Anda di halaman 1dari 7

KLIPING PAHLAWAN NASIONAL MULAI TAHUN 1800-1907

1. Achmad Soebardjo, Pejuang Kemerdekaan Indonesia, Menteri Luar Negeri

Mr. Raden Achmad Soebardjo Djojoadisoerjo (lahir di Karawang, Jawa Barat, 23 Maret 1896
meninggal 15 Desember 1978 pada umur 82 tahun) adalah tokoh pejuang kemerdekaan
Indonesia, diplomat, dan seorang Pahlawan Nasional Indonesia. Ia adalah Menteri Luar
Negeri Indonesia yang pertama. Achmad Soebardjo memiliki gelar Meester in de Rechten,
yang diperoleh di Universitas Leiden Belanda pada tahun 1933.

2. Teungku Chik di Tiro, pejuang perang Aceh

Teungku Chik di Tiro Muhammad Saman (Tiro, Pidie, 1836 Aneuk Galong, Aceh Besar,
Januari 1891) adalah seorang pahlawan nasional dari Aceh.

3. R.M Suryopranoto

R.M Suryopranoto adalah kakak dari Ki Hadjar Dewantara. Ayah mereka adalah Kanjeng
Pangeran Aryo (KPA) Suryaningrat, putra tertua dari Paku Alam III. Ini berarti Suryopranoto
adalah anak laki-laki pertama dari seorang putra mahkota. Sebagai bangsawan, beliau pun
bersekolah di ELS, lalu melanjutkan ke kursus pegawai rendah yang setara dengan MULO
(Meer Uitgebreid Lager Onderwijs). Stelah lulus, ia bekerja sebagai pegawai di kantor
pemerintah kolonial di Tuban. Namun, hanya sebentar saja disana, beliau dipecat karena
menampar seorang pejabat Belanda yang bersikap sewenang-wenang. Selanjutnya, beliau
bekerja sebagai kepala bagian administrasi istana Pakualaman.
4. Dr.(HC) Ir. Soekarno (ER, EYD: Sukarno

Dr.(HC) Ir. Soekarno (ER, EYD: Sukarno, nama lahir: Koesno Sosrodihardjo) (lahir di
Surabaya, Jawa Timur, 6 Juni 1901 meninggal di Jakarta, 21 Juni 1970 pada umur 69 tahun)
adalah Presiden Indonesia pertama yang menjabat pada periode 19451966. Ia memainkan
peranan penting dalam memerdekakan bangsa Indonesia dari penjajahan Belanda.

Ia adalah Proklamator Kemerdekaan Indonesia (bersama dengan Mohammad Hatta) yang


terjadi pada tanggal 17 Agustus 1945. Soekarno adalah yang pertama kali mencetuskan
konsep mengenai Pancasila sebagai dasar negara Indonesia dan ia sendiri yang menamainya.

Soekarno menandatangani Surat Perintah 11 Maret 1966 Supersemar yang kontroversial,


yang isinyaberdasarkan versi yang dikeluarkan Markas Besar Angkatan Darat
menugaskan Letnan Jenderal Soeharto untuk mengamankan dan menjaga keamanan negara
dan institusi kepresidenan. Supersemar menjadi dasar Letnan Jenderal Soeharto untuk
membubarkan Partai Komunis Indonesia (PKI) dan mengganti anggota-anggotanya yang
duduk di parlemen. Setelah pertanggungjawabannya ditolak Majelis Permusyawaratan
Rakyat Sementara (MPRS) pada sidang umum ke empat tahun 1967, Soekarno diberhentikan
dari jabatannya sebagai presiden pada Sidang Istimewa MPRS pada tahun yang sama dan
Soeharto menggantikannya sebagai pejabat Presiden Republik Indonesia.

5. Raden Hadji Oemar Said Tjokroaminoto

Raden Hadji Oemar Said Tjokroaminoto (lahir di Ponorogo, Jawa Timur, 16 Agustus
1882 meninggal di Yogyakarta, Indonesia, 17 Desember 1934 pada umur 52 tahun)
bernama lengkap Raden Hadji Oemar Said Tjokroaminoto, pahlawan nasional sekarang lebih
dikenal dengan nama H.O.S Cokroaminoto, lahir Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur, 16
Agustus 1882. Ia merupakan seorang pemimpin salah satu organisasi yaitu Sarekat Islam
(SI). Ia kemudian meninggal pada umur 52 tahun yaitu tanggal 17 Desember 1934 di
Yogyakarta. Tjokroaminoto adalah anak kedua dari 12 bersaudara dari ayah bernama R.M.
Tjokroamiseno, salah seorang pejabat pemerintahan pada saat itu. Kakeknya, R.M. Adipati
Tjokronegoro, pernah juga menjabat sebagai Bupati Ponorogo.

