Anda di halaman 1dari 7

PEMBUATAN KOMPOS

ABSTRAKSI
Praktikum pembuatan kompos bertujuan mengenal pembuatan kompos dengan bahan dasar pupuk
kandang. Praktikum kali ini dilakukan pada tanggal 22 September 2004 sampai dengan tanggal 20 Oktober
2004 di Jurusan Tanah, Kuningan. Kompos merupakan hasil perombakan bahan organik oleh mikrobia
dengan hasil akhir berupa bahan yang memiliki nisbah C/N yang rendah. Penggunaan kompos akan
memberikan beberapa keuntungan bagi tanah seperti meningkatkan kandungan hara mikro dan makro serta
meningkatkan produktivitas tanah. Metode yang dilakukan ada 2 yaitu dengan tambahan biang kompos dan
tanpa tamgahan biang kompos. Hasil analisa akhir setelah menjadi kompos pada perlakuan dengan
tambahan biang kompos secara berturut-turut meliputi kadar lengas, faktor koreksi lengas, nisbah C/N,
suhu, pH dan DHL adalah 56%, 1,56, 20,04, 37,4 0C, 6,66 dan 38,4 sedangkan tanpa tambahan biang
kompos adalah 60%, 1,6, 21,71, 42,80C, 8,71 dan 4,53.

I. TINJAUAN PUSTAKA
Pengomposan adalah dekomposisi bahan organik oleh aktivitas mikroorganisme
dalam kondisi panas, lembab dan beraerasi. Bahan organik ini dikumpulkan sedemikian
rupa sehingga diperoleh suatu kondisi panas yang akan memungkinkan terjadinya
degradasi bahan organik secara bertahap dan perlahan. Kompos sebagai produk akhirnya
mempunyai peranan penting dalan memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah.
Apabila dilihat secara keseluruhan besarnya nisbah C/N semua bahan baku < 35. Hal ini
menunjukkan bahwa kompos sudah memenuhi syarat untuk standar kompos yang
dianggap matang (Irwan et al., 1996).
Pengomposan (composting) adalah dekomposisi bahan organik segar menjadi bahan
yang menyerupai humus (C/N mendekati 10). Di dalam pembuatan kompos, kualitas
bahan sangat menentukan kelancaran dekomposisi. Bahan organik yang baik harus
mempunyai nisbah C/N serendah mungkin (< 50). Apabila nisbah C/N dari bahan yang
tersedia terlalu tinggi, nisbah C/N-nya dapat diperkecil dengan penambahan bahan yang
kaya dengan nitrogen, seperti pupuk nitrogen. Untuk mempercepat perombakan dapat
ditambah kapur, sehingga terbentuk kompos dengan C/N rendah yang siap untuk
digunakan (Hardjowigeno, 1987).
Kompos adalah salah satu jenis pupuk alam sebagai hasil pelapukan berbagai bahan
seperti daun-daunan, jerami, alang-alang, rumput, dedak, kotoran hewan dan sampah
kota. Pelapukan ini menghasilkan bahan organik yang terkenal amat baik untuk
memperbaiki struktur tanah yang di dalamnya juga terdpat humus yang mengandung zat
makanan lengkap (Fanany, 1997).
Kompos merupakan zat akhir suatu prosses fermentasi tumpukan sampah/seresah
tanaman dan adakalanya pula termasuk bangkai binatang (Sutejo,1999). Sedangkan
menurut Murbandono (2002) kompos adalah bahan-bahan organik (sampah organik)
yang telah mengalami proses pelapukan karena adanya interaksi antara mikroorganisme
(bakteri pembusuk) yang bekerja di dalamnya. Bahan-bahan organik tersebut sepeti
dedaunan, rumput, jerami, sisa-sisa ranting dan dahan, kotoran hewan, rerontolan
kembang , air kencing dan lain-lain. Adapun kelangsungan hidup mikroorganisme
tersebut didukung oleh keadaan lingkungan yang basah dan lembab.
Secara garis besar membuat kompos berarti merangsang perkembangan bakteri
(jasad-jasad renik) melakukan penghancuran bahan-bahan yang dikomposkan sehingga
terurai menjadi senyawa lain yang dibantu oleh suhu (600C) dan air. Hasil terpenting dari
penguraian bahan-bahan itu ialah unsur hara yang terikat dalam senyawa organik yang
ukar larut diubah menjadi senyawa organik yang larut sehingga berguna bagi tanaman
(Lingga, 1997).
Pembuatan kompos pada hakikatnya ialah menumpukkan bahan-bahan organik dan
membiarkannya terurai menjadi bahan-bahan yang mempunyai perbandingan C/N yang
rendah sebelum digunakan sebagai pupuk (Sutejo, 1999).
Kandungan utama kompos ialah bahan organik. Kecuali itu, kompos juga memiliki
unsur hara seperti nitrogen, fosfat, kalium dn magnesium. Keberadaannya tersebut
susunan unsur hara yang dikandung oleh kompos tidak tetap. Hal ini banyak dipengaruhi
oleh bahan yang dikomposkan, cara pengomposan dan cara penyimpanan, tetapi yang
paling menonjol adalah kadar organiknya yang cukup tinggi (Fanany, 1997).

