-nya adalah kapal pukat
cincin, dengan variabel inputnya adalah lama waktu penangkapan, jumlah trip/bulan,
ukuran kapal (GT), dan biaya operasional dan variabel output yang digunakan adalah
catch (hasil tangkapan) dan keuntungan. dengan menggunakan asumsi model variable
returns to scale (VRS) yang diformulasikan:

TE = Max
s.t.
J
u j z j u j m ..........................................................................................(41)
j =1

z
j =1
j x jn xjn,, n

z
j =1
j =1

z
j =1
j x jn =jxjn , n

zj 0, jn , j=1,2, ..., J, n =1,2,...,N


50

diasumsikan j=1,2,...,J adalah jumlah kapal/perahu yang diobservasi sebagai decision


making units (DMU) dengan demikian terdapat 58 kapal pukat cincin (wilayah
selatan), 20 pukat cincin, 24 jaring insang, dan 26 pancing ulur (wilayah utara)
observasi atau J= 58; J=20 ; J=24; J= 26.

Keterangan :
TE = efisiensi teknis untuk tahun ke j
= nilai pengukuran untuk setiap observasi (1)
uj = output untuk tahun ke-j yaitu 2 output (hasil tangkapan dan biaya
operasional)
xjn = input ke-n yang digunakan, terdiri dari 1 input tetap atau (jumlah
input atau n = 5 )
j = tingkat penggunaaan input variabel ke-n
zj = intensitas penggunaan variabel
Untuk input tetap Gross ton (GT) dari masing-masing kapal dihitung dengan
menggunakan pendekatan GT = [ 0.2 + 0.02 log10 (V)]*V, dimana V = panjang kapal
* lebar kapal* dalam kapal (Lindebo, 2003).
Menurut Cooper et al (1999) dalam analisis DEA angka degrees of fredoom
(d.o.f) akan bertambah dengan bertambahnya DMU dan akan berkurang dengan
bertambahnya input dan output. Untuk itu diperlukan a rule of thumb dari tingkat
kepercayaan pada jumlah pengamatan sekurang-kurangnya yaitu : Max {jumlah input
* jumlah output) atau 3 (jumlah input + jumlah output)}.

3.4.3 Linear goal programming (LGP)


Linear programming dalam analisis pengembangan digunakan untuk
memperoleh informasi beberapa tujuan yang hendak dimaksimumkan atau
diminimumkan secara bersamaan. Hal ini berkenaan dengan penggunaan sumberdaya
secara efisien atau alokasi sumber-sumber yang terbatas (tenaga kerja terampil, bahan
mentah, dan modal) untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Analisis ini bertujuan
untuk meminimumkan jarak antara atau deviasi terhadap tujuan, target, atau sasaran
yang telah ditetapkan dengan usaha yang ditempuh untuk mencapai terget atau tujuan
tersebut secara memuaskkan sesuai dengan syarat ikatan yang ada, kendala, tujuan
dan sebagainya (Supranto,1988). Menurut Nachrowi dan Usman (2005) linear
programming adalah suatu model matematik/ teknik matematik yang digunakan
untuk mencari cara terbaik dalam mengalokasikan sumberdaya (resources) yang
51

terbatas pada kegiatan-kegiatan yang saling berkompetisi dengan menggunakan model