6. Martha Christina Tiahahu

Martha Christina Tiahahu (lahir di Nusa Laut, Maluku, 4 Januari 1800 meninggal di Laut
Banda, Maluku, 2 Januari 1818 pada umur 17 tahun) adalah seorang gadis dari Desa Abubu
di Pulau Nusalaut. Lahir sekitar tahun 1800 dan pada waktu mengangkat senjata melawan
penjajah Belanda berumur 17 tahun. Ayahnya adalah Kapitan Paulus Tiahahu, seorang
kapitan dari negeri Abubu yang juga pembantu Thomas Matulessy dalam perang Pattimura
tahun 1817 melawan Belanda.

Martha Christina tercatat sebagai seorang pejuang kemerdekaan yang unik yaitu seorang
puteri remaja yang langsung terjun dalam medan pertempuran melawan tentara kolonial
Belanda dalam perang Pattimura tahun 1817. Di kalangan para pejuang dan masyarakat
sampai di kalangan musuh, ia dikenal sebagai gadis pemberani dan konsekwen terhadap cita-
cita perjuangannya.

Sejak awal perjuangan, ia selalu ikut mengambil bagian dan pantang mundur. Dengan
rambutnya yang panjang terurai ke belakang serta berikat kepala sehelai kain berang (merah)
ia tetap mendampingi ayahnya dalam setiap pertempuran baik di Pulau Nusalaut maupun di
Pulau Saparua. Siang dan malam ia selalu hadir dan ikut dalam pembuatan kubu-kubu
pertahanan. Ia bukan saja mengangkat senjata, tetapi juga memberi semangat kepada kaum
wanita di negeri-negeri agar ikut membantu kaum pria di setiap medan pertempuran sehingga
Belanda kewalahan menghadapi kaum wanita yang ikut berjuang.

Di dalam pertempuran yang sengit di Desa Ouw Ullath jasirah Tenggara Pulau Saparua
yang nampak betapa hebat srikandi ini menggempur musuh bersama para pejuang rakyat.
Namun akhirnya karena tidak seimbang dalam persenjataan, tipu daya musuh dan
pengkhianatan, para tokoh pejuang dapat ditangkap dan menjalani hukuman. Ada yang harus
mati digantung dan ada yang dibuang ke Pulau Jawa. Kapitan Paulus Tiahahu divonis hukum
mati tembak. Martha Christina berjuang untuk melepaskan ayahnya dari hukuman mati,
namun ia tidak berdaya dan meneruskan bergerilyanya di hutan, tetapi akhirnya tertangkap
dan diasingkan ke Pulau Jawa.

Di Kapal Perang Eversten, Martha Christina Tiahahu menemui ajalnya dan dengan
penghormatan militer jasadnya diluncurkan di Laut Banda menjelang tanggal 2 Januari 1818.
Menghargai jasa dan pengorbanan, Martha Christina dikukuhkan sebagai Pahlawan
Kemerdekaan Nasional oleh Pemerintah Republik Indonesia.
7. Pattimura

Pattimura(atau Thomas Matulessy) (lahir di Haria, pulau Saparua, Maluku, 8 Juni


1783 meninggal di Ambon, Maluku, 16 Desember 1817 pada umur 34 tahun), juga dikenal
dengan nama Kapitan Pattimura adalah pahlawan Maluku dan merupakan Pahlawan
nasional Indonesia.

Menurut buku biografi Pattimura versi pemerintah yang pertama kali terbit, M Sapija
menulis, "Bahwa pahlawan Pattimura tergolong turunan bangsawan dan berasal dari Nusa Ina
(Seram). Ayah beliau yang bernama Antoni Mattulessy adalah anak dari Kasimiliali Pattimura
Mattulessy. Yang terakhir ini adalah putra raja Sahulau. Sahulau merupakan nama orang di
negeri yang terletak dalam sebuah teluk di Seram Selatan".

Namun berbeda dengan sejarawan Mansyur Suryanegara. Dia mengatakan dalam bukunya
Api Sejarah bahwa Ahmad Lussy atau dalam bahasa Maluku disebut Mat Lussy, lahir di
Hualoy, Seram Selatan (bukan Saparua seperti yang dikenal dalam sejarah versi pemerintah).
Dia adalah bangsawan dari kerajaan Islam Sahulau, yang saat itu diperintah Sultan
Abdurrahman. Raja ini dikenal pula dengan sebutan Sultan Kasimillah (Kazim Allah/Asisten
Allah). Dalam bahasa Maluku disebut Kasimiliali.

8. Raden Adjeng Kartini

Raden Adjeng Kartini (lahir di Jepara, Jawa Tengah, 21 April 1879 meninggal di
Rembang, Jawa Tengah, 17 September 1904 pada umur 25 tahun) atau sebenarnya lebih tepat
disebut Raden Ayu Kartini adalah seorang tokoh suku Jawa dan Pahlawan Nasional
Indonesia. Kartini dikenal sebagai pelopor kebangkitan perempuan pribumi.
9. Sisingamangaraja XII

Sisingamangaraja XII (lahir di Bakara, 18 Februari 1845 meninggal di Dairi, 17 Juni 1907
pada umur 62 tahun) adalah seorang raja di negeri Toba, Sumatera Utara, pejuang yang
berperang melawan Belanda, kemudian diangkat oleh pemerintah Indonesia sebagai
Pahlawan Nasional Indonesia sejak tanggal 9 November 1961 berdasarkan SK Presiden RI
No 590/1961. Sebelumnya ia makamkan di Tarutung, lalu dipindahkan ke Soposurung,
Balige pada tahun 1953.

Sisingamangaraja XII nama kecilnya adalah Patuan Bosar, yang kemudian digelari dengan
Ompu Pulo Batu. Ia juga dikenal dengan Patuan Bosar Ompu Pulo Batu, naik tahta pada
tahun 1876 menggantikan ayahnya Sisingamangaraja XI yang bernama Ompu Sohahuaon,
selain itu ia juga disebut juga sebagai raja imam. Penobatan Sisingamangaraja XII sebagai
maharaja di negeri Toba bersamaan dengan dimulainya open door policy (politik pintu
terbuka) Belanda dalam mengamankan modal asing yang beroperasi di Hindia-Belanda, dan
yang tidak mau menandatangani Korte Verklaring(perjanjian pendek) di Sumatera terutama
Kesultanan Aceh dan Toba, di mana kerajaan ini membuka hubungan dagang dengan negara-
negara Eropa lainya. Di sisi lain Belanda sendiri berusaha untuk menanamkan monopolinya
atas kerajaan tersebut. Politik yang berbeda ini mendorong situasi selanjutnya untuk
melahirkan Perang Tapanuli yang berkepanjangan hingga puluhan tahun.
10. Haji Agus Salim

Haji Agus Salim lahir pada 8 Oktober 1884 di Kota Gadang, Sumatera Barat, dengan nama
Musyudul Haq yang berarti pembela kebenaran. Ayahnya yang seorang jaksa di pengadilan
Riau memungkinkan Haji Agus Salim untuk belajar di sekolah dasar Belanda
ELS (Europeese Lager School). Lulus pada 1897, dia bertolak ke Batavia untuk masuk
ke Hogere Burger School (HBS), sekolah lanjutan yang sebenarnya hanya untuk orang-orang
Eropa. Pada masa itu,sangat jarang melihat anak pribumi masuk ke sekolah Eropa. Ia lulus
dari HBS dengan nilai paling tinggi di tingkat nasional, mengalahkan orang-orang Belanda
saat berusia 19 tahun.

Beliau pun berniat melanjutkan ke sekolah dokter di Belanda. Namun, permohonan


beasiswanya tidak diluluskan pemerintah Belanda, sementara keluarga beliau tidak memiliki
uang. Baru setelah R.A. Kartini yang mendengar berita mengenai Haji Agus Salim memberi
rekomendasi, pemerintah Belanda pun memberi beasiswa. Terlanjur meras tersinggung,

Haji Agus Salim pun menolaknya. Agus Salim memilih berangkat ke Jedah, Arab Saudi,
untuk bekerja sebagai penerjemah di konsulat Belanda di kota itu antara 1906-1911. Di sana,
dia memperdalam ilmu agama Islam dan mempelajari diplomasi. Beliau juga belajar beragam
bahasa, seperti Belanda, Inggris, Jerman, Prancis, Arab, Turki, dan Jepang.

Pulang ke Indonesia, pada tahun 1915, Haji Agus Salim masuk ke dalam Serikat Islam (SI)
pada masa kepemimpinan H.O.S. Cokroaminoto . Dalam waktu singkat, mereka menjadi
kawan baik dan bekerja sama demi masa depan Indonesia. Haji Agus Salim lantas dipercaya
menggantikan Cokroaminoto di Volksraad pada 1922-1925. Di sini, beliau tak jarang bicara
terbuka, keras, dan menantang. Seiring bergesernya gaya perjuangan SI ke arah non
kooperatif, Agus Salim mundur dari Volksraad . Ia kemudian aktif di JIB (Jong Islamieten
Bond) dan bekerja sebagai jurnalis.

Agus Salim kemudian menjadi anggota Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Ia
bahkan termasuk dalam tim kecil perumus Pembukaan UUD RI. Bersama Djajadiningrat dan
Soepomo, ia juga menjadi penghalus bahasa dalam penyusunan batang tubuh UUD 1945.
Haji Agus Salim merupakan tokoh pemberani yang pandai berargumentasi dengan cerdas
sehingga Sukarno pun memberinya julukan The Grand Old Man. Setelah kemerdekaan, Agus
Salim menjadi Menteri Luar Negeri pada beberapa kabinet.

Tempat/TgI. Lahir: Kota Gadang, 8 Oktober 1884


Tempat/Tgl. Wafat: jakarta, 4 November 1954

SK Presiden: Keppres No. 657/Tahun 1961, Tgl. 27 Desember 1961

Gelar: Pahlawan Nasional

Haji Agus Salim wafat dalam kesederhanaan pada 4 November 1954. Haji Agus Salim adalah
pahlawan pertama yang dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata.

Anda mungkin juga menyukai