II. METODOLOGI
Percobaan pembuatan kompos dilakukan di Jurusan Tanah Fakultas Pertanian
Universitas Gadjah Mada Yogyakarta yang berada di Daerah Kuningan Yogyakarta.
Percobaan tersebut dilakukan pada tanggal 22 September 2004 sampai dengan 20
Oktober 2004.
Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah kotoran ayam, kotoran sapi,
biang kompos dan air dengan 2 perlakuan yaitu dengan tambahan biang kompos dan
tanpa menggunakan tambahan biang kompos. Metode yang dilakukan adalah dibuat
gundukan bahan kompos setinggi 60 cm selapis demi selapis dengan tebal setiap lapisan
10 cm. Kemudian dimasukkan kotoran ayam dan kotoran sapi secara berselang seling
yang pada setiap lapisan ditaburkan biang kompos dengan takaran 1 kg untuk setiap 500
kg bahan kompos. Ditambahkan air secukupnya sehingga kadar lengas tumpukan tersebut
sekitar 30%. Selanjutnya setiap 2 hari sekali gundukan harus dibongkar dan dianginkan
serta diukur kadar lengas, faktor koreksi lengas, C/N, suhu, pH dan DHL. Jika bahan
tersebut terlalu kering ditambahkan air secukupnya. Kemudian dibuat gundukan kembali
setinggi 60 cm. Kompos ini akan matang sekitar 48 minggu. Untuk proses terakhir
kompos diayak dengan saringan sedangkan bahan yang tidak lolos saring dikomposkan
kembali.

III. HASIL PENGAMATAN


DENGAN BIANG KOMPOS
Pengukuran ke- Kadar lengas Faktor Koreksi Lengas C/N
1 99% 1,99 49
2 134% 2,34 42,21
3 110% 2,1 43,6
4 103% 2,03 34,44
5 145% 2,34 28,11
6 96% 1,96 32
7 70% 1,7 28,03
8 79% 1,79 28,01
9 112% 2,12 27,43
10 57% 1,57 24,43
11 56% 1,56 20,04

Pengamatan ke- Suhu PH DHL


1 43,6 0C 8,67 3,13
2 42 0C 7,6 3,6
3 41 0C 6,8 3,3
4 37,40C 6,66 3,84
TANPA BIANG KOMPOS
Pengukuran ke- Kadar lengas Faktor Koreksi Lengas C/N
1 111% 2,11 42,39
2 156% 2,56 30,2
3 98% 1,98 41
4 109% 2,09 30,31
5 73% 1,73 28,36
6 72% 1,72 26,42
7 98% 1,98 26,1
8 66% 1,6 25,3
9 66% 1,66 23,22
10 62% 1,62 21,97
11 60% 1,6 21,71