linier.
Dalam berbagai permasalahan, pemograman linear sering dihadapkan hanya
pada penyelesaian satu tujuan. Dalam realita manajemen kerap dihadapkan kepada
suatu situasi dimana beberapa tujuan harus dicapai secara bersamaan. Metode yang
dapat digunakan untuk memodel suatu masalah yang mempunyai banyak tujuan
adalah pemograman analisis tujuan ganda (linear goal programming, LGP). Analisis
LGP merupakan pengembangan lanjut dari linear programming (LP). Seperti halnya
LP, LGP ini berusaha mengoptimasikan fungsi tujuan yang terkendala oleh fungsi-
fungsi tujuan. Namun umumnya LGP meminimumkan kendala dalam arti bahwa
fungsi kendala menjadi tujuan sehingga LGP berfungsi untuk minimisasi fungsi
tujuan. Dalam istilah pemograman terdapat beberapa fungsi yaitu fungsi tujuan, fungsi
kendala dan peubah keputusan. Fungsi tujuan adalah fungsi yang akan dioptimasikan.
Fungsi kendala adalah fungsi-fungsi yang merupakan kendala fungsi yang akan
dioptimasikan, dan peubah keputusan adalah peubah-peubah yang akan dicari nilai
optimumnya (maksimum atau minimum) (Anonim, 2002)
Rumus yang akan digunakan untuk penelitian ini diacu dari Nachrowi dan
Usman (2005) masing-masing untuk perairan selatan dan utara Gorontalo :
12 10
Z = (Dbi + Dai ) dan Z = (Dbi + Dai ) ........................................................ (42)
1= 0 1= 0

Fungsi terhadap kendala-kendala :


a11X1 + a12X2 + ....+ a1nXn + DB1 DA1 = b1
a21X1 + a22X2 + ....+ a2nXn + DB2 DA2 = b1
. ..... = ..
. ..... = ..
am1X1 + am2X2 + ....+ amnXn + DBm DAm = bm
dimana :
Z = fungsi tujuan (total deviasi) yang akan diminimumkan
Dbi = deviasi bawah kendala ke-i (i = 1,2,3...12)
Dai = deviasi atas kendala ke-i (i = 1,2,3...12)
bi = target sumberdaya ke-i (i = 1,2,3...12)
aij = sumberdaya i yang digunakan untuk kegiatan j (j = 1,2,3...8) dan (j=
1,2,3,...6)
52

Kendala = Jumlah effort dan produksi pada rejim MEY, penyerapan tenaga kerja,
dan pendapatan asli daerah
Xj = variabel keputusan ke-j (jumlah unit penangkapan) yang
disarankan (j = 3) untuk selatan dan j = 3 untuk utara
Xj, DAi, DB >0, untuk i = 1,2,...m dan j = 1,2,...,n

3.4.4. Analisis kekuatan, kelemahan, peluang dan tantangan


Untuk penentuan kebijakan yang strategi dalam kaitan dengan kapasitas
perikanan tangkap dilakukan secara deskriptif dari hasil perhitungan analisis
sebelumnya. Hasil evaluasi dari beberapa pendekatan analisis yang telah dilakukan
sebelumnya maka ditetapkan hal-hal yang berkaitan dengan kekuatan, kelemahan,
peluang dan tantangan. Berdasarkan kekuatan, kelemahan, peluang dan tantangan
tersebut maka dirumuskan kebijakan yang strategis berkaitan dengan pengembangan
perikanan tangkap di Provinsi Gorontalo.
Rangkaian kegiatan penelitian analisis kapasitas perikanan tangkap yang
meliputi tujuan penelitian, pendekatan dan hasil analisis disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Tujuan penelitian, metode dan hasil analisis

Tujuan penelitian Metode analisis Hasil analisis


Menghitung tingkat pemanfaatan Analisis Schaefer - MSY, MEY dan
sumberdaya ikan di perairan Gordon Open access
utara dan selatan Provinsi
Gorontalo

Menentukan efisiensi perikanan DEA (Data envelopment Efisiensi teknis,


tangkap perairan utara dan Analysis) Kapasitas perikanan
selatan Provinsi Gorontalo

Menganalisis kapasitas DEA (Data envelopment Efisiensi teknis,


perikanan tangkap antar waktu Analysis) Kapasitas perikanan
dan antar alat tangkap di
perairan utara dan selatan
Provinsi Gorontalo

Mengkaji alokasi pengembangan LGP (Linear Goal Alokasi optimum


unit penangkapan ikan. Programming) alat tangkap

Menyusun strategi kebijakan Penetapan kekuatan, Strategi kebijakan


perikanan tangkap kelemahan, peluang, dan
tantangan

Anda mungkin juga menyukai