Pengamatan ke- Suhu PH DHL


1 42,8 0C 8,71 4,53
2 40,8 0C 9,2 3,8
3 41 0C 7,8 3,6
4 42 0C 8,8 3,4

1V. PEMBAHASAN
Salah satu unsur pembentuk kesuburan tanah adalah bahan organik (salah satunya
kompos). Oleh karenanya, penambahan bahan organik ke dalam tanah amat penting.
Bahan organik yang berasal dari sisa-sisa tanaman dan kotoran hewan, sisa jutaan
makhluk kecil dan sebagainya mengalami proses perubahan dahulu agar dapat digunakan
oleh tanaman. Tanpa perubahan, unsur hara dalam bahan-bahan tersebut tetap dalam
keadaan terikat sehingga tidak bisa diserap oleh tanaman. Selama proses perubahan dan
peruraian bahan organik, unsur hara mengalami pembebasan dan menjadi bentuk larut
yang bisa diserap tanaman. Proses perubahan ini disebut pengomposan.
Pembuatan kompos ada berbagai cara, tetapi semua cara tersebut mempunyai
konsep dasar yang sama. Konsep dasar ini dapat juga disebut pembuatan kompos secara
umum sehingga cara pembuatan ini perlu diketahui agar dalam memodifikasi cara
pembuatan kompos tidak terjadi kesalahan. Dalam pembuatan kompos, waktu yang
diperlukan umumnya sekitar 3-4 bulan. Namun waktu ini dapat dipercepat menjadi 3-4
minggu dengan diberinya tambahan atau aktivator bagi bakteri pengurai.
Pembuatan kompos pada praktikum kali ini diperlukan waktu sekitar 1 bulan
lamanya dengan 2 perlakuan yang berbeda yaitu dengan tambahan biang kompos dan
tanpa tambahan biang kompos. Proses pengomposan yang dilakukan tanpa tambahan
biang kompos dapat menurunkan kadar lengas yaitu dari 111% menjadi 60% sehingga
bahan yang dihasilkan berupa kompos mempunyai struktur yang lebih padu dan tetap
remah, karena masih mempunyai lengas tanah. Adanya lengas tanah pada kompos
mengakibatkan kompos mudah dan lebih cepat dapat dimanfaatkan oleh tanaman. Namun
dengan tambahan biang kompos terdapat perubahan turun naik kadar lengas pada setiap
pengamatan yang hal ini menyebabkan hasil dari pengomposan kurang begitu baik
dimanfaatkan oleh tumbuhan karena semua bahan kompos belum teruraikan.
Kandungan C/N sebelum pengomposan pada perlakuan tanpa tambahan biang
kompos adalah 42,39 sedangkan setelah pengomposan adalah 21,71 begitu juga
pengomposan yang dilakukan dengan tambahan biang kompos yang juga mengalami
penurunan kandungan C/N dari 49 menjadi 20,04. Dari data pengamatan diatas dapat
terlihat bahwa kandungan C/N mengalami penurunan sehingga dapat terlihat disini
bahwa pengomposan telah berhasil, hal ini dicirikan dengan nisbah C/N yang menurun.
Jika perbandingan C/N kecil maka akan banyak amoniak dibebaskan oleh bakteri. Disini
NH3 di dalam tanah segera diubah menjadi nitrat yang mudah diserap tanaman. Dengan
demikian harus diusahakan hasil terakhir pengomposan tidak terlalu banyak mengandung
bakteri.
Pada pengomposan juga dilakukan pembalikan kompos yang bertujuan untuk
menurunkan suhu dalam proses pengomposan. Dilakukan pembalikan jika terjadi salah
satu atau beberapa keadaan, yaitu suhu tumpukan diatas 65 0C atau dibawah 45 0C dan
tumpukan terlalu basah atau terlalu kering. Apabila suhu masih 45-60 0C dan kelembaban
50%, tumpukan kompos belum waktunya dibalik. Dari data hasil pengamatan
pengomposan baik yang dilakukan dengan tambahan biang kompos maupun tanpa
tambahan biang kompos mempunyai suhu yang bervariasi antara 37,4 0C - 43,6 0C. Hal
ini dapat dikatakan bahwa suhu pengomposan masih terlalu rendah sehingga perlu
dilakukan pembalikan kompos supaya didapatkan suhu yang ideal dengan harapan bahwa
semua bahan organik akan dapat terurai karena organisme pengurai mendapatkan suhu
yang cocok untuk menguraikan kompos.
pH yang didapat pada didapat pada 2 perlakuan pengomposan yaitu dengan
tambahan biang kompos dan tanpa tambahan biang kompos juga bervariasi antara 6,66
8,67 begitu pula dengan daya hantar listrik yang cenderung mengalami kenaikan berkisar
antara 3,13 - 4,53. Hal ini merupakan hasil baik karena dapat terlihat bahwa organisme
pengurai telah berhasil melakukan perombakan bahan organik dengan adanya indikasi
perubahan pH dan daya hantar listrik yang akan berperan dalam tanah karena tumbuhan
memerlukan suatu tambahan unsur hara yang dapat membantu meningkatkan kinerja
metabolisme pertumbuhannya agar dapat bertahan hidup.

V. KESIMPULAN
1. Kompos adalah hasil perombakan bahan organik oleh mikrobia dengan hasil akhir
berupa bahan yang memiliki nisbah C/N rendah.
2. Penurunan kadar lengas akan menghasilakn kompos yang mempunyai struktur yang
lebih padu dan tetap remah.
3. Kandungan C/N yang mengalami penurunan merupakan ciri dari keberhasilan
pengomposan.
4. Hasil akhir dari pengamatan dengan tambahan biang kompos adalah kadar lengas
56%; faktor koreksi lengas 1,56; Nisbah C/N 20,04; suhu 37,4 0C; pH 6,66 dan
DHL 3,13.
5. Hasil akhir dari pengamatan tanpa tambahan biang kompos adalah kadar lengas
60%; faktor koreksi lengas 1,6; Nisbah C/N 21,71; suhu 42,8 0C; pH 42,8 dan DHL
4,53.
DAFTAR PUSTAKA

Fanany, F. 1997. Cara Tepat Memanfaatkan Pupuk Organik dalam Menuju Pertanian
Tangguh 2. Adjid, D.A. (Ed). Yayasan Pengembangan Sinar Tani. Jakarta.

Hardjowigeno, S. 1987. Ilmu Tanah. Mediyatama Sarana Perkasa. Jakarta.

Irwan, S.B., H. Yuliprianto dan Istianto. 1996. Pengaruh Bahan Baku terhadap Kecepatan
dan Kualitas Kompos dengan Metode Vermicomposting. Jurnal Tanah Tropika. 2
(2) : 73-77.

Lingga, P. 1997. Petunjuk Penggunaan Pupuk. Penebar Swadaya. Jakarta.

Murbandono, L.HS.2002. Membuat Kompos. Penebar Swadaya. Jakarta.

Sutejo, M.M. 1999. Pupuk dan Cara Pemupukan. Rineka Cipta. